• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR DI KELAS PADA ANAK AUTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR DI KELAS PADA ANAK AUTIS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Athfal : Jurnal Pendidikan Anak

ISSN: (Print)

POSITIVE REINFORCEMENT UNTUK MENINGKATKAN

KONSENTRASI BELAJAR DI KELAS PADA ANAK AUTIS

Muhammad Nur Hidayah

Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Probolinggo Email: nurhidayah.muhammad12@gmail.com

Abstrak

Subjek laki-laki berusia 15 tahun yang mengalami gangguan autis. Metode asesmen yang dilakukan pada subjek berupa observasi, wawancara terhadap orang tua dan guru, pemberian tes intelegensi standar prgressive matrices (SPM) serta autism spectrum disorder screening questionnaire (ASDSQ). Permasalahan pada subjek adalah seringnya keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung sehingga proses belajar mengajar terganggu. Intervensi yang diberikan adalah modifikasi perilaku dengan teknik positive reinforcement yang disusun sebanyak 7 sesi. Tujuan pemberian intervensi tersebut untuk meningkatkan konsentrasi belajar dengan menurunkan frekuensi perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung. Hasil dari pemberian intervensi ini adalah menurunnya frekuensi perilaku keluar masuk kelas, yang sebelum pelaksanaan intervensi berjumlah 8 kali, namun setelah pelaksanan intervensi menurun menjadi 5 kali. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari dukungan dan komitmen orang tua dan guru.

Kata Kunci: positive reinforcement, konsentrasi belajar, autis, anak.

Abstract

A 15-year-old male subject with autism. The assessment methods carried out on the subject were observation, interviews with parents and teachers, the provision of standard prgressive matrices (SPM) intelligence tests and autism spectrum disorder screening questionnaire (ASDSQ). The problem with the subject is the frequent entry and exit of the class during lessons so that the learning process is disrupted. The intervention given was behavior modification with positive reinforcement techniques arranged in 7 sessions. The purpose of providing these interventions is to increase the concentration of learning by reducing the frequency of behavior in and out of class when the lesson takes place. The result of this intervention is a decrease in the frequency of behavior in and out of class, which before the implementation of the intervention amounted to 8 times, but after the implementation of the intervention decreased to 5 times. This success is inseparable from the support and commitment of parents and teachers.

Keywords:positive reinforcement, learning concentration, autism, children.

(2)

PENDAHULUAN

Subjek didiagnosia mengalami gangguan spectrum autis. Gangguan spectrum autis menunjukkan sejumlah kombinasi perilaku social yang kurang, kurangnya komunikasi, dan perilaku menstimuli diri secara berulang-ulang (Martin & Pear, 2005). Gangguan spectrum autis merupakan salah satu gangguan perkembangan pervasive, berawal sebelum usia 2,5 tahun. Simtom-simtom utamanya adalah ketidakmampuan untuk berhubungan sosial dengan orang lain, berbagai masalah komunikasi, mencakup kegagalan untuk mempelajari bahasa atau ketidakwajaran bicara dan mempertahankan kesamaan, suatu keinginan obsesif untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari dan lingkungan sekelilingnya selalu sama persis serta kurangnya konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan (Davison, Neale & Kring, 2006).

Subjek memiliki perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung, hal tersebut cukup membuat proses belajar mengajar di kelas kurang baik karena setiap subjek keluar masuk kelas konsentrasi guru maupun murid yang lainnya terganggu. Namun berbeda saat subjek didampingi oleh guru pendamping di kelas, Subjek mampu duduk tenang di bangkunya cukup lama. Akan tetapi bila guru pendamping tidak lagi berada di kelas atau di samping subjek, maka subjek mengulangi perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung.

Berdasarkan gambaran dari latar belakang tersebut, maka diberikanlah terapi perilaku dengan menggunakan teknik modifikasi perilaku. Adapun tujuannya untuk mengurangi frekuensi keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung

METODE

DAN

HASIL

ASESMEN

Metode asesmen psikologi yang digunakan adalah observasi dan wawancara, sedangkan tes psikologi yang digunakan antara lain ASDSQ dan tes IQ menggunakan SPM. Metode observasi dilakukan saat Subjek di sekolah dan di rumah, sedangkan untuk wawancara dilakukan pada ayah, ibu, dan guru pendamping ABK.

H

ASIL

A

SESMEN

Subjek merupakan seorang laki-laki berusia 15 tahun yang masih duduk di kelas 2 SMP dan anak pertama dari dua bersaudara. Saat di sekolah, Subjek hampir tidak pernah terlihat berinteraksi dengan teman sekolah maupun guru-gurunya. Saat subjek dipanggil, subjek hanya menoleh ke sumber suara kemudian menghindar begitu juga saat didekati, Subjek selalu menghindar kemudian pergi dan berbicara sendiri, terkadang tertawa sendiri. Menurut salah satu guru, saat pertama masuk sekolah subjek tidak pernah bersalaman dengan siapa pun, termasuk dengan guru-gurunya. Namun saat ada salah satu teman subjek yang selalu bersalaman dengan guru-guru, akhirnya subjek meniru hal tersebut hingga sekarang. Namun subjek tetap tidak bersalaman terlebih dahulu apabila guru tidak menyodorkan tangan untuk bersalaman kepada subjek.

Subjek sering kali berbicara sendiri namun tidak jelas. Sering pula mondar mandir di depan ruang siswa ABK sesekali sambil tertawa sendiri. Menurut ibu subjek, subjek susah sekali berinterkasi dengan orang lain kecuali dengan orang tuanya. Akan tetapi, meskipun berinteraksi dengan orang tua, kalimat yang dikeluarkan tetap tidak jelas. Menurut guru pendamping subjek, subjek mengetahui pembicaraan lawan bicaranya, namun subjek tidak bisa mengeluarkan kalimat yang ingin disampaikan. Terlihat saat subjek disuruh untuk masuk ke ruangan siswa ABK,

(3)

dan subjek pun masuk ke ruangan tersebut. Hal tersebut selaras dengan data yang diperoleh dari ibu subjek, bahwa subjek tidak bisa berbicara sebanyak 1 kalimat secara jelas, namun subjek sering kali berbicara perkata, dan itupun tidak jelas.

Subjek dikeluhkan oleh gurunya selalu keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung. Hal tersebut dapat mengurangi konsentrasi guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan begitu juga bagi teman sekelasnya untuk mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu, dari hasil pengamatan selama subjek berada di kelas subjek seringkali berdiri dekat jendela dan melihat ke luar. Melalui hasil pengamatan pula, dengan perilaku subjek seperti itu saat pelajaran berlangsung beberapa guru tidak menegur atau mengingatkan subjek untuk duduk tenang di bangkunya. Namun dari hasil wawancara pada beberapa guru pula ada yang menegur subjek untuk duduk, akan tetapi beberapa saat setelah ditegur oleh guru, subjek pun mengulangi perilakunya yaitu keluar masuk kelas maupun berdiri dekat jendela untuk melihat ke luar. Menurut ibu subjek, perilaku tersebut telah nampak saat subjek sekolah di tingkat taman kanan-kanak (TK). Saat itu pun Subjek kerap kali keluar masuk kelas. Apabila frekuensi perilaku keluar masuk kelas pada subjek berkurang, subjek pun bisa lebih menerima informasi pelajaran yang disampaikan oleh guru, begitu juga bagi guru dan siswa yang lain bisa lebih konsentrasi dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Selain itu juga, dari hasil pengamatan subjek di kelas, subjek sering kali tidak mengeluarkan buku pelajaran saat pelajaran berlangsung, kecuali didampingi oleh guru pendamping.

Perilaku yang ditunjukkan oleh subjek tersebut dikarenakan kurangnya kontrol guru untuk menegur Subjek secara konsisten sehingga Subjek selalu mengulangi perilaku tersebut dan juga kurangnya inisiatif untuk menempatkan subjek untuk duduk di bangku yang jauh dari jendela kelas, akan tetapi saat guru pendamping berada di samping subjek, subjek duduk tenang di bangkunya. Begitu juga pola asuh dari orang tua yang kurang tegas dalam mengasuh subjek untuk mengurangi symptom subjek, hal tersebut terlihat saat subjek berada di rumah, subjek selalu sibuk bermain sendiri sedangkan orang tuanya sibuk pula dengan aktivitas masing-masing, seperti menonton televisi maupun aktivitas di dapur.

Beberapa perilaku yang ditunjukkan oleh subjek tersebut mengarah pada syndrome autis. Menurut guru pendamping subjek, subjek memang mengalami gangguan autis. Setelah dilakukan screening menggunakan ASDSQ ternyata subjek tergolong anak yang mengalami gangguan autis kategori berat dengan hasil skoring sebesar 204. Namun subjek setelah melalui tes IQ menggunakan SPM, hasilnya adalah subjek berada pada grade III yang menunjukkan bahwa sujbek memiliki IQ rata-rata. Diketahuinya IQ Subjek bertaraf rata-rata, menunjukkan bahwa subjek mampu menerima informasi dari lingkungannya, seperti mengetahui maksud pembicaraan orang lain, memahami perintah-perintah yang diberikan oleh guru pada subjek dan materi-materi pelajaran yang diajarkan di kelas. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung bukan dikarenakan ketidakmampuan subjek untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan saat di kelas, namun kurangnya kontrol dari beberapa guru, khususnya guru pendamping, terhadap subjek secara konsisten. Selain itu juga, kurangnya apresiasi dan motivasi yang diberikan apabila subjek mampu mengerjakan suatu tugas ataupun duduk tenang di bangkunya meskipun tidak terlalu lama. Karena perilaku yang tidak diikuti oleh stimulan-stimulan penggugah memperkecil kemungkinan dilakukannya perilaku tersebut di masa-masa selanjutnya (Boeree, 2010). Menurut pandangan kaum

(4)

behavioris seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil belajar. Belajar yang dimaksud adalah perubahan perilaku organisme khususnya dalam hal ini adalah manusia yang dihasilkan dari pengaruh lingkungan. Selain itu, organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis; perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan (Ulfa, Benyamin, & Wibowo, 2012)

Bagan Terbentuknya Masalah

Symptom autis pada Subjek

1. Kurangnya interaksi sosial 2. Suka bermain sndiri 3. Selalu menghindar 4. Kurangnya kontak mata 5. Suka mondar mandir

Keluhan guru

1. Suka keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung

2. Suka berdiri dekat jendela kelas sambal melihat ke arah luar saat pelajaran

Respon guru

1. Tidak menegur Subjek untuk duduk tenang di bangku secara konsisten

2. Tidak ada inisiatif untuk menempatkan Subjek duduk di bangku yang jauh dari jendela

Pola asuh orang tua

1. Membiarkan anak bermain sendiri sedangkan orang tua sibuk dengan aktivitas masing-masing

2. Membiarkan Subjek

menghindar saat dipanggil dan didekati oleh Subjek

Perilaku Subjek

(5)

DIAGNOSIS

DAN

PROGNOSIS

Diagnosis

Berdasarkan kriteria diagnosis di DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition, 2013) dengan symptom kurangnya kontak mata dan konsentrasi yang ditunjukkan dengan perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung maka hal tersebut termasuk dalam kriteria gangguan spektrum autis. Hasil dari ASDSQ subjek tergolong dalam klasifikasi autis berat dengan skor 204. .Prognosis

Berdasarkan hasil asesmen dan diagnosis, subjek memiliki prognosis yang “baik”, karena dukungan dari orang tua dan para guru yang bersedia membantu dalam keperluan intervensi.

INTERVENSI

Intervensi yang digunakan yaitu modifikasi perilaku dengan teknik positive

reinforcement. Teknik positive reinforcement yaitu pembentukan suatu pola tingkah laku dengan

memberikan penguat segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku (Corey, 1999). Teknik ini bertujuan untuk memberikan penguatan yang menyenangkan kepada subjek setelah tingkah laku yang diinginkan ditampilkan, agar tingkah laku yang diinginkan cenderung akan diulang, meningkat dan menetap di masa yang akan datang (Corey, 1999). Perilaku subjek yang menjadi target intervensi yaitu menurunkan frekuensi keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung sehingga diharapkan subjek dapat berkonsentrasi dalam proses belajar. Ketika target intervensi terpenuhi maka subjek dapat memperoleh reinforcer dari terapis yang bertujuan agar perilaku yang sudah muncul cenderung diulang.

Intervensi ini terdiri dari 7 sesi yaitu sesi 1; membangun rapport dengan keluarga dan guru-guru yang terlibat serta memberikan psikoedukasi. Sesi 2 yaitu penjelasan teknik positive

reinforcement pada subjek yang didampingi oleh orang tua, membangun komitmen serta

membuat kontrak atau kesepakatan pelaksanaan intervensi pada subjek yang didampingi oleh orang tua untuk melaksanakan intervensi dan bersedia mengikuti proses intervensi sampai dengan selesai, dan menetapkan target yang akan diintervensi. Sesi 3 yaitu menentukan reinforcer serta waktu pemberiannya dan membuat kontrak atau kesepakatan. Sesi 4 yaitu evaluasi pertama dan pemberian reinforcer pada subjek apabila menunjukkan perubahan positif melalui informasi dari guru-guru yang terlibat. Sesi 5 yaitu evaluasi kedua dan pemberian reinforcer pada Subjek apabila menunjukkan perubahan positif melalui informasi dari guru-guru yang terlibat. Sesi 6 pemberhentian intervensi. Sesi 7 adalah pelaksanaan follow up.

Jadwal pemberian reinforcer pada intervensi yang digunakan adalah fixed ratio. Fixed

ratio adalah jadwal pemberian reinforcer pada setiap respon perilaku ke-n (Jones, 2011). Untuk

ke-n pada intervensi yang dilakukan adalah pada hari ke dua dan ke lima dalam satu minggu pelajaran di sekolah. Apabila pada hari pertama dan kedua menujukkan penurunan, maka di hari kedua tersebut subjek berhak menerima reinforcer dari terapis, begitu juga pada hari ketiga, keempat dan kelima, maka di hari kelima subjek menerima reinforcer.

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

Hasil

Setelah diberikan intervensi perilaku selama 6 sesi dan dibandingkan hasilnya dengan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran sebelum intervensi dilaksanakan, maka dapat dilihat hasilnya pada tabel 1 berikut ini :

(6)

Tabel 1. Perbedaan Frekuensi Perilaku Keluar Masuk Kelas Subjek

Pra intervensi

Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V

8 8 7 ⃰ 6 6 5 ⃰

Keterangan : tanda bintang ( ⃰ ) merupakan jadwal pemberian reinforcer

Melalui tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa sebelum pelaksanaan intervensi, Subjek menunjukkan perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung sebanyak 8 kali dari jumlah tiga mata pelajaran yang berbeda. Namun setelah diberikan intervensi perilaku, frekuensi perilaku tersebut berangsur menurun meskipun tidak signifikan. Pada hari pertama subjek tidak menujukkan penurunan perilaku. Di hari kedua, Subjek menunjukkan penurunan perilaku menjadi 7 kali. Hari kedua tersebut subjek menerima reinforcer dari terapis. Penurunan perilaku juga terlihat pada hari ketiga, yakni menjadi 6 kali. Di hari ketiga tersebut subjek juga menunjukkan perilaku positif lainnya yaitu duduk di bangku depan. Di hari sebelumnya, menurut informasi dari beberapa guru yang bersangkutan, subjek selalu duduk di bangku belakang. Di hari keempat Subjek tidak menujukkan penurunan perilaku, yakni 6 kali yang artinya sama dengan hari sebelumnya, akan teapi subjek tetap duduk di bangku depan. Di hari kelima, Subjek menujukkan penurunan perilaku kembali, yakni menjadi 5 kali. Di hari kelima tersebut, Subjek menerima reinforcer dari terapis karena telah menujukkan perubahan positif yaitu menurunnya frekuensi perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung. Dari hasil follow up yang dilakasanakan 2 minggu setelah pelasanaan intervensi dan didapatkan dari informasi guru pendamping bahwasannya subjek saat pelajaran berlangsung tidak lagi duduk di bangku paling belakang, meskipun sesekali keluar kelas saat pelajaran berlangsung. Namun frekuensi keluar masuk kelas tidak sesering sebelum pelaksanaan intervensi.

PEMBAHASAN

Keberhasilan dalam mencapai tujuan dari pemberian terapi perilaku dengan pendekatan modifikasi perilaku untuk menurunkan frekuensi keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung pada subjek, tidak terlepas dari semangat dan kekonsistenan orang tua, guru pendamping, dan guru mata pelajaran yang terlibat. Karena meraka merupakan orang-orang terdekat dan banyak waktu yang dilalui bersama subjek adalah sebuah kunci utama dalam memperoleh hasil yang baik dari sebuah perlakuan yang diberikan. Orang tua selalu memberikan pengertian kepada subjek untuk bisa mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah, dan guru-guru yang terlibat pun memberikan arahan serta imbalan berupa perhatian dan support saat subjek mengikuti pelajaran di kelas. Pada dasarnya, modifikasi perilaku diarahkan pada tujuan-tujuan untuk memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan (Corey, 2003). Dalam hal ini, perubahan perilaku subjek telah ditunjukkan dengan adanya pengurangan yang cukup baik meskipun tidak terlalu signifikan dari frekuensi perilaku keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung. Dari perilaku keluar masuk kelas sebanyak 8 kali dalam sehari pelajaran di sekolah (tiga mata pelajaran dalam sehari) menjadi 5 kali.

Intervensi yang diberikan menunjukkan bahwa dengan terapi modifikasi perilaku dapat meningkatkan perilaku yang positif dan menurunkan perilaku

(7)

negative (Miltenberger, 2004). Teknik positive reinforcement merupakan salah satu bentuk aplikasi dari pendekatan behavior, yang mana sangat erat hubungannya dengan modifikasi perilaku. Prinsip dari teknik tersebut adalah perilaku yang diikuti oleh stimulan-stimulan penggugah memperbesar kemungkinan dilakukannya lagi perilaku tersebut di masa-masa yang akan datang (Boeree, 2010).

Untuk mempertahankan berkurangnya perilaku keluar masuk kelas yang telah dicapai selama intervensi, sebaiknya orang tua serta guru-guru di sekolah terus menerpakan teknik-teknik dalam terapi modifikasi perilaku. Sehingga dengan begitu Subjek akan terus belajar dan melekat pada dirinya bahwa jika ia berperilaku positif saat pelajaran berlangsung, dalam hal ini adalah tidak keluar masuk kelas maka ia akan menerima suatu imbalan atau hadiah baik itu secara social, psikis, maupun materi.

KESIMPULAN

Dari penanganan atau intervensi yang telah dilakukan pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan terapi perilaku dengan positive reinforcement menunjukkan hasil yang positif. Hal tersebut terlihat dari menurunnya frekuensi perilaku keluar masuk kelas, sehingga subjek mampu lebih berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (Fifth Edition). United States of America: America Psychiatric Publishing.

Boeree, C. G. (2010). Personality theories. Yogyakarta: Prismasophie

Corey, G. (1999). Teori dan praktek “konseling dan psikoterapi”. Bandung: Refika Aditama Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M, 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Martin, G. & Pear, J. (2005). Behavior modification: what it is and how to do it. New ajersey: Pearson Prentice Hall

Miltenberger, R.G. (2004). Behavior Modification Principles and Procedures (Third Edition). USA: Thomson Learning Academic Resource Center.

Ulfa, M. Benyamin, P., & Wibowo, S. K. A., (2012). Komunikasi instruksional pada “terapi tingkah laku operant conditioning” bagi anak difable mental ringan dalam penyesuaian diri. Ejurnal mahasiswa universitas padjajaran, 1 (1), 1-14.

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi yang dapat diberikan setelah penelitian ini adalah: pemilihan ikan tongkol diusahakan mempunyai ciri morfologi dan organoleptik yang baik, misal ikan

pedoman untuk perencanaan dan persetujuan semua bentuk administrasi sekolah. Sementara dalam hal atasan, direktur sangat menentukan semua proses pembinaan dan peningkatan situasi

4.4 Menyajikan hasil identifikasi kerajaan Hindu dan/atau Budha dan/atau Islam di lingkungan daerah setempat, serta pengaruhnya pada kehidupan kerajaan masa

Analisis determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,515 yang menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh stres kerja dan persepsi terhadap beban.. Hal ini menunjukkan

Beberapa tujuan promosi yang diungkapkan Hasibuan (2007) adalah sebagai berikut (Pratitha, Muchtar, 2012: 3): 1) Untuk memberikan pengakuan, jabatan, dan imbalan

Nilai koefisien determinasi sebesar 0,523 yang menunjukkan bahwa 52,3 % citra merek, promosi, persepsi manfaat, kemudahan penggunaan, kualitas sistem dan kualitas