• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakterisasi Rumput Benggala (Panicum maximum).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakterisasi Rumput Benggala (Panicum maximum)."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakterisasi Rumput Benggala (Panicum maximum).

Rumput benggala (Panicum maximum) merupakan jenis rumput pakan ternak unggul di Indonesia dan dapat tumbuh hingga ketinggian 2000 m dpl (di atas permukaan laut), serta baik untuk ditanam bersama legum. Disamping sebagai tanaman padang pengembalaan, rumput benggala juga dapat dijadikan bahan pakan ternak berupa hay dan silase. Rumput benggala ini termasuk tanaman pakan ternak yang baik untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan bagi ternak ruminansia. Rumput benggala tersebut termasuk tanaman berumur panjang, dapat beradaptasi pada semua jenis tanah dan palatabel (disukai ternak).

Rumput benggala berasal dari Afrika, tanaman tropis ini telah di budidayakan di semua daerah tropis maupun subtropis, karena nilainya sangat tinggi sebagai makanan ternak. Menurut Aganga dan Tshwenyane (2004) bahwa rumput benggala mengandung protein 5,0% sampai 5,6%. Rumput unggul ini mempunyai genus Panicum dan species Panicum maximum. Rumput benggala memiliki daun lebat, tinggi bervariasi menurut varietasnya, parenial, berkembang dengan akar, tunas dan rhizoma (Reksohadiprodjo, 1985). Karakteristik rumput benggala adalah tanaman tumbuh tegak membentuk rumpun mirip padi. Rumput benggala termasuk rumput tahunan, kuat, berkembang biak dengan rumpun atau pols, dengan akar serabut dan batangnya tegak. Tinggi tanaman 1,00-1,50 m, dengan seludang-seludangnya berbulu panjang pada pangkalnya. Daun bentuk pita yang sangat banyak jumlahnya itu terbangun garis, lancip bersembir kasar,

(2)

6 berwarna hijau, panjang 40-105 cm dengan lebar 10-30 mm. Bunga majemuk dengan sebuah malai yang panjangnya 20-45 cm, tegak, bercabang-cabang, acapkali diselaputi lapisan lilin putih. Bulir berbunga 2 yang panjangnya 3 × 4 mm, berbentuk lonjong. Buah yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan mudah rontok sehingga merupakan masalah serius untuk produksi biji. Panjang bijinya sekitar 2,25-2,50 mm, tiap kg biji mengandung 1,2-1,5 juta butir. Rumput benggala dapat tumbuh pada tanah berbatuan dengan lapisan tanah tipis, bahkan pada tanah yang drainase buruk serta toleran pada keadaan kering yang tidak terlampau parah dan tahan naungan. Pada intensitas cahaya 30%-50% masih berproduksi normal (Purbajanti, 2010)

Menurut Hayne (1950), bahwa rumput Panicum maximum masuk ke Indonesia pertama kali yaitu di Jawa yang dikoleksikan pada tahun 1865 dekat Jatinegara dan Van Romburgh dalam buku Aanteekeningen Cultuurtuin dalam Cultuurtuin (Kebun Tanaman) setelah 30 tahun dilaporkan dalam Laporan Kebun Raya Bogor sebagai makanan ternak dengan nama Panicum spectabile NESS (namun tidak tepat) karena sangat baik tumbuhnya sehingga dianjurkan pembudidayaannya sampai sekarang.

2.2. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari beberapa proses metabolisme tumbuhan (Gardner et al., 1991). Menurut Harjadi (1993), bahwa pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan ukuran yang dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter, dan luas bagian tanaman. Parameter lain yaitu pertambahan volume, massa, berat basah dan berat kering tanaman (Nyakpa et al, 1998).

(3)

7 Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain: umur, keadaan tanaman, faktor hereditas, dan zat pengatur tumbuh. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah iklim, tanah, dan kondisi biologis dari lingkungan (Gardner, et al., 1991). Faktor lingkungan utama yang membatasi pertumbuhan tanaman adalah faktor iklim dan tanah. Iklim akan menentukan tipe vegetasi tanaman yang tumbuh dan produksi. Tanah memiliki fungsi primer yaitu memberikan unsur mineral baik sebagai tempat persediaan maupun media untuk pertukaran. Disamping itu tanah menyediakan air sebagai cadangan dan tempat tanaman berpegang serta bertumpu tegak. Pengaruh langsung dari struktur tanah dapat terlihat pada pertumbuhan akar.

Harjadi (1983) menyatakan bahwa didalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, ada dua fase yang berbeda yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Pada fase vegetatif terjadi perkembangan akar, daun dan batang baru. Fase ini berhubungan dengan tiga proses penting yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap awal dari deferensiasi sel atau pembentukan jaringan yang terjadi pada perkembangan jaringan-jaringan primer. Lebih lanjut Fitter dan Hay (1991) menyatakan bahwa semua proses pertumbuhan ini memerlukan karbohidrat sebagai bahan baku energi. Kekurangan persediaan karbohidrat akan berakibat terganggunya proses tersebut yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman. Karbohidrat yang diperlukan tanaman dalam proses pertumbuhan tanaman diperoleh dari aktivitas fotosintesis. Apabila timbul pembatasan faktor pertumbuhan akan terjadi pengurangan pertumbuhan dan perkembangan.

(4)

8 2.3. Pemupukan

Pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur-unsur hara pada komplek tanah, baik langsung maupun tak langsung. Suriatna (1988), menyatakan bahwa pemupukan bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan pemberian unsur hara kedalam tanah. Hara adalah unsur atau senyawa anorganik maupun organik yang terdapat di dalam tanah, atau terkandung di dalam tanah dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemberian hara dalam bentuk pupuk harus ditambahkan dan diberikan ke tanaman secara teratur.

Kebutuhan tanaman akan pupuk ditentukan oleh keadaan iklim, umur tanaman, dan jenis pupuk yang digunakan. Hacker dan Jones (1969), menyatakan bahwa agar kesuburan tanah dapat terus dipertahankan maka perlu adanya pemberian pupuk dalam bentuk pupuk organik ataupun pupuk anorganik. Pupuk organik adalah bahan yang dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa hewan, tanaman dan manusia sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik yang mempunyai kandungan unsur hara tertentu dengan kadar tertentu (Setyamidjaja, 1986).

Peningkatan produksi hijauan makanan ternak tidak terlepas dari peranan pupuk sebagai bahan penyubur, karena dengan memberikan unsur hara akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman agar tercapai hasil lebih tinggi. Unsur hara mutlak tersedia karena tanpa pemberian pupuk sampai batas waktu tertentu akan terjadi kehabisan unsur hara. Habisnya unsur ini sebagai akibat pengambilan hasil pada saat panen, pencucian, erosi dan penguapan.

(5)

9 2.4. Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah). Pupuk organik berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relative (Suriadikarta et al, 2006).

Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh organisme menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan organik berfungsi sebagai pengikat butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam bentuk agregat yang mantap. Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara A1, Fe, dan Mn dapat dikurangi. Penggunaan pupuk organik dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena bahan–bahan organik tersebut tidak dibuang sembarangan yang dapat mengotori lingkungan terutama pada perairan umum. Penggunaan bahan organik sebagai pupuk merupakan upaya penciptaan sumber daya alam yang terbarukan. Bahan organik juga dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun bagi tanaman serta

(6)

10 dapat digunakan untuk mereklamasi lahan bekas tambang dan lahan yang tercemar (Diah, 2005).

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%). Oleh karena itu penggunaan bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan (Sutanto dan Rachman, 2002). Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.

2.5. Kotoran Kambing

Sarief (1995), menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak dan urine serta sisa-sisa makanan yang tidak dihabiskan dan umumnya berasal dari ternak sapi, ayam, kerbau, kuda, babi dan kambing. Tekstur dari kotoran kambing sangatlah khas, karena berbentuk butiran-butiran yang sukar dipecah secara fisik sehingga berpengaruh terhadap proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya. Kandungan hara dari pupuk kandang kambing mengandung rasio yaitu C/N ± 20-50 (Hartatik dan Widowati, 2009).

Pupuk kotoran kambing mengandung bahan organik yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman melalui proses penguraian. Proses ini terjadi secara bertahap dengan melepaskan bahan organik yang sederhana untuk pertumbuhan tanaman. Feses kambing mengandung sedikit air sehingga mudah

(7)

11 terurai. Pupuk organik dapat dibuat dari kotoran kambing (feses) disebut biokultur ataupun biourine (urine kambing). Pupuk cair dari kotoran kambing (feses) memiliki kandungan unsur hara relatif lebih seimbang dibandingkan pupuk organik lainnya karena kotoran kambing bercampur dengan air seni (mengandung unsur hara), hal tersebut biasanya tidak terjadi pada jenis pupuk kandang lain seperti kotoran sapi (Parnata, 2010).

2.6. Kotoran Sapi

Kotoran sapi merupakan limbah peternakan yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan yang berupa limbah padat, cair, dan gas. Kotoran sapi memiliki warna yang bervariasi dari kehijauan hingga kehitaman, tergantung makanan yang dimakan. Setelah terpapar udara, warna dari kotoran sapi cenderung menjadi gelap. Ridwan (2006) menyatakan bahwa satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya. Kotoran sapi merupakan salah satu contoh dari pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi,1983).

Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi ini adalah pupuk yang baik digunakan selama tidak ada masalah polusi logam berat antibiotik. Unsur hara dalam pupuk kandang sapi sangat bervariasi tergantung pada jenis pakan yang diberikan dan cara penyimpanan pupuk kandang tersebut. Umumnya pupuk

(8)

12 kandang sapi mengandung nitrogen 0,97 %, pospor (P2O5) 0,69 %, potasium (K2O) 1,66%, magnesium (Mg) 1,0-1,5% dan unsur hara mikro (Purwa, 2007). Menurut Agustina (2011) kompos kotoran sapi mengandung N 0,7% dan K2O 0,58% dan urinnya mengandung 0,6% N dan 0,5% K.

Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman. Di samping menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.

2.7. Limbah (sludge) Biogas

Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran, sayur) difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali, Eliza., 2007). Limbah sludge biogas merupakan limbah bagian padat dari hasil pengolahan biogas.

Bahan yang umum digunakan untuk menghasilkan biogas salah satunya adalah kotoran ternak terutama kotoran ternak ruminansia, diantaranya seperti kotoran ternak sapi. Pemanfaatan limbah biogas sebagai pupuk dapat memberikan keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Sisa keluaran biogas ini telah mengalami fermentasi anaerob sehingga bisa langsung digunakan untuk memupuk tanaman. Pupuk sendiri dapat dibedakan menjadi dua jika dilihat berdasarkan sumber bahan yang digunakan yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan mineral

(9)

13 yang telah diubah menjadi senyawa kimia yang mudah diserap tanaman. Sementara itu, pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Pupuk yang dihasilkan dari limbah hasil pembuatan biogas adalah pupuk oganik karena bahan dasarnya merupakan limbah organik.

Berdasarkan penelitian Marselius (2010), pemberian dosis pupuk limbah cair biogas dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kangkung darat. Namun peningkatan hasil secara nyata baru terjadi jika dosis pupuk yang diberikan sebanyak 625 liter/ha. Sebaliknya, pemberian pupuk dengan dosis 125–500 liter/ton belum mampu meningkatkan pertumbuhan hasil secara nyata. Dengan dosis 125-500 liter/ha nampaknya belum mampu memenuhi kebutuhan hara bagi kangkung darat.

2.8. Peranan Pupuk Organik Bagi Pertumbuhan Rumput

Peningkatan produksi hijauan pakan ternak tidak terlepas dari peranan pupuk sebagai bahan penyubur, karena dengan memberikan unsur hara akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman agar tercapai hasil lebih tinggi. Sajimin et al. (2001) menyatakan bahwa untuk memperoleh produksi

yang tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan dengan penggunaaan pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia seperti pupuk hijau, kompos, pupuk kandang, dan hasil sekresi hewan dan manusia (Soedyanto et al., 1984).

Pemberian pupuk kandang pada rumput sangat memperngaruhi produktivitas dari tanaman rumput yang dibudidayakan. Hal ini karena penggunaan pupuk kandang bagi tanah secara kimia memberikan keuntungan,

(10)

14 yaitu menambah unsur hara terutama N, P, dan K dan meningkatkan KTK serta secara biologi dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah (Allison, 1973). Susetyo (1985) menyatakan bahwa, NPK mangandung beberapa unsur, antara lain unsur nitrogen (N) yang berfungsi dalam sintesis protein. Protein berfungsi sebagai pembangun protoplasma untuk membentuk organ-organ tanaman. Unsur fosfor (P) berfungsi untuk pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun. Unsur kalium (K) berguna untuk menambah sintesa dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat ketebalan dinding sel dan kekuatan tangkai. Apabila terjadi defisiensi kalium maka akan tampak daun yang hangus pada sebagian tanaman.

Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi tanaman, baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Menurut Anwar dan Bambang (2000) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang (kambing) dengan dosis 10 ton/ha mampu meningkatkan produksi dari rumput raja (Pennisetum purpureum). Lugio (2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang (sapi, domba, kelinci) dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan produksi hijauan berat segar dan berat kering dari rumput Panicum maximum cv. Riversdale.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai pupuk ditentukan oleh banyaknya unsur hara yang terkandung didalamnya, makin tinggi kadar unsur haranya berarti pupuk semakin baik. Bahan kering terdiri dari

Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Tingkah laku makan lain adalah merumput, memakan hijauan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk cair dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan dan kandungan nutrisi rumput benggala pada lahan

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, apabila kurang, pertumbuhan tanaman dan produksi akan berkurang.. Mineral yang termasuk

Tersedianya hijauan pakan ternak yang cukup jumlah dan mutunya, merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha dalam pengembangan ternak sapi

Pelepah sawit bisa digunakan sebagai pakan alternatif ternak ruminansia untuk hijauan yang mampu digunakan untuk pakan ternak, karena pelepah sawit mengandung nitrogen,

Pakan adalah semua bahan yang menyajikan hara atau nutrisi yang dapat dimakan dan dicerna sebagian atau seluruhnya oleh ternak untuk perawatan, pertumbuhan, penggemukan,

Marsono dan Sigit (2002) menyatakan bahwa manfaat pupuk secara umum adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan