• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976),"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967,

negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu

agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi

difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential

trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi

(complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak

swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976),

Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation

scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced

Preferential Trading arrangement (1987).Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika

negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk

menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN

menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka

perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.

1

Tahun 1992 dalam KTT ke-5 ASEAN di Singapura ditandatangani Framework

Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus merupakan

tanda telah dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 1 Januari 1993

yang memberi implikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif dan

1

Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerjasama Ekonomi ASEAN, http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc, diakses tanggal 31 Januari 2015.

(2)

perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan dan fasilitasi perdagangan. Dalam

perkembangannya AFTA tidak lagi hanya difokuskan pada liberliasasi perdagangan

barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi yang akan menjadi fokus

penelitian ini.

Lalu muncul sebuah ide untuk membentuk Komunitas ASEAN yang salah satu

pilarnya adalah ASEAN Economic Community (AEC) pada KTT ASEAN ke-9

tahun 2003 di Bali (Bali Concord II) yang bertujuan untuk menciptakan pasar

tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa,

investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas.

Pada tahun 2004 di Vientine, disepakati Vientiane Action Program (VAP) yang

merupakan panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC di tahun

2020.

Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN dalam ASEAN Economic Meeting (AEM)

di Kuala Lumpur pada tahun 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru

(blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengidentifikasi

sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 sesuai dengan Bali Concord II, yang

selanjutya dilakukan percepatan untuk membentuk ASEAN Community dari tahun

2020 menjadi tahun 2015 dalam Cebu Declaration on the Acceleration of the

Establishment of an ASEAN Community by 2015di Cebu, Fillipina,di mana dalam

cetak biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek,

menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi

ASEAN, yaitu:

a.

Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor

barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);

(3)

b.

Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi

(regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT,

energy cooperation, taxation, dan pengembangan UKM);

c.

Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of

equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan

program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan

d.

Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam

hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply

network).

2

Sedangkan kerjasama ASEAN dalam sektor investasi berawal saat

dikemukakannya gagasan pembentukan suatu kawasan investasi ASEAN dalam

Pertemuan Pemimpin ASEAN di Bangkok pada tahun 1995. Lalu dibentukah Work

Comittee of ASEAN Investment Area (WC-AIA) pada tahun 1996 sebagai tindak

lanjut atas gagasan tersebut, komite ini berada di bawah naungan Senior Economics

Official Meeting (SEOM) yang bertugas untuk menyiapkan sebuah persetujuan atau

perjanjian dasar tentang investasi ASEAN.

Perjanjian ini selanjutnya disetujui dan ditandatangani di Makati City, Filipina,

pada tahun 1998 dalam Framework Agreement on ASEAN Investment Area

(FA-AIA). Bersamaan dengan penandatanganan tersebut juga disahkan pembentukan AIA

Council. Dalam FA-AIA telah mencakup seluruh kegiatan Investasi, kecuali investasi

portfolio dan kegiatan investasi lain yang sudah diatur pada perjanjian ASEAN

lainnya , seperti the ASEAN Framework Agreement on Services. Pembentukan

FA-AIA mempunyai tujuan utama untuk menciptakan suatu kawasan Investasi ASEAN

yang liberal dan transparan sehingga dapat meningkatkan arus investasi demi

pembangunan ekonomi nasional dan kawasan.

2

(4)

Kerangka kerja AIA mencakup semua arus investasi asing langsung (Foreign

Direct Investment/FDI) ke ASEAN maupun investasi langsung antar negara-negara

ASEAN. Persetujuan tersebut antara lain akan mengikat negara-negara anggota untuk

menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan

kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka

investasi di industrinya terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN

sebagai suatu kawasan investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, AIA

diharapkan dapat menarik arus investasi langsung ke ASEAN.

Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN Ke-40 pada tahun 2008 yang

berlangsung di Singapura menyepakati untuk membentuk suatu rejim investasi

ASEAN yang lebih terbuka serta mendukung proses integrasi dan daya saing

kawasan yaitu ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang disusun

dengan melakukan review dan penggabungan atas Framework Agreement on the

ASEAN Investment Area (FA-AIA) dan ASEAN Invesment Guarantee Agreement

(ASEAN IGA). Tujuan pembentukan ACIA adalah mendapatkan perjanjian investasi

yang komprehensif yang bersifat forward looking dengan karakteristik, persyaratan

dan kewajiban yang mengacu pada internasional best practice, dan target waktu

liberalisasi yang jelas sejalan dengan AEC 2015 sehingga akan meningkatkan

kepercayaan investor terhadap ASEAN. ACIA akan mendorong lingkungan investasi

yang lebih liberal, transparan, kompetitif serta fasilitatif. Dengan ACIA, ASEAN

based investor akan lebih luas tidak hanya mencakup ASEAN-owned companies.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ACIA dibentuk oleh empat pilar, yaitu:

perlindungan investasi (protection), fasilitasi dan kerjasama (facilitation and

cooperation), promosi dan kepedulian (promotion and awareness) serta liberaliasi

(liberalisation).

(5)

Dalam konteks Hukum Internasional, perjanjian-perjanjian dalam bidang

investasi yang dilaksanakan oleh Negara-negara ASEAN ini merupakan suatu

perjanjian internasional yang telah diatur dalam hukum internasional.Perjanjian

Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh subjek-subjek hukum

internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang

mempunyai akibat-akibat hukum tertentu.

3

Termasuk ke dalam perjanjian

internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara, antara negara

dengan organisasi internasional, dan antara organisasi internasional yang satu dengan

yang lainnya. Karena perjanjian investasi ASEAN ini dilakukan oleh banyak negara

maka Perjanjian Internasional ini merupakan Perjanjian Internasional Multilateral,

yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat didalam

perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Perjanjian-perjanjian

investasi yang disepakati negara-negara ASEAN ini diatur dalam Konvensi WINA

atau Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 yang ditandatangani 23 Mei

1969, dan mulai berlaku (entered into force) sejak tanggal 27 Januari 1980 kemudian

telah menjadi hukum internasional positif. Konvensi ini terdiri dari Pembukaan,

delapan bab, 85 pasal serta tujuh pasal tambahan (annex). Konvensi ini merupakan

instrumen yang memiliki tujuan untuk membentuk perjanjian internasional.Konvensi

Wina 1969 juga mengatur prinsip-prinsip umum dalam hukum perjanjian

internasional.

Perjanjian investasi ASEAN ini salah satu tujuan penyusunaannya adalah untuk

mempromosikan arus free investment dan semakin membebaskan aliran modal.

Melalui integrasi ekonomi yang semakin mendalam, anggota ASEAN dapat

membentuk sebuah kawasan yang memiliki dasar produksi yang luas sehingga dapat

menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung dan

3

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranandan Fungsi dalam Era Dinamika Global. (Bandung: P.T. Alumni, 2011), hlm. 85.

(6)

memperkuat FDI serta perdagangan di kawasan Asia Timur. Hal ini dapat

meningkatkan peluang untuk perusahaan domestik berpartisipasi dalam jaringan

produksi regional dan global.FDI memegang peranan krusial untuk menyukseskan

integrasi ekonomi di ASEAN.Selain masuknya arus modal, nilai tukar mata uang

asing, akses yang lebih mudah ke pasar internasional dan transfer teknologi, FDI juga

dapat menjadi sebuah instrument dalam memperkuat institusi dan menciptakan

lingkungan bisnis yang lebih stabil.

Negara Tujuan FDI (host country) pun telah berubah selama dua dekade

terakhir yang ditandai dengan peningkatan share FDI di Negara Berkembang. Secara

lebih spesifik, share FDI di Negara berkembang telah meningkat dari29 persen pada

tahun 1970 menjadi 47 persen tahun 2011 (UNCTAD, 2013). Sejumlah Negara

ASEAN telah dengan cukup sukses menarik FDI ke dalam negaranya beberapa tahun

terakhir.Aliran masuk FDI ke ASEAN empat kali lipat antara tahun 2002 dan

2007.Namun, nilai tersebut masih di belakang China. Pada tahun 1980-an, anggota

ASEAN pernah mengungguli China namun sejak awal 1990-an posisi tersebut telah

diambil alih oleh China. Oleh karena itu cukup beralasan bahwa mengemukanya

momentum AEC salah satunya dimotivasi oleh berkurangnya FDI di ASEAN. Salah

satu pilar AEC adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik FDI.

4

Sejumlah faktor menjadi penentu besarnya FDI yang mengalir ke host country.

Penciptaan iklim yang kondusif bagi FDI merupakan penunjang utama untuk menarik

FDI ke dalam kawasan ASEAN.Stabilitas ekonomi dan politik telah mengemuka

sebagai faktor yang penting dalam menarik FDI.Faktor penting lainnya adalah rezim

kebijakan mengenai FDI di Negara tujuan (Host Country).Sebuah Negara yang

4

Gek Sintha Mas Jasmin Wika, Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI), http://dspace.uc.ac.id/bitstream/handle/123456789/487/Gek%20Shinta.pdf, diakses tanggal 5 Januari 2015.

(7)

memiliki kondisi yang ideal, seperti ukuran pasar yang luas tidak dapat menarik FDI

bila negara tersebut menetapkan kebijakan pembatasan FDI. Bahkan jika rezim FDI

di negara tersebut lemah akan transparansi dan stabilitas. Hal tersebut menegaskan

bahwa pentingnya kebijakan itu sendiri dalam menentukan daya tarik sebuah negara

sebagai negara penerima arus masuk FDI.

5

Dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kaitannya dengan

Association of Southeast Asian Nations/ASEAN Economic Community (AEC),

dipandang perlu menyesuaikan ketentuan-ketentuan dalam bidang investasi

khususnya mengenai investasi langsung, oleh karena itu dengan ditandatanganinya

Piagam ASEAN dan Blue Print ASEAN menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015

pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007 silam maka setiap negara anggota

ASEAN wajib mematuhi dan mengimplementasikan AEC pada 2015 sesuai yang

disepakati dalam deklarasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Indonesia sebagai anggota ASEAN yang ikut serta dalam kesepakatan investasi

AEC juga turut mengatur masalah Investasi dalam peraturan perundang-undangan

nasionalnya. Penanaman modal atau investasi asing di Indonesia diatur dalam

Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman

Modal) yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Penanaman Modal yang

lama, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

(UUPMA) dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam

Negeri (UUPMDN). Berbeda dengan UUPMA dan UUPMDN yang melakukan

pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam

negeri, maka dalam UU Penanaman Modal yang berlaku sekarang, masalah

penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam suatu kesatuan.

5

(8)

“Penanaman Modal” berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU Penanaman Modal

diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanama modal, baik oleh penanam modal

dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah

Negara Republik Indonesia, sedangkan “penanaman modal asing” dalam Pasal 1

angka (3) UU Penanaman Modal didefenisikan sebagai kegiatan menanam modal

untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun

yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Berdasarkan uraian di atas

maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing (foreign investment) tidak

berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga

yang sifatnya patungan (joint venture), di mana terdapat penggabungan antara modal

yang sumbernya berasal dari luar negeri (foreign capital) dan modal yang sumbernya

berasal dari dalam negeri (domestic capital).

6

Berhubung karena AEC ini akan segera dimulai pada 31 Desember 2015, maka

perlu dilakukan studi terhadap kesepakatan investasi ASEAN tersebut sebagai salah

satu pilar dari AEC itu sendiri. Berikut adalah alasan-alasan mengapa studi ini

menjadi penting:

Pertama, karena dalam meningkatkan daya saing ASEAN untuk menarik

investasi asing perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh

karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan

penanaman modal asing (PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari

intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatnya investasi

asing, pembanguna ekonomi ASEAN akan terus meningkat dan meningkatkan

tingkat kesejahteraan masyarakat ASEAN

6

David Kairupan, Aspek Hukum Penanamanan Modal Asing di Indonesia.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 21.

(9)

Kedua, investasi asing langsung/foreign direct investment (FDI) penting bagi

perkembangan ekonomi suatu negara. Investasi asing langsung dianggap lebih

menguntungkan daripada investasi tidak langsung atau investasi portofolio karena

keunggulan-keunggulan seperti: masuknya modal untuk pembangunan, menambah

devisa negara, berdirinya perusahaan-perusahaan baru sehingga adanya pemasukan

bagi negara melalui pajak, penyerapan tenaga kerja, alih teknologi, manajemen yang

baik, berpengalaman dalam perdagangan internasional, menciptakan permintaan

produk dengan bahan baku sebahagian dari dalam negeri, permintaan terhadap

fluktuasi bunga bank dan valuta asing, memberikan perlindungan politik dan

keamanan wilayah.

Ketiga, Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa

faktor mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan

investasi yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya,

antara lain karena: Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar (42 juta) sebagai

tulang punggung ekonomi domestic, tanah yang kaya dan subur, jumlah penduduk

yang sangat besar (230 juta) sebagai pasar potensial dan tenaga kerja yang kompetitif,

lokasi wilayah yang strategis (berada diantara beberapa jalur transportasi laut

internasional yang vital), ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata uang bebas

7

.

Contoh bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara lain Kakao,

Kelapa sawit, Energi dan mineral dan Perikanan.

7

Lusda Astri, Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Rangka Liberlisasi Investasi dalam Kerangka Hukum ACIA menuju MEA 2015, http://s3.amazonaws.com/academia. edu.documents/36045762/PELUANG_DAN_TANTANGAN_INDONESIA_DALAM_RANGKA_LIBERAL ISASI_INVESTASI-libre.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2015.

(10)

B.

Perumusan Masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut diatas, maka rumusan permasalah yang akan di

bahas dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung dalam rangka ASEAN Economic

Community (AEC) 2015?

2. Bagaimana pengaturan investasi langsung dalam rangka AEC 2015 ini jika ditinjau

dari perspektif Hukum Perjanjian Internasional?

3. Bagaimana harmonisasi hukum nasional tentang investasi asing terkait dengan

kesepakatan ASEAN tentang investasi dalam rangka menghadapi AEC 2015?

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.

Untuk Memberi gambaran tentang apa itu ASEAN Economic Community

(AEC) 2015 yang akan segera berlangsung pada waktu mendatang.

2.

Memberi uraian dan penjelasan mengenai pengaturan investasi langsung

yang di sepakati oleh ASEAN.

3.

Untuk mengetahui bagaiamana pengaturan investasi tersebut jika ditinjau

dalam perspektif Hukum Perjanjian Internasional.

4.

Untuk mengetahui akibat hukum dari ratifikasi ketentuan investasi

terhadap hukum di Indonesia.

(11)

5.

Untuk mengetahui bagaimana harmonisasi hukum investasi nasional

terhadap kesepakatan investasi ASEAN dalam rangka AEC 2015

2. Manfaat Penulisan

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sekaligus pemahaman yang

berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan ilmu hukum pada

khususnya, terutama masalah hukum investasi asing di Indonesia. Serta penelitian ini

diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya terkait substansi penelitian.

2. Secara praktis

Bagi pelaku usaha atau investor baik investor asing maupun dalam negeri,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai ketentuan investasi

asing di Indonesia sehingga dapat membantu menentukan pilihan untuk berinvestasi.

Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

kebijakan dalam bidang investasi, juga diharapkan menjadi pertimbangan bagi

penyempurnaan perangkat ketentuan hukum di bidang Investasi.

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang

lebih mendalam sehingga lebih mengerti bagaimana kondisi hukum investasi serta

pemahaman terhadap peraturan investasi ASEAN.

(12)

D. Keaslian Penulisan

Karya Tulis ini merupakan karya tulis asli, yang mana dalam hal ini penulis

menuangkan segenap gagasan dan sudut pandang tentang Kesepakatan Investasi

Langsung dalam Kerangka ASEAN Economic Community 2015 menurut perspektif

Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional. Topik tersebut diangkat menjadi

judul dari skripsi ini oleh penulis dan merupakan hasil karya tulis yang sejauh ini belum

pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ataupun

Universitas lainnya.

Dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini,

maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya asli dari penulis dengan melihat

dasar-dasar yang telah ada baik melalui literature yang diperoleh dari perpustakaan dan

dari media massa baik media cetak maupun media elektronik, dan juga melalui bantuan

dari berbagai pihak yang dituangkan dalam skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) merupakan realisasi tujuan akhir integrasi ekonomi sesuai visi ASEAN 2020,

yang didasarkan pada kepentingan bersama Negara Anggota ASEAN untuk

memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan

inisiatif baru dengan kerangka waktu yang jelas. Untuk membenuk AEC, ASEAN

harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka,

berwawasan keluar, inklusif, dan berorientasi pada pasar, sesuai dengan aturan-aturan

(13)

multilateral serta patuh terhadap sistem berdasarkan aturan hukum agar pemenuhan

dan implementasi komitmen-komitmen ekonomi dapat berjalan efektif.

8

AEC akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi

serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan langkah-langkah dan

mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisiatif-inisiatif ekonomi yang telah

ada;mempercepat integrasi kawasan dalam sektor-sektor prioritas; mempermudah

pergerakan para pelaku usaha tenaga kerja terampil dan berbakat dan memperkuat

mekanisme institusi ASEAN. Sebagai langkah awal menuju Komunitas Ekonomi

ASEAN, ASEAN telah mengimplementasikan berbagai rekomendasi High Level Task

Force (HLTF) on ASEAN Economic Integration sebagaiman tertera dalam Bali

Concord II.

9

Sebenarnya AEC baru akan terbentuk pada tahun 2020 namun dalam pada KTT

ASEAN ke-12, para pemimpin ASEAN, menegaskan komitmen yang kuat untuk

mempercepat pembentukan Masyarakat ASEAN pada tahun 2015 sejalan dengan Visi

ASEAN 2020 dan Bali Concord II, dan menandatangani Cebu Declaration on

Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015, maka secara

khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan ASEAN Economic

Community pada tahun 2015.

AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN untuk

mencapai AEC 2015, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk

melaksanakan komitmen dalam blueprint tersebut. AEC Blueprint memuat empat

kerangka utama seperti disajikan pada bagan 1, yaitu:

8

Association of South East Asian Nations, ASEAN Economic Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), hlm.6.

9

(14)

a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran

bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas;

b. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen

peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,

pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse;

c. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen

pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk

negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan

d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global

dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan,

dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dari keempat pilar

tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian utama ASEAN.

10

2. Hukum Perjanjian Internasional

J.G. Starke mengatakan bahwaTraktat adalah suatu perjanjian di mana dua

negara atau lebih mengadakan atau bermaksud mengadakan suatu hubungan

diantara mereka yang diatur dalam hukum internasional.Sepanjang perjanjian

antar negara-negara terwujud, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu bukan hal

yang diatur oleh hukum nasional.

11

10

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20E CONOMIC%20COMMUNITY%2015.pdf, diakses pada tanggal 21 Januari 2015.

11

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 55.

(15)

Mochtar

Kusumaatmadjamengatakan

bahwaPerjanjian

Internasional

adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan

bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.

12

Konvensi Wina 1969 Pasal 2 ayat (1)a menyatakanPerjanjian Internasional

berarti suatu persetujuan internasional yang ditanda tangani antar negara dalam

bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah dibuat dalam bentuk

satu instrumen tunggal atau dalam dua instrumen yang saling berhubungan atau

lebih dan apapun yang menjadi penandaan khususnya.

Konvensi Wina 1986 Pasal 2 ayat (1)amenyatakanPerjanjian Internasional

berarti suatu persetujuan internasional yang diatur dengan hukum internasional

dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis:

- antar satu negara atau lebih dan antara satu organisasi internasional atau lebih,

atau antar organisasi internasional.

UU Nomor 37 Tahun l999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 1 ayat

(3)dituliskanPerjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan

apapun, yg diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh

pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi

internasional atau subyek hukum internasonal lainnya, serta menimbulkan hak dan

kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.

Perjanjian internasional memainkan peranan penting dalam mengatur

hidup dan hubungan antar Negara dalam masyarakat internasional. Dalam dunia

yang ditandai saling ketergantungan pada era global ini, tidak ada satu negarapun

yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak diatur dalam

12

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2010), hlm. 72.

(16)

perjanjian internasional. Hal tersebut didorong oleh perkembangan pergaulan

internasional, baik yang bersifat bilateral maupun global. Perkembangan tersebut

antara lain disebabkan oleh karena semakin meningkatnya teknologi komunikasi

dan informasi yang berdampak pada percepatan arus globalisasi masyarakat

dunia.

Perbuatan perjanjian internasional (treaty) yang mengatur berbagai aspek

kehidupan manusia baik secara khusus maupun umum merupakan salah satu sarana yang

efektif dan efisien dalam mengatasi persoalan yang timbul sekaligus guna menjamin

kesejahteraan dan kedamaian untuk manusia. Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian–

perjanjian internasional hanya diatur dalam hukum kebiasaan. Selanjutnya diatur dalam

Vienna Convention on the Law of Treattes yang ditandatangani 23 Mei 1969 , dan mulai

berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980. Konvensi ini telah menjadi hukum internasional

positif.

3. Investasi Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI)

Secara Umum konsep direct investment atau investasi secara langsung sering

dibedakan dengan istilah portofolio investment atau investasi portofolio.

13

Direct

investment sering diartikan sebgai kegitan penanaman modal yang melibatkan:

pengalihan dana (transfer of funds), proyek yang memiliki jangka waktu panjang

(long-term project), tujuan memperoleh pendapatan regular (the purpose of regular income),

partisipasi dari pihak yang melakukan pengalihan dana (the participation of the person

transferring the funds), dan suatu resiko usaha (business risk).

14

Sedangkan portofolio

investment sering dikaitakan dengan investasi yang dilakukan melalui pasar modal atau

13

M. Sornajah, the InternationalLaw on Foreign Investment, Edisi Kedua, (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), hlm. 7.

14

Rudolf Dolzer dan Christopher Schreuer, Principle of International Investment Law, 1stEd., (New York: Oxford University Press, 2008), hlm. 60.

(17)

bursa dengan pembelian efek atau (securities), sehingga tidak melibatkan pengalihan

dana untuk proyek yang bersifat jangka panjang dan karenanya pendapatan yang

diharapkan lebih bersifat jangka pendek dalam bentuk capital gain yang diperoleh pada

saat penjualan efek tersebut dan bukan pendapatan yang bersifat regular, dimana investor

tidak terlibat dalam manajemen perusahaan sehingga tidak terkait langsung dengan resiko

kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan target atau perusahaan dimana

perusahaan dimana investasi itu dilakukan dengan resiko pasar dan efek yang dibeli.

15

Pasal 2 UU Penanaman Modal mengatur secara tegas bahwa ketentuan dalam

undand-undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di Wilayah Republik

Indonesia. Selanjutnya Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan “penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia”

adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanamanan modal tidak

langsung atau portofolio. Namun demikian UU penanaman modal tidak memberikan

definisi yang jelas apa yang dimaksud dengan “penanaman modal langsung” (direct

investment) dan “penanaman modal tidak langsung” (indirect investment) atau

“penanaman modal portofolio”.

16

Pengertian Penanaman Modal Asing ditentukan dalam Pasal 1 angka 9

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang berbunyi:

“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam untuk melakukan usaha di

wilayah negara Repubik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing

baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan

dengan penanam modal dalam negeri”.

17

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diketahui bahwa kegiatan penanaman

modal asing, berdasarkan jumlah modalnya dapat menggunakan dua cara bentuk:

15

David Kairupan, Op.Cit., hlm.20. 16

Ibid, Hal. 20 17

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 9

(18)

1. Modal asing sepenuhnya, artinya semua modal perusahaan mutlak dimiliki

oleh pihak asing; dan atau

2. Modal asing berpatungan dengan penanam modal dalam negeri, artinya

sebagian modal harus berasal dari penanam modal Indonesia. Dimana

saham yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95% sedangkan pihak

penanam modal Indonesia, minimal modalnya sebesar 5%.

F. Metode Penulisan

1. Jenis dan Sifat Penulisan

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam

pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder

belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang

hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

18

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum

primer, sekunder, dan tersier.

a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat. Contohnya

adalah Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal

dan peraturan perundang-undangan lainnya.

18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hal. 33

(19)

b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli

hukum berupa buku-buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah,

laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

c) Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan

hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yang berasal dari

kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan

dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum

normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library

research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian

kepustakaan (library research). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan

dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian

normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan

bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau

bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan-bahan dalam penulisan skripsi

ini.Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh

pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama

besar dibidangnya, koran dan majalah.

(20)

4. Analisa Data

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian

hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan kegiatan

untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas.

Analisa data dilakukan dengan :

19

a) Mengumpulkan

bahan-bahan

hukum

yang

relevan

dengan

permasalahan yang diteliti,

b) memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan

penelitian,

c) mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin,

d) menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau

doktrin yang ada,

e) menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif. Pendekatan

deduktif, yaitu diawali dengan mengemukakan yang bersifat umum

kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus

diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan

adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab per bab yang saling

berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

19

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 45.

(21)

Bab

IBerisikan

pendahuluan

yang

merupakan

pengantar

yang

didalamnyaterurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan

masalahnya, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisannya, tinjauan

kepustakaan, metode penulisan yang kemudian diakhiri dengan sistematika

penulisan.

Bab IIMerupakan suatu bab yang membahas tentang pengaturan mengenai

investasi langsung dalam rangka ASEAN Economic Community 2015 dimana

didalamnya akan diuraikan mengenai pengertian, sejarah, pentingnya investasi di

ASEAN serta instrument-instrumen yang mengatur mengenai investasi di

ASEAN.

Bab IIIMerupakan suatu bab yang membahas tentang pengaturan investasi

langsung pada ASEAN dalam perspektif Hukum Perjanjian Internasional. Dimana

didalamnya akan diuraikan mengenai Hukum Perjanjian Internasional dalam

Konvensi Wina 1969, perjanjian investasi ASEAN sebagai suatu perjanjian

internasional, serta akibat hukumnya.

Bab IV merupakan suatu bab yang membahas tentang pengaturan investasi

langsung pada ASEAN dalam perspektif hukum investasi nasional. Dimana

didalamnya akan diuraikan tentang pengaturan investasi langsung di Indonesia,

harmonisasi hukum investasi serta penyesuaian peraturan di Indonesia.

Bab V merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian

bab-bab sebelumnya. Dalam bab-bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan

uraian skripsi ini, kemudian dilengkapi dengan saran-saran yang mungkin berguna

dan bermanfaat di masa mendatan

Referensi

Dokumen terkait

ASEAN ( Association of Southeast Asian Nations), merupakan suatu organisasi perserikatan bangsa-bangsa Asia Tenggara, pada tanggal 8 Agustus 1976 di Bangkok, ibukota Thailand.

The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) is a regional organization in Southeast Asia with 10 member states, namely: Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, and

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi Association Of Southeast Asian Nations Tahun 2011.

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) adalah sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi yang didirikan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tanggal 8 Agustus 1967

Pada KTT ASEAN Ke-13 di Singapura, bulan Nopember 2007, telah disepakati Blueprint for the ASEAN Economic Community (AEC Blueprint) yang akan digunakan sebagai peta

Indonesia’s most immediate environment is the sub-region of Southeast Asia, and for that reason the Association of Southeast Asian Nations ASEAN, which remains the cornerstone of

ACWC ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children ASCC ASEAN Socio-Cultural Community ASEAN Association of Southeast Asian Nations BFA Beijing

Countries in Southeast Asia who are members of the Association of Southeast Asian Nations ASEAN often have diplomatic relations with Beijing China or non-diplomatic relations with