• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Sikatriks Kornea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Sikatriks Kornea"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

SIKATRIKS KORNEA

DISUSUN OLEH : Wisnu Narendratama (030.11.311) PEMBIMBING : dr. R Adri Subandiro, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RSUD DR. SOESELO SLAWI

PERIODE 11 DESEMBER 2017 – 12 JANUARI 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

(2)

Lembar Pengesahan

REFERAT

"SIKATRIKS KORNEA"

Penyusun:

Wisnu Narendratama (030.11.311)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program

Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Mata

RSUD dr. Soeselo Slawi Kab. Tegal

Periode 11 Desember 2017 – 12 Januari 2018

Menyetujui,

Slawi, Desember 2017

Pembimbing

dr. R Adri Subandiro, Sp.M

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas berkat rahmat Allah SWT, karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Sikatriks Kornea. Salawat dan salam juga dihaturkan kepada Rasulullah SAW.

Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD dr. Soeselo Slawi periode 11 Desember 2017 – 12 Januari 2018.

Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada dr. R Adri Subandiro, Sp.M selaku pembimbing referat dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan referat ini.

Penulis sangat berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Slawi, Desember 2017

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Anatomi ... 3 2.2 Fisiologi ... 7 2.3 Sikatriks Kornea ... 8 2.3.1 Definisi ... 8 2.3.2 Epidemiologi ... 8 2.3.3 Etiologi ... 8 2.3.4 Klasifikasi ... 8 2.3.5 Patofisiologi ... 10 2.3.6 Diagnosis ... 11 2.3.7 Tatalaksana ... 12 2.3.8 Pencegahan ... 12 2.3.9 Komplikasi ... 13 2.3.10 Prognosis ... 13

BAB III KESIMPULAN ... 14

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Bola Mata ... 3

Gambar 2. Lapisan – Lapisan Kornea Mata... 4

Gambar 3. Mekanisme Pompa Endotel ... 7

Gambar 4. Nebula ... 9

Gambar 5. Makula ... 9

Gambar 6. Leukoma ... 10

(6)

BAB I PENDAHULUAN

Setiap orang memperoleh hak untuk penglihatan yang optimal pada tahun 2020 dengan mengeliminasi kebutaan yang dapat dicegah. Pada tahun 2000 di Indonesia telah dicanangkan program WHO Vision 2020, the right to sight. Dalam rangka mewujud-kannya diperlukan data gangguan mata, salah satunya yang mengenai kornea berupa parut kornea (Sikatriks Kornea).1,6

Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari kabur sampai dengan kebutaan. Sikatrik kornea dapat berbentuk ringan (nebula), sedang (makula) dan berat (leukoma). Gangguan kornea merupakan penyebab kebutaan kedua didunia setelah katarak. Sikatrik kornea lebih sering disebabkan oleh infeksi, xeropthalmia dan trauma.1

Prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumbar (2,5%), terendah di Provinsi di Sumut, Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Papua Barat dan Papua (0,3%). Prevalensi sikatrik kornea pada salah salah satu mata tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Sulawesi Tengah (0,9%), terendah di Provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Riau (0,1%). Prevalensi sikatrik kornea pada dua mata maupun satu mata terendah dijumpai pada kelompok umur 20-29 tahun (0,1%) sedangkan prevalensi tertinggi ditemui pada kelompok umur ≥ 75 tahun (8.7%).2

Sikatrik kornea dua mata dan sikatrik kornea satu mata berdasar gender hampir sama prevalensinya, sedangkan menurut pekerjaan tertinggi pada petani (1,8%) dan terendah pada pekerja di sektor swasta (0,4%); lebih tinggi pada kelompok yang tidak bersekolah (4,1%) dan terendah pada kelompok pendidikan tamat SLTA (0,4%); lebih tinggi di pedesaan baik dua mata (1,2%) maupun satu mata(0,6%) dibanding perkotaan. Prevalensi sikatrik kornea dua mata (1,1%) lebih tinggi ditemui pada tingkat pengeluran rumah tangga yang rendah sedangkan sikatrik kornea pada satu mata (0,4%) persentasenya lebih rendah pada tingkat pengeluaran rumah tangga yang tinggi. Gangguan penglihatan berat (10,4%) dan dengan kebutaan (9,8%).2

(7)

Saat ini sikatrik kornea terjadi disebabkan oleh trauma berupa trauma tajam, tumpul dan kimia. Selain itu infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan protozoa yang tidak tertangani dengan baik cenderung menjadi ulkus kornea dan juga komplikasi dari penggunaan obat-obat mata secara tradisional. Infeksi tidak tertangani dengan baik dapat terjadi ulkus kornea, ulkus dapat mencapai sampai kelapisan stroma kornea akibat dari penyembuhannya terbentuk sikatrik kornea berupa kekeruhan kornea sehingga tajam penglihatan dapat menurun. Penurunan tajam penglihatan sangat ditentukan oleh letak, luas, serta kepadatan jaringan sikatrik yang terjadi, irregularitas permukaan kornea dan cekungan yang terjadi.3

Bila sikatrik kornea telah mengganggu penglihatan tidak ada pengobatan yang dapat dilakukan kecuali keratoplasti atau pencangkokan kornea, hal ini juga tidak mudah karena membutuhkan waktu sebab donor kornea masih sulit didapat terutama di Indonesia.3,6

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea

Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) membentuk bagian anterior bola mata merupakan jaringan transparan dan avaskular, mempunyai peranan dalam refraksi cahaya. Indeks refraksi korna adalah 1,377 dan kekuatan refraksi sebesar +43.00 Dioptri, merupakan 70% dari kekuatan refraksi mata.3

Permukaan anterior kornea berbentuk agak elips dengan diameter horizontal rata-rata 11,5 - 11,7 mm dan 10,5 - 10,6 mm pada diameter vertikal sedangkan permukaan posterior berbentuk sirkuler dengan diameter 11,7 mm. Pada orang dewasa ketebalan kornea bervariasi dengan rata-rata 0,65 – 1 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian tengah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kurvatur antara permukaan anterior dan posterior kornea. Radius kurvatur anterior kornea kira-kira 7,8 mm sedangkan radius kurvatur permukaan posterior rata-rata 6,5 – 6,8 mm. Kornea menjadi lebih datar pada bagian perifer, namun pendataran tersebut tidak simetris. Bagian nasal dan superior lebih datar dibanding bagian temporal dan inferior. Luas permukaan luar kornea kira-kira 1,3 cm2 atau 1/14 dari total area bola mata.3

(9)

Histologi Kornea

Secara histologis kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu: 1. Epitel

2. Membran Bowman 3. Stroma

4. Membran Descemet 5. Endotelium3

Gambar 2. Lapisan – Lapisan Kornea Mata. 1. Epitel

Tebalnya 50 μm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.3

Terdapat dua fungsi utama epitel: (1) membentuk barier antara dunia luar dengan stroma kornea dan (2) membentuk permukaan refraksi yang mulus pada

(10)

kornea dalam interaksinya dengan tear film. Barier dibentuk ketika sel-sel epitel bergerak dari lapisan basal ke permukaan kornea, secara progresif berdiferensiasi hingga sel-sel superfisial membentuk dua lapisan sel tipis yang melingkar yang dihubungkan oleh tight junction (zonula okluden), merupakan membran yang bersifat semipermiabel dan resistensi tinggi. Barier ini mencegah masuknya cairan dari tear film ke stroma dan juga melindungi struktur kornea dan intraokuler dari infeksi oleh patogen. Mikrovili pada hampir seluruh permukaan superfisial sel-sel epitel dilindungi oleh glikokaliks sehingga dapat berinteraksi dengan lapisan musin tear film agar permukaan kornea tetap licin. Berbagai proses metabolik, biokemikal dan fisikal tampaknya mempunyai tujuan primer mempertahankan keadaan lapisan sel epitel yang berfungsi sebagai barier dan agar permukaan kornea tetap licin. Permukaan kornea yang licin berperan penting dalam terbentuknya penglihatan yang jelas.3

2. Membrana Bowman

Membrana Bowman merupakan lapisan superfisial pada stroma, yang berfungsi sebagai barier terhadap stroma. Kepadatan lapisan Bowman menghalangi penyebaran infeksi ke dalam stroma yang lebih dalam. Lapisan ini tidak dapat beregenerasi sehingga bila terjadi trauma akan diganti dengan jaringan parut.3 3. Stroma

Stroma tersusun atas matriks ekstraselular seperti kolagen dan proteoglikan. Matriks ekstraselular ini memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi kornea. Stroma terdiri atas kolagen yang diproduksi oleh keratosit dan lamella kolagen. Karena ukuran dan bentuknya seragam menghasilkan keteraturan yang membuat kornea menjadi transparan. Serat-serat kolagen tersusun seperti lattice (kisi¬-kisi), pola ini berfungsi untuk mengurangi hamburan cahaya.3

Transparansi juga tergantung kandungan air pada stroma yaitu 70%. Proteoglikan yang merupakan substansi dasar stroma, memberi sifat hidrofilik pada stroma. Hidrasi sangat dikontrol oleh barier epitel dan endotel serta pompa endotel.3 4. Membrana Descemet

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Membrana

(11)

Descemet bersifat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. Membran ini lebih resisten terhadap trauma dan penyakit, dari pada bagian lain dari kornea.3

5. Endotel

Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam, tersusun dari epitel selapis gepeng atau kuboid rendah. Berasal dari mesotelium, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara membran Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya mempunyai pompa Natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam kamera okuli anterior. Ion0ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan cairan di stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma dipertahankan dalam keadaan sedikit dehidrasi, suatu faktor yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas refraksi kornea. Dua faktor yang berkontribusi dalam mencegah edema stroma dan mempertahankan kandungan air tetap pada 70% adalah fungsi barier dan pompa endotel. Fungsi barier endotel diperankan oleh adanya tight junction diantara sel-sel endotel.3

Pompa endotel

Stroma kornea memiliki konsentrasi Na+ 134 mEq/L sedangkan humor aquous 143 mEq/L. Perbedaan osmolaritas tersebut menyebabkan air berpindah dari stroma ke humor aquous melalui osmosis. Mekanisme ini diatur oleh pompa metabolik aktif sel-sel endotel. Pompa metabolik ini dikontrol oleh Na+ / K+ ATPase yang terletak di lateral membrane. Dalam menjalankan fungsinya pompa endotel tergantung pada oksigen, glukosa, metabolisme karbohidrat dan adenosine triphosphatase. Keseimbangan antara fungsi barier dan pompa endotel akan mempertahankan keadaan deturgesensi kornea.3

(12)

Gambar 3. Mekanisme Pompa Endotel3

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.4

2.2 Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan

(13)

edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.4

2.3 Sikatriks Kornea 2.3.1 Definisi

Sikatriks kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea oleh berbagai sebab. Dapat disebabkan oleh trauma, bekas luka, maupun sebab-sebab lainnya.1

2.3.2 Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata ditemui 1,0% sedangkan pada salah satu mata 0,5%. Prevalensi sikatrik kornea pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumatera Barat (2,5%), terendah di Sumut, Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Papua Barat dan Papua (0,3%).2,6

2.3.3 Etiologi

Kondisi medis berikut adalah beberapa kemungkinan penyebab luka kornea. Abrasi kornea Laserasi kornea Burns Herpes simpleks Neurotrophic keratitis Syphilis Kornea cedera Cedera mata Bisa disebabkan oleh luka pada kornea (abrasi, laserasi, luka bakar, atau penyakit), tergantung pada tingkat jaringan parut, visus dapat berkisar dari blur ke kebutaan total walaupun sangat menyakitkan atau penyembuhan transparan (tidak meninggalkan bekas luka). Lecet yang lebih dalam dan ulcerations / luka mengakibatkan hilangnya jaringan kornea, yang diganti oleh jaringan parut. Sikatrik dari penyakit (biasanya peradangan) biasanya merupakan hasil dari proliferasi pembuluh darah baru ke dalam kornea jelas, untuk membantu dalam proses penyembuhan. Penyakit yang menyebabkan vaskularisasi termasuk herpes simpleks, sifilis, dan keratitis.1

2.3.4 Klasifikasi

Penyembuhan luka pada kornea berupa jaringan parut, baik akibat radang, maupun trauma:

(14)

1. Nebula

• Penyembuhan akibat keratitis superfisialis.

• Kerusakan kornea pada m.Bowman sampai 1/3 stroma.

• Pada pemeriksaan, terlihat kabut di kornea, hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan Slit-lamp dan bantuan kaca pembesar.

Gambar 4. Nebula. 2. Makula

• Penyembuhan akibat ulkus kornea.

• Kerusakan kornea pada 1/3 stroma sampai 2/3 ketebalan stroma.

• Pada pemeriksaan, putih di kornea, dapat dilihat di kamar gelap dengan

slit-lamp tanpa bantuan kaca pembesar.

Gambar 5. Makula. 3. Leukoma

• Penyembuhan akibat ulkus kornea.

• Kerusakan kornea lebih dari 2/3 ketebalan stroma. • Kornea tampak putih, dari jauh sudah kelihatan.

(15)

Gambar 6. Leukoma.

Apabila ulkus kornea sampai ke endotel akan mengakibatkan perforasi, dengan tanda :

 Iris prolaps

 COA dangkal

 TIO menurun

Kemudian sembuh menjadi leukoma adheren (leukoma disertai sinekia anterior).4 2.3.5 Patofisiologi

Selama stadium awal, epitel dan stroma di area yang terinfeksi atau terkena trauma akan membengkak dan nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) akan mengelilingi ulkus awal ini dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Pada beberapa inflamasi yang lebih berat, ulkus yang dalam dan abses stroma yang lebih dalam dapat bergabung sehingga menyebabkan kornea menipis dan mengelupaskan stroma yang terinfeksi.3

Sejalan dengan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, respon imun seluler dan humoral digabung dengan terapi antibacterial maka akan terjadi hambatan replikasi bakteri. Mengikuti proses ini akan terjadi fagositosis organism dan penyerapan debris tanpa destruksi selanjutnya dari kolagen stroma. Selama stase ini, garis batas terlihat pada epitel ulkus dan infiltrate stroma berkonsolidasi dan tepinya tumpul. Vaskularisasi kornea bisa terjadi jika keratitis menjadi kronis. Pada stase penyembuhan, epithelium berganti mulai dari area tengah ulserasi dan stroma yang nekrosis diganti dengan jaringan parut yang diproduksi fibroblast. Fibroblast adalah bentuk lain dari histiosit dan keratosit. Daerah kornea yang menipis diganti dengan jaringan fibrous. Pertumbuhan pembuluh darah baru

(16)

langsung di area ulserasi akan mendistribusikan komponen imun seluler dan humoral untuk penyembuhan lebih lanjut. Lapisan Bowman tidak beregenerasi tetapi diganti dengan jaringan fibrous. Epitel baru akan mengganti dasar yang ireguler dan vaskularisasi sedikit demi sedikit menghilang.3

Pada beberapa ulkus yang berat, keratolisis stroma dapat berkembang menjadi perforasi kornea. Pembuluh darah uvea dapat berperan pada perforasi yang nantinya akan menyebabkan sikatrik kornea. Sikatrik yang terjadi setelah keratitis sembuh dapat tipis atau tebal. Sikatrikyang tipis sekali yang hanya dapat dilihat dengan slit lamp disebut nebula. Sedangkan sikatrik yang agak tebal dan dapat kita lihat menggunakan senterdisebut makula. Sikatrik yang tebal sekali disebut

leukoma. Nebula difuse,yang terdapat pada daerah pupil lebih mengganggu

daripada leukoma yang kecil yang tidak menutupi daerah pupil.Hal ini disebabkan karena leukoma menghambat semua cahaya yang masuk,sedangkan nebula membias secara ireguler, sehingga cahaya yang jatuh di retinajuga terpencar dan gambaran akan menjadi kabur sekali.3

Gambar 7. Alur Patofisiologi Sikatriks Kornea. 2.3.6 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien

Agen penyebab Cedera kornea Mulai dari epitel Sampai ke lapisan endotel Inflamasi Nyeri Kerusakan kornea (ulserasi) Sikatrik kornea

(17)

seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.4

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya nebula, makula, leukoma.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti:  Ketajaman penglihatan

 Tes refraksi  Tes air mata

 Pemeriksaan slit-lamp

 Keratometri (pengukuran kornea)  Respon reflek pupil

2.3.7 Tatalaksana

Ketika jaringan parut kornea cukup padat untuk mempengaruhi penglihatan, sebuah transplantasi kornea ditunjukkan. Prosedur ini 90% berhasil karena laju penolakan minimal (karena kurangnya pasokan darah pada kornea). Implikasi: Pengobatan terbaik adalah pencegahan (penyakit dan cedera). Edukasi kebutuhan akan bervariasi, tergantung kondisi individu (luas dan Iocation jaringan parut kornea). Indikasi Keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita 2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.1,3,5

2.3.8 Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus tetap dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata setiap kali ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus kembali dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

 Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

 Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

(18)

Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa tersebut.5

2.3.9 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa kebutaan parsial atau komplit. 2.3.10 Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad Bonam Ad Functionam : Dubia ad Malam Ad Sanationam : Dubia ad Malam

(19)

BAB III

KESIMPULAN

Sikatriks kornea adalah terbentuknya jaringan parut pada kornea oleh berbagai sebab. Dapat disebabkan oleh trauma, bekas luka, maupun sebab-sebab lainnya. Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari kabur sampai dengan kebutaan. Sikatrik kornea dapat berbentuk ringan (nebula), sedang (makula) dan berat (leukoma). Gangguan kornea merupakan penyebab kebutaan kedua didunia setelah katarak. Sikatrik kornea lebih sering disebabkan oleh infeksi, xeropthalmia dan trauma.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea.

Indikasi Keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria untuk dilakukan Keratoplasti.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Edelhauser HF. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of The eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby, 2005 : 47-103 2. Erry. Distribusi dan Karakteristik Sikatrik Kornea di Indonesia, Riskesdas 2007. Media Litbang Kesehatan Volume 22 Nomor 1, Maret Tahun 2012. P30-7.

3. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea. Section 8. San Francisco; 2008-2009: 179-84.

4. Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49

5. Watsky MA, Olsen TW., Cornea and Sclera, In: Duane’s Clinical Ophthalmology, (two volume, chapter four), Lippincott Williams & Wilkins. USA : 2003

6. World Health Organization, Blindness: Vision 2020- Control of Major Blinding Disease and Disorders, The Global Initiative for the Elimination of Avoidable Blinness, feb 2000, in: http://www.who int/mediacentre/factsheets/ts214/en/print.ht ml.

Gambar

Gambar 1. Anatomi Bola Mata. 3
Gambar 2. Lapisan – Lapisan Kornea Mata.
Gambar 3. Mekanisme Pompa Endotel 3
Gambar 4. Nebula.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lakukan +uga analisis regresi logistik dengan metode ack-ard”, tep-ise” Lakukan +uga analisis regresi logistik dengan metode ack-ard”,

Penelitian ini juga menggunakan analisis dokumen karena data diperoleh dari percakapan dalam film terutama perkataan yang mengandung humor.. Data dalam penelitian

menghasilkan manfaat ekonomi, melindungi lingkungan hidup, dan v ital bagi kesehatan manusia. ital bagi kesehatan manusia. Masyarakat tidak selalu menyadari pentingnya

74 LAMPIRAN B: Hasil Pendekteksian

Prosedur yang dilakukan pada Kantor Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Sungailiat dalam analisa dan perancangan sistem informasi kepegawaian yang sedang berjalan

Hal kedua yang dilakukan adalah pemberian perlakuan (x) terhadap kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan media tiga dimensi sedangkan untuk

Simpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa didapatkan hubungan yang signifikan antara nilai APTT dengan volume hematoma pada stroke perdarahan intraserebral dan

Berdasarkan penyajian data dan hasil pembahasan dalam Serat Sana SunuKarya Raden Ngabehi Yasadipura II, dapat diambil kesimpulan Sebagai Berikut : (1) Nilai-nilai moral yang