TERHADAP ORANG MISKIN MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Lilik Indriani NIM: 021124008
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Skripsi ini saya persembahkan kepada para Suster Serikat Puteri Kasih Indonesia dan keluarga Vinsensian di mana pun berada
v
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
vii
Judul skripsi USAHA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
PELAYANAN PARA SUSTER PUTERI KASIH INDONESIA TERHADAP ORANG MISKIN MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS dipilih berdasarkan fakta bahwa pelayanan yang dilakukan oleh para suster Puteri Kasih sekarang ini melanjutkan pelayanan para pendahulu untuk menanggapi bentuk-bentuk kemiskinan yang telah ada, seperti merawat orang sakit apa pun jenisnya, mengurus sekolah, merawat anak-anak dan orang jompo. Seiring perkembangan jaman para suster memberi tanggapan kepada bentuk-bentuk kemiskinan baru. Situasi ini merupakan suatu undangan bagi para suster untuk memeriksa kembali apakah model pelayanan sudah cukup terbuka dan luwes untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan saat ini dalam pelayanan untuk orang miskin. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut skripsi ini dimaksudkan untuk memberi masukan bagi para suster untuk mengadakan pembinaan secara berkala dengan menggunakan katekese model Shared Christian Praxis.
Keprihatinan pokok yang menjadi perhatian dalam skripsi ini adalah mencari bentuk pelayanan yang jelas, fokus atau tujuan yang jelas sehingga pelayanan bisa lebih efektif, dan mencari jalan untuk meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak luar yang dianggap berkompeten terhadap bidangnya. Pembinaan para suster yang terus menerus merupakan bagian penting untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan di dalam pelayanan.
Untuk mengkaji keprihatinan tersebut penulis mengadakan wawancara sederhana dengan para suster pimpinan komunitas, pengumpulan data dari Yayasan, dan dari Provinsialat. Pengumpulan data dimaksudkan supaya mendapatkan keterangan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mendukung keterangan yang sudah dikumpulkan, penulis mengadakan studi pustaka untuk memperkuat keterangan yang sudah ada. Studi pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran baru yang bisa direfleksikan lebih mendalam sehingga menemukan nilai untuk membangkitkan semangat pelayanan. Kajian pustaka menghasilkan temuan mengenai salah satu syarat untuk menjadi pelayan kaum miskin adalah penyerahan diri kepada Allah yang didorong oleh kasih. Berdasarkan kesadaran itu para suster akan menjadi seorang pelayan yang baik, pelayanan terhadap orang miskin yang dihayati dan dipandang dari sudut pandang pengalaman rohani. Dalam pandangan ini orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan melayani kaum miskin, mereka melayani dan menghormati Yesus sendiri. Pelaksanaan tugas perutusan sebagai seorang pelayan memerlukan suatu semangat dasar yang memadai dan diasah lewat pembinaan yang terus menerus. Rerum Novarum memberikan pengajaran tentang keberpihakan dan bersikap adil terhadap orang miskin terutama kaum buruh yang tidak mempunyai kekuatan untuk membela diri sendiri. Konstitusi para suster Puteri Kasih melihat pelayanan bagi para suster merupakan pembaktian diri mereka kepada Allah. Hendaknya mereka memandang pelayanan yang dilakukan untuk melayani Tuhan dalam diri orang-orang miskin.
viii
This thesis entitled THE EFFORTS TO INCREASE THE SERVICES EFFECTIVITY OF INDONESIAN SISTERS OF THE DAUGHTERS OF CHARITY TOWARD THE POOR THROUGH SHARED CHRISTIAN PRAXIS MODEL CATECHESIS is chosen based on fact that the services done by the sisters of the Daughters of Charity recently continues their predecessors’ services to respond the existing poverty. Those services are looking after the sick of any types of sickness, managing school, looking after the children and the aged. As the time goes by, the sisters also response towad the new form of poverty. This situation is an invitation for the sisters to recheck the services model whether it is sufficiently opened and flexible to respond recently necessities and in concrete is implemented in their services. Based on this fact, this thesis is meant to give inspiration to the sisters to make periodical formation by using Shared Christian Prxis.
The main concern of thesis is to find the focused services, clear purpose so that the services can be more effective, and to find effective collaboration to other a people that are competent in their subjects. The most important part is the on going formation of the sisters, which purpose is to increase their skill and knowledge in their services.
To solve the problem, the writer conducted simple interviews to the sisters which are the head of the community, and data gethering of the foundation, and the congregation. This was meant to make the data be acurate and accountable. To support the information gathered, the writer conducted library research to strengthen the available information. The library research is meant to obtain new ways of thinking that can be reflected more deeply, useful for finding the values to raise the spirit of service. It is found that one of the requirements to be the servant of the poor is the total self-giving to God because of being encouraged by love. According to this awarenenss, they will be a good servant, and the service of the poor will be enternalized and enlightened by spiritual experience. In this view, those who offer themselves to God and serve the poor serve and honor Jesus. Therefore, to implement the mission as a servant, it needs basic spirit that is sufficient and sharpened through on going formation. “Rerum Novarum” gives teaching laborers behavior toward the poor especially the labors that do not have strengh to defend themselves. The constitution the Sisters of the Daughters of Charity sees that the service for the sister which is their self-giving to God is to see the service implemented to serve God through the poor.
ix
Puji syukur yang tak terkira kepada Tuhan yang Mahabaik, atas bimbingan, pendampingan dan penyertaan-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul USAHA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELAYANAN PARA SUSTER PUTERI KASIH INDONESIA TERHADAP ORANG MISKIN MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS.
Skripsi ini menanggapi keprihatinan yang penulis lihat sendiri dalam karya pelayanan para suster Puteri Kasih kepada orang miskin. Karya yang ditangani oleh para suster Puteri Kasih beragam, yang menyebabkan fokus pelayanan kurang mendapat perhatian, kerja sama yang kurang optimal dengan pihak luar, pembinaan para suster yang masih perlu mendapatkan perhatian. Penyusunan skripsi ini diharapkan dapat memberi sumbangan kepada para suster Puteri Kasih untuk menggali semangat dalam berkarya, terutama bagi para suster yang terlibat langsung dalam karya pelayanan terhadap orang miskin. Para suster diharapkan mampu memotivasi diri secara terus menerus, sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih efektif. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
x
memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, ketelitian dan ketekunan memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. L. Bambang HY., M.Hum., selaku dosen wali dan penguji yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen penguji yang memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Kaprodi dan segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar sampai selesainya skripsi ini.
5. Sr. Anna Wiwik Supraptiwi, PK., Visitatris Serikat Puteri Kasih Indonesia, yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk studi.
6. Para suster Puteri Kasih Provinsi Indonesia yang dengan caranya sendiri-sendiri memberikan perhatian kepada penulis, sampai selesainya skripsi ini.
7. Para suster OSF Komunitas Senopati yang memberi dukungan, perhatian dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat Mahasiswa khususnya angkatan 2002 yang turut berperan dalam menempa pribadi, memberi semangat dan atas kebersamaan selama studi berlangsung.
xi
sehingga skripsi ini masih dirasa jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan lebih lanjut. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 10 Februari 2007
Penulis
xii
Halaman
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Metode Penulisan ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN PARA SUSTER PUTERI KASIH INDONESIA TERHADAP ORANG MISKIN ... 9
A. Pelayanan Serikat Puteri Kasih di Indonesia ... 9
xiii
3. Serikat Puteri Kasih sebagai Serikat Hidup Apostolik ... 14
4. Visi dan Misi Serikat Puteri Kasih Indonesia ... 16
a. Visi Serikat Puteri Kasih Indonesia ... 17
b. Misi Serikat Puteri Kasih Indonesia... 18
B. Macam-macam Pelayanan Suster Puteri Kasih di Indonesia terhadap Orang Miskin ... 20
1. Bidang Pendidikan ... 20
a. Pelayanan Bidang Pendidikan Taman Kanak-kanak/TK ... 21
b. Pelayanan Bidang Pendidikan Sekolah Dasar/SD ... 21
c. Pelayanan Bidang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama/SMP ... 22
2. Bidang Sosial ... 22
3. Bidang Kesehatan ... 23
4. Bidang Pastoral ... 23
C. Keprihatinan Pokok yang Muncul dalam Pelayanan terhadap Orang Miskin ... 24
1. Bentuk Pelayanan... 24
2. Fokus Pelayanan ... 25
3. Bentuk Kerja Sama ... 25
4. Pembinaan Terus Menerus... 26
BAB III. PELAYANAN TERHADAP ORANG MISKIN DALAM GEREJA DAN PELAYANAN MENURUT KONSTITUSI SERIKAT PUTERI KASIH... 27
xiv
2. Pelayanan dalam Arti Umum ... 29
3. Pelayanan Menurut Injil... 31
a. Pelayanan Menurut Injil Matius ... 31
b. Pelayanan Menurut Injil Markus... 33
c. Pelayanan Menurut Injil Lukas ... 36
d. Pelayanan Menurut Injil Yohanes... 39
4. Pelayanan Yesus sebagai Model Pelayanan Gereja ... 41
B. Pelayanan Orang Miskin dalam Gereja... 44
1. Pengertian Orang Miskin secara Umum ... 45
2. Pengertian Orang Miskin Menurut Gereja... 46
3. Ajaran Pokok Gereja tentang Pelayanan Orang miskin menurut Rerum Novarum... 50
C. Pelayanan terhadap Orang Miskin Menurut Konstitusi Serikat Puteri Kasih... 55
1. Peraturan Konstitusi yang Membebaskan... 55
2. Kesiapsediaan Suster Puteri Kasih dalam Melayani... 57
3. Standar Pelayanan Suster Puteri Kasih ... 59
4. Semangat Dasar Serikat Puteri Kasih dalam Melaksanakan Pelayanan terhadap Orang Miskin... 61
a. Kerendahan Hati... 61
b. Kesederhanaan ... 64
xv
SALAH SATU USAHA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELAYANAN PARA SUSTER PUTERI KASIH INDONESIA
TERHADAP ORANG MISKIN ... 69
A. Gambaran Umum Katekese ... 70
1. Pengertian Katekese ... 70
2. Tujuan Katekese... 72
3. Tugas Katekese ... 74
4. Isi katekese ... 76
5. Proses Katekese... 77
B. Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese... 78
1. Pengertian Shared Chistian Praxis... 79
a. Shared... 80
b. Christian... 81
c. Praxis... 82
2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis... 83
a. Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual... 83
b. Langkah Kedua: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual... 85
c. Langkah Ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau ... 86
d. Langkah Keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta... 88
xvi
1. Maksud Usulan Program... 91
2. Latar Belakang Pembuatan Program... 91
3. Pembuatan Tema dan Tujuan Katekese ... 92
4. Penjabaran Usulan Program Katekese ... 94
5. Petunjuk Pelaksanaan Program ... 96
D. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Chistian Praxis... 97
BAB V. PENUTUP... 112
A. Kesimpulan ... 112
B. Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 116
LAMPIRAN... 119
Lampiran 1: Pertanyaan wawancara dengan para suster... (1)
Lampiran 2: Hasil wawancara informal dengan suster Pimpinan komunitas don Bosco, Surabaya... (2)
Lampiran 3: Hasil wawancara informal dengan suster Pimpinan komunitas St. Louisa, Kediri ... (5)
Lampiran 4: Hasil wawancara informal dengan suster Pimpinan komunitas St. Vinsensius, Garum Blitar... (8)
Lampiran 5: Hasil wawancara informal dengan suster Pimpinan komunitas St. Joseph, Kediri ... (10)
xvii
Lampiran 8: Hasil wawancara informal dengan suster Pimpinan komunitas
xviii A. SINGKATAN KITAB SUCI
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Katolik Deuterokanonika: dengan Pengantar dan Catatan lengkap. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA). Ende: Arnoldus, 2000, hal. 14.
B. SINGKATAN DOKUMEN GEREJA
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 januari 1983.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi dogmatis tentang Gereja Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI, 21 November 1964.
RN : Rerum Novarum, Ensiklik Paus Leo XIII tentang keadaan kaum buruh, 15 Mei 1891.
C. SINGKATAN LAIN
Art : Artikel
Bdk : Bandingkan
Dll : Dan lain-lain
xix
katan) di dalam Musyawarah Umum dan setelah disahkan oleh Gereja. Konstitusi-konstitusi tidak dapat dihapus atau diubah kecuali oleh Gereja atau dengan persetujuannya.
KU : Katekese Umat
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
No : Nomor
PK : Puteri Kasih
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia Sbb : Sebagai Berikut
SCP : Shared Christian Praxis (Suatu model Katekese) SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama SSV : Serikat Sosial Santo Vinsensius St : Santo/santa, sebutan untuk orang suci
Stat : Statuta, Hukum-hukum atau Undang-undang yang mengatur kehidupan Serikat setelah melewati pemungutan suara (Kesepakatan) di dalam Musyawarah Umum dan setelah disahkan oleh Gereja Statuta-statuta tidak dapat dihapus atau diubah kecuali oleh Gereja atau dengan persetujuannya.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Serikat Puteri Kasih hadir dengan kekhasan dan kharismanya sebagai pelayan
orang miskin. Pelayanan merupakan bagian yang penting dari hidup para suster Puteri
Kasih. Semua pelayanan mempunyai tujuan yang baik yaitu melayani Yesus dalam
diri orang miskin. Seiring perjalanan waktu, pelayanan yang ditangani oleh suster
Puteri Kasih semakin berkembang. Perkembangan pelayanan begitu cepat, itu
disebabkan banyak bentuk kemiskinan baru. Orang tidak lagi miskin karena tidak
punya harta semata tetapi juga miskin dalam hal rohani. Para suster mencoba untuk
menanggapi segala kebutuhan orang miskin yang muncul saat ini, dengan harapan
mereka dapat tertolong dengan cepat dan tepat. Ternyata usaha untuk menanggapi
kebutuhan pelayanan kurang memperhatikan wadah/bentuk pelayanan yang pasti,
sehingga pelayanan menjadi kurang optimal, meskipun ada pelayanan yang sudah
terkoordinir dengan baik seperti bidang kesehatan, bidang pendidikan dan panti
rehabilitasi.
Karena bentuk atau wadah yang pasti kurang diperhatikan, maka untuk
mencapai tujuan awal pelayanan yaitu membantu mereka mengentaskan mereka dari
kemiskinan menjadi kabur. Pelayanan menjadi rutin, berkembang menjadi besar
kurang memperhitungkan fokus dan tujuan pelayanan dengan pasti.
Perkembangan pelayanan membawa dampak pula pada kerja sama. Jumlah
Suster Puteri Kasih hanya sedikit tetapi pelayanan berkembang menjadi semakin
ditangani dengan baik. Ada keprihatinan lain ialah kerja sama yang dilakukan dengan
pihak lain kurang optimal, kurang mendapatkan perhatian yang cukup, sedangkan
pelayanan yang ditangani beragam dan tenaga suster sangat terbatas. Supaya bisa
melaksanakan pelayanan dengan baik, para suster harus mendapatkan bimbingan
yang terus menerus untuk selalu memperbaharui diri supaya bisa mengatasi masalah
yang sering muncul dalam pelayanan.
Pelayanan yang dilakukan oleh para Suster Puteri Kasih merupakan jalan
untuk menguduskan diri, para suster Puteri Kasih memberi diri kepada Allah untuk
melayani orang miskin sebagai ungkapan iman dan merupakan perwujudan kasih. Hal
itu dikuatkan kutipan yang terdapat dalam konstitusi para suster Puteri Kasih:
Para Puteri Kasih telah memberi diri kepada Allah untuk melayani Kristus dalam diri Orang-orang Miskin. Kesatuan hidup mereka terletak dalam tujuan ini. Pelayanan bagi mereka merupakan ungkapan pemberian diri secara total kepada Allah dalam Serikat, dan dalam pelayanan ini pemberian diri secara total kepada Allah mendapat makna yang penuh. Pelayanan itu, kecuali ungkapan iman, merupakan juga perwujudan kasih, yang bersumber dan modelnya ialah Kristus sendiri (Konst, no. 16).
Dari kutipan di atas jelas apa yang menjadi tujuan pemberian diri yang
dilakukan oleh para Suster Puteri Kasih yaitu untuk melayani Kristus dalam diri
orang miskin, mereka melihat bahwa orang miskin merupakan gambaran dari Yesus
sendiri maka apapun pelayanan yang dilakukan oleh suster Puteri Kasih terhadap
orang miskin, untuk melayani Yesus sendiri. Para Suster Puteri Kasih mencoba untuk
mewujudkan apa yang diimaninya dalam bentuk pelayanan secara nyata kepada orang
miskin di komunitas di mana mereka berada.
Pelayanan ini menyuburkan kontemplasi mereka dan memberi makna kepada
hidup mereka dalam komunitas, seperti juga relasi mereka dengan Allah dan hidup
para suster memandang orang miskin sebagai guru yang memberi khotbah hanya
melalui kehadiran mereka, sebagai majikan yang harus dikasihi dengan hangat dan
dihormati secara sungguh-sungguh. Hal itu bisa dijelaskan bahwa para Puteri Kasih
membiarkan dirinya dipenuhi oleh pelayanan yang menjadi makanan untuk
kontemplasi mereka dan membiarkan dirinya melihat teladan dari orang miskin di
dalam kehidupan sehari-hari, orang miskin, hidupnya banyak tergantung dari
kemurahan hati Allah. Andalan satu-satunya adalah Allah dengan demikian
menyerahkan segala kejadian hidup sepenuhnya tergantung dari kemurahan hati
Allah. Itulah pelajaran yang sering didapatkan oleh para suster Puteri Kasih ketika
melakukan pelayanan terhadap orang miskin. Hal itu dikuatkan oleh pernyataan
berikut:
Bagi para Puteri Kasih melayani Yesus dalam orang miskin merupakan tindakan kasih, kasih afektif dan efektif. Kasih itulah yang menuntun seluruh hidup mereka dan merupakan perwujudan utama dari status mereka sebagai Puteri Kasih. Melalui kaul khusus mereka mengungkapkan kesediaan mereka untuk melayani orang-orang miskin secara jasmani dan rohani, menurut konstitusi dan statuta. Melalui kaul ini para suster sanggup memikul segala bentuk pelayanan, sadar bahwa setiap tindakan Puteri Kasih perlu terarah kepada pelayanan orang miskin, karena Serikat seutuhnyalah yang telah mencurahkan dirinya sepenuhnya bagi mereka, dan segala-galanya dalam dirinya terarah pada tujuan ini. Dalam pelayanan jasmani, para Puteri Kasih akan berjuang untuk memanusiakan cara kerja agar menjadi sarana untuk menyalurkan kasih sayang Kristus sendiri, kasih yang sama menjiwai pelayanan mereka yang bersifat rohani. Tidak cukuplah bagi saya mencintai Allah, jika sesamaku tidak ikut mencintaiNya (Konst, no. 24).
Pelayanan atau tindakan kasih yang afektif dan efektif ialah tindakan yang
berlandaskan hati, bukan hanya berdasarkan rasa belas-kasihan semata, tetapi ada
gerak dari dalam hati yang mendasar untuk melakukan tindakan yang nyata. Para
suster Puteri Kasih berusaha memperkenalkan Tuhan kepada orang-orang miskin
memungkinkan, melalui kesaksian hidup para suster. Mereka harus juga terbuka
untuk menerima dari pihak orang miskin dan membiarkan diri untuk diinjili mereka.
Salah satu kekhasan dari para suster Puteri Kasih ialah membiarkan dirinya diinjili
oleh orang miskin. Mereka tidak hanya memberi kepada orang miskin tetapi juga
menerima segala pengajaran hidup dari para miskin. Maka para suster Puteri Kasih
mempunyai kaul khusus yaitu kaul Pelayanan kepada orang miskin. Dengan demikian
diharapkan para suster Puteri Kasih berpihak pada orang miskin secara penuh
memperjuangkan hak-hak mereka dan melibatkan diri dalam perjuangan untuk
keadilan para miskin, para suster mempunyai tanggung jawab untuk berdoa bersama
orang miskin, bagi mereka dan atas nama mereka. Di dalam jiwa para suster Puteri
Kasih dipenuhi oleh orang miskin, bila berpikir dan bertindak selalu bertujuan untuk
memajukan mereka dan demi kebaikan mereka. Apa yang menjadi alasan para Puteri
Kasih memperhatikan mereka? Ada beberapa alasan yang mendasari perbuatan itu
antara lain: Pertama, bahwa kaum miskin mendapat kehormatan menjadi anggota
tubuh Kristus, dan segala sesuatu yang dilakukan untuk melayani orang miskin itu
dipandang sama seperti melayani Tuhan. Kedua, ialah jiwa para miskin adalah citra
Allah dalam Tri Tunggal Kudus maka manusia harus memuliakan Tritunggal Kudus
dalam pribadi mereka. Ketiga, bahwa pelayanan itu dianjurkan Allah Putera sendiri
dengan perkataan dan perbuatan untuk membuktikan kepada murid-murid Yohanes
bahwa Ia adalah Mesias, bersabdalah Ia kepada mereka: “orang buta melihat, orang
lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati
dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:5). Keempat,
dengan menolong orang miskin, manusia ikut melaksanakan rencana Allah, dan
memperoleh pertolongan. Kelima, manusia melakukan pelayanan kepada kaum
miskin demi kasih kepada Allah dan keinginan manusia untuk dapat memandang-Nya
dalam kemuliaan-Nya kelak (Konst, no. 24).
Kitab Suci memberikan gambaran kepada manusia apa yang harus diperbuat
oleh orang yang beriman, bukan hanya menguasai berbagai ilmu dan teori yang
tinggi-tinggi, meskipun hal itu tidak boleh dilupakan untuk menunjang praktek di
lapangan tetapi harus tahu bagaimana teori itu diterapkan dalam hidup dan karya
sehari-hari. Salah satu ungkapan untuk orang beriman dalam praktek pelayanan “Jika
iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak
2:17). Jelas nyata sebagai orang yang sudah dibaptis sekaligus memilih suatu hidup
panggilan yang khusus seperti menjadi suster, maka sudah selayaknyalah bila para
suster melaksanakan apa yang sudah dilaksanakan oleh Dia yang diikuti.
Lembaga kristiani yang memberikan pelayanan secara umum cukup banyak
seperti mencarikan kesempatan kerja, mengembangkan koperasi, menghimpun para
petani kecil, nelayan tukang becak anak jalanan. Muncul pula banyak penggerak
swadaya masyarakat yang berhimpun dalam paguyuban. Itu merupakan salah satu
usaha mewujudkan kepedulian sosial dengan inspirasi kristiani. Banyak tantangan
yang harus dihadapi oleh mereka dan tantangan itu seringkali membuat kecil hati.
Dalam keadaan seperti itu marilah mengingat nasihat dari St Paulus yang berkata,
“karena itu saudara-saudaraku yang terkasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan
giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu bahwa dalam persekutuan
dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1 Kor 15:58).
Dengan melihat idealnya pelayanan yang dilakukan oleh Para Puteri Kasih
lapangan yang terjadi dalam pelayanan secara umum, maka Para Puteri Kasih perlu
melihat kembali wadah/bentuk pelayanan yang sudah ada, dengan memperhitungkan
segala sarana prasarana yang membantu tercapainya tujuan pelayanan maka fokus
pelayanan perlu dipertegas atau menata ulang pelayanan, supaya pelayanan
betul-betul bisa mencapai sasaran. Meningkatkan bentuk kerjasama dengan pihak luar
supaya pelayanan lebih optimal dan lebih banyak orang yang bisa ditolong. Yang
penting para suster harus mendapatkan pembinaan yang terus menerus supaya tidak
mengalami kejenuhan dan bisa meningkatkan diri sehingga pelayanan menjadi lebih
efektif dan optimal. meningkatkan mutu pelayanannya sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan orang miskin yang dilayani, memberi kesadaran baru
dan untuk menanggapi masalah itu kami mencoba dengan skripsi in. Maka skripsi ini
diberi judul USAHA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELAYANAN PARA
SUSTER PUTERI KASIH INDONESIA TERHADAP ORANG MISKIN MELALUI
KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas ditemukan beberapa keprihatinan yang menjadi
perhatian penulis, keprihatinan yang ada sebagai berikut:
1.Usaha macam apakah yang bisa dilakukan oleh para Suster Puteri Kasih Indonesia
untuk menentukan bentuk dan fokus pelayanan?
2. Semangat dasar macam apa yang dipakai untuk meningkatkan pelayanan para
suster kepada orang miskin?
3. Katekese macam apa yang bisa membantu pembinaan para suster supaya bisa
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui bentuk pelayanan yang dilakukan oleh suster Puteri Kasih
Indonesia untuk meningkatkan efektivitas pelayanan kepada orang miskin.
2. Menemukan dasar pelayanan para suster Puteri Kasih kepada orang miskin.
3. Membantu Para suster Puteri Kasih untuk mencari terobosan baru melalui katekese
guna mengembangkan efektivitas pelayanan kepada orang miskin.
4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu
pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Ilmu Pendidikan dan
Keguruan, Universitas Sanata Dharma.
D. MANFAAT PENULISAN.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: membangkitkan
semangat bagi Para Suster Puteri Kasih dalam pelayanan kepada orang miskin,
memberikan sumbangan pemikiran untuk pembinaan, pelayanan semakin
berkembang dan lebih efektif sehingga pelayanan dapat dirasakan lebih mendalam
oleh orang miskin. Bagi penulis sendiri bisa membantu memperdalam pengetahuan
tentang pelayanan yang dilakukan oleh Serikat di mana penulis akan melaksanakan
pelayanan.
E. METODE PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskripsi analistis.
metode yang menggambarkan dan menganalisa data-data yang dikumpulkan dari
dipertegas dengan adanya studi pustaka untuk menemukan gagasan yang dapat
mendukung dan melengkapi skripsi.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul skripsi ialah “Usaha Meningkatkan Efektivitas Pelayanan Para Suster
Puteri Kasih Indonesia Terhadap Orang Miskin Melalui Katekese Model Shared Christian Praxis” skripsi menanggapi permasalahan yang ditemukan di dalam rumusan permasalahan dan secara rinci akan di bahas pada bab-bab dalam skripsi.
Bab I menguraikan latar belakang penulisan judul skripsi, pokok-pokok
keprihatinan yang tertuang dalam rumusan permasalahan, gagasan dan tujuan yang
dimaksud dalam penulisan skripsi, manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi,
metode yang digunakan, dan garis besar uraian mengenai keseluruhan skripsi.
Bab II menguraikan gambaran umum tentang Serikat Puteri Kasih dan
kenyataan pelayanan yang ada di Indonesia, visi misi Serikat Puteri Kasih, segala
pelayanan yang ada terhadap orang miskin, pada bab ini juga akan dimunculkan
keprihatinan yang dihadapi oleh para suster Puteri Kasih dalam pelayanan.
Bab III menguraikan dasar-dasar teori tentang pelayanan yang ada dalam
Gereja secara umum, pelayanan menurut Kitab Suci lebih sebagai permenungan
tentang pelayanan Yesus, pelayanan menurut konstitusi Serikat Puteri Kasih.
Bab IV berisi suatu tawaran katekese sebagai alternatif lain mengatasi
keprihatinan terutama pembinaan, berisi juga program katekese.
Bab V berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian kesimpulan memuat
kesimpulan akhir dari permasalahan yang sudah dibahas. Sedangkan pada bagian
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN PARA SUSTER PUTERI KASIH INDONESIA TERHADAP ORANG MISKIN
Serikat Puteri Kasih merupakan suatu serikat yang didirikan untuk
menanggapi kebutuhan orang-orang miskin. Pelayanan yang diberikan kepada orang
miskin itu sama dengan pelayanan yang dipersembahkan kepada Yesus sendiri
sebagaimana dikatakan “karena Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu
telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Tidak mengherankan bila sejak
didirikan oleh Santo Vinsensius à Paulo dan Santa Louisa de Marillac pada abad 17,
di dalam Gereja Serikat Puteri Kasih dari Santo Vinsensius à Paulo dikenal sebagai
pelayan-pelayan orang miskin. Demikian pula, karya pelayanan yang dilaksanakan
oleh Serikat Puteri Kasih di Indonesia, secara khusus ditujukan pada orang miskin
beserta kesulitan yang dihadapi.
A. PELAYANAN SERIKAT PUTERI KASIH DI INDONESIA
Serikat Puteri Kasih dikenal secara umum sebagai pelayan orang-orang
miskin. Untuk menjadi pelayan orang miskin manusia berguru pada orang miskin
sendiri. Dengan berguru pada orang miskin manusia akan didorong untuk menjadi
pengabdi keadilan, khususnya bagi orang-orang miskin. Suster Puteri Kasih adalah
pelayan orang miskin, tidak hanya dalam angan-angan, tetapi diwujudkan secara
nyata dalam bentuk pelayanan pada orang-orang miskin. Pelayanan para Suster Puteri
dan Jakarta. Pelayanan para suster Puteri Kasih tidak bisa dilepaskan dari latar
belakang dan keberadaan Serikat Puteri Kasih pada abad XVII.
1. Pendirian Serikat Puteri Kasih
Abad XVII di Perancis dikenal sebagai ‘le grand siècle’ yaitu abad yang agung, karena pada abad itu Perancis mengalami masa yang cemerlang dalam bidang
politik, militer, sastra, seni, serta filsafat. Pada masa itu Perancis berhasil menggeser
Spanyol sebagai negara adikuasa dalam percaturan politik Eropa. Tetapi pada saat itu
rakyat Perancis sangat menderita , suatu keadaan yang sangat memprihatinkan. Di
satu sisi Perancis berhasil dalam bidang tertentu tetapi di sisi lain rakyat mengalami
kemiskinan yang luar biasa, karena penyakit pes, bencana alam yang menghancurkan
penghasilan petani, struktur masyarakat yang sangat menekan orang kecil, dan
terutama perang yang berkepanjangan merupakan sumber derita yang tak terkatakan
(Paulo, 2001: 18).
Pada abad itu Allah memanggil Vinsensius de Paul sebagai bapak orang
miskin. Vinsensius memandang orang-orang miskin yang penuh luka dan derita itu
sebagai majikan. Karena dalam diri orang-orang miskin Vinsensius melihat Kristus
sendiri. Bagi dia melayani orang miskin sama dengan melayani Kristus. Maka karya
bagi orang miskin dipandang sebagai lanjutan doa dan cinta kepada Tuhan yang
berpadu dengan cinta kepada orang kecil (Paulo, 2001: 18).
Setelah melihat orang miskin banyak yang menderita, pada pertengahan tahun
1617 Vinsensius meninggalkan istana keluarga de Gondi dan menjadi pastor di
paroki Chàtillon-les-Dombes (Lyon). Di tempat inilah Vinsensius mendapat
“Persaudaraan Kasih” yang pada akhirnya akan menjadi sebuah perkumpulan yang
terus berdiri sampai sekarang. Untuk membentuk perkumpulan Persaudaraan Kasih
ini, Vinsensius bekerja sama dengan Louisa de Marillac. Akhirnya perkumpulan itu
berkembang menjadi Serikat Puteri Kasih. Vinsensius mendirikan Serikat Puteri
Kasih pada 29 November 1633. Serikat inilah yang menjadi pendukung utama segala
karya yang dibuat oleh Vinsensius. Akhirnya perkumpulan ini berkembang pesat ke
berbagai penjuru dunia. Sampai saat ini Serikat Puteri Kasih melayani 94 negara,
dengan anggota kurang lebih sekitar 21.000 orang suster yang menangani berbagai
macam karya pelayanan terhadap orang-orang miskin (Román, 1993: 36-61).
2. Serikat Puteri Kasih di Indonesia
Serikat Puteri Kasih datang dari Belanda ke Indonesia pertama kali pada 14
November 1931. para suster yang datang pertama di Indonesia antara lain: Sr.
Andrea van de Laak, Sr. Henriette Auerbach, dan Sr. Amelia Kerhofs. Mereka datang
atas undangan Mgr. Dr. Theophile de Backere CM, Prefek Apostolik pertama
Surabaya. Para suster diminta untuk menangani anak-anak di Panti Asuhan Don
Bosco yang sudah dirintis oleh romo Ter Veer CM. Rumah pertama berada di Jl.
Ngemplak no. 8 Surabaya. Dengan bertambahnya anak yang dilayani maka pada
tahun 1937 mereka pindah di Jl. Prinsesselaan (Jl. Tidar) sampai sekarang. Dan pada
tahun-tahun berikutnya para suster Puteri Kasih melebarkan sayapnya ke berbagai
kota secara khusus di Jawa Timur. Pada tahun 1934 Puteri Kasih datang di Kediri
atas permintaan Romo H. Van Megen, CM, mereka pada berkarya di bidang
pendidikan dan asrama untuk anak-anak perkebunan dari luar kota. Akhirnya karya
rumah pendidikan bagi para suster Puteri Kasih di Indonesia (Serikat Puteri Kasih,
1991: 1-3).
Setelah dari Kediri para suster Puteri Kasih melebarkan sayap ke Garum
Blitar pada 19 Juli 1962 atas permintaan Mgr. J. Klooster CM. Karya yang
ditanganai oleh para suster Puteri Kasih ialah melayani rumah tangga Seminari
menengah, karya kesehatan dan sosial (Serikat Puteri Kasih, 1991: 3).
Pada 1 Januari 1965 para suster Puteri Kasih membuka rumah penampungan
lansia yang menjadi bagian dari rumah pusat Kediri. Sekarang dikenal sebagai Panti
Werda tepatnya berada di Dandangan Kediri. Karya para suster berikutnya berada di
kota Bojonegoro yang menangani anak-anak asrama (Serikat Puteri Kasih, 1991: 4).
Pada 3 Desember 1969 para suster Puteri Kasih datang di Tulungagung untuk
mengelola sekolah, sempat ditutup karena kekurangan tenaga, namun setelah dibuka
kembali karya para suster semakin berkembang ke pelayanan sosial, kesehatan,
pelayanan kepada pengemudi becak dan bidang pastoral lainnya (Serikat Puteri
Kasih, 1991: 5)
Pada 15 Maret 1972 para suster Puteri Kasih melayani orang miskin di
Tuban. Karya yang ditangani oleh para suster ialah bidang sosial tetapi akhirnya
ditutup karena kekurangan tenaga. Pada 1 November 1973 para suster Puteri Kasih
masuk di Cepu. Karya Pelayanan meliputi: pendidikan, poliklinik dan karya sosial.
Cepu merupakan tempat para suster misionaris dari Italia datang untuk pertama kali
dan mulai berkarya, di bidang pendidikan, kesehatan dan karya sosial (Serikat Puteri
Kasih, 1991: 6).
Pada 1 Agustus 1977 para suster Puteri Kasih mengajukan permohonan untuk
orang miskin terutama di bidang kesehatan, pendampingan tuna wisma dan bidang
sosial (Serikat Puteri Kasih, 1991: 6).
Pada 7 Agustus 1987 para suster Puteri Kasih mulai melangkah ke Jakarta
Utara tepatnya di Cilincing. Para suster berkarya di bidang sosial, terutama
pelayanan bagi para buruh nelayan (Serikat Puteri Kasih, 1991: 7).
Pada 6 Agustus 1988 para suster Puteri Kasih membuka rumah di
Tanjungsari Surabaya untuk melayani para pemulung, meskipun pada akhirnya
rumah inipun ditutup. Pada 25 Januari 1991 para suster Puteri Kasih meresmikan
rumah Pohsarang sebagai rumah retret sekaligus melaksanakan karya sosial. Pada 27
Maret 1994 para suster Puteri Kasih meresmikan rumah untuk lansia yang berada di
Surabaya. Letak rumah itu berada di sebelah komunitas don Bosco(Serikat Puteri
Kasih, 1991: 8-9).
Pada 28 Maret 1995 para suster Puteri Kasih melangkahkan kaki ke pulau
Kalimantan Selatan dengan pelayanan mengelola rumah untuk lansia dan karya
sosial. Pada 1 Maret 1997 para suster melebarkan pelayanan ke Batulicin dengan
pelayanan di bidang sosial dan pastoral. Pada 27 September 1998 para suster
melangkah lebih jauh lagi di Wamena Papua dengan pelayanan untuk misi
kemanusiaan karena bencana kelaparan. Selain itu para suster Puteri Kasih melayani
bidang sosial seperti bantuan pengobatan, mengajar hidup sehat dan mengajar di
sekolah dasar. Tetapi akhirnya rumah ini ditutup, karena situasi yang sulit adanya
bentrok berdarah antara penduduk asli dan pendatang, maka pelayanan diserahkan
kepada para romo Fransiskan. Pada 23 April 1999 para suster Puteri Kasih membuka
rumah baru di Warakas Jakarta Utara untuk memberikan pelayanan kepada pemulung
Demikianlah Serikat Puteri Kasih terus berkembang hanya karena
penyelenggaraan Ilahi. Di mana ada orang miskin membutuhkan uluran tangan di
situlah para suster akan memberikan pelayanan. Sampai sekarang banyak rumah
didirikan dengan misi utama untuk melayani orang-orang miskin.
3. Serikat Puteri Kasih sebagai Serikat Hidup Apostolik
Serikat Puteri Kasih diakui oleh Gereja sebagai suatu serikat kepausan pada 8
Juni 1668. Dalam Kitab Hukum Kanonik, Serikat Puteri Kasih berada dalam jajaran serikat-serikat hidup kerasulan:
Kan. 731 - § 1. Di samping tarekat-tarekat hidup bakti masih ada serikat-serikat hidup kerasulan, yang anggota-anggotanya tanpa kaul religius mengejar tujuan kerasulan yang khas bagi serikat, dan dengan menghayati hidup persaudaraan dalam kebersamaan menurut gaya hidup khas mereka, mengarahkan kepada kesempurnaan cintakasih dengan mentaati konstitusi
§ 2. Di antara serikat-serikat itu terdapat serikat-serikat yang anggota-anggotannya menghayati nasehat-nasehat injili dengan suatu ikatan yang ditentukan dalam konstitusi (KHK, kan. 731).
Konstitusi serikat Puteri Kasih menerangkan bahwa: “Serikat Puteri Kasih
merupakan Serikat Hidup Kerasulan dalam komunitas, yang menerima
Nasihat-nasihat Injili yaitu menghayati kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan serta melayani
orang miskin secara jasmani dan rohani, melalui suatu ikatan yang ditentukan oleh
Konstitusi” (Konst, no. 1.13).
Para suster Puteri Kasih bukanlah biarawati, bukan pula anggota lembaga
sekular, tetapi mereka menghayati kondisi khusus sebagaimana ditentukan oleh
Konstitusi-konstitusi Serikat Puteri Kasih dari St. Vinsensius à Paulo antara lain:
hidup dalam ikatan dalam bentuk kaul-kaul (Konst, no. 1.4). Kaul ini berakar pada
sumber kekuatan dalam pelayanan sehingga Puteri Kasih di dalam Gereja menyerupai
lembaga Hidup Bakti tanpa menjadi identik dengan mereka, meskipun para suster
Puteri Kasih menjalani hidup bersama, mengucapkan kaul-kaul dan mentaati
konstitusi. Dengan kekhususan itu para Puteri Kasih dimungkinkan untuk menjadi
dirinya sendiri dengan kharisma dan spiritualitas yang dimilikinya dan yang diakui
oleh Gereja.
Anggota Serikat Puteri Kasih tidak mengucapkan kaul religius seperti para
biarawan-biarawati pada umumnya, karena kaul yang diucapkan oleh Suster Puteri
Kasih bersifat privat, artinya tidak diterima oleh seorang pemimpin resmi yang
mewakili Gereja, dalam hal ini adalah Uskup setempat. Kaul privat diperbaharui
setiap tahun secara privat pula. Dalam Serikat Puteri Kasih bukan kaul yang membuat
anggotanya menjadi suster Puteri Kasih, karena menjadi Puteri Kasih sudah terjadi
sebelum mengikrarkan kaul untuk pertama kalinya, ketika mereka masuk masa
novisiat/masa seminari (Konst, no. 2.5).
Istilah kaul yang berlaku untuk satu tahun dan selalu dapat diperbaharui, tidak
berarti kaul itu berlaku sementara atau untuk waktu tertentu. Istilah itu berarti bahwa
pemberian diri kita secara total kepada Allah dalam Serikat, senantiasa diperdalam
dan diperbaharui secara dinamis dan terus menerus supaya tetap aktual. Kaul
diikrarkan tidak sebagai syarat untuk menjadi Puteri Kasih (karena sudah menjadi
Puteri Kasih sejak seseorang masuk ke seminari/novisiat), tetapi kaul diucapkan
karena mereka ingin menjadi Puteri Kasih yang semakin sejati dari hari ke hari
(Konst, no. 2.5).
Istilah “Hidup Kerasulan” selalu menunjuk pada murid yang berkumpul di
Para Rasul 2:42-47; 4:32-35; 5:12-16. Santo Vinsensius sering membandingkan
hidup para Puteri Kasih dengan hidup para Rasul sedemikian rupa sampai berkata
bahwa mereka adalah “rasul-rasul cinta kasih”. Cinta kasihlah yang mendorong
kerasulan atau hidup mereka. Dan para pendiri menggarisbawahi kewajiban mereka
untuk mengejar kesempurnaan status mereka. Tiada perbuatan cinta yang lebih besar
dari pada memberikan diri sendiri secara menyeluruh menurut status dan jabatan
demi keselamatan dan membantu mereka yang terabaikan (Konst, no. 1.4).
Para pendiri menegaskan bahwa berjuang sendirian melawan godaan
ketidak-murnian membawa serta bahaya akan kehilangan panggilan. Maka suster Puteri Kasih
hidup dalam suatu komunitas persaudaraan yang menghantar para suster ke suatu
hidup penuh persaudaraan dengan saling mewujudkan cinta Kristus, saling
mengadakan hubungan persaudaraan sejati dalam suasana kebenaran, kepercayaan,
kegembiraan, saling memberi dan menerima, serta tahu menempatkan apa yang
dimiliki untuk melayani semua, tidak ekslusif hanya berteman dengan orang tertentu
saja dan tidak mau dengan orang lain dalam bersaudara. Mereka perlu menjaga
keseimbangan dalam acara komunitas untuk menghidari kelesuan fisik dan mental
yang sering memberi kesempatan kepada datangnya godaan melawan kemurnian,
mereka perlu cukup waktu untuk istirahat, rekreasi bersama, berdoa, saat hening,
dan kesendirian (Konst, no. 2.17).
4. Visi dan Misi Serikat Puteri Kasih Indonesia
Didorong oleh cinta kasih Kristus (2 Kor 5:14) yang hadir dalam diri orang
suster Puteri Kasih di Indonesia merumuskan suatu Visi dan Misi yang diinspirasikan
dari Konstitusi-konstitusi Serikat Puteri Kasih dari St. Vinsensius à Paulo.
a. Visi Serikat Puteri Kasih Indonesia
Untuk membantu terwujudnya suatu pelayanan seperti yang diinginkan oleh
para pendiri maka Serikat Puteri Kasih menuangkan dalam visi, untuk menangkap
dan memahami kharisma pendiri, rumusan visi seperti tertulis sbb.
Puteri Gereja yang menghayati semangat Vinsensian dalam Serikat Hidup kerasulan yang missioner, meneladan Bunda Maria dalam memberi diri secara total kepada Allah (Konst, no. 1.13).
Hidup dalam komunitas persaudaraan melayani Kristus dalam diri orang miskin dengan rendah hati, sederhana dan penuh kasih (Konst, no. 2.17). Dalam budaya Indonesia mewujudkan persaudaraan sejati serta dialog dalam masyarakat majemuk (Serikat Puteri Kasih, 1991: 14).
Suster Puteri Kasih adalah sebagai Puteri Gereja, yang menunjuk pada
keterlibatan para suster Puteri Kasih dalam misi universal Gereja, yaitu membawa
keselamatan yang disesuaikan dengan kharisma pendiri. Membawa misi Gereja sesuai
dengan kharisma pendiri dengan menjadi pelayan orang miskin. Supaya pelayanan
yang dilakukan oleh para suster Puteri Kasih lebih efektif maka mereka hidup dalam
suatu komunitas persaudaraan. Suatu komunitas yang menjadi suatu tempat menimba
kekuatan di saat para anggota mengalami tantangan dan kelelahan setelah bekerja.
Hal itu menjadi ciri khas dari Serikat Hidup Kerasulan. Karena mengejar
kesempurnaan kasih adalah ciri khas setiap orang Kristiani (LG, art. 39-40), maka
para suster Puteri Kasih mengejar kesempurnaan itu lewat pelayanan dengan sikap
rendah hati, sederhana, dan penuh cinta.
Serikat Puteri Kasih hidup dan berkembang di daerah Jawa Timur yang
masyarakat yang majemuk, maka sebagai salah satu cara yang dilakukan oleh para
suster Puteri Kasih ialah dialog, dan berusaha untuk bisa masuk di berbagai kalangan
baik di kalangan orang kaya maupun orang miskin dengan mengikuti cara hidup
mereka, maka dengan sendirinya mereka harus menyesuaikan budaya setempat,
sehingga mereka tidak merasa asing di mana pun mereka diutus. Para suster Puteri
Kasih mencoba untuk menyesuaikan diri dengan keadaan setempat, pendekatan yang
digunakan harus sesuai dengan budaya setempat supaya pewartaan kabar gembira
dimengerti dan diamini oleh masyarakat setempat.
b. Misi Serikat Puteri Kasih Indonesia
Sebagai bentuk perwujudan dari visi yang telah dibuat oleh para suster Puteri
Kasih maka, mereka menuangkan ke dalam misi. Sebagai arah yang membantu
mereka dalam menjalankan perutusannya sebagai pelayan orang miskin, rumusan
misi yang ada sbb.
Mewujudkan kontemplasi dalam aksi dan aksi dalam kontemplasi bahkan bila perlu meninggalkan Tuhan untuk Tuhan.
Memperjuangkan martabat manusia dan menumbuh-kembangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Melayani orang miskin secara jasmani dan rohani dengan cinta afektif dan efektif, maka pelayanan tidak hanya karitatif melainkan juga pemberdayaan melalui bidang pendidikan sosial kesehatan dan pastoral.
Menanggapi tanda-tanda jaman dan segala macam bentuk kemiskinan baru dengan percaya pada penyelenggaraan Ilahi.
Membentuk jaringan kerjasama dengan keluarga Vinsensian dan kalangan lain untuk menjadi jembatan bagi orang miskin (Serikat Puteri Kasih, 1991: 14).
Untuk melaksanakan visi Serikat Puteri Kasih, maka para suster Puteri Kasih
menuangkan tujuan itu dalam rumusan misi sebagai rumusan yang akan diwujudkan
aksi dalam kontemplasi ialah apa yang didoakan oleh seorang Puteri Kasih itulah
yang dilakukan dalam pelayanannya, dan merupakan persembahan hidup yang suci.
Bila orang miskin memerlukan bantuan para suster, maka selama
melaksanakan pelayanan itu merupakan saat doa bagi para suster Puteri Kasih, tetapi
kegiatan pelayanan tidak boleh menghapus acara doa dalam komunitas. Sebab doa
dalam komunitas yang akan meneguhkan persatuan para suster dengan Allah. Selama
para suster ada dalam persatuan dengan Allah, tidak ada yang perlu ditakutkan dan
dikhawatirkan. Sekarang pertahankanlah persatuan kasih para suster dengan Allah.
Para suster harus tetap tinggal dalam suasana batin yang rekolektif, dalam percakapan
intim dengan Tuhan (Konst, no. 2.1).
Pernyataan di atas menjelaskan bagaimana posisi para Suster Puteri Kasih
dalam melaksanakan misinya. Kalimat “Meninggalkan Tuhan untuk Tuhan” bisa
berarti bahwa kontemplasi dan aksi bukan dua hal yang terpisahkan, melainkan satu,
dan tidak ada pertentangan antara doa dan karya. Bahwa doa lebih melaksanakan
suatu pekerjaan untuk Allah daripada berkarya menjadi pelayan orang miskin. Secara
konkrit apabila seorang suster sedang berdoa di kapel dan di luar ada orang miskin
yang memerlukan pertolongan, maka dengan semangat doa yang dibawa itulah suster
harus keluar menemui dan menolong orang tersebut sebagai perwujudan dari doanya.
Melayani orang miskin dihayati secara jasmani dan rohani dengan cinta afektif
dan efektif. Cinta afektif adalah cinta yang dihayati secara lembut, cinta yang
dirasakan dalam hati. Puteri Kasih hendaknya mencintai secara afektif, artinya
dengan penuh kelembutan mengasihi Tuhan, seperti seorang anak mengasihi
bundanya. Cinta seperti itu lebih terungkap dalam doa-doa, latihan rohani di mana
efektif lebih merupakan cinta yang dinyatakan di dalam aksi. Vinsensius sendiri
menegaskan perlunya menghayati cinta efektif dalam karya pelayanan secara nyata,
sebab dalam pelayanan secara nyata terdapat kasih yang penuh. Mempraktekkan dan
menghayati karya-karya nyata ini merupakan buah yang dihasilkan sesudah orang
mengalami sendiri cinta Tuhan (Konst, no. 2.9).
B. MACAM-MACAM PELAYANAN SUSTER PUTERI KASIH DI INDONESIA
TERHADAP ORANG MISKIN
Allah telah memanggil dan mengumpulkan para Suster Puteri Kasih dengan
tujuan supaya mereka menghormati Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber dan model
segala bentuk kasih. Tujuan itu diwujudkan dengan melayani-Nya, secara jasmani
maupun rohani, dalam pribadi orang-orang miskin.
Puteri Kasih menangani segala karya dengan memberikan prioritas kepada
yang lemah, miskin, dan tersingkirkan dengan semangat siap sedia yang tinggi, dalam
arti bahwa setiap suster dengan kesadaran yang penuh menyiapkan diri bila setiap
saat diutus untuk melayani orang miskin, dan dengan senang hati mereka akan
berangkat, namun tetap menjaga keseimbangan hidup persaudaraan dalam komunitas
dan hidup doa yang menjiwai kegiatan apostolatnya. Karya pelayanan yang
dilaksanakan oleh para suster Puteri Kasih terhadap orang miskin bergerak dalam
bidang pendidikan, sosial, kesehatan, dan pastoral dan semua kegiatan mempunyai
prioritas untuk orang miskin (Yayasan St. Louisa de Marillac, 2006: 1).
1. Bidang Pendidikan
mereka menjadi prioritas utama. Pelayanan ini bermaksud memberikan pendidikan
yang terbaik baik bagi orang miskin dengan bantuan keluarga yang kaya. Dengan
kata lain pendidikan orang miskin dapat dilayani dengan subsidi silang dari para
murid yang kaya.
Pelayanan di bidang pendidikan yang dikelola oleh Yayasan Serikat Puteri
Kasih mulai dari Taman Kanak-kanak/TK sampai dengan Sekolah Menengah tingkat
Pertama/SMP yang tersebar di berbagai kota di Jawa Timur, antara lain di Surabaya,
Kediri, Tulungagung dan Bojonegoro.
a. Pelayanan Bidang Pendidikan Taman Kanak-kanak/TK
Saat ini pelayanan bidang pendidikan Taman Kanak-kanak meliputi: 1 (satu)
Taman Kanak-kanak di Kediri mempunyai 7 (tujuh) kelas dan jumlah siswa ada 223.
1 (satu) TK di Surabaya mempunyai 11 kelas dan jumlah siswa ada 391. 1 (satu)
Taman Kanak-kanak/TK di Tulungagung mempunyai 8 (delapan) kelas dengan
jumlah siswa 216. 1 (satu) TK di Bojonegoro mempunyai 5 (lima) kelas dan jumlah
siswa ada 214. Jadi pelayanan TK seluruhnya ada 4 (empat) komunitas yang tersebar
di empat kota dengan jumlah siswa keseluruhan ada 1044 orang anak (Yayasan St.
Louisa de Marillac, 2006: 3-9; 37-41; 61-63; 71-73).
b. Pelayanan Bidang Pendidikan Sekolah Dasar/SD
Pelayanan bidang pendidikan Sekolah Dasar meliputi 3 (tiga) Sekolah
Dasar/SD di Kediri mempunyai 20 kelas dan jumlah siswa dari ketiga Sekolah
dengan jumlah siswa ada 1008 orang anak. 1 (satu) Sekolah Dasar/SD di
Tulungagung dengan jumlah siswa 578 orang anak 1 (satu) Sekolah Dasar/SD di
Bojonegoro dengan jumlah siswa ada 454 orang anak. jumlah pelayanan pada
Sekolah Dasar/SD ada 9 (sembilan) instansi dan jumlah siswa keseluruhan ada 2.904
orang anak (Yayasan St. Louisa de Marillac, 2006: 10-32; 42-57; 64-67; 74-78).
c. Pelayanan Bidang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama/SMP
Pelayanan bidang pendidikan Sekolah menengah tingkat Pertama/SMP
meliputi: 1 (satu) SMP di Kediri jumlah siswa ada 484 orang anak. 1 (satu) Sekolah
Menengah tingkat Pertama/SMP di Surabaya dengan jumlah siswa ada 421 orang
anak. 1 (satu) Sekolah Menengah tingkat Pertama/SMP di Tulungagung dengan
jumlah siswa ada 401 orang anak. pelayanan di SMP ada 3 (tiga) instansi dengan
jumlah siswa keseluruhan ada 1306 orang anak (Yayasan St. Louisa de Marillac,
2006: 33-36; 58-60; 68-70).
2. Bidang Sosial
Pelayanan dalam bidang sosial dilaksanakan oleh seluruh komunitas, dengan
bermacam-macam pelayanan untuk orang miskin yang disesuaikan dengan situasi
setempat, pelayanan itu antara lain, panti asuhan dalam bentuk asrama atau pun
tinggal di komunitas-komunitas dan di luar panti yang menjadi tanggungan komunitas
[Lampiran 2: (2)-(4); bdk. Lampiran 6: (11)-(12)] Memberikan modal kepada orang
miskin yang ingin membuka usaha, Toko murah untuk orang miskin, juga pelayanan
kepada para pengemudi becak. Kunjungan orang sakit secara nyata dan rutin
Lampiran 4: (7)-(8); Lampiran 7: (13)-(14)]. Tempat rehabilitasi mantan penderita
kusta, rumah singgah anak penjual koran, mendirikan Koperasi kredit. Penitipan
anak, bimbingan belajar dan tambah gizi, memberikan beasiswa kepada anak tidak
mampu hal itu dilakukan oleh komunitas Kediri [Lampiran 3: (5)-(6)]. Melayani
Seminari menengah oleh komunitas Garum [Lampiran 4: (6)-(7)]. pelayanan kepada
lansia, koordinator pelayanan sosial bendahara dari kelompok pekerja Katolik yang
dilakukan oleh komunitas Emaus Surabaya [Lampiran 12: (23)-(24)]. kunjungan di
penjara yang dilakukan oleh komunitas Malang [Lampiran 9: (17)-(18)].
3. Bidang Kesehatan
Pelayanan para suster Puteri Kasih mencakup masalah kesehatan, karena pada
kenyataannya bila berurusan dengan orang miskin selalu dikaitkan dengan sakit dan
kekurang gizi. Ada beberapa pelayanan yang ditangani oleh para suster antara lain:
klinik, akupuntur, poli gigi, rontgen, dilakukan oleh komunitas Surabaya, Kediri,
Cepu, Garum [Lampiran 2: (2)-(4); bdk. Lampiran 3: (5)-(6); Lampiran 4: (7)-(8);
Lampiran 8: (15)-(16)]. Sedangkan yang dilakukan oleh komunitas lain ialah
memberi tambah gizi, membantu biaya pengobatan ke Rumah Sakit, klinik bersalin,
pelayanan bagi para Seminaris dilakukan oleh komunitas Garum, Cepu [Lampiran 4:
(7)-(8); Lampiran 8: (15)-(16)].
4. Bidang Pastoral
Pelayanan di bidang pastoral mendapatkan perhatian yang cukup banyak dari
para suster Puteri Kasih, mengingat bahwa suster Puteri Kasih merupakan Puteri
suster antara lain: pendampingan kaum muda, kunjungan keluarga yang bermasalah,
pendampingan para janda, legio maria, sekolah Minggu, mengajar agama, kirim
komuni bagi orang sakit dan lansia, kunjungan orang sakit promosi panggilan
[Lampiran 2: (2)-(3); bdk. Lampiran 3: (5)-(6); Lampiran 4: (7)-(8); Lampiran 5:
(9)-(10); Lampiran 7: (13)-(14)]. SSV (Serikat Sosial Vinsensius) dilakukan pelayanan
kepada narapidana dilakukan oleh komunitas Malang [Lampiran 9: (17)-(18)]. Rumah
retret yang dikelola oleh komunitas Pohsarang. [Lampiran 11: (21)-(22)].
C. KEPRIHATINAN POKOK YANG MUNCUL DALAM PELAYANAN
TERHADAP ORANG MISKIN
Pelayanan terhadap orang miskin selalau mengalami perubahan setiap saat
sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam perubahan dan perkembangan pelayanan
itulah para suster menemukan berbagai keprihatinan yang muncul yang bisa
menghambat pelayanan, keprihatinan itu antara lain, bentuk pelayanan, fokus
pelayanan, bentuk kerja sama, dan pembinaan para suster yang terus menerus.
1. Bentuk Pelayanan
Pelayanan yang dilakukan oleh para suster Puteri Kasih, berangkat dari
keprihatinan di masyarakat. Bentuk pelayanan menyesuaikan keadaan komunitas dan
masyarakat setempat. Makin hari makin tambah banyak bentuk pelayanan. Sehingga
tidak ada konsep jadi untuk pelayanan. Dengan banyaknya pelayanan muncullah
masalah tenaga, dari data yang ada banyak yang mengungkapan bahwa tenaga suster
sangat kurang, bila dibandingkan dengan pelayanan yang dimiliki oleh setiap
kurang bersemangat dalam pelayanan dan memerlukan spiritualitas yang kuat
[Lampiran 2: (2)-(4); bdk. Lampiran 3: (5)-(6); Lampiran 4: (7)-(8); Lampiran 5:
(9)-(10); Lampiran 7: (13)-(14); Lampiran 9: (17)-(19); Lampiran 15: (29)-(30)].
2. Fokus Pelayanan
Pelayanan para suster Puteri Kasih saat ini berkembang cukup banyak, semua
bentuk kemiskinan baru sudah tidak asing lagi bagi para suster. Dan semua
pelayanan ditujukan untuk membantu mengangkat derajat dan martabat orang yang
dilayani di masyarakat. Karena banyak pelayanan yang dilakukan oleh para suster
Puteri Kasih maka tanpa disadari kadang ada sisi lain yang kurang diperhatikan
seperti fokus pelayanan menjadi kabur. Banyaknya pelayanan yang dilakukan untuk
menanggapi kesulitan orang miskin ditangani maka pelayanan semakin hari semakin
banyak [Lampiran 2: (2)-(4); bdk. Lampiran 3: (5)-(6); Lampiran 4: (7)-(8); Lampiran
9: (17)-(19); Lampiran 15: (29)-(30)].
3. Bentuk Kerja Sama
Para suster Puteri Kasih sadar bahwa kerja sama dengan pihak luar itu
penting, karena tenaga yang dimiliki oleh para suster Puteri Kasih sangat terbatas.
Maka dalam melaksanakan tugas pelayanan para suster Puteri Kasih bekerja sama
dengan berbagai pihak, antara lain dengan tenaga awam yang mempunyai kepedulian
besar terhadap orang miskin. Karena tenaga sukarela awam, maka modal utama
mereka adalah rasa peduli terhadap orang-orang miskin, maka ada hal-hal yang
kurang diperhatikan misalnya ketrampilan. Karena pelayanan yang ditangani cukup
banyak suster yang mempunyai tugas rangkap, menyebabkan pelayanan kurang
optimal, maka pelayanan menjadi biasa-biasa saja lambat untuk berkembang dan
tidak jarang menimbulkan rasa jenuh, semangat berjuang kurang karena banyak tugas
yang ditanggung [Lampiran 2: (2)-(4); bdk. Lampiran 3: (5)-(6); Lampiran 4: (7)-(8);
Lampiran 7: (13)-(14)]
4. Pembinaan Terus Menerus
Pembinaan untuk para suster dan tenaga relawan tentang ketrampilan yang
berkaitan dengan bidang yang ditangani sudah banyak tetapi kurang dipraktekkan
secara optimal. Ada kecenderungan kembali ke cara pelayanan yang sudah ada
sebelumnya. Cara lama lebih mudah untuk dilakukan karena sudah ada contoh yang
dipakai sebagai patokan. para suster bekerja sesuai dengan pengalaman atau belajar
saat menangani pelayanan. Pelayanan yang monoton menimbulkan kejenuhan dan
BAB III
PELAYANAN TERHADAP ORANG MISKIN DALAM GEREJA DAN PELAYANAN MENURUT KONSTITUSI SERIKAT PUTERI KASIH
Pelayanan merupakan unsur yang penting bagi para suster Puteri Kasih.
Pelayanan merupakan suatu aksi yang bersifat integral maksudnya orang yang
melayani orang miskin memberikan perhatian tidak hanya pelayanan jasmani
melainkan harus dalam kaitan dengan pelayanan rohani. Pelayanan orang miskin
perlu ditempatkan secara umum dalam pelayanan Gereja dan secara khusus dalam
Serikat Puteri Kasih.
Untuk memperoleh gambaran pelayanan dalam Gereja, akan dibahas tentang
pelayanan dalam arti umum, kemudian pelayanan menurut Injil, dan pelayanan
Yesus sebagai model pelayanan Gereja. Sedangkan untuk mengetahui gambaran
orang miskin dalam Gereja maka akan dibahas pengertian orang miskin secara umum,
pengertian orang miskin menurut Gereja, dan ajaran Gereja tentang pelayanan
terhadap orang miskin secara khusus dalam Rerum Novarum. Alasan membahas
Rerum Novarum, Ensiklik ini membahas kondisi dan hak-hak para pekerja. Ensiklik mengkritik kedua sistem ekonomi besar dan menegaskan pilihan Gereja untuk
membela kaum miskin. Penulis memilih Ensiklik Rerum Novarum karena dokumen ini memperhatikan masalah sosial dan masih relevan dengan masalah yang sering
muncul di masyarakat sampai saat ini. Sesuai dengan pelayanan yang dilaksanakan
oleh para suster Puteri Kasih, salah satunya yaitu masalah sosial kaum buruh yang
dianggap sebagai budak, dan sering bertindak kurang manusiawi, kurang menghargai
kaum buruh sebagai manusia.
Pelayanan terhadap orang miskin menurut Konstitusi, meliputi beberapa
bahasan antara lain peraturan yang membebaskan, kesiap-sediaan para suster Puteri
Kasih, standar pelayanan suster Puteri Kasih dan semangat dasar dalam pelayanan.
A. PELAYANAN DALAM GEREJA
Untuk menjadi orang Kristiani yang sejati perlu melakukan apa yang
dilakukan oleh Putera Allah, ketika Ia masih berada di bumi ini yaitu bekerja terus
menerus untuk sesama, dengan mengunjungi dan menyembuhkan orang-orang sakit,
dengan mengajarkan jalan keselamatan kepada mereka yang tidak mengenal-Nya.
Barangsiapa menyatakan diri sebagai murid Kristus, ia wajib hidup sama dengan
Yesus yang mengambil rupa seorang hamba (Flp 2:7), tidak ada artinya, kalau para
murid-Nya mengambil rupa penguasa. Pelayanan berarti mengkuti jejak Kristus.
Perwujudan iman Kristiani adalah pelayanan, maka iman Kristiani tidak pernah
menjadi alasan untuk merasa diri lebih baik daripada orang lain (KWI, 1996: 449).
Berdasarkan pandangan ini layaklah bila orang yang menamakan diri sebagai
orang Kristiani, pengikut Yesus melakukan apa yang telah dilakukan oleh Yesus
sendiri. Melibatkan diri dalam pelayanan di wilayah ataupun Tarekat masing-masing,
dengan cara pelayanan itulah orang kristiani menjadi saksi Kristus secara nyata.
Setiap manusia diberi talenta yang berbeda-beda, maka di dalam perbedaan itulah
1. Arti Pelayanan dalam Gereja
Tugas pelayanan dalam Gereja pertama menyangkut orang kristen secara
perorangan dan sikap Kristus merupakan dasar kehidupannya. Sikap pribadi yang
pertama-tama merupakan tuntutan pribadi. Gereja suatu lembaga yang berada di
tengah-tengah masyarakat dituntut untuk menampakkan sikap pelayanan Kristus.
Berbicara pelayanan dalam Gereja tidak bisa lepas dari Rasul Paulus, yang nampak
pada surat-suratnya yang terdapat dalam 1 Kor 12:28-30. Paulus menunjukkan
rupa-rupa pelayanan di dalam umat. Ada yang menerima kurnia sebagai rasul, kurnia
sebagai nabi, dan ada kurnia sebagai pengajar. Kurnia pelayanan yang berbeda-beda
menurut pemberian Tuhan (Abineno, 1974: 64). Tidak ada batasan yang jelas dari
setiap tugas, karena menyangkut berbagai macam pelayanan yang saling berkaitan.
Tujuan dari semua pelayanan ialah untuk pembinaan dan pembangunan umat. Norma
bagi setiap pelayanan ialah kesaksian warta gembira. Kesaksian harus berlangsung
dalam pengabdian dan membawa umat memasuki persekutuan dalam Tuhan. Semua
orang kristen bertanggung jawab bersama untuk membina diri sebagai jemaat dengan
cara serba berbeda menurut situasi hidup dan kurnia atau pelayanan mereka
(Hardawiryana, 1976: 18).
2. Pelayanan dalam Arti Umum
Arti kata “melayani” menunjuk pada sikap perbuatan melayani atau dengan
kata lain perbuatan dalam menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang
lain. Dengan arti seperti di atas maka penulis dapat memberikan gambaran bahwa
dalam pelayanan ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu tahu secara pasti siapa
betul-betul mendapatkan apa yang dibutuhkan. Orang yang melayani diandaikan orang
yang sudah mempunyai pengetahuan khusus atau memiliki kharisma mengenai
pelayanan. Sesuai dengan situasi di atas maka pelayanan juga mempunyai warna yang
berbeda-beda sesuai dengan situasi dan lingkungannya (Poerwadarminta, 1976: 573).
Pelayanan merupakan suatu pengabdian yang menuntut dari pelayan itu suatu
keiklasan untuk melaksanakan dan diandaikan mempunyai kharisma sebagai
ungkapan roh yang menghidupkan. Demikianlah Hardawiryana mengemukakan
pendapatnya seperti dikutip sbb.
Pelayanan ialah bentuk pengabdian tertentu diamalkan secara agak tetap, diakui dalam lingkup jemaat tertentu. Maka sifatnya lebih resmi daripada amal baik bagi sesama begitu saja. Tetapi tak sedikit pula orang beriman yang menjalankan pengabdian tanpa pengakuan resmi itu. Setiap pelayanan mengandaikan suatu kurnia atau kharisma, sebab pada hakekatnya ialah ungkapan Roh yang menghidupkan dan menggerakkan para anggotanya (Hardawiryana, 1976: 14).
Dari kutipan di atas pelayanan tidak menuntut balas dari orang yang telah
dilayani. Melayani lebih dihayati sebagai suatu panggilan hidup sebagaimana telah
dilakukan oleh Yesus sendiri. Bila pelayanan dihayati sebagai suatu panggilan, maka
pelayanan tidak dianggap sebagai suatu beban yang berat tapi dilakukan dengan
tujuan untuk memuliakan Tuhan dan menyucikan diri sendiri. Dalam hal ini dituntut
suatu kesadaran dan kerelaan yang besar untuk ikut ambil bagian meringankan beban
orang yang menderita tanpa mengharapkan suatu imbalan yang menguntungkan diri
sendiri.
Pelayanan merupakan suatu kegiatan khusus yang didukung oleh Gereja,
yang mengungkapkan kehadiran Allah dalam situasi manusiawi serta menguatkan
hidup lebih penuh dalam misteri Allah, dalam persekutuan dengan Allah dan
unsur memuliakan Allah dengan memperhatikan sesama lebih serius lewat
pelayanan, baik dalam kelompok masyarakat maupun dalam kelompok Tarekat
masing-masing dan melihat Allah dalam diri orang-orang yang dilayani. Definisi
yang diberikan ini menghindari pengertian pelayanan secara fungsional atau
relasional saja, meskipun pada akhirnya pelayanan membuka diri manusia terhadap
kenyataan relasional, persekutuan manusia dengan Allah dan sesama dengan
demikian semuanya membawa konsekuensi (Hardawiryana, 1976: 15).
3. Pelayanan Menurut Injil
Kitab Suci merupakan sumber dasar pelayanan bagi orang Kristen. Guru
satu-satunya yang mereka ikuti adalah Yesus melalui pengajaran dan tugas
pelayanan-Nya. Ia memberi contoh bagaimana melayani tanpa membedakan pribadi, kelompok
dari segala tingkat dan latar belakang sosial terutama mereka yang miskin dan sakit,
kaum wanita dan anak-anak (Luk 4:18-19). Maka pada kesempatan ini akan diuraikan
beberapa pelayanan menurut Kitab Suci terutama dalam keempat Injil.
a. Pelayanan Menurut Injil Matius
“Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayan” (Mat
23:11) Matius berbicara seperti itu bermaksud untuk menghindarkan orang dari
kesombongan, orang yang kaya mempunyai kecenderungan jatuh pada kesombongan
maka untuk mengatasi hal tersebut Matius menyarankan yang terbesar menjadi
pelayan bagi sesama. Yesus melarang murid-murid-Nya memakai gelar kehormatan,
karena di Palestina gelar kehormatan merupakan tanda kebanggaan dan kurang
Bapa, gelar ini hanya untuk Allah. Pemimpin yang meniru Yesus harus menjadi
hamba jemaat. Hal ini sudah dilakukan oleh Yesus sendiri ketika ia membasuh kaki
para murid. Yesus datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani
ini membedakan dirinya dengan penguasa yang ada di dunia, yang “menjalankan
kuasanya dengan keras” (Mrk 10:42) Yesus melakukan pelayanan tanpa
mengharapkan balas jasa dari orang lain, berani berkorban dalam segalanya. Hanya
Yesus yang memberikan teladan dan pesan kepada manusia dan bila dilakukan akan
mengubah seluruh hidup manusia. Yesus tidak pernah memandang orang lain lebih
rendah dari diri-Nya. Itulah sikap yang diharapkan oleh Yesus dari murid-murid-Nya.
Setiap pelayanan mengandaikan orang menjadi kecil (Mat 23:11) pemusatan
ditujukan pada orang lain yang dilayani, seperti seorang ibu memusatkan
perhatiannya kepada kebutuhan si anak, guru memusatkan pada kebutuhan murid,
maka dimana seorang pemimpin mencari untung menyalahi etika pelayanan. Berbeda
dengan kekuasaan yang ada di dunia ini yang masih memikirkan untung dan rugi
dalam melakukan pelayanan (Bergant & Karris, 2002: 68).
Pertanyaan mengenai status dalam kerajaan yang akan datang dalam (Mat 20:
20-28) yang dilakukan oleh ibu Yohanes dan Yakobus, supaya anaknya mendapat
tempat terhormat dalam kerajaan. Yesus menjawab, bila ingin mengambil bagian
dalam Kerajaan-Nya mereka harus mengambil bagian meminum cawan
kesengsaraan, dan bukan hak-Nya untuk menempatkan seseorang pada tempat yang
terhormat dalam kerajaan. Yesus menggunakan kesempatan kemarahan para murid
(Mat 20:24) untuk menerangkan dan mengajar mengenai pelayanan kepada orang lain
sebagai jalan untuk menjadi pemimpin dalam jemaat-Nya. Kepemimpinan dipandang
dipertentangkan dengan kepemimpinan menurut pola Yesus, hamba dari semua,
sebagai pelayan yang berani mengurbankan diri demi tebusan bagi banyak orang
(Mat 20:25-27) gambaran tentang pelayanan kepada orang miskin merupakan
pelayanan kepada Yesus sendiri. Hal itu mendorong banyak orang melakukan
pelayanan (Mat 25:45) “sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk
salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukan juga untuk Aku”
(Bergant & Karris, 2002: 71).
Matius mengajak semua orang untuk belajar ren