• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa In (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa In (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa

Indonesia

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa

Indonesia”

DI SUSUN OLEH

ENENG SITI FATIMAH

NIM : 8012018300013

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke khadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Kewarganegaraan yaitu Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.

(2)

diampu oleh Ibu Yuli Adhani,S.Pd.M.Pd Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan pada kesempatan ini pula penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Ibu Yuli Adhani,S.Pd.M.Pd yang telah membimbing, sehingga Makalah ini dapat selesai dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikkan dan sarannya. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada

khususnya. Amin.

Jakarta, 05 agustus 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang

bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk

mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya.

Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

(3)

pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai

Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasiakan rumusan masalah sebagai berikut:

A. Pancasila Pada Era Pra Kemerdekaan

B. Pancasila Pada Era Kemerdekaan

C. Pancasila Pada Era Orde Lama

D. Pancasila Pada Era Orde Baru

E. Pancasila Pada Era Reformasi

C. Tujuan Makalah

A. Diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah

Konsep Dasar PKn

B. Menjelaskan Pancasila Era Pra kemerdekaan

C. Menjelaskan Pancasila Era Kemerdekaan

D. Menjelaskan Pancasila Era Orde Lama

E. Menjelaskan Pancasila Era Orde Baru

F. Menjelaskan Pancasila Era Reformasi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Era Pra Kemerdekaan

Asal mula Pancasila secara budaya

Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri,

walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa Indonesia

memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis,

(4)

1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.

3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita.

5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil terhadap sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah

berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat

Indonesia sejak zaman nenek moyang.

Teori nilai budaya

Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila telah ada dan

dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sejak bangsa Indonesia itu ada. Keberadaan Pancasila masih belum terumuskan secara sistematis seperti sekarang yang dapat kita lihat. Pancasila pada masa tersebut identik dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai budaya. Nilai budaya merupakan pedoman hidup bersama yang tidak tertulis dan merupakan kesepakatan bersama yang diikuti secara suka rela.

Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya

(5)

merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

(Koentjaraningrat, 1974: 32). Nilai budaya akan mempengaruhi pandangan hidup, sistem normatif moral dan seterusnya hingga akhirnya pengaruh itu sampai pada hasil tindakan manusia.

Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang dipakai oleh

masyarakat dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan hidup

sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan manusia dengan yang

transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.

Asal mula pancasila secara formal

A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi : 1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah; 4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah; 5. Mengembangkan pikiran

penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

(6)

Indonesia yaitu 1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang

bermacam-macam; 3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh

pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan, negara bertujuan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara

berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila; 7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo, 1978: 40). Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga kelompok (Bakry, 1998: 20) :

1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam Djakarta.

2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.

3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Masa Pengusulan

(7)

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata Usaha), sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan ketua muda.

Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat

mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.

Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang

pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.

Masa Sidang Pertama BPUPKI

Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin

mengemukakan usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan

dibentuk meliputi Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.

Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda

rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa,

2. Kebangsaan Persatuan Indonesia,

(8)

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tangaal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada dasarnya bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham

negaranya yaitu negara yang berpaham integralistik. Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang sesuai dengan

struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan hidup, persatuan

kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya.

Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang akan didirikan, ada tiga persoalan yaitu:

1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara, 2. Hubungan antara negara dan agama,

3. Republik atau monarchie.

Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga

mengusulkan lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan yang

berkebudayaan. Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar kedua, demokrasi dan

kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi nama

sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.

(9)

perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri atas Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut dengan panitia Sembilan.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata urutannya tersusun secara sistematis:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi

kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.

Masa Sidang Kedua BPUPKI

(10)

yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:

1. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota

yang berjumlah 19 orang,

2. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso

beranggotakan 23 orang,

3. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23 orang

anggota.

Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil. Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan

tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.

Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada empat macam:

1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29

Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,

2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945,

yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,

3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi

dengan nama Pancasila,

4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,

hasil kesepakatan bersama pertama kali.

Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia, namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa

(11)

masyarakat bersatu dan siap mempertahankan serta mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah revolusi Pancasila.

Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah

Rancangan Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar (1945). Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang BPUPKI, kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini

menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam membentuk negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan (Kaelan, 1993: 43-45) :

1. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah Hukum

Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

2. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16

Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno

sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.

4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah

darurat.

Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan

syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan Pancasila dalam

Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah perumusan Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar filsafat negara secara formal.

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas

(12)

maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu, kedudukan

Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi kedudukan

Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci sebagai berikut:

Pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Kedua; Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945. Ketiga;

Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai dasar negara

mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk

memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

B. Pancasila Era Kemerdekaan

Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan, Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa percobaan demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-multi-partai politik pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006).

(13)

Ini merupakan era awal orde baru dimana kemudian Pancasila mengalami mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak

pemaknaannya. Pancasila pada masa pemerintahan presiden Soeharto kemudia menjadi core-values (Somantri, 2006), yang pada akhirnya kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila kemudian masuk ke dalam era baru yaitu era demokrasi, hingga hari ini.

C. Pancasila Era Orde Lama

Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi

kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat

menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim, neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia.

Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan

pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya

pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.

Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang

(14)

pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.

Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.

D. Pancasila Era Orde Baru

Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa

pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari banyak kalangan.

Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu

diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.

Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian

antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.

Romantisme Pelaksanaan P4

(15)

Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.

Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan

kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan

kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya dikriminalisasi.

Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan

pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.

Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan

Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto

(16)

Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.

Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru

Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur, di segala bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi

bumerangnya. Cita-cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi secara general.

E. Pancasila Era Reformasi

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan

akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan

bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam

pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.

(17)

· Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik,

agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

· Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan

keputusan.

· Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan

berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.

· Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan

kemanusiaan yang adil dan beradab.

· Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan

Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang

kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan

nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.

Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang

diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan

(18)

mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.

Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan

akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001)

memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :

1. Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis

Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan.

Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro dan

Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif

melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus

(19)

merupakan staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai

tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal. 2. Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi

Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi,

akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu

Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kronisme.

3. Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila

Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang

mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.

(20)

Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.

Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan

terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter. Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif,

sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang

bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk

mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak sejarah

perjuangan.

(21)

Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik

Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

B. Saran-Saran

Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Agar pancasila tidak terbatas pada coretan tinta belaka tanpa makna.

DAFTAR PUSTAKA

Ubaedillah A & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Icce. UIN Jakarta, 2003

Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries Lima

Tim Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2005. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka

Winatapura, Udin. S, dkk. 2008. Buku Materi dan Pembelajaran Pkn SD. Jakarta: Universitas Terbuka

http///www.google.com

http//Birokrasi.kompasiana.com

http//dokumenqu.blogspot.com

Referensi

Dokumen terkait

Pancasila adalah dasar filsafat Negara republik Indonesia yang secara resmi di sahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD

Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia sebelum disyahkan pada tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI, nilai – nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak jaman

• Setelah orde lama dilengserkan oleh orde baru .Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari

Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV. Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950. Pancasila

Pancasila yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan dasar filsafat negara Republik Indonesia, menurut M.Yamin bahwa berdirinya

Nilai-nilai esensial Pancasila sebelum disahkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI nilainya telah ada pada bangsayang terkandung Indonesia sejak zaman dahulu berupa

Orde Baru adala tatanan seluruh kehidupan rakyat , bangsa dan negara Republik Indonesia yang diletakkan kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, jika dillihat

Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Pancasila sebagai jiwa bangsa karena lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia Artinya niali-nilai yang terdapat pada Pancasila telah disepakati