Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
1
PENERAPAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK
MENDETEKSI PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU PADA
MANUSIA STUDI KASUS RUMAH SAKIT UMUM TANGERANG
SELATAN
Akbar Wira Pradana
Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan, Jl.Pajajaran No.101 Pamulang Barat,
Tangerang Selatan, 15417
Program Studi Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Pamulang,
Jl. Surya Kencana No.1, Pamulang Barat, Tangerang Selatan, 15417
ABSTRAK
PENERAPAN
METODE
JARINGAN
SYARAF
TIRUAN
UNTUK
MENDETEKSI PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU PADA MANUSIA STUDI
KASUS RUMAH SAKIT UMUM TANGERANG SELATAN.
Tuberkulosis (TB)
merupakan suatu penyakit infeksi kronis atau menahun dan menular langsung yang
disebabkan oleh bakteri TBC (Mycobacterium Tuberculosys), yang dapat menyerang
siapa saja tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Indonesia sekarang berada pada
ranking kelima negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi didunia, dengan estimasi
prevelensi semua kasus sebesar 660.000 per tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. Oleh karena
itu dalam penelitian ini penulis menerapkan metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk
membantu petugas medis dalam menegakan Diagnosa dini secara akurat, karena hasil
diagnosa yang akurat sangat membantu dalam menekan penularan penyakit Tuberkulosis
Paru pada masyarakat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh tingkat akurasi sistem paling
maksimal sebesar 97% dari 100 data yang digunakan ( 80 data latih dan 20 data uji ),
dengan menggunakan Learning rate sebesar 0.01, dan 50 neuron hidden layer. Dengan
adanya aplikasi ini diharapkan dapat membantu petugas medis dalam menegakan
diagnosa dini secara akurat.
Kata kunci : Jaringan Syaraf tiruan, Tuberkulosis Paru, Backpropagation.
ABSTRACT
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
2
From the research that has been done, obtained the degree of accuracy of the system
is a maximum of 97% of the 100 data used (80 tra ining data and test data 20), by using the
learning rate of 0.01, and 50 hidden layer neurons. With this application is expected to
assist medical personnel in establishing an early diagnosis accurately.
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
3
1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi kronis atau menahun dan menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TBC (Mycobacterium Tuberculosys) [1], yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Penyakit ini dapat juga menyebar dan menginfeksi kebagian tubuh lainnya [2], seperti meningen, ginjal, tulang, nodus limfe. Gejala yang ditimbulkan antara lain gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk sampai berdarah, badan tampak kurus kering dan lemah [3], Penularan penyakit ini sangat cepat karena ditularkan melalui saluran pernafasan. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi didunia, [4] dengan estimasi prevelensi (seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi pada sekelompok orang)semua kasus sebesar 660.000 per tahun. Karena penularan penyakit ini sangat cepat, maka perlu dilakukan penegakan diagnosa dini secara akurat, [5] karena hasil diagnosa yang akurat sangat membatu dalam menekan penularan Tuberkulosis Paru pada masyarakat.
Penelitian sistem aplikasi untuk deteksi penyakit telah dilakukan oleh banyak peneliti antara lain : metode Fuzzy Inference Sistem Tsukamoto [6], metode Certainty Factor [7], metode Jaringan Syaraf Tiruan [1]. Beberapa sistem aplikasi yang telah dibuat oleh para peneliti memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan pada penerapan metode Fuzzy Logic yaitu tidak memiliki kemampuan learning atau proses pembelajaran [8]. Sedangkan kelemahan pada penerapan metode Certainy Factor [9], hanya dapat mengolah dua data ketidakpastian atau kepastian-nya. Akan tetapi penerapan metode Jaringan Syaraf Tiruan [10] memiliki beberapa kelebihan, kelebihan yang dimiliki diantaranya : mampu memecahkan masalah non linier dan kemampuan memberikan jawaban terhadap pola yang belum pernah terpelajari. Selain itu Jaringan Syaraf Tiruan memiliki kelebihan yaitu dapat menciptakan suatu pola pengetahuan melalui pengaturan diri atau kemampuan melakukan proses pembelajaran & memiliki kemampuan prediksi yang kuat [11]. Dengan berbagai kelebihan diatas, maka metode ini bisa digunakan untuk medeteksi penyakit Tuberkulosis Paru.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana cara mencegah cepatnya penyebaran penyakit Tuberkulosis Paru ?
b. Seberapa akurat metode Jaringan Syaraf Tiruan dapat mendeteksi penyakit Tuberkulosis Paru ?
1.2 Batasan Masalah
Agar dalam penyusunan skripsi ini tidak meluar, maka batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini antara lain :
1. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Jaringan Syaraf Tiruan tidak menggunakan metode lain dalam implementasinya.
2. Penyakit Tuberkulosis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Tuberkulosis Paru.
3. Adapun variabel input yang digunakan sebanyak 8 buah variabel yang terdiri dari Batuk, Sesak nafas, Nyeri dada, demam disore dan malam hari, penurunan nafsu makan, lemah (malaise), hasil Lab. BTA, dan Riwayat terkena TB. Dan hanya menghasilkan 1 buah variabel output berupa pernyataan suspek TB paru atau Negatif TB Paru.
4. Membuat suatu sistem untuk mendeteksi penyakit Tuberkulosis Paru berdasarkan gejala-gejala yang ada dengan bantuan software Matlab R2011a.
5. Data rekam medis yang digunakan hanya sebanyak 100(seratus) buah data. Diambil secara acak dari divisi arsip rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah :
1. Untuk Menerapkan metode Jaringan Syaraf Tiruan agar dapat mendeteksi secara akurat penyakit Tuberkulosis Paru pada manusia. 2. Untuk membantu ahli medis dalam
menegakan Diagnosa dini secara akurat.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu repsentasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut [12]. Istilah buatan digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran.
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
4
Seperti halnya otak manusia [12] jaringan syaraf tiruan juga terdiri dari neuron dan hubungan antara neuron-neuron tersebut (bobot). Pada jaringan syaraf, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layer). Biasanya neuron-neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-lapisan sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan pada jaringan syaraf akan dirambatkan lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan yang lainnya, yang sering disebut dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer).
2.1.2 Algoritma Backpropagation
Backpropagation [11], merupakan algoritmapembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada bagian tersembunyi. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.
Y
Gambar 2. 1 Arsitektur Backpropagation
Algoritma Backpropagation :
a. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil).
b. Kerjakan langkah-langkah berikut selama kondisi berhenti bernilai FALSE. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Untuk tiap-tiap elemen yang akan dilaukukan pembelajaran, kerjakan:
Feedforward :
a. Tiap-tiap unit input
X
i,
i
1
,
2
,
3
,...,
n
menerima sinyal xi dan meneruskan sinyaltersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi).
b. Tiap-tiap unit tersembunyi
Z
j,
j
1
,
2
,
3
,...,
p
menjumlahkan sinyal-sinyal input dengan bobot :
gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :
jj
f
z
in
z
_
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output).
c. Tiap-tiap unit output
Y
k,
k
1
,
2
,
3
,...,
m
menjumlahkan sinyal sinyal input dengan bobot :gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :
k
k
f
y
in
y
_
dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output).
Backpropagation :
d. Tiap-tiap unit output
Y
k,
k
1
,
2
,
3
,...,
m
menerima target pola yang berhubungan dengan pola input dari pembelajaran, hitung informasi errornya :
k k
k
k
t
y
f
'
y
_
in
kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk) :
j digunakan untuk memperbaiki nilai w0k) :
k
e. Tiap-tiap unit tersembuyi
Z
j,
j
1
,
2
,
3
,...,
p
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
5
aktivasinya untuk menghitung informasi error :
jj
j
_
in
f
'
_
in
kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai
ij digunakan untuk memperbaiki nilai
v
0j) :j j
v
0f. Tiap-tiap unit output
Y
k,
k
1
,
2
,
3
,...,
m
memperbaiki bias dan bobotnya
j0,1,2,...,p
:
jk
jk jkbaru
w
lama
w
w
Tiap-tiap unit tersembuyi
Z
j,
j
1
,
2
,
3
,...,
p
memperbaiki bias dan bobotnya
i 0,1,2,...,n
:
ij ij ijbaru
v
lama
v
v
2. Tes kondisi berhenti.
2.2 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycrobaterium tuberculosis [13], yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycrobaterium tuberculosis termasuk basil garam positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia.
Gambar 2. 2 Bakteri (Mycrobaterium Tuberculosis) TBC
Adapun gejala-gejalan klinis penderita TBC, yaitu:
1. Batuk berdahak
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Jika penyakit TBC sudah cukup paranh, maka batuk akan disertai dengan darah.
2. Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah lua atau karena ada hal lain yang menyertai, seperti efusi pleura (adanya cairan di dada), pneumothoraks (rongga pleura terisi udara), anemia dan lain-lain.
3. Nyeri dada
Nyeri dada pada TBC termasuk nyeri pleuritik ringan (dada terinfeksi bakteri). Gejala ini timbul apabila sistem pernafasan di pleura terkena TBC.
4. Demam pada sore atau malam hari
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam influensza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebeas serangan semakin pendek.
5. Keluhan lain yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan badan lemah (malaise).
Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual, muncul dalam dalam beberapa minggu – bulan.
2.3 Deteksi
Deteksi adalah usaha untuk menemukan keberadaan, anggapan, atau kenyataa [14]. Deteksi umumnya berkaitan dengan segmentasi dan proses thresholding, misalnya dalam mendeteksi daun pada gambar, maka benda yang berwarna hijau akan terdeteksi sebagai daun.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
6
Gambar 3. 1 Tahapan Penelitian3.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari Data Rekam Medis pasien suspek TB maupun non-suspek TB di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan. Berikut sajian data masing-masing variabel yang digunakan beserta nilai inputnya :
Variabel Input
1. Batuk dengan kategori:
a. Tidak batuk = 0 b. Batuk biasa = 0,25 c. Batuk berdahak = 0,5 d. Batuk lama = 0,75 e. Batuk berdarah = 1 2. Sesak Nafas
a. Tidak sesak = 0 b. Sesak sedang = 0,5 c. Berat dan berulang = 1 3. Nyeri dada
a. Tidak nyeri = 0
b. Jarang = 0,5
c. Sering = 1
4. Demam pada sore atau malam hari a. Tidak demam = 0 b. Terkadang demam = 0,5 c. Demam agak panas = 0,75 d. Panas sekali = 1 5. Penurunan nafsu makan
a. Tidak turun = 0
b. Turun = 1
6. Badan lemah (malaise)
a. Tidak lemah = 0
b. Lemah = 1
7. Hasil Lab (BTA)
a. BTA Negatif = 0 b. BTA Positif = 1
8. Riwayat Terkena Penyakit TB a. Tidak Memiliki Riwayat = 0 b. Tuntas pengobatan = 0.5 c. Belum Tuntas = 1
Variabel output
a. Suspect TB Paru = 0 b. Negatif TB Paru = 1
3.2 Pengolahan Awal Data
Yang dimaksud dengan pengolahan data dalam penelitian ini adalah proses pengelompokan data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya dangan tujuan untuk menentukan variabel-variabel yang akan digunakan. Untuk data pelatihan digunakan 80 data pasien dan untuk data uji menggunakan 20 data pasien, yang suspect terkenan TB ( positif ) dan non suspect TB ( negatif ).
3.3 Experimen Metode Dan Pengujian
Metode
Eksperimen dan pengujian metode dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menentukan jumlah lapisan input, lapisan tersembunyi (hiden layer) dan lapisan output. b. Inisialisasi bobot awal dan bias, yang
menghubungkan neuron-neuron pada laipsan input, lapisan tersembunyi dan bobot bias, dipilih secara acak. Demikian pula yang menghubungkan neuron-neuron pada lapisan tersembunyi, lapisan output dan bobot bias pun dipilih secara acak.
c. Menentukan Learning rate, Maksimum Epoh dan Target Error
d. Melakukan perhitungan untuk menentukan bobot akhir yang sesuai.
e. Melakukan uji validasi menggunakan data uji yang telah disediakan sebelumnya.
3.1 Evaluasi dan Validasi hasil
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
7
A = Jumlah data hasil prediksi yang sama dengan target
B = Jumlah Target
Semakin tinggi nilai akurasi maka tingkat kebenaran pengklasifikasian data semakin besar. Tingkat akurasi yang baik adalah tingkat akurasi yang mendekati nilai 100%.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada algoritma backpropagation terdapat 2 tahap pemrosesan, yaitu tahap pemrosesan pelatihan dan tahap pemrosesan pengujian. Pada tahap pelatihan proses pertama adalah menginisialisai bobot, menetapkan konfigurasi dari Jaringan Syaraf Tiruan yaitu maksimum epoch, target error, learning rate. Proses selanjutnya masuk ke alur maju atau feedforward, kemudian dilanjutkan pada tahap backpropagation, dan menghitung MSE yang didapat, apabila nilai error yang didapat lebih besar dari terget error yang telah ditentukan, maka proses pelatihan tersebut akan kembali pada tahap inisialisasi bobot, dan seterusnya sampai didapat nilai error yang lebih kecil dari target error yang telah ditentukan sebelumnya atau sampai batas maksimum iterasi yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap pengujian bobot yang didapat dari tahap pelatihan akan digunakan untuk pengujian.
4.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Parameter yang digunakan untuk perancangan Jaringan Syaraf Tiruan pada penelitian ini antara lain adalah:
A. Inisialisasi Bobot dan bias
Pemilihan bobot awal sangan mempengaruhi jaringan syaraf tiruan dalam mencapai nilai minimum error, serta cepat tidaknya proses pelatihan data menuju kekonvergenan. Dalam hal ini, pemberian nilai bobot dan bias awal menggunakan bilangan acak kecil yang dilakukan oleh software Matlab.
B. Jumlah Neuron pada Lapisan tersembunyi Perancangan arsitektur backpropagation pertama adalah menentukan jumlah hiden layer dan menentukan banyaknya neuron dalam setiap hiden layer. Arsitektur jaringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsitektur dengan hiden layer. Banyaknya
neuron hidden layer ditentukan dengan cara trial and error.
C. Error Goal (Kinerja Tujuan)
Kinerja tujuan (Target error) adalah target nilai fungsi kinerja. Iterasi akan dihentikan apabila nilai fungsi kinerja kurang dari atau sama dengan kinerja tujuan [15]. Error goal atau galat ditentukan untuk membandingkan dengan galat pada jaringan saat pelatihan. Jaringan akan konvergen ketika error jaringan lebih kecil dari error goal. Dalam penelitian ini ditentukan error goal atau toleransi sebesar 0,001.
D. Learning Rate (Laju Pembelajaran)
Semakin besar nilai learning rate ( α ) akan
berimplikasi pada semakin besarnya langkah pembelajaran. Jika learning rate diset terlalu besar, maka algoritma akan menjadi tidak stabil. Sebaliknya, jika learning rate diset terlalu kecil, maka algoritma akan konvergen dalam jangka waktu yang sangat lama (Kusumadewi, 2004: 134).
Nilai α terletak antara 0 dan 1 (0 ≤ α ≤ 1).
Nilai learning rate tidak dapat ditentukan secara pasti sehingga perlu dilakukan trial and error untuk mendapatkan nilai learning rate yang dapat menghasilkan iterasi tercepat dalam mencapai konvergen [16]
E. Fungsi Aktivasi
Dalam jarigan syaraf tiruan, fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan keluaran neuron. Fungsi aktivasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fungsi aktivasi logsig (sigmoid biner). Fungsi ini dipilih karena pada unit output hanya dirancang menampilkan 2 keputusan, yaitu apakah suspek TB dengan nilai 1, atau Negatif TB dengan nilai 0.
F. Maksimum Epoh
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
8
Gambar 4. 1 Arsitektur Jaringan SyarafTiruan dengan Hidden Layer
X1, X2, X3,..., X : nilai input variabel. Z1, Z2, Z3, ... Zn : neuron hidden layer. Y1 : nilai target, bernilai 0 jika
suspek DBD dan bernilai 1 jika negatif DBD
4.2 Implementasi GUI
Gambar 4. 2 Tampilan Form Halaman Depan
Gambar 4. 3 Implementasi Form Pelatihan
Gambar 4. 4 Implementasi Form Aplikasi Deteksi
4.3 Pengukuran Evaluasi Unjuk Kinerja
Sistem
Setelah sistem diimplementasikan, selanjutnya sistem akan diuji tingkat akurasinya dalam mendeteksi suspek atau tidaknya pasien mengidap TB Paru. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sistem dapat bekerja dalam mendeteksi suspek atau tidaknya seorang pasien mengidap TB Paru. Pembahasan lebih berarah pada hasil kinerja arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan dalam proses pelatihan data dan pendeteksian.
4.4 Pembahasan Hasil Arsitektur
Jaringan Syaraf Tiruan
Akan dilihat pengeruh perubahan learning rate (laju pebelajaran sistem) dan jumlah neuron hiden layer terhadap MSE (Mean Squared Error), lama waktu pelatihan, kemudian jumlah data yang dikenali oleh sistem dengan benar.
Dari 80 data latih dan 20 data yang diujikan, diperoleh analisa sebagai berikut. Untuk setiap variasi pengujian, akan menggunakan jumlah iterasi maksimum dan target error yang sama. yaitu :
Jumlah Iterasi (epoch) : 10.000 Target error : 0,001
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
9
Table 4. 1 Variasi Pengujian
Pada percobaan variasi 5 menggunakan parameter Jaringan Syaraf Tiruan sebagai berikut:
a. Learning rate : 0,01 b. Neuron hidden layer : 50 c. Jumlah iterasi (epoch) : 10.000 d. Targer error : 0,001 Membutuhkan waktu pealtihan selama 0:01:22 menit dan menghasilkan MSE sebesar 0,0184 pada epoch ke-8427.
Gambar 4. 5 Hasil MSE Variasi 5
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan, ada beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan, sebagai berikut :
a.
Berdasarkan hasil penelitian, metode Jaringan Syaraf Tiruan dapat digunakan untuk membantu ahli medis dalam melakukan penegakan diagnosa dini penyakit Tuberkulosis Paru pada manusia secara akurat, agar dapat menekan angka penularan Tuberkulosis Paru pada masyarakat. Diperoleh tingkat akurasis sistem paling tinggi sebesar 97% dalam mendeteksi penyakit Tuberkulosis Paru, dari 100 buah data rekam medis yang ada, yang diambil dari Rumah Sakit Umum Tangerang Selatan. Tingkat akurasi sistem paling tinggi terdapat pada percobaan variasi ke-5, dengan kemampuan sistem dapat mengenali 78 kesesuaian data latih dari 80 data yang ada, dan mampu mengenali 19 kesesuaian data uji dari 20 data yang ada.b.
Dengan diterapkannya metode Jaringan Syaraf Tiruan dapat membatu dalam mencegah cepatnya penularan penyakit Tuberkulosis Paru pada masyarakat.5.2 Saran
Adapun Saran yang dapat penulis sampaikan untuk penelitian berikutnya guna mendapatkan hasil yang lebih baik diantaranya:
a. Dalam penelitian selanjutnya dapat ditambahkan variabel input baru seperti foto Rontgen Paru, dan variabel output seperti level suspek TB. Hal ini dilakukan agar sistem menjadi lebih akurat dalam mendeteksi penyakit Tuberkulosis Paru. b. Dalam penelitian selanjutnya, sistem deteksi
penyakit dapat diimplementasikan menggunakan software lain dan bahasa pemrograman lain. Hal ini dilakukan untuk mengurngi biaya lisensi software dalam pembuatan sistem. Aplikasi lain yang dapat digunakan untuk membuat sistem deteksi diantaranya : sistem pakar berbasis web dengan bahasa pemrograman PHP, atau mobile programing berbasis Android. c. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan
Akbar Wira Pradana, Dokumen untuk Keperluan Internal Teknik Informatika UNPAM
10
d. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan atau menambahkan metode lain untuk mendeteksi penyakit Tuberkulosis Paru, seperti metode optimasi data 10 fold Cross Validation, Partical Swarm Optimation (PSO), atau Support Vector Macine (SVM). Hal ini dilakukan guna didapatkan hasil deteksi yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ratnaningtiyas Widyani Purnamasari, "Implementasi jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Sebagai Sistem Deteksi Penyakit TBC," Unnes Jurnal of
Mathematics, vol. 2, p. 91, November 2013.
[2] Irman Somantri, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta, Indonesia: Salemba Medika, 2007.
[3] Masniari Poeloengan, Iyep Komala, and Susan M. Noor, "Bahaya dan Penanganan Tuberkulosis," in Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis, Bogor, 2005, p. 207.
[4] Kemenkes R.I, Strategi Nasional
Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kemenkes R.I, 2011.
[5] Leli Septawati, Mardiastuti, Anis
Karuniawati, and Cleopas Martin Rumender, "Evaluasi Metode Fast Plaque TB Untuk Mendeteksi Mycrobacterium Tuberkulosis Pada Sputum Dibeberapa Unit Pelayanan Kesehatan Di Jakarta," Jurnal Tubekulosis Indonesia, vol. 8, p. 1, Maret 2012.
[6] Ardi Pujiyanta, "Sistem Pakar Penentuan Jenis Penyakit Hati Dengan Metode Inferensi Fuzzy Tsukamoto," JURNAL
INFORMATIKA, vol. 6, pp. 617-629, Januari 2012.
[7] Budi Cahyo Saputro, "Sistem Diagnosa Penyakit Diabetes Mellitus Menggunakan Metode Certainty Factor," Jurnal Teknologi Komputer Dan Informatika, 2011.
[8] Suyanto, Soft Computing : Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Bandung: Informatika, 2008.
[9] Adhi Sadewo Broto, "Perancangan & Implementasi Sistem Pakar Untuk Penyakit
Dalam," p. 17, 2010.
[10] Anto Satriyo Nugroho, Pengantar Softcomputing. Jakarata:
IlmuKomputer.com, 2003.
[11] Qeethara Kadhim Al-Shayea, "Artificial Neural Networks in Medical Diagnosis," IJCSI International Journal of Computer Science, no. 2, pp. 150-154, 2011.
[12] Sri Kusumadewi, Artificial Intelegen ( Tejnik & Aplikasinya ). Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.
[13] Depkes R.I, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005.
[14] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
[15] Sri Kusumadewi, Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan MATLAB & EXCEL, 1st ed. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004.