• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA KOTORAN DOMBA SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum CV RIVERSDALE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA KOTORAN DOMBA SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum CV RIVERSDALE)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA KOTORAN DOMBA

SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK RUMPUT BENGGALA

(Panicum maximum CV RIVERSDALE)

(Utilization of Probiotic on Sheep Manure as Organic Fertilizer for Panicum

maximum cv. Riversdale)

SAJIMIN,YONO C.RAHARJO,N.D.PURWANTARI danE.SUTEDI

Balai Penelitian Temak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Probiotic is a group of microorganisms that has a positive effect on the plant growth. It accelarates the decomposition process of manure. This experiment was conducted to study the influence of probiotic on compost quality of feces sheep, namely pH, N, P, K,C, Mg and Ca. Each treatment was mixed sheep manure and 2.5% probiotic and the compost process completed in 30 days. The samples were taken at the end of compost processing. Biological test was grass forage (Panicum maximum cv Riversdale) grown in 7 kg soil media and fertilized by 10% of sheep manure (700,0 g/polybag). The treatments were arranged in Completely Randomized Design and 5 treatment were replicated 9 times. Treatments were (1) sheep manure + probion, (2) sheep manure + biovet, (3) sheep manure + trichoderma, (4) sheep manure only and (5) Control no added organic fertilizer. Data collected were compost quality, plant height, tiller number, fresh and dry matter weight of shooting during 6 time harvests with cutting interval of 6 weeks. The results show there were no significant differences in the P, K, C, Mg content by adding probiotic, but the content of Ca and N in the compost were higher than the compost without probiotic. Sheep manure addition with probiotic increased the growth and forage production to 19.6 % compared to control. Optimum forage production was obtained at 3rd, 4th, and 5th harvest. To maintain optimum production of forage, more fertilizer were needed. Key Words: Compost, Probiotic, P. maximum cv Riversdale, Forage Production

ABSTRAK

Probiotik adalah kumpulan mikroba yang mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman dan memiliki kemampuan mempercepat dekomposisi kotoran ternak sebagai pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas pupuk organik dari kotoran domba yang diberi probiotik (probion, biovet, trichoderma). Kualitas pupuk meliputi komposisi kimia yaitu pH, N, P, K, C, Mg dan Ca. Materi tersebut dicampur dengan probiotik masing-masing 2,5% sebagai starter. Proses pengomposan berlangsung 30 hari dan sampel diambil setelah kompos masak. Uji biologi pada tanaman pakan rumput P. maximum cv Riversdale dengan Rancangan Percobaan Acak Lengkap 5 perlakuan dan 9 ulangan. Tanaman diberi pupuk (1) pupuk domba + probion (2) pupuk domba + biovet (3) pupuk domba + trichoderma (4) pupuk domba (5) kontrol. Pemberian pupuk pada level pemupukan yang sama yaitu 10% dari 7 kg media tanah percobaan. Data yang dikumpulkan adalah kualitas kompos, tinggi tanaman, jumlah tunas/rumpun, produksi hijauan segar dan kering selama 6 kali panen dengan interval potong 6 minggu. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tidak nyata pada kadar P, K, C, Mg diantara perlakuan probiotik. Namun demikian berpengaruh lebih tinggi pada kadar 37,4% (Ca) dan 13,17% (N) dari pupuk tanpa probiotik. Penambahan probiotik juga meningkatkan pertumbuhan dan produksi hijauan (P < 0,05) sebesar 19,6% dibandingkan dengan pupuk tanpa probiotik. Produksi hijauan yang optimum dicapai pada pemotongan 3, 4 dan 5. Untuk mendapatkan hasil stabil setelah pemotongon tersebut perlu pemberian pupuk kembali.

(2)

PENDAHULUAN

Penggunaan pupuk organik pada akhir-akhir ini semakin menguat untuk produksi tanaman. Hal ini disebabkan semakin menguatnya kesadaran akan masalah lingkungan hidup dan dampaknya pada lingkungan yang ditimbulkannya. Pupuk organik yang umum digunakan dari ternak ayam, domba dan sapi, tapi akhir-akhir ini sulit didapat karena ketersediaannya sangat terbatas dan harganya semakin mahal. Sehingga petani meningkatkan produksi tanaman menggunakan pupuk anorganik seperti urea, TSP yang mudah aplikasinya. Tapi tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah nutrien yang diperlukan tanaman (GOLABIet al., 2003). Menurut KARAMAet al.

(1991) di Indonesia penggunaan urea mencapai 400 – 600 kg/ha pada padi sawah dan TSP 200 kg/ha, kemudian SIREGAR (1991) melaporkan rumput Gajah dipupuk dengan urea 900 kg, TSP 500 kg, KCl 500 kg per ha/tahun. Namun tidak pasti ada tidaknya respon tanaman tersebut terhadap pupuk yang berlebihan.

Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Seperti yang dilaporkan TISDALE

et al. (1985) pupuk kimia yang berlebihan

dapat mengurangi produksi pertanian, resiko degradasi tanah dan menyebabkan polusi lingkungan. Menurut SIREGAR (1991) pupuk yang diberikan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena beberapa unsur dapat menguap, termobilisasi sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Jika banyak unsur hara dari pupuk yang diberikan tidak dimanfaatkan tanaman, maka peningkatan hasil dari penggunaan pupuk tidak seimbang dan tidak efisien. Selain itu juga berpengaruh pada tanah seperti yang dilaporkan JACOBS (1990) bahwa pemberian N berlebihan adanya pencemaran N03-N di

perairan umum dan adanya hujan HN03. Kemudian JO (1990) penggunaan P berlebihan dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun) akan membentuk lapisan padat (cementing) di atas lapisan tanah bajak.

Berdasarkan hal tersebut maka pupuk anorganik tidak mempunyai sifat yang dapat memperbaiki sifat dan fungsi fisik, biologi tanah secara langsung. Sehingga sekarang telah timbul adanya kesadaran manusia akan lingkungan. Maka akhir-akhir ini meningkat kembali promosi penggunaan pupuk organik

untuk pertanian organik (back to nature). Pupuk organik menurut HUE (1992) adalah dari bahan pupuk hijau dan bahan organik tanaman yang bersifat mengurangi keracunan aluminium dan meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman.

Ketersediaan pupuk organik yang terbatas dan permintaan terus meningkat maka perlu peningkatan mutu pupuk. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pupuk menjadi pupuk organik yang lebih bermutu adalah melalui dekomposisi dengan pemanfaatan mikroorganisme. Mutu pupuk organik yang lebih baik dan meningkatkan produksi tanaman akan banyak diminati. Berbagai produk probiotik seperti EM4, orgadek, stardek mampu meningkatkan mutu pupuk yang dihasilkan. Hasil penelitian SAJIMIN et al.

(2001) dan SURATMINIet al. (2002) melaporkan bahwa dengan penggunaan mikroorganisme pada tanaman pakan mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50% dengan hasil mendekati penggunaan pupuk kimia 100% dari dosis rekomendasi. Pupuk domba yang telah banyak digunakan untuk tanaman pangan, diharapkan kandungan hara akan meningkat dengan penambahan mikroorganisme dalam mempercepat proses dekomposisi sehingga meningkatkan produksi tanaman pakan ternak yang banyak memerlukan pupuk organik maupun anorganik.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan dirumah kaca Balitnak Ciawi, Bogor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran domba dari kandang. Bahan pembantu produksi pupuk organik adalah urea, TSP dan probiotik produksi Balitnak (Probion, Biovet dan Trichoderma). Alat yang digunakan untuk produksi pupuk organik cangkul, skop, thermometer batang dan plastik lembaran hitam untuk menutup tumpukan kompos.

Produksi pupuk organik. Pupuk organik yang diproduksi tersusun dari kotoran domba dengan imbangan: a) Kotoran domba 99,25% + Probion 0,25% + urea 0,25% + TSP 0,25%; b) Kotoran domba 99,25% + Biovet 0,25% + urea 0,25% + TSP 0,25%; c) Kotoran domba 99,25% + Trichoderma 0,25% + urea 0,25% + TSP 0,25%. Kotoran domba yang telah terkumpul ditimbang berat tertentu dan

(3)

digunakan sebagai bahan penyusun pupuk organik. Selanjutnya ditimbang urea, TSP dan probiotik sesuai dengan yang dibutuhkan. Setelah semua siap dilakukan penyusunan pupuk organik pertama-tama ditebarkan diatas lantai semen adalah kotoran, probiotik, urea, TSP demikian seterusnya berlapis-lapis tumpukan pupuk organik. Setelah dua minggu pengomposn dibalik dan selanjutnya seminggu sekali sampai pupuk organik masak. Suhu diamati setiap hari untuk memantau perkembangan mikroorganisme. Setelah 30 hari dilakukan pengujian kemasakan dengan cara melihat perubahan fisik penyusun pupuk organik yaitu bentuk, warna dan teksturnya.

Pengujian kualitas pupuk organik.

Kualitas pupuk organik diuji secara kimiawi dan biologi. Pengujian kimiawi meliputi pH, C, N, P, K, Ca, Fe ,S, Mg, Mn,Cu dan Zn. Sedangkan biologi dengan cara digunakan untuk memupuk tanamn pakan yaitu rumput

Panicum maximum cv Riversdale yang

ditanam dalam polybag diisi tanah kering 7 kg dan diberi pupuk organik sebanyak 10% (700 g/polybag). Rancangan percobaan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 9 ulangan yaitu:

(a)pupuk kotoran domba + probion, (b)pupuk kotoran domba + biovet, (c)pupuk kotoran domba + trichoderma, (d)pupuk kotoran domba

(e)kontrol (tanpa pupuk).

Selanjutnya tanaman diamati jumlah tunas dan tinggi tanaman setiap 6 minggu (sebelum pemotongan) dan interval panen 6 minggu hingga produksi mengalami penurunan (6 kali pemotongan).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis bahan penyusun pupuk organik

Hasil analisis bahan pupuk organik dari kotoran ternak domba setelah dicampur probiotik selama dekomposisi terjadi perubahan bentuk asli penyusun. Perubahan ini ditandai dengan perubahan bentuk fisik penyusun kompos, dipegang terasa lembut dan mudah dihancurkan, berwarna hitam, bau seperti tanah dan mudah dibentuk menjadi bangun seperti bola pimpong. Hasil pengamatan selama dekomposisi telah terjadi peningkatan suhu yaitu 60,2°C pada minggu kedua dan setelah

minggu ketiga menurun kembali menjadi 36,7°C (seperti suhu awal). Keadaan ini menunjukkan bahwa selama dekomposisi telah terjadi perubahan temperatur yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Menurut BALDWIN dan GREENFIELD (2003) bahwa perubahan temperatur dalam dekomposisi pupuk organik mencapai 49°C – 60°C pada saat yang bekerja adalah mikroba anaerob, kemudian setelah bakteri anaerob tidak berkembang digantikan oleh bakteri aerob dan temperatur menurun kembali. Proses dekomposisi juga dipengaruhi oleh materi seperti lignin, selulosa dan lingkungan. Menurut TRIATMOJO (2003) bahwa selama proses pengomposan mikroorganisme memerlukan karbon sebagai energi dan nitrogen untuk memelihara dan membangun sel-sel

tubuhnya. Kemudian GAURR (1995)

menyatakan bahwa selama proses dekomposisi berlangsung perubahan-perubahan bahan organik menjadi CO2 + H2O + nutrien + humus

+ energi.

Hasil dekomposisi dari kotoran ternak domba menjadi pupuk organik, makin banyak timbunan kompos mengandung senyawa N makin banyak panas yang dihasilkan dan makin cepat terjadi pembusukan material oleh mikroorganisme. Tingginya temperatur pada proses dekomposisi juga dapat mengakibatkan matinya biji-biji gulma dan bakteri patogen, sehingga tidak berkembang pada tanaman yang dipupuk. Setelah tiga minggu mempunyai komposisi kimia seperti pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 memperlihatkan kandungan bahan organik kotoran domba dengan penambahan probiotik tidak berpengaruh pada komposisi kimia, namun rata-rata kandungan Ca pada perlakuan probiotik lebih tinggi 37,4% dari perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba dari masing-masing probiotik menghasilkan unsur hara lebih tinggi terutama Ca dan K saat penguraian bahan organik. Menurut TRIATMOJO (2003) bahwa jasad-jasad renik memerlukan N untuk memelihara sel tubuhnya yang kemudian menguraikan bahan organik menjadi CO2. CO2

yang hilang dalam proses pengomposan dapat meningkatkan persentase unsur hara kompos. Hal ini nampaknya juga terjadi pada penelitian ini dengan mutu pupuk organik lebih baik dan setelah diuji pada tanaman pakan seperti pada Tabel 2 dan 3.

(4)

Tabel 1. Kandungan hara pupuk organik kotoran domba dengan penambahan tiga jenis probiotik

Unsur makro Unsur mikro

Variabel pH N (%) C (%) C/N ratio P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) S (%) Fe ppm Mn ppm Cu ppm Zn ppm Probion 7,92 2,39 33,04 14 0,94 2,82 1,69 0,74 0,44 5309 1493 33 1614 Biovet 7,79 2,88 37,60 13 1,13 3,56 2,31 1,06 0,58 5663 1305 31 860 Trichoderma 8,03 3,05 37,37 12 0,86 3,69 2,06 0,78 0,54 4924 1141 28 567 Feses murni 7,70 2,45 34,27 14 1,13 3,50 1,47 0,76 0,52 6301 776 30 1187 Pertumbuhan tanaman

Pada Tabel 2 terlihat bahwa pupuk domba berpengaruh nyata terhadap tinggi dan jumlah tunas tiap rumpun dibandingkan dengan kontrol/tanpa pupuk (P < 0,05). Tetapi penambahan probion maupun biovet atau trichoderma tidak berbeda nyata terhadap tinggi, jumlah tunas yang hanya diberikan pupuk domba.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm) rumput dan jumlah tunas (buah/rumpun) pada umur 2 minggu dan 4 minggu

Minggu ke- Perlakuan

2 4 Pupuk domba + probion 113,00b 27,78b Pupuk domba +biovet 101,33b 29,15b

Pupuk domba + trichoderma 107,22b 27,26b Pupuk domba 101,56b 28,45b Kontrol (tanpa pupuk) 58,02a 8,27a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak beda nyata (P < 0,05)

Namun pengaruhnya pupuk organik berbeda-beda tiap perlakuan, perbedaan disebabkan unsur hara yang dapat diserap tanaman berbeda jumlahnya. Menurut WONG (1985) bahwa C : N rasio dan unsur makro dan mikro dalam pupuk yang dapat diserap tanaman berbeda dari unsur tersebut yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan produksi biomasnya. Tanaman pakan yang diberi pupuk organik selama 6 kali panen rata-rata produksi hijauan segar maupun kering lebih dari tanaman kontrol dan hasil pengamatan produksi rumput tertera pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa penggunaan pupuk domba yang ditambah probiotik maupun tidak ditambah telah meningkatkan produksi hijauan segar/kering. Hasil hijauan dengan penggunaan pupuk organik pada percobaan ini nampaknya juga menunjukkan produksi yang lebih tinggi 79% dibanding penggunaan pupuk kimia yang dilakukan oleh SURATMINI et al.

(2002) pada rumput P.maximum cv Riversdale yaitu rata-rata 15,4 g/rumpun/panen yang diberi pupuk 100 kg N/ha.

Tabel 3. Rataan produksi hijauan segar dan kering rumput P. maximum cv Riversdale

Perlakuan Produksi berat segar g/rumpun Produksi berat kering g/rumpun Pupuk domba + probion 135,85c 31,1c Pupuk domba + biovet 110,9b 25,8b Pupuk domba + trichoderma 113,98b 25,8b Pupuk domba 112,08b 24,3b Kontrol (tanpa pupuk) 14,65a 4,1a

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak beda nyata (P < 0,05)

Jika dibandingkan antar perlakuan maka pupuk domba yang ditambah probion menunjukkan produksi hijauan tertinggi kemudian diikuti Trichoderma dan biovet. Hasil ini diduga pengaruh mikroba yang terdapat pada probiotik menguraikan bahan organik yang ada didalam pupuk lebih sempurna, sehingga mineral yang diperlukan tanaman lebih banyak tersedia. Pengaruh tiap

(5)

perlakuan nampaknya juga terlihat dari tiap pemotongan selama 6 kali panen (Gambar 1).

Gambar 1. Rataan produksi hijauan kering

P. maximum dari 6 kali panen (g/rumpun)

Gambar 1 menunjukkan bahwa produksi hijauan berat kering rumput P. maximum cv Riversdale dari panen pertama sampai pemotongan ke enam (tanaman umur 250 hari) tertinggi dicapai pada panen ketiga dan ke 4 (umur 134 hari dan 176 hari). Kemudian pada umur 208 hari – 250 hari produksi hijauan terus menurun untuk semua perlakuan. Menurunnya produksi ini menunjukkan keterkaitan dengan ketersediaan unsur hara yang telah berkurang. Sehingga untuk mendapatkan hasil yang stabil perlu pemberian pupuk kembali setelah pemotongan keempat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pupuk organik domba berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan maupun produksi rumput P. maximum. Penambahan probiotik pada kotoran domba telah memberikan pengaruh nyata dan meningkatkan produksi hijauan rata-rata 19,6% dari pupuk tanpa penambahan mikroba.

Produksi optimum diperoleh pada panen ke-3, 4 dan 5. Pemupukan lagi perlu dilakukan setelah panen ke 5, untuk tetap mendapatkan produksi hijauan yang optimum.

DAFTAR PUSTAKA

BALDWIN, K.R. and J.T. GREENFIELD. 2003.

Composting on the organic farm. http://www. ncsu.edu/organic farming system Google (6 Oktober 2003).

GAURR,A.C. 1995. a manual of Rural composting. FAO/UNDP. Regional Project RAS. 75/004. Project field Document. No.15.

GOLABI, M.H., T.E.MARLER, E. SMITH, F. CRUZ, J.H.LAWRENCE and M.J.DENNEY. 2003. Use of compost as an alternative to sintetic fertilizers for crop production and agricultural sustainability for the island of Guam. Food and fertilizer Technology Center. Extension Bull. 531. Guam USA.

HUE,N.V. 1992. Increasing soil productivity for the humid tropics through organic matter management. Tropical and subtropical agricultural research. Progress and achievements. The Pasific Basing Administratrive group. University of Hawaii and university of Guam. (Unpublished).

JACOBS,L.W. 1990. Potential Hazards when using

organic materials fertilizers for crop production. Paper presented at Seminar on The use of organic fertilizers in crop production at Soweon. South Korea. 18 – 24 June 1990.

JO, I.S. 1990. Effect of organic fertilizer on soil physical properties and plant growth. Paper presented at Seminar on The Use of organic fertilizer in crop production at Suweon. South Korea.

KARAMA, A.S., A.R. MARZUKI dan I. MANWAN.

1991. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Pros. Lokakarya Nasional efisiensi Penggunaan Pupuk IV. Puslitannak, Bogor.

SAJIMIN,I.P.KOMPIANG,SUPRIYATI,N.P.SURATMINI

dan LUGIYO. 2001. Penggunaan biofertilizer untuk meningkatkan produktivitas rumput gajah (P. purpureum cv Afrika) pada lahan marginal. Pros. Seminar Pengembangan Peternakan Berbasi Sumber daya Lokal. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SIREGAR, M.E. 1991. Kebutuhan pupuk untuk

pengembangan tanaman makanan ternak. Pros. Lokakarya Nasional efisiensi Penggunaan Pupuk IV. Puslitanak, Bogor.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 g/t anama n 50 92 134 176 208 250 Umur tanaman (hari)

(6)

SURATMINI, N.P., SUPRIYATI, I. HELIATI dan I P. KOMPIANG. 2002. Pengaruh biofertilizer dan pupuk kimia pada pertumbuhan dan produksi rumput P.maximum. JITV 7(4).

TISDALE, S.L., W.L. NELSON and J.D. BEATON. 1985. Soil Fertility and fertilizers 4th Edition.

Macmillan Publishing Company. New York. USA.

TRIATMOJO,S. 2003. Pengomposan feses sapi perah dan limbah penyamakan kulit. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 28(4): 195 – 203.

WONG, M.H. 1985. Effects of animal manure compost on Tree (Acacia comfusa) seedling growth. Agriculture waste. England. pp. 261 – 272.

DISKUSI

Pertanyaan:

Apa yang menjadi kriteria, sehingga dapat ditentukan perlakuan terbaik?

Jawaban:

Gambar

Tabel 1.  Kandungan hara pupuk organik kotoran domba dengan penambahan tiga jenis probiotik
Gambar 1.  Rataan produksi hijauan kering  P. maximum dari 6 kali panen  (g/rumpun)

Referensi

Dokumen terkait

Jadwal pelaksanaan proyek pada fase pembangunan restoran Pro AB Chicken Tugas Pekerjaan Minggu ke- Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 TP Pembersihan lahan.. TP Penimbunan

Pengetahuan baik pembuat kebijakan maupun pelaksana kebijakan itu sendiri masih sangat lemah; dan (3) Upaya yang dilakukan SDN Cilempuyang 01 dan SDN Cilempuyang 02 untuk

*) Pengumpulan data realisasi anggaran dan realisasi volume keluaran dilakukan setiap bulan sesuai dengan realisasi yang dicapai dan dapat digunakan sebagai bahan monitoring

Siswa yang yang memiliki gambaran diri secara positif akan menerima diri sendiri seperti apa adanya, menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri; memiliki

Sedangkan nilai kuat geser tanah asli sebe - sar 0,222 kg/cm2, setelah distabilisasi dengan campuran tersebut naik menjadi 0,462 kg/cm2 Kata-kata kunci: Tanah lempung, kuat

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan beberapa ulasan yang ada terkait GHQJDQ SHULODNX NRQVXPVL GDQ SURGXN GHSRVLWR \DQJ DGD GL EDQN V\DUL¶DK VHEDJDL instrumen

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan ketentuan pidana materil dan pidana formil terhadap Tindak Pidana Niaga Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Tanpa

remaja yang salah dalam penanganan acne vulgaris karena pengetahuan remaja terhadap acnevulgari s kurang, dan penanganan yang salah pada acne menimbulkan reaksi seperti