• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Mel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Mel"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Melalui Karya Sastra Dongeng sebagai Sarana Implementasi Pendidikan Karakter

Yasyfiyani Syafa

(1815162819)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar Melalui Karya Sastra

Dongeng Sebagai Sarana Implementasi Pendidikan Karakter

Yasyfiyani Syafa

PGSD Universitas Negeri Jakarta

Abstract

The purpose of this review literature is to fulfill the task of Apresiasi Bahasa dan Sastra di Sekolah Dasar. This discussion about of fairy tale is expected to be one means of implementation of character education that can improve the character and moral of the nation as well as a means of appreciation of literature in elementary school. So that, teachers and schools can maximize the use of literature especially fairy tales and realize the importance and usefulness of literature for students in elementary school. This literature review data collection uses library data collection methods from various online journals and books available.

Key words : Literature, Fairy tales, Character education

Tujuan penulisan literature review ini adalah untuk memenuhi tugas Apresiasi Bahasa dan Sastra di Sekolah Dasar. Pembahasan mengenai apresiasi sastra dongeng ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana implementasi pendidikan karakter yang dapat memperbaiki karakter dan moral anak bangsa sekaligus sarana pengapresiasian sastra di sekolah dasar. Sehingga, guru dan sekolah dapat memaksimalkan penggunaan sastra khususnya dongeng dan menyadari pentingnya serta kegunaan sastra bagi siswa-siswi di Sekolah Dasar. Pengumpulan data kajian literatur ini menggunakan metode pengumpulan data pustaka dari berbagai jurnal-jurnal online serta buku-buku yang ada.

Kata Kunci : Apresiasi Sastra, Dongeng, Pendidikan karakter

Pendahuluan

“Dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah 4 kali lebih cepat daripada sekolah

sekolah kita”

̶ Willard Daggett (The Learning Revolution: 2011, P.102)

Berbagai permasalahan moral atau akhlak yang terjadi di masyarakat dan generasi muda menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam proses pendidikan baik di tingkat keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah, masyarakat hingga negara. Pendidikan seharusnya mampu menghasilkan generasi beradab dan memahami peran yang diambil dalam kehidupan. Pendidikan yang menjadi pusat pengembangan potensi-potensi peserta didik tidak hanya mengembangkan kemampuan kecerdasaan intelektual (kognitif), tetapi juga mampu mengembangkan kecerdasankecerdasan lain (kecerdasan majemuk) yang bermanfaat untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan yang senantiasa berubah.

(3)

yang baik. Di sekolah, pendidikan karakter harus menjadi bagian dari seluruh aktivitas sekolah, terutama pembelajaran di kelas. Pembelajaran secara integrated (terpadu), yaitu mengintegrasikan tumbuhnya nilai-nilai moral dalam pembelajaran sastra, dapat menjadi pilihan untuk penumbuhan karakter ini. Karya sastra memiliki nilai yang sangat strategis karena sarat dengan nilai-nilai kehidupan.

Menurut Doni Koesuma A (2007) situasi sosial kultural masyarakat akhir–akhir ini memang semakin mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan derajat manusia. Hancurnya nilai–nilai moral, merebaknya ketidakadilan, tipisnya rasa solidaritas, telah terjadi dalam lembaga pendidikan. Hal ini mewajibkan untuk mempertanyakan sejauh mana lembaga pendidikan telah mampu menjawab dan tanggap atas berbagai macam persoalan dalam masyarakat.

Sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi perkembangan moral peserta didik. Melalui pendidikan di sekolah peserta didik mendapatkan sejumlah rangsangan dan bentuk informasi mengenai pengetahuan dan hal–hal lainnya yang dapat merangsang pembentukan struktur kognitif mereka. Di sekolah peserta didik tumbuh dan berkembang melalui identifikasi dan modifikasi dari dasar kepribadian dan pola–pola sikap.

“Story Telling is the most powerful way to put ideas into the world today”

– Robert McAfee

Pemilihan pembelajaran yang tepat sesuai dengan tahap perkembangan psikologis serta intelegensi anak menjadi penentu dalam berhasil atau tidaknya sekolah membentuk karakter siswanya menjadi baik. Pembelajaran sastra dapat menjadi sarana pembentukan karakter untuk mendukung pendidikan karakter di Sekolah Dasar, salah satunya melalui dongeng. Dongeng merupakan cerita fiktif yang bertujuan untuk menghibur dan mengandung nilai-nilai moral di dalamnya. Dongeng diyakini memiliki peran penting dalam membantu perkembangan kognitif seperti bahasa dan pemikiran, dan sosioemosional anak seperti emosi dan kepribadian. Siswa dapat belajar memahami dan menerapkan karakter-karakter yang sebaiknya dimiliki melalui karakter tokoh dalam teks dongeng. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Cullinan (1989:230) bahwa salah satu karakteristik dongeng adalah tokoh dalam dongeng memiliki karakter kepahlawanan, kepintaran, keberanian, dan kebaikan-kebaikan lain. Artinya, tokoh dalam dongeng tersebut akan memberikan gambaran kepada siswa tentang beberapa karakter yang perlu dan tidak perlu diteladani.

Kajian Literatur

Pendidikan Karakter

Standar Kompetensi Lulusan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 menyatakan bahwa Pendidikan Dasar bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(4)

kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tertentu yang didasarkan dan dirujuk oleh sekolah tersebut. Pendidikan karakter mengemban dua tugas, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual dan mengembangkan kemampuan moral. Pendidikan karakter yang baik diawali oleh pengetahuan terhadap nilai kebaikan (knowing the good) sehingga membuat anak memiliki alasan atau keinginan untuk berbuat baik (desiring the good) kemudian mampu mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik (loving the good), hingga akhirnya mau melaksanakan perbuatan baik (acting the good).

Fungsi dari diadakannya pendidikan karakter adalah sebagai pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, perbaikan karakter, serta penyaring untuk menyeleksi budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter yang bermartabat. Dari beberapa banyaknya tujuan pendidikan karakter yang dinyatakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter ialah sebagai sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai-nilai tertentu begitu penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia.

Terdapat beberapa aspek-aspek nilai dalam pendidikan karakter, yang nantinya dari berbagai aspek-aspek nilai tersebut biasanya akan dipilih salah satu atau beberapa nilai oleh suatu sekolah untuk dijadikan sebagai dasar atau rujukan nilai karakter pada pendidikan karakter yang akan diterapkan oleh sekolah tersebut. Aspek-aspek nilai tersebut terdiri dari religius, jujur, toleransi, kerja keras, disiplin, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut akan ditanamkan satu persatu oleh sekolah melalui pendidikan karakter dan diharapkan agar semua nilai tersebut dapat tertanam dan diterapkan oleh siswanya.

Untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter, terdapat beberapa prinsip yang digunakan dalam penerapannya. Menurut Pusat Kurikulum (2010) , prinsip-prinsip tersebut yaitu berkelanjutan; melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah, serta muatan lokal; nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan; proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan karakter, proses pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui proses yang tiada berhenti dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler yang tidak dijadikan pokok bahasan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta dalam mata pelajaran tertentu, melainkan diselipkan melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif agar nilai-nilai tersebut akan mudah ditanamkan kepada para siswa secara tidak langsung. Karena dalam penanaman suatu nilai karakter memerlukan suatu proses dan pembiasaan, bukan pengajaran melalui teori-teori saja.

Pembelajaran Sastra di Sekolah Dasar

(5)

mengembangkan apresiasi. Pengajaran sastra untuk Sekolah Dasar terutama kelas-kelas awal, difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unsconscious enjoyment). Jika semua siswa bisa diberi kesempatan menemukan bacaan terhadap bacaan, mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi sastra. Diawali dari menyenangi karya sastra yang dibacanya itulah, siswa akan meningkat ke tahap berikutnya (Heryanto, 2013:136).

Chaedar (Pikiran Rakyat, 2006) menyebutkan beberapa nilai strategis sastra bagi siswa. Pertama, secara psikologis manusia memiliki kecenderungan untuk menyukai realita dan fiksi. Kedua, karya sastra memperkaya kehidupan pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan masalah pribadi dan lewat sastra pembaca belajar bagaimana orang lain menyikapi semua itu. Ketiga, karya sastra adalah harta karun berbagai kearifan lokal yang seyogyanya diwariskan secara turun-temurun lewat pendidikan. Keempat, berbeda dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis), sastra dalam dirinya ada isi, yakni nilai-nilai dan interelasi kehidupan. Kelima, melalui sastra siswa ditempatkan sebagai pusat dalam latar pendidikan bahasa yang mengkoordinasikan komunikasi lisan, eksplorasi sastra, dan perkembangan pengalaman personal dan kolektif. Dengan kata lain, siswa diterjunkan langsung ke dalam dunia nyata lewat rekayasa imajiner.

Membaca karya sastra juga dapat menumbuhkan imajinasi. Melalui unsur-unsur ceritanya, tokoh, konflik, latar, dan sebagainya, seorang pembaca akan mengimajinasi cerita dengan caranya. Imajinasi ini merupakan bagian dari proses berpikir. Ada empat hal yang dapat diperoleh dari belajar sastra, yaitu (1) untuk memupuk keterampilan berbahasa; (2) untuk melatih kepekaan dan keiindahan; (3) untuk mampu menghayati tema-tema kemanusiaan, moral, budi pekerti yang luhur (atau dengan kata lain kemampuan membedakan baik buruk); (4) untuk memahami watak sesama manusia, perbedaan antara yang satu dengan yang lain sehingga melatih solidaritas; dan (5) untuk melatih kepekaan sosial dalam arti memahami penderitaan lain. Muatan nilai yang tersirat dari karya sastra pada umumnya adalah nilai-nilai religious, nilai-nilai moral, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai etika, serta nilai-nilai estetika.

Untuk dapat mencapai tujuan di atas, dalam pembelajaran sastra perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana disarankan Rosenblat (dalam Gani, 1988:13) yakni (1) siswa harus diberi kebebasan menampilkan respons dan reaksinya terhadap bacaan, (2) siswa harus diberi kesempatan mempribadikan dan mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap cerita yang dibacanya, (3) guru harus bisa menemukan butir-butir kontak antara pendapat para siswa, dan (4) peranan/pengaruh guru harus merupakan daya dorong pada saat siswa melakukan eksplorasi.

(6)

perlu dibarengi 520 -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III dengan kemauan dan kemampuan untuk memilih teks sastra yang cocok untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di SD (Widuroyekti, 2007: 41).

Dongeng

Dongeng adalah cerita fiktif yang bertujuan untuk menghibur dan mengandung nilai-nilai moral di dalamnya.

Jenis-jenis dongeng antara lain (1) mitos: bentuk dongeng yang menceritakan hal-hal magis seperti cerita tentang dewa-dewa, peri atau Tuhan; (2) sage: dongeng kepahlawanan, keberanian, atau sihir seperti sihir dongeng Gajah Mada; (3) fabel: dongeng tentang binatang yang dapat berbicara atau berperilaku seperti manusia; (4) legenda: bentuk dongeng yang menceritakan tentang sebuah peristiwa tentang asal-usul suatu benda atau tempat; (5) cerita jenaka: cerita yang berkembang di masyarakat dan dapat membangkitkan tawa; (6) cerita pelipur lara: biasanya berbentuk narasi yang bertujuan untuk menghibur tamu di pesta dan kisah yang diceritakan oleh seorang ahli; dan (7) cerita perumpamaan: bentuk dongeng yang mengandung kiasan, contohnya adalah didaktik dari Haji Pelit. Cerita tersebut tumbuh dan berkembang di daerah dan dinamakan cerita lokal.

“If you want your children to be intelligent, read them fairy tales. If you want them to

be more intelligent, read them more fairy tales.”

Albert Einstein

Terdapat banyak manfaat mendongeng, salah satunya menurut Cakra (2012 : 4) manfaat mendongeng bagi anak adalah : 1. Sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat dan contoh suri tauladan 2. Membentuk perilaku yang baik sesuai dengan misi yang terkandung di dalam cerita 3. Menyampaikan ajaran agama 4. Sebagai sarana hiburan, sederhana, efektif dan menarik 5. Merangsang perkembangan bahasa 6. Merangsang perkembangan moral 7. Merangsang Kreativitas 8. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi 9. Memperkenalkan norma-norma.

Menurut Sulistyarini (2006), dongeng mengandung nilai luhur bangsa, terutama nilai-nilai budi pekerti maupun ajaran moral. Apabila dongeng dikaji dari sisi nilai-nilai moral, maka dapat dipilah menjadi nilai moral individual, nilai moral sosial, dan nilai moral religi. Adapun nilai-nilai moral individual meliputi (1) kepatuhan, (2) keberanian, (3) rela berkorban, (4) jujur, (5) adil dan bijaksana, (6) menghormati dan menghargai, (7) bekerja keras, (8) menepati janji, (9) tahu balas budi, (10) rendah hati, dan (12) hati-hati dalam bertindak. Nilai-nilai moral sosial meliputi (1) bekerjasama, (2) suka menolong, (3) kasih sayang, (4) kerukunan, (5) suka memberi nasihat, (6) peduli nasib orang lain, dan (7) suka mendoakan orang lain. Sementara itu, nilai-nilai moral religi meliputi (1) percaya kekuasaan Tuhan, (2) percaya adanya Tuhan, (3) berserah diri kepada Tuhan atau bertawakal, dan (4) memohon ampun kepada Tuhan. Karya Sastra Dongeng sebagai Media Pembentukan Karakter

(7)

sebagai bahan ajar adalah karya sastra yang berkualitas, yakni karya sastra yang baik secara estetis dan etis. Maksudnya, karya sastra yang baik dalam konstruksi struktur sastranya dan mengandung nilai-nilai yang dapat membimbing peserta didik menjadi manusia yang baik.

Dongeng sebagai salah satu media pembentukan karakter dalam sarana implementasi pendidikan karakter mempunyai nilai fungsi dan manfaat, diantaranya:

a. Alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna anak disamping teladan yang dilihat anak setiap hari.

b. Mendongeng merupakan metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan dasar ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis, dan menyimak.

c. Memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangkan kemampuan bersimpati dan berempati terhadap peristiwa yang menimpa orang lain. Hal tersebut mendasari anak untuk memiliki kepekaan sosial.

d. Memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu permasalahan dengan baik, bagaimana melakukan pembicaraan yang baik, sekaligus memberi pelajaran pada anak bagaimana cara mengendalikan keinginan-keinginan yang dinilai negatif oleh masyarakat. e. Memberikan barometer sosial pada anak, nilai-nilai apa saja yang diterima oleh masyarakat sekitar, seperti patuh pada perintah orang tua, mengalah pada adik, selalu bersikap jujur, dan mencintai lingkungan.

f. Memberikan pelajaran budaya dan budi pekerti yang memiliki relevansi lebih kuat dari pada pelajaran budi pekerti yang diberikan melalui penuturan dan perintah langsung.

g. Memberikan ruang gerak pada anak, karena dianggap sebagai sesuatu nilai yang berhasil ditangkap dan akan diaplikasikan.

h. Memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan guru sebagai pencerita, seperti kedekatan emosional sebagai pengganti figur lekat orang tua.

i. Membangkitkan rasa tahu anak akan peristiwa atau cerita, alur, plot, dan yang demikian itu menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa dan memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian disekelilingnya. j. Memberikan daya tarik bersekolah bagi anak karena di dalam dongeng terdapat efek rekreatif dan imajinatif yang dibutuhkan anak usia dini.

k. Mendorong anak memberikan makna bagi proses belajar terutama mengenai empati sehingga anak dapat mengkongkritkan rabaan psikologi mereka bagaimana seharusnya memandang sesuatu masalah dari sudut pandang orang lain. Dengan kata lain, anak belajar memahami sudut pandang orang lain secara lebih jelas berdasarkan perkembangan psikologis masing-masing.

Dalam menggunakan karya sastra dongeng sebagai sarana implementasi pendidikan karakter, pemilihan dongeng yang baik sangat diperlukan untuk menghasilkan hasil pembelajaran sesuai dengan tujuannya. Terdapat beberapa kriteria yang diperlukan dalam memilih dongeng sebagai media belajar, kriteria pemilihan dongeng menurut Cakra (2012 : 4) adalah sebagai berikut : 1. Mengandung unsur-unsur alami pendidikan dan agama 2. Mengandung nasehat dan contoh suri tauladan dan akhlaq yang mulia 3. Dongeng tersebut tidak merusak perkembangan kepribadian anak. 4. Berikan suasana yang menarik ketika menyampaikan dongeng (gembira, sedih atau marah dsb.)

(8)

Simpulan

Apresiasi sastra di Sekolah Dasar dapat berupa sebuah pembelajaran sastra kepada siswa SD. Terdapat banyak sekali dari pembelajaran sastra, salah satunya sastra dapat

digunakan untuk mengembangkan serta membentuk karakter anak. Hal tersebut tentunya juga dapat menunjang keberhasilan perencanaan pendidikan karakter di Indonesia. Ada beragam materi yang dapat digunakan untuk pembelajaran sastra, di antaranya adalah puisi (pantun, syair, puisi, dan sebagainya), fiksi (cerpen, novel, novelet, dongeng, dan sebagainya), serta drama. Untuk pembelajaran, materi ini menyesuaikan dengan tingkat usia dan kelas. Namun, dongeng merupakan sastra yang sekiranya tepat untuk diajarkan kepata semua tingkatan kelas di Sekolah Dasar. Oleh karena itu, dongeng sekiranya dapat dijadikan sebagai sarana

implementasi untuk pendidikan karakter.

Referensi

Sulandri, N., Suwignyo, H., & Hasanah, M. (2017, Agustus). Pengembangan Bahan Ajar Interaktif Membaca Teks Dongeng Untuk Siswa. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 2(8), 1132-1140. DOI: 10.17977/jptpp.v2i8.9892

Habsari, Z. (2017, April). Dongeng sebagai Pembentuk Karakter Anak. BIBLIOTIKA: Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi, 1(1), 21-29.

DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um008v1i12017p021

Fitriyyah, D. (2014, Mei). Pendidikan Karakter Melaui Kegiatan Mendongeng Di TK ABA dan TK Masyithoh Petahanan Kebumen. Jurnal Ling Tera, 1(1), 66-75.

DOI: http://dx.doi.org/10.21831/lt.v1i1.2470

Giyono, W., Sentono, T. (2014). Pelaksanaan Penddikan Moral di Sekolah Dasar Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 10, 6-12.

Maulana, H. (2016). Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Alam. Jurnal Kasanah Ilmu, 7(1), 21-31.

Judiani, S. (2010, Oktober). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 16(3), 280-289. Hakim, L. (2014, Agustus). Upaya Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Negeri Sosrowijayan.

(http://eprints.uny.ac.id/13480/1/SKRIPSI_LUKMAN%20HAKIM%20ALFAJAR_PGSD_0 9108241083.pdf diakses pada 27 April 2018, 9:34 PM)

Doni Koesoema, A. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi

Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan.

Kanzunnudin, M. (2012). Peran Sastra Dalam Pendidikan Karakter. 195-204.

(9)

Resmini, N. Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar Melalui Implementasi Strategi Directed reading Activity.

(http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/1967

11031993032-NOVI_RESMINI/PEMB.APRESIASI__SASTRA_DI_SEKOLAH_DASAR.pdf diakses pada 28 April 2018)

Durachman, M. 2014. Pengajaran Apresiasi Sastra : Modul 1 - Hakikat Pembelajaran Sastra. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Tripungkasingtyas, S.Y. (2016). Pembelajaran sastra di sekolah dasar melalui karya sastra cerita rakyat sebagai salah satu bentuk pengenalan budaya nusantara.

(http://s3pbi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Sri-Yuniarti.pdf )

Azkiya, Hidayati. Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak Di Sekolah Dasar. Jurnal Cerdas Proklamator. Vol 2, no 1.

Hidayat, Arif. 2009. Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. Insania Vol.14. No.02 Mei-Agustus 2009.

Heryanto, Dwi. 2013. Sastra Anak dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Edutech. Tahun 12, Vol.1 No.1 Februari 2013.

Susanti, R.D. Pembelajaran Apresiasi Sastra Dasar. 2015.

(http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/1447/1323 diakses pada 29 April 2018)

Zulela, M.S. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset

Djuanda, D. 2014. Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum 2013. Mimbar Sekolah Dasar, 1(2), 191-200. DOI 10.17509/mimbar-sd.v1i2.882

Sukma, E. 2016. Kompetensi Kognitif Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Jurnal Gramatika: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(1). DOI 10.22202/jg.2016.v2i1.1395

Aminuddin. (2001). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Akbar, S. 2016. Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(1), 46-54. DOI 10.17977/jip.v17i1.2619

Isnanda, R. 2015. Peran Pengajaran Sastra dan Budaya Dalam Pembentukan Karakter Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Gramatika, 1(2), 174-182. DOI 10.22202/jg.2015.v1i2.1237

Saryono, Djoko. 2009. Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing.

Batari, U.T, Tolla, A, Tang, M.R., & Anshari. 2015. Development of Teaching Materials Based on Indonesian Folktale in Gowa District. Journal of Language Teaching and Research, (Online), 6 (6):1216—1224,

(10)

Wiliandani, A.M., Wiyono, B.B., & Sobri, A.Y. 2017. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Humoniora, 4(3), 132-142. DOI 10.17977/jph.v4i3.8214

Sulistianingsih, E. 2017. Efektifitas Model Pembelajaran Berbasis Digital untuk Meningkatkan Emosi Peserta Didik. Jurnal Penelitian Pendidikan, 34(2), 121-126. (https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPP/article/viewFile/7252/121-126)

Unsriana, L. (2003). Peranan dongeng dalam pendidikan (analisa terhadap lima buah dongeng

anak Jepang). (http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=73562.) Psikologi Universitas Muria Kudus. (2012) Manfaat dongeng.

(http://psikologi.umk.ac.id/2011/01/manfaat-dongeng-pada-anak.html.)

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Manajemen sumber belajar dalam rangka meningkatkan kemandirian belajar peserta didik di SDUT Bumi Kartini Kuwesen Jepara. Penelitian ini bertujuan untuk

Koloid atau dispersi koloid (sistem koloid) adalah sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari laritan tapi lebih kecil dari suspensi, dengan ukuran partikel

042.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp..

Kegunaan penelitian ini, yaitu secara teoritis diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan referensi yang berkaitan dengan mobilitas penduduk terutama pada faktor yang

Disini pemantauan kesehatan dasar pada ibu dilakukan sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) yang berlaku di Dinkes kota Surabaya dengan cara melakukan

Identifikasi kronologi dilakukan dengan membandingkan unsur-unsur yang terdapat pada kritik ekstern seperti materi (bahan dan bentuk), ukuran, dan paleografi

Penelitian mengenai ‘Analisis Perubahan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Penderita Sinusitis Kronis pada Pengobatan Gurah dengan perasan kulit akar Senggugu

Dari perbandingan yang telh dilakukan, didapat kan hasil (1) jumlah variabel yang diubah pada kedua fase yaitu sebanyak 1 variabel; (2) perubahan arah kedua fase