• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS Pendekatan Ilmu Perilaku dan Sosia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS Pendekatan Ilmu Perilaku dan Sosia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

Pendekatan Ilmu Perilaku dan Sosial

dalam Kesehatan Masyarakat

STIGMA TERHADAP PENYAKIT FILARIASIS DI SULAWESI

TENGAH

Dosen: Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi, Ph.D

Disusun oleh:

Sri Wahyuni Khalik 13/354435/PKU/13919

PROGRAM STUDI S-2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MINAT UTAMA MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN OBAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

(2)

Pendahuluan

Stigma adalah pengaruh yang mendalam terhadap suatu penyakit dan tanggapan suatu bangsa, masyarakat, keluarga, dan individu terhadap penyakit tersebut. Hanya sedikit penelitian yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk lebih memahami patogenesis dan implikasi stigma, bagaimana suatu keyakinan dapat berpengaruh ke dalam perilaku (Gerald T.Keusch, 2006)

Filariasis limfatik atau elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah disebut untut adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria. Gejala penderita filariasis mula-mula demam secara berulang dua sampai tiga kali dalam sebulan, kemudian timbul gejala limfangitis, limfadenitis, limfadema dan kemudian terjadi elefantiasis. Elefantiasis dapat terjadi di tungkai bawah, lengan bawah, mammae, atau skrotum, tergantung dari jenis cacing filaria yang menginfeksi penderita. Penderita filariasis di dunia diperkirakan sebanyak 120 juta orang yang tersebar di 80 negara baik di negara tropis maupun sub-tropis. (Michael, 1996)

Filariasis limfatik adalah penyakit parasitik yang menyebabkan kecacatan, stigma, psikososial dan penurunan produktivitas penderitanya, keluarganya maupun masyarakat. Walaupun demikian penyakit tersebut di beberapa negara tidak termasuk ke dalam prioritas pemberantasan penyakit, karena dianggap tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kematian. Menurut Leiper (1911) dalam Dr. Sudomo M (2008) penyebab filariasis limfatik adalah cacing yang termasuk ke dalam Filum Nematoda, Superfamili Filaroidea, Famili Filariidae.

Pasien dengan filariasis limfatik akan mengalami ketidakmampuan secara fisik,

Filariasis (penyakit kaki gajah) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Sulawesi Tengah. Akibat dari serangan penyakit adalah menurunkan derajat kesehatan masyarakat karena menurunnya daya kerja dan produktivitas serta timbulnya cacat tubuh yang menetap. Penyakit tersebut ditularkan melalui gigitan nyamuk, beberapa jenis nyamuk diketahui berperan sebagai vektor Filariasis antara lain Mansonia, Anopheles dan Culex. Sedangkan cacing penyebab penyakit Filaria di Sulawesi Tengah yaitu Wucheria bancropti

dan Brugia malayi.

Pada tahun 2010 di Sulawesi Tengah terdapat penderita Filariasis sebanyak 145 orang dan yang terbanyak menderita adalah Perempuan yaitu 78 kasus (53,79%). Penderita (perempuan) terbanyak adalah di Kabupaten Poso 28 kasus (35,8%) dan di Kabupaten Sigi 16 kasus (20,5%)

(3)

dengan cara pemeriksaan darah jari (Sediaan Darah Jari). Bila Kabupaten/Kota tersebut endemis maka langkah selanjutnya adalah menentukan kapan dilakukan pengobatan massal. Perlu diingat bahwa satu siklus pengobatan massal memakan waktu selama 5 tahun, sehingga pengobatan harus mulai dilakukan paling lambat pada tahun 2015.

Adapun upaya yang dilakukan saat ini adalah upaya sosialisasi ke penentu kebijakan untuk mendapatkan dukungan terhadap upaya eliminasi penyakit kaki gajah. (Profil kesehatan prov. Sulteng,2010)

Stigma terhadap penyakit Filariasis di Sulawesi Tengah

Stigma terhadap penyakit filariasis di Sulawesi Tengah awalnya disebabkan oleh persepsi yang salah dari masyarakat terhadap gejala-gejala kronis dari penyakit ini seperti terjadinya pembesaran tungkai di bawah lutut sampai kaki, kadang-kadang di bawah siku, tangan, kantong buah zakar, payudara, dan alat kelamin, yang lama kelamaan menjadi cacat permanen. Gejala-gejala tersebut dianggap sebagai “Suanggi” atau terjadi akibat faktor ilmu hitam (magic), atau dianggap terjadi karena kutukan, penyakit menular dan berbahaya, atau dianggap terjadi karena hal gaib akibat manusia yang dengki.

Stigma terhadap penyakit filariasis ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu:

- Stigma internal, yaitu menimbulkan perasaan malu dan terasing bagi penderitanya sehingga menghalanginya untuk minta bantuan pengobatan

- Stigma eksternal, yaitu perlakuan orang lain yang tidak adil terhadap penderitanya yang mendapat stigma sehingga akan membatasi lingkungan sosial yang seharusnya diterima.

Pengaruh stigma penyakit filariasis ini dalam kehidupan bermasyarakat antara lain: - Penderita malu terhadap kelainan yang dideritanya

- Masyarakat takut terhadap penderita

Perilaku kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara umum dibagi menjadi dua yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan lain-lain. Faktor eksternal berupa lingkungan sekitar baik fisik atupun nonfisik seperti iklim, manusia, sosial-ekonomi dan kebudayaan.

Stigma atau persepsi yang salah terhadap penderita filariasis ini dapat dilihat dari perspektif perilaku kesehatan masyarakat, yang dapat dianalisa sebagai berikut:

(4)

a. Pengetahuan, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan kesehatan dan pengobatan masih rendah. Kurangnya pengetahuan terhadap penyakit ini menyebabkan timbulnya stigma atau persepsi yang keliru terhadap penyakit ini.

b. Kecerdasan, menunjukkan tingkat kecerdasan masyarakat yang masih rendah sehingga hanya melakukan pembiaran terhadap penderita tanpa mencari pertolongan pengobatan ke sarana pelayanan kesehatan.

c. Persepsi, menunjukkan apatisme terhadap pelayanan kesehatan. Ada anggapan bahwa penyakit ini tidak dapat diobati di fasilitas kesehatan.

d. Emosi, menunjukkan emosi mereka mudah terpengaruh oleh stigma atau persepsi keliru mengenai penyakit ini yang mereka dengar dari mulut ke mulut.

e. Motivasi, menunjukkan kurangnya motivasi dari penderita maupun keluarganya untuk mencari pengobatan terhadap penyakit ini.

2. Faktor eksternal/lingkungan

a. Iklim, menunjukkan iklim di Sulawesi Tengah yang termasuk daerah tropis dengan rata-rata suhu yang tinggi (panas) memudahkan pertumbuhan nyamuk yang menjadi vektor penularan penyakit ini.

b. Manusia, menunjukkan bagaimana stigma atau persepsi keliru tentang penyakit ini dapat diterima walaupun sumber informasinya hanya dari mulut ke mulut.

c. Sosial-ekonomi, menunjukkan penurunan produktivitas penderita sehingga menurunkan pendapatan mereka yang berimbas ke masalah ekonomi dan sosial mereka.

d. Kebudayaan, menunjukkan bagaimana gejala-gejala kronis penyakit tersebut dianggap sebagai “Suanggi” atau terjadi akibat faktor ilmu hitam (magic), atau dianggap terjadi karena kutukan, penyakit menular dan berbahaya, atau dianggap terjadi karena hal gaib akibat manusia yang dengki.

Analisa dan Solusi terhadap Stigma penyakit Filariasis

Dari perspektif ilmu perilaku dan sosial maka diperlukan langkah-langkah untuk mengeliminasi penyakit filariasis ini agar dapat menghapus stigma yang terbentuk di masyarakat mengenai penyakit ini.

WHO telah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year) 2020. Untuk itu diharapkan penyakit ini dapat tereliminir dari Sulawesi Tengah.

Kemudian terjadi kesepakatan antara Departemen Kesehatan negara-negara endemis untuk secara bersama melakukan berturut-turut. Selain itu dilakukan perawatan terhadap penderita filariasis kronis eliminasi filariasis di negara masing-masing. Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI telah melakukan kesepakatan (commitment) dalam eliminasi filariasis telah disepakati bahwa filariasis harus dieliminasi di muka bumi ini pada tahun 2020.

(5)

memberantas filariasis limfatik, yaitu dengan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole setahun sekali selama 5 tahun.

Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) merupakan obat yang paling efektif untuk membunuh microfilaria maupun makrofilaria. Berbagai metoda untuk memberantas filariasis di Indonesia telah dilakukan, antara lain, pengobatan masal dengan dosis standar di sekitar Bendungan Gumbasa di Sulawesi Tengah dan di Banjar, Kalimantan Selatan (Putrali, Kaleb, 1974 dalam Sudomo, 2008). Pengobatan dengan dosis rendah yang diikuti oleh dosis standar telah dilakukan di Kalimantan Selatan, Flores Barat, Kabupaten Batanghari, Jambi dengan hasil yang sangat baik (Rush J et al., 1980 dalam Sudomo, 2008). Dengan melihat pengalaman penelitian tersebut maka program pemberantasan filariasis memutuskan melakukan pemberantasan dengan menggunakan DEC dosis rendah seminggu sekali selama 40 minggu.

Mengacu pada berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, pemberantasan filariasis harus dilakukan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pemberantasan jangka pendek terutama diarahkan pada pengobatan masal ataupun selektif dengan menggunakan DEC ditambah obat lain misalnya antipiretik atau antibiotik.

Tujuan dari pemberantasan jangka pendek adalah : untuk mengurangi angka prevalensi, untuk mengurangi angka kesakitan, terutama gejala akut, dan untuk mengurangi intensitas penularan. Sedangkan program pemberantasan jangka panjang adalah untuk mendukung konsep yang menyatakan bahwa filariasis dapat hilang dengan sendirinya, bahkan tanpa intervensi dari sektor kesehatan, apabila terjadi perubahan ekosistem yang akan menuju kepada hilangnya tempat perindukan nyamuk vektor filariasis. Pembangunan ekonomi dapat merubah tempat perindukan nyamuk vektor menjadi lahan perumahan, industri, pariwasata dan sebagainya.

(6)

Upaya-upaya lainnya untuk mencegah penyakit filariasis, nyamuk penularnya diberantas merupakan cara yang paling efektif. Cara tepat untuk memberantas nyamuk adalah berantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya. Cara ini dinamakan dengan pemberantas sarang nyamuk filariasis. oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya di rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus berkerjasama dan berusaha melaksanakan pemberantas sarang nyamuk filariasis (Depkes RI, 1995).

Selain itu, pemberantasan sarang nyamuk filariasis juga bisa dilakukan melalui penggunaan insektisida untuk langsung ubtuk membunuh nyamuk dewasa yang menyebabkan filariasis. cara penggunaan malation ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau dengan pengabutan (cold fogging). Ada juga insektisida yang bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk, yakni temphos(abate). Cara penggunaan abate adalah dengan menggunakan pasir abate( sand granules) ke dalam sarang-sarang nyamuk filariasis.

(7)

Gerald T. Keusch, et al, 2006, Stigma and Global Health, essay focus, vol.367, United States of America

A. Khrisna Kumari, et al, 2005, Physical and Psychosocial Burden due to Lymphatic Filariasis, vol.10, No. 6, Vector Control Research Centre, Pondicherry, India

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2011, Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2010, Palu, Sulteng

David E. Gray, 2002, Sociology of Health and Illnes, vol. 24, Australia

Charbonneau, et al, 2007, Stigma and Discrimination, Canadian Journal of Psychiatry, vol. 56, No. 10, Canada

Prof.Dr. Soedarto,DTM&H,PhD, 2011, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Penerbit Sagung Seto, Jakarta

DR.Dra.Sumarni DW.M.Kes, 2013, Stigma pada Filariasis, Kulit dan Kelamin, Epilepsi, Kusta, Gangguan Jiwa, Materi Kuliah Ilmu Sosial dan Perilaku, Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa tingkat persepsi risiko kecelakaan pengendara motor di UIN Maliki Malang yang paling tinggi berada pada kategori

Organ Target yang dimaksud adalah jantung, otak dan ginjal.Tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi hipertensi emergensi adalah menurunkan tekanan darah dengan

IPTEK perikanan tangkap Wilayah perairan Indonesia yang teridentifikasi potensi produksi, karakteristik, kebutuhan konservasi SDI nya serta jumlah inovasi teknologi dan

Then, Gas sensor TGS 2620 was used to determine the premium purity level that obtained from PT Pertamina, SPBU Rambang, retail premium seller on Bukit Besar Palembang, and

Dari diagram Alur di atas, terlihat bahwa dana untuk membantu kaum dhuafa merupakan bantuan dari donatur, para donatur sangat berperan dalam hal pendanaan bagi kaum

(a) Pseudo second order and (b) pseudo first order kinetic fit from photodegradation data of 10 ppm BG employing CaTiO 3 prepared from different CaCO 3 /TiO 2 composition..

Konflik juga dapat terjadi antara lalulintas kendaraan dengan penyeberang jalan, kendaraan tidak bermotor maupun PKL pada titik-titik tertentu pada ruas jalan yang terdapat

Jadi dengan kata lain walaupun produk pakaian jadi, baik itu baju atau celana yang di desain dan diproduksi untuk bisa dipakai oleh jenis kelamin pria dan wanita,