PERBANDINGAN HUKUM MENGENAI
PERKAWINAN
Disusun untuk memenuhi mata kuliah:
Perbandingan Hukum dan Undang-Undang
Dosen Pengampu :
Al-Ustadz Ahmad Fanani, M.A
Oleh:
Anistsabatini Siti Jazilatul Chikmah 34.3.1.11541
PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKUL
TAS SYARI’AH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
MANTINGAN NGAWI JAWA TIMUR INDONESIA
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Penjajahan/kolonialisme pada masa lalu oleh Belanda kepada Indonesia tidak hanya menyisakaan kepahitan dan kesengsaraan, banyak sekali peninggalan-peninggalan yang diwariskan oleh belanda kepada Indonesia, baik itu teknologi, sistem pemerintahan, ataupun hukum itu sendiri. Salah satu produk terkenal dari Belanda kepada Indonesia adalah diwariskannya KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan juga KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Pada intinya, keduanya adalah sama yaitu mengenai hukum, tetapi perbedaan sesungguhnya adalah bahwasannya kitab undang-undang hukum perdata mengatur hukum yang bersifat privat/keperdataan. Sedangkan kitab undang-undang hukum pidana mengatur hukum yang sifatnya adalah public. Meskipun dalam wadah yang sama, tetapi tetap saja selalu ada perbedaan. Beda lumbung, beda jenis ikannya. Meskipun sama-sama dibawah hukum nasional, tetap saja ada perbedaan yang cukup signifikan. Salah satunya adalah mengenai perbedaan konsep perkawinan.
Menurut Hukum Perkawinan dalam Islam, Perkawinan ialah aqad antara
calon laki istri memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at.
Yangdimaksud dengan aqad ialah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari pihak calon suami atau wakilnya.1
Perkawinan adalah ikatan, ikatan dalam arti nyata atau tidak nyata antara pria dengan wanita sebagai suami istri untuk tujuan membentuk keluarga, jadi perkawinan bukan hanya sekedar bertujuan untuk memenuhi hawa nafsu, tetapi percampuran hidup bersama sebagai suami istri yang berbentuk keluarga atau rumah tangga yang tetap walaupun perkawinan tidak sah itu adalah perkawinan yaitu perkawinan yang tidak sah.
1 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Hidakarya Agung. 1956,
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut KUHPer dan Undang-Undang?
2. Apa sajakah Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut agama-agama yang ada di Indonesia?
3. Apa sajakah Perbedaan Hukum Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara lain?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Mengetahui Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut KUHPer dan Undang-Undang
2. Dapat Mengetahui Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut agama-agama yang ada di Indonesia
BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Perkawinan dari Berbagai Aspek
Menurut bahasa, nikah (kawin) berarti penggabungan dan percampuran. Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam arti metafora.2 Perkawinan sendiri memiliki arti yaitu “Suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/peraturan negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesatuan
hidup yang abadi.”
“Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. UU memandang perkawinan hanya dari
hubungan keperdataan.” Pengertian diatas berdasarkan Pasal 26 KUHPer atau
yang sering kita sebut dengan Hukum BW (Burgerlijk Wetboek). Konsep perkawinan dalam Hukum BW hanya dipandang dari segi keperdataan saja, artinya undang-undang melihat perkawinan itu sah dan syarat-syaratnya menurut undang-undang dipenuhi. Disini yang diperhatikan semata-mata hanya faktor yuridis (Pasal 26).
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan
bahwa, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”3
Sedikit berbeda, namun dengan spirit yang sama dengan Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, perkawinan
dirumuskan dengan pengertian sebagai berikut, “Perkawinan menurut Hukum
2 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah Sesuai
Syariat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001, hlm.29
3 Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama di Indonesia , Tangerang: Lentera Hati.
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan ibadah.”4
B. Perbandingan Hukum BW dan Undang-Undang mengenai Perkawinan
1. Akibat Perkawinan Menurut Hukum BW dan Undang-Undang
KUHPer/Hukum BW Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
Akibat perkawinan terhadap diri pribadi (hak dan kewajiban suami dan istri)
Suami dan istri harus setia dan tolong-menolong (Pasal 103 KUHPer)
Suami dan istri wajib memelihara dan mendidik anaknya (Pasal 104 KUHPer) Setiap suami adalah kepala keluarga dalam
persatuan suami-istri (Pasal 105 ayat 1 KUHPer)
Suami wajib memberi bantuan kepada istrinya (Pasal 105 ayat 2 KUHPer)
Setiap suami harus mengurus harta kekayaan
Suami tidak diperbolehkan
memindahtangankan atau membebani harta kekayaan tak bergerak milik istrinya, tanpa persetujuan si istri (Pasal 105 ayat 5 KUHPer)
Setiap istri harus tunduk dan patuh kepada
Akibat perkawinan terhadap diri pribadi (hak dan kewajiban suami dan istri)
Suami istri kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susuan masyarakat
Hak dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat
Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum
Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga
Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap dan rumah tempat kediaman ini ditentukan secara bersama-sama Suami-istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain
Suami-istri melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan
4
suaminya (Pasal 106 ayat 1 KUHPer)
Akibat perkawinan terhadap harta benda suami istri
Harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPer, harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan, yaitu:
Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
Akibat perkawinan terhadap harta benda suami istri
Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu: Harta bersama dalah harta benda yang
diperoleh sepanjang perkawinan
Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk dalam suatu perkawinan.
Akibat perkawinan terhadap anak keturunan Pada pasal 250 KUHPer, tiap-tiap anak yang
dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya (tentang anak sah). Kekuasaan kolektif yang dipegang oleh Ayah
Akibat perkawinan terhadap anak keturunan Anak sah menurut Pasal 42 UU No. 1 tahun
1974, adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Kekuasaan tunggak yang ada pada masing-masing pihak ayah dan ibu
Akibat perkawinan yang lain
Mengenai hubungan darah, anak terhadap ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ayahnya kalau sang ayah mengakuinya secara sah
Akibat perkawinan yang lain
Menurut UU No. 1 tahun 1974, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah dengan ibunya
2. Larangan Perkawinan Menurut Hukum BW dan Undang-Undang
KUHPer/Hukum BW Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Mereka yang bertalian keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dan kebawah atau dalam garis keturunan menyimpang, yaitu antara saudara laki-laki dan sudara perempuan (Pasal 30 KUHPer)
Berhubungan darah dalam garis keturunan ke bawah ataupun keatas
Ipar laki-laki dan ipar perempuan,paman atau paman orangtua dana anank perempuan saudara
atau cucu perempuan saudara, atau antara bibi atau bibi orangtua dan akan laki-laki atau cucu laki-laki saudara (Pasal 31 KUHPer)
seorang dengan saudara orangtua dan antara seorang dengan saudara neneknya
Kawan pezinahnya setelah diyatakan salah karena berzinah oleh putusan hakim (Pasal 32 KUHPer)
Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri
Mereka yang memperbaruhi perkawinan setelah pembubaran perkawinan terakhir jika belum lewat waktu 1 tahun (Pasal 33 KUHPer)
Berhubungan susuan, yaitu orangtua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan
C. Perbandingan Hukum Perkawinan menurut Agama-Agama di Negara Indonesia
1. Perkawinan menurut Agama Hindu
Dalam sebuah buku karangan Max Muller yang berjudul “The law of Manuals” mengatakan perkawinan menurut istilah Hindu yang lazim disebut WIWAHA, dalam perkawinan itu diatur secara khusus. Dalam Kitab Undang-Undang Agama Hindu yang dikenal dengan nama “Manawa Drama Satwa” yang sama kedudukannya dengan kitab Weda sebagai sumber hukum yang mengatur hubungan antar manusia. Perkawinan dalam Agama Hindu pada hakikatnya adalah sakral dan hanya sah kalau dilakukan menurut Agama Hindu itu sendiri.
Dalam kitab Weda bab IX hal 4 mengatakan” Hendaknya orang tua mengawinkan anak perempuannya pada waktunya, karena mereka yang tidak mengawinkan anak perempuannya pada waktunya maka berdosalah ia, karena dipersalahkan sebagai pembunuh. Selain itu tujuan dari pada perkawinan menurut Agama Hindu tersebut adalah untuk menolong membebaskan arwah nenek
moyang atau orang tuanya dari kawah neraka yang disebut dengan “put”. 2. Perkawinan menurut Agama Buddha
menjadi pertapa di vihara sebagai bhikshu, sesungguhnya dalam Agama Budha hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama saja.
Masalah yang terpenting disini adalah kualitas kehidupannya, namun apabila seseorang berniat untuk berumah tangga maka hendaklah ia mencintai dan setia pada pasangan yang telah di pilihnya, melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, orang yang seperti ini sama dengan pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga sikap ini pula yang dipuji oleh Agama Budha, mencari dan membina pasangan hidup itu suatu tujuan hidup manusia salah satunya adalah tentang adanya pencapaian kebahagiaan di dunia dengan demikian pasti ada cara untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup rumah tangga, serta adapula petunjuk dan cara untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai serta membina hubungan baik, mempertahankan komunikasi setelah menjadi suami isteri.
Dalam kitab Agama Budha yaitu “Anguttara Nikaya” menjelaskan bahwa ada minimal empat sikap hidup yang dapat dipergunakan untuk mencari pasangan hidup sekaligus membina hubungan sebagai suami isteri yang harmonis, yaitu:
a. Kerelaan (dana), dalam kitab “Samyutta Nikaya” disebutkan bahwa sesuai benih yang di tabur demikian pula buah yang akan di petik, pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan, apabila kita ingin dicintai orang maka mulailah untuk mencintainya
b. Ucapan yang baik, di dunia ini siapapun pasti akan suka mendengar tutur kata yang baik, termasuk pula dengan pasangan hidup kata-kata yang baik inilah yang akan menjadi daya tarik yang kuat dalam menjalankan keharmonisan dalam rumah tangga
c. Melakukan hal yang bermanfaat. Dalam melakukan hal-hal yang seperti ini akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga, tingkah laku hendaknya diperhatikan untuk membahagiakan orang yang dicintainya.
3. Perkawinan menurut Agama Kristen dan Katholik
Perkawinan menurut Agama Kristen mempunyai dua pengertian, yaitu: a. Perjanjian lama. Perkawinan diartikan sebagai gambaran dan tiruan
bimbingan Tuhan suami isteri membangkitkan menampakan menghadiahkan cinta kasih Tuhan dalam hidup cinta mereka.
b. Perjanjian baru. Perkawinan seorang Kristen diartikan sebagai suatu ikatan cinta kasih tetap dan taat yang menggambarkan, melahirkan dan mewujudkan hubungan cinta kristus dengan gerejanya.
Sedangkan menurut Agama Katolik perkawinan itu adalah:
a. Menjadi tuntutan daging atau tuntutan sex supaya jangan berdosa dianjurkan lebih baik kawin.
b. Orang yang telah bertekad dan dibantu dengan Rahmat Tuhan dan dengan tujuan secara total mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan Kerajaan Allah, orang yang mau hidup perawan atau tidak kawin itu merupakan suatu karunia istimewa dan terpuji (istilah gereja).
Dalam pandangan Agama Katolik, kawin atau tidak kawin itu tergantung dari pada keputusan pribadi dengan motof-motif yang wajar. sedangkan menurut Agama Kristen (bukan Katolik) pernikahan itu atas perintah Allah yang menjadikan langit dan bumi dan yang telah menjadikan laki-laki dan perempuan. dan ini diperkuat dalam Kitab Kejadian 218 dan juga ayat 21 sampai 24 yang dinyatakan ”tidak sebaik manusia itu seorang-orangnya bahwa aku hendak memperbuat akan pria seorang penolong yang sejodoh dengan dia.
Yesus sendiri yang menyebut diri mempelai jamaatnya yang menghadiri telah menjunjung tinggi pernikahan dan telah menunjukan karunianya bahwa senantiasa ia akan menolong orang yang menikah, Allah telah menjadikan pria dan perempuan yang saling berbeda yang akan membentuk persekutuan yang kuat dan benar di dunia ini.
4. Perkawinan menurut Agama Islam
jasmani, perkawinan disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat dibawah naungan cinta ILLAHI.
Perkawinan dalam Islam menjadi keharusan untuk mentaati perintah Allah SWT dan perintah Nabi SAW dalam kitab suci Al-Quran surat An-Nisa ayat 3 (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Seseorang yang hendak melakukan pernikahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, seperti dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
D. Perbandingan Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia
Perbandingan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia mengenai perkawinan tampak pada beberapa persoalan, yaitu:
2. Selain itu terdapat perbedaan dari segi umur pada Laki-laki yang ingin menikah.
3. Malaysia tidak mencantumkan atau memasukkan Perjanjian perkawinan dalam Hukum perkawinannya.
4. Meskipun Malaysia adalah bekas jajahan Inggris, tetapi dalam hal penindakan penyimpangan Poligami dan pasangan yang berbuat Zina, Malaysia menerapkan konsep Hukum yang lebih tegas.
Hal ini bisa dilihat dari sistem hukum Malaysia dan Indonesia yang berbeda, karena Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris sedangkan Indonesia merupakan Negara bekas jajahan Belanda. Jika dilihat dari hukum yang dibawa oleh kedua Negara penjajah tersebut maka kita juga bisa melihat bahwa Inggris merupakan Negara yang menganut sistem hukum Anglo saxon, yang berarti Inggris lebih memakai Yurisprudensi untuk mengambil suatu tindakan hukum. Sedangkan Belanda merupakan Negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, yang berarti bahwa Belanda lebih memakai Undang-Undang untuk mengambil suatu tindakan hukum.
Selain itu, bentuk negara, sistem pemerintahan dan sumber hukum dari kedua negara ini berbeda sehingga dalam pengaturan hukum dan penerapan hukumnya pun juga berbeda.
Prosedur perkawinan di Negara Malaysia adalah Permohonan kebenaran menikah di Wilayah Persekutuan dengan cara:
1. Formulir permohonan kebenaran menikah "Formulir 1" berlaku bagi semua pemohon yang tinggal di Wilayah Persekutuan saja atau untuk pemohon yang berdomisili di Wilayah Persekutuan tetapi tinggal di luar Wilayah Persekutuan.
2. Formulir permohonan harus di isi dengan lengkap dalam dua salinan dengan menggunakan tinta hitam atau biru dan disahkan oleh Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'bagi daerah masing-masing.
4. Pemohon dan wali harus hadir di depan Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah ketika menandatangani formulir tersebut untuk tujuan verifikasi.
5. Asisten Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah harus memastikan formulir aplikasi di isi dengan lengkap dan dokumen-dokumen berhubungan dengan disertakan sebelum menandatangani formulir itu beserta dengan cop jabatan Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju' daerah.
E. Perbandingan Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara Singapura
Negara Singapura mengatur hukum perkawinan dalam dua peraturan,
yakni Women’s Charter dan Administration of Muslim Law Act. Women’s
Charter berlaku sejak tahun 1961 yang berisikan mengenai hukum keluarga secara keseluruhan yang mengatur warga Negara Singapura non-muslim, sementara Administration of Muslim Law Act diberlakukan sejak tahun 1966 yang mengatur mengenai hukum keluarga bagi warga negara yang beragama Muslim. Selain hal tersebut, perbedaan paling mendasar yaitu sistem hukum yang dianut oleh Indonesia adalah Civil Law dan Singapura menganut sistem hukum Common Law, sehingga norma hukum perkawinan yang diatur pun berbeda.
Dalam Women’s Charter disebutkan bahwa: “The matrimonial law of Singapore categorizes marriages contracted in Singapore into two categories: civil marriages and Muslim marriages. The Registry of Marriage (ROM) administers civil marriages in accordance to the Women's Charter, while the Registry of Muslim Marriages (ROMM) administers Muslim marriages in accordance to the Administration of Muslim Law Act (AMLA). All marriages performed in Singapore must be registered with the relevant registry in order to be legally valid.”
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974
dijelaskan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
F. Problematika Perkawinan Sejenis
Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa pasangan sejenis di seluruh negeri kini memiliki hak untuk menikah. Putusan yang diambil dengan perbandingan suara lima setuju berbanding empat menolak ini berarti penikahan sejenis akan sah secara hukum secara nasional di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan pernikahan merupakan hak mendasar setiap pasangan, dan hal itu tak bisa dikecualikan dari pasangan berjenis kelamin sama.
Maka putusan ini dianggap sebagai putusan monumental dalam sejarah di negeri ini. Sebelum adanya putusan ini, pernikahan sejenis sah untuk dilakukan di 37 negara bagian (dari total 50 negara bagian) yang ada di Amerika Serikat. Namun putusan ini tidak menjelaskan kapan izin menikah akan dikeluarkan di negara-negara bagian yang tadinya melarang pernikahan pasangan sejenis.
Dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas dilarang. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat 80-84:
Yang artinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di
dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan
nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum
yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah
mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami
selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; Dia Termasuk
orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka
hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
berdosa itu.”
Selain itu, mengenai perkawinan sejenis ini, beberapa tokoh juga memberikan pendapatnya. Di dalam artikel hukumonline yang berjudul “Menilik
Kontroversi Perkawinan Sejenis”, Ketua Komisi Fatwa MUI, K.H Ma'ruf Amin
dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan sejenis adalah haram.
KESIMPULAN
1. Perbandingan antara Hukum BW dan Undang-Undang mengenai Perkawinan terdapat pada Pasal 26 KUHPerdata dan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
2. Perbandingan hukum mengenai perkawinan antara agama-agama di Negara Indonesia terdapat pada peraturan-peraturan dalam kitab masing masing agama, yaitu:
a. Islam : Kitab Suci Al-Qur’an
b. Buddha : Kitab Agama Anguttara Nikaya c. Hindu : Kitab Wedha
d. Kristen dan Katolik : Kitab Kejadian dan Perjanjian Lama
3. Perbandingan hukum perkawinan antara Negara Indonesia, Negara Malaysia, dan Negara Singapura terdapat pada sistem hukum yang dianut negara masing-masing, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA BUKU
Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Hidakarya Agung. 1956
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. 2006
Suma, Muhammad Amin, Kawin Beda Agama di Indonesia, Tangerang: Lentera Hati. 2015
Ayyub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah Sesuai Syariat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001
DOKUMEN
_______. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Yogyakarta: Redaksi Aksara Sukses. 2013
_______. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
perbandingan-perkawinan-BW-dg-UUP.pdf INTERNET
http://herlindahpertir.lecturer.ub.ac.id/
http://en.wikipedia.org/wiki/Women’s_Charter_Singapore
https://iputusoviawan.wordpress.com/2012/04/07/perkawinan-menurut-hukum-bw-dan-undang-undang/
http://kang-zems.blogspot.co.id/search/label/Makalah/PERBANDINGAN-PERKAWINAN-DI-INDONESIA/
http://jilbabkujiwaku.blogspot.co.id/2011/02/perbandingan-hukum-perkawinan-di.html/
http://ibuarisanngerumpihukum.blogspot.co.id/CIVIL_LAW_and_stuffs.
_PERBANDINGAN_HUKUM_KELUARGA_INDONESIA-SINGAPORE.htm
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15652/menilik-kontroversi-perkawinan-sejenis/