• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJADWALAN JALUR BUS DALAM KOTA DENGAN ALJABAR MAX-PLUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENJADWALAN JALUR BUS DALAM KOTA DENGAN ALJABAR MAX-PLUS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Matematika IV

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 13 Desember 2008

PENJADWALAN JALUR BUS DALAM KOTA

DENGAN ALJABAR MAX-PLUS

1

Winarni, dan

2

Subiono

1,2 Jurusan Matematika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih - Sukolilo, Surabaya 60111 – Jawa Timur e-mail : 1 w1narn1@telkom.net, 2 subiono2003@telkom.net

Abstrak. Jaringan jalur bus dalam kota merupakan salah satu fasilitas transportasi umum

yang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat kota yang mempunyai karakteristik mobilitasnya cukup tinggi. Jaringan bus TransJakarta (Busway) di Jakarta merupakan salah satu contohnya. Jaringan bus tersebut dibangun antara lain sebagai salah satu solusi permasalahan di sektor angkutan umum dan memberikan pilihan solusi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Salah satu masalah penting dalam sistem transportasi tersebut yang menjadi keluhan masyarakat adalah mengenai ketidakpastian waktu tunggu kedatangan bus di tiap-tiap halte, hal ini dimungkinkan antara lain karena belum adanya penjadwalan yang baik pada sistem tersebut. Dalam makalah ini dikonstruksi model aljabar max-plus untuk penjadwalan keberangkatan bus dalam kota dengan studi kasus jaringan bus TransJakarta.

Kata kunci: jalur bus dalam kota, aljabar max-plus, penjadwalan, bus TransJakarta.

1. Pendahuluan

Transportasi merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan sehari-hari, yang mempunyai pengaruh besar dalam berbagai sektor kehidupan baik bidang ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan dan sebagainya. Terlebih lagi di daerah perkotaan yang masyarakatnya mempunyai mobilitas cukup tinggi, sehingga kebutuhan terhadap tranportasi dapat dikategorikan kebutuhan primer bagi masyarakat kota.

Karakteristik daerah perkotaan yaitu antara lain padat penduduknya dan masyarakatnya mempunyai mobilitas yang cukup tinggi tersebut menjadikan masyarakat kota sangat bergantung pada kebutuhan transportasi. Tentunya hal ini berdampak besar pada arus lalu lintas di jalan raya, sehingga kepadatan bahkan kemacetan arus lalu lintas pun hampir tidak bisa dihindarkan masyarakat setiap hari. Terlebih lagi dengan semakin meningkatnya taraf perekonomian masyarakat dan semakin mudahnya kredit kendaraan bermotor yang tidak diiringi dengan adanya upaya peningkatan dan perbaikan mutu fasilitas dan regulasi sistem transportasi umum secara optimal mengakibatkan pengguna kendaraan pribadi semakin meningkat. Pemandangan kemacetan arus lalu lintas dan dampaknya antara lain polusi udara, stress, pemborosan bahan bakar minyak (BBM) dan lain-lain adalah hal menyedihkan yang harus dihadapi dan dialami masyarakat hampir setiap hari.

Peningkatan dan perbaikan mutu fasilitas dan regulasi dalam pelayanan transportasi umum secara optimal yang mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat, setidaknya dapat memberikan alternatif pada masyarakat untuk lebih memilih menggunakan jasa transportasi umum daripada menggunakan kendaraan pribadi sendiri-sendiri. Jika masyarakat sudah lebih tertarik menggunakan jasa transportasi umum, hal ini berarti penggunaan kendaraan pribadi berkurang sehingga mengurangi kemacetan arus lalu lintas di jalan raya dan secara tidak langsung ikut memberikan kontribusi pada penghematan BBM.

Saat ini di Jakarta khususnya sedang terus dikembangkan jaringan transportasi TransJakarta dalam upaya untuk mengatasi kemacetan, salah satunya adalah busway. Jika dilihat dari perencanaannya dan terlepas dari kesadaran masyarakat mengenai jalur khusus busway yang relatif masih kurang, sistem tersebut mempunyai peluang besar untuk berhasil, terlebih lagi ketika harga BBM semakin mahal. Mengutip suatu artikel mengenai busway, dikatakan bahwa peranan busway semakin penting ketika harga BBM naik (http://bataviabusway.blogspot.com).

Namun, sejauh ini masih banyak keluhan dari pengguna antara lain mengenai ketidakpastian kedatangan bus di tiap-tiap halte, terkadang cepat terkadang cukup lama bahkan bus sudah penuh penumpang. Dengan sistem yang ada saat ini, para pengguna jasa bus TransJakarta seringkali harus

(2)

menunggu bus dengan ketidakpastian. Meskipun kondisi halte dalam keadaan kosong, tidak menjamin penumpang bisa langsung naik bus yang datang berikutnya, terutama pada jam-jam sibuk (http://TransJakartainfo.com). Hal ini dimungkinkan karena belum adanya penjadwalan pada sistem tersebut yang dapat mengoptimalkan alokasi jumlah armada sehingga kebutuhan pengguna jasa TransJakarta dapat terpenuhi dan kendala operasional lainnya..

Kajian yang mengarah pada tujuan memperbaikan sistem transportasi umum perlu terus dikembangkan. Terkait dengan masalah ini, mulai tahun 90an hingga saat ini kajian teori Aljabar Max-Plus untuk pemodelan, analisis dan kontrol antara lain dalam jaringan transportasi, bidang manufaktur, jaringan komunikasi dan sistem komputer terus berkembang.

Berdasarkan uraian di atas, dalam makalah ini akan dikaji mengenai model aljabar max-plus untuk mendesaian penjadwalan suatu jaringan transportasi umum dalam hal ini jalur bus dalam kota dengan studi kasus jaringan busway TransJakarta. Penelitian ini, dimaksudkan sebagai salah satu upaya ikut serta memberikan kontribusi untuk perbaikan sistem lebih lanjut sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat khususnya berkenaan dengan keluhan masyarakat tersebut di atas.

Dalam makalah ini akan disajikan mengenai kajian sistem jaringan busway TransJakarta berdasarkan sumber di internet, Kantor Badan Layanan Umum TransJakarta, dan observasi di lapangan, selanjutnya dari data-data yang diperoleh tersebut akan disusun grap dari jaringan busway dan dihitung distribusi jumlah bus yang beroperasi pada saat tertentu. Di bagian selanjutnya akan disusun model aljabar max-plus untuk penjadwalan busway. Dan terakhir akan diberikan kesimpulan dan saran untuk penelitian lebih lanjut.

2. Sistem Jaringan Busway TransJakarta

Jakarta adalah salah satu kota termacet di Indonesia. Saat ini, di Jakarta sedang terus dikembangkan jaringan transportasi dalam upaya untuk mengatasi kemacetan, antara lain jaringan busway TransJakarta. Adapun denah jaringan busway TransJakarta baik yang sudah beroperasi atau sedang dalam proses adalah sebagai berikut (http://bataviabusway.blogspot.com):

Gambar 1. Denah Busway Koridor 1 – 7

Dalam makalah ini, yang akan dikaji adalah jaringan bus TransJakarta (busway) di Jakarta dengan jumlah koridor yang sudah aktif beroperasi sampai dengan bulan November 2008 yaitu sebanyak 7 koridor seperti dalam Gambar 1. di atas. Ada sedikit perubahan pada koridor 6, yaitu rute Ragunan – Halimun menjadi Ragunan – Dukuh Atas 2.

Adapun jumlah armada maksimum yang dialokasikan untuk tiap-tiap koridor berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Badan Layanan Umum TransJakarta adalah sebagai berikut: (untuk hari kerja dari jam 05.00-08.00)

Tabel 1. Alokasi Bus Tiap Koridor Busway

Koridor 1 (Blok M -Kota) Pemberangkatan bus dari Pool ke Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) Blok M/M.Agung Kota/H.I

05:00 - 6:00 4,5 20 12 8

06:00 -07:00 1,8 50 17 13

07:00 - 08:00 1,1 80 18 14

(3)

Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) Pulo Gadung/Asmi Harmoni/Pedongkelan

05:00 - 06:00 5 20 12 8

06:00 - 07:00 2 43 13 10

07:00 - 08:00 2 43 0 0

Koridor 3 (Kalideres - Harmoni - Pasar Baru) Pemberangkatan bus dari Pool ke Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) Kalideres Harmoni

05:00 - 06:00 6 20 8 12

06:00 - 07:00 2,4 46 16 10

07:00 - 08:00 2,4 46 0 0

Koridor 4 (Pulo Gadung - Dukuh Atas 2) Pemberangkatan bus dari Pool ke Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) PuloGadung Dukuh Atas 2

05:00 - 06:00 5 20 12 8

06:00 - 07:00 3 30 6 4

07:00 - 08:00 3 30 0 0

Koridor 5 (Ancol - Kampung Melayu) Pemberangkatan bus dari Pool ke Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) Ancol Kp. Melayu

05:00 - 06:00 5,6 18 6 12

06:00 - 07:00 4,3 22 2 3

07:00 - 08:00 3,7 27 2 2

Koridor 6 (Ragunan - Dukuh Atas 2) Pemberangkatan bus dari Pool ke Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) Ragunan Dukuh Atas 2

05:00 - 06:00 5 20 12 8

06:00 - 07:00 3 31 7 4

07:00 - 08:00 3 31 0 0

Koridor 7 (Kampung Melayu - Kampung Rambutan) Pemberangkatan bus dari Pool ke Periode Headway (menit) Alokasi bus (unit) Kp. Melayu Kp. Rambutan

05:00 - 06:00 5 20 8 12

06:00 - 07:00 3,3 30 0 10

07:00 - 08:00 3,3 30 0 0

Ket: Headway adalah interval waktu di ujung koridor antara keberangkatan bus dengan keberangkatan bus sebelumnya.

Adapun data waktu tempuh antar halte di tiap koridor yang diperoleh dari obsevasi di lapangan selama beberapa hari yaitu tanggal 25 – 29 Agustus, 21 – 23 Oktober, dan 12 November 2008. Namun, karena terbatasnya jumlah halaman makalah ini, data tersebut tidak dapat ditampilkan lengkap dalam makalah ini hanya dirangkum dalam Tabel 2. Data tersebut, selanjutnya diasumsikan tetap.

Berdasarkan data-data di atas dapat disusun grap dari jaringan busway adalah sebagai berikut:

Keterangan: Warna arc Merah : Koridor 1 Biru : Koridor 2 Kuning : Koridor 3 Pink : Koridor 4 Ungu : Koridor 5 Hijau : Koridor 6 Orange : Koridor 7 Node KT : Kota HAR : Harmoni DA1 : Dukuh Atas 1 DA2 : Dukuh Atas 2 BM : Blok M SN : Senen SNS : Senen Sentral PG : Pulo Gadung KD : Kalideres PB : Pasar Baru MN1 : Mantraman 1 MN2 : Mantraman 2 HL : Halimun ANC : Ancol KM : Kampung Melayu RG : Ragunan KR : Kampung Rambutan : Skywalk

Gambar 2. Grap Jaringan Busway

Berdasarkan data waktu tempuh rata-rata antar halte pada masing-masing koridor dan juga mempertimbangkan hasil observasi lokasi dan kondisi halte-halte transfer dan halte ujung koridor yang memungkinkan bus bisa parkir/berhenti lama di sekitar halte atau tidak maka diperoleh jumlah distribusi bus yang beroperasi pada saat tertentu (dalam hal ini akan di gunakan waktu referensi 07.30) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

(4)

3. Model Aljabar Max-Plus

Sistem transportasi dapat dikatakan sebagai Sistem Dinamik Event Diskrit (SDED) sama halnya sebagai sistem manufakturing, Kedinamikan dari sistem tersebut digambarkan sebagai evolusi perlakuan sistem selama diberikan waktu periodenya. Sistem transportasi dinamik diatur dengan sinkronisasi, paralelisasi dan kejadian yang serentak/concurrency (Nait-Sidi-Moh, A., dkk., 2008).

Penggunaan pendekatan aljabar max-plus dalam sistem even diskrit dinamik adalah karena aljabar max-plus dapat menangani dengan mudah proses sinkronisasi (Braker, 1990). Pendekatan dengan aljabar max-plus terkenal dengan kemampuannya untuk diadaptasikan pada masalah yang dapat dimodelkan dengan event-graph (Nait-Sidi-Moh, A., dkk., 2008). Aljabar max-plus dapat dilihat penerapannya dalam sistem manufaktur dan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan jaringan transportasi yang sering berasal dari kejadian seperti sinkronisasi antara resources dan konflik yang terjadi ketika distribusi resources diperlukan (Nait-Sidi-Moh, A., dkk., 2008).

Sebelum, menyusun model aljabar max-plus, berikut diberikan konsep dasar mengenai struktur aljabar Rmax sebagai berikut:

Definisi 1 : Struktur aljabar Rmax (Baccelli, dkk, 1992).

Rmax menotasikan himpunan bilangan real R ∪ {ε=−∞} dengan dua operasi biner max dan plus

yang masing-masing dinotasikan dengan ⊕ dan ⊗.

¨ Untuk setiap a,b∈Rmax, didefinisikan operasi ⊕ dan ⊗dengan

) , ( maksab b a def = ⊕ dan a b a b (1) def + = ⊗

Elemen netral untuk operasi ⊕ adalah =−∞ dan elemen netral untuk operasi

def

ε ⊗adalah 0.

def e=

Operasi ⊕ dibaca o-plus dan operasi dibaca o-times. Himpunan Rmax dengan operasi dan

disebut aljabar max-plus dan didefinisikan sebagai

ℜmax= { Rmax, ⊕, ⊗, ε , } (Baccelli, dkk,

1992).

e Adapun bentuk umum model aljabar max-plus adalah sebagai berikut:

Suatu barisan (x(k):kN)dapat digenerate oleh ) ( ) 1 (k A xk x + = ⊗ (2) untuk k≥0, di mana A∈Rnmax×x, x∈Rn dan x(0)=x0adalah kondisi awal.

Secara ekivalen barisan x(k)dapat ditulis

0

)

(k A x

x = ⊗k⊗ (3) untuk semua k≥0. (Heidergott, B., dkk, 2006)

Dalam hal ini, x(k)adalah waktu keberangkatan bus yang ke-k di suatu halte.

Selanjutnya, diperlukan pendefinisian variabel yang digunakan untuk sistem tersebut. Untuk lebih memudahkan penulisan akan ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 2. Variabel dan Distribusi bus di Tiap Koridor

Koridor Variabel Keberangkatan

dari Menuju ke halte Waktu Tempuh (menit) Jumlah bus yang beroperasi 1 x1 Blok M Dukuh Atas 1 19,71 18

1 x2 Dukuh Atas 1 Harmoni 15,23 12

1 x3 Harmoni Kota 12,83 7

1 x4 Kota Harmoni 10,98 9

1 x5 Harmoni Dukuh Atas 1 20,21 17 1 x6 Dukuh Atas 1 Blok M 14,21 5

2 x7 Pulo Gadung Senen 19,5 10

2 x8 Senen Harmoni 17 9

2 x9 Harmoni Senen 15,86 8

2 x10 Senen Pulo Gadung 16,75 8

3 x11 Kalideres Harmoni 24,67 10

3 x12 Harmoni Pasar Baru 8 4

3 x13 Pasar Baru Harmoni 6,24 2

3 x14 Harmoni Kalideres 26,5 11

4 x15 Pulo Gadung Mantraman 2 24,38 9 4 x16 Mantraman 2 Halimun 12,61 4

(5)

4 x18 Dukuh Atas 2 Halimun 2,64 1

4 x19 Halimun Mantraman 2 10,1 3

4 x20 Mantraman 2 Pulo Gadung 25 8

5 x21 Ancol Sentral Senen 25,47 8

5 x22 Sentral Senen Mantraman 1 15,3 4 5 x23 Mantraman 1 Kp. Melayu 10,31 2 5 x24 Kp. Melayu Mantraman 1 8,63 2 5 x25 Mantraman 1 Sentral Senen 11,47 3 5 x26 Sentral Senen Ancol 17,39 6

6 x27 Ragunan Halimun 37,69 13

6 x28 Halimun Dukuh Atas 2 5,07 2

6 x29 Dukuh Atas 2 Ragunan 34,32 11 7 x30 Kp. Melayu Kp. Rambutan 52,81 16 7 x31 Kp. Rambutan Kp. Melayu 43,14 13

Berdasarkan data tersebut di atas, maka model aljabar max-plus untuk semua koridor tersebut sebelum sinkronisasi adalah sebagai berikut:

x (4) ) 8 ( 38 , 24 ) 1 ( ) 7 ( 25 ) 1 ( ) 1 ( 24 , 6 ) 1 ( ) 3 ( 8 ) 1 ( ) 9 ( 67 , 24 ) 1 ( ) 10 ( 5 , 26 ) 1 ( ) 7 ( 86 , 15 ) 1 ( ) 8 ( 17 ) 1 ( ) 9 ( 5 , 19 ) 1 ( ) 7 ( 75 , 16 ) 1 ( ) 16 ( 21 , 20 ) 1 ( ) 8 ( 98 , 10 ) 1 ( ) 6 ( 83 , 12 ) 1 ( ) 11 ( 23 , 15 ) 1 ( ) 17 ( 71 , 19 ) 1 ( ) 4 ( 21 , 14 ) 1 ( 15 16 20 15 13 14 12 13 11 12 14 11 9 10 8 9 7 8 10 7 5 6 4 5 3 4 2 3 1 2 6 1 − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k k x ) 15 ( 81 , 52 ) 1 ( ) 12 ( 14 , 43 ) 1 ( ) 1 ( 07 , 5 ) 1 ( ) 12 ( 69 , 37 ) 1 ( ) 10 ( 32 , 34 ) 1 ( ) 2 ( 47 , 11 ) 1 ( ) 1 ( 63 , 8 ) 1 ( ) 1 ( 31 , 10 ) 1 ( ) 3 ( 3 , 15 ) 1 ( ) 7 ( 47 , 25 ) 1 ( ) 5 ( 39 , 17 ) 1 ( ) 2 ( 1 , 10 ) 1 ( ) ( 64 , 2 ) 1 ( ) 1 ( 01 , 5 ) 1 ( ) 3 ( 61 , 12 ) 1 ( 30 31 31 30 28 29 27 28 29 27 25 26 24 25 23 24 22 23 21 22 26 21 19 20 18 19 17 18 16 17 − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x

Berdasarkan observasi di lapangan mengenai kondisi sistem jaringan busway dan berdasarkan hasil perhitungan jumlah bus yang beroperasi pada waktu referensi pukul 07.30 seperti terlihat pada Tabel 2 di atas, maka dapat disusun aturan sinkronisasi pada jaringan busway dengan 7 koridor tersebut sebagai berikut

Koridor 1 (BLOK M - KOTA): BM – HAR – DA1 – KT

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari DA1 menuju HAR (ke arah KT) dan keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari DA1 menuju BM keduanya menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-1) dari HL menuju DA2 (yang berasal dari MN2) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-1) dari HL menuju DA2 (yang berasal dari RG) menuju DA2 dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari DA2 ke DA1.

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari HAR menuju KT dan keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari HAR menuju DA1 (ke arah BM) keduanya menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-9) dari KD menuju HAR (ke arah PB), menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-1) dari PB menuju HAR (ke arah KD), dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-8) dari SN menuju HAR (yang berasal dari PG).

Koridor 2 (PULO GADUNG - HARMONI): PG – SN - HAR

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari PG menuju SN (ke arah HAR) menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-7) dari MN2 menuju PG (yang berasal dari DA2).

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari SN menuju HAR menunggu kedatangan bus yang berangkat 7) dari ANC menuju SNS (ke arah KM) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-2) dari MN1 menuju SNS (ke arah ANC) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari SNS ke SN. Dan sedikit berbeda dengan lintasan lain, halte-halte yang disinggahi dari SN ke HAR dan dari HAR ke SN berbeda, sehingga keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari SN menuju HAR juga menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-8) dari HAR menuju SN. ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari HAR menuju SN menunggu kedatangan bus yang berangkat

(6)

PB menuju HAR (ke arah KD), menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-8) dari KT menuju HAR (ke arah BM) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-11) dari DA1 menuju HAR (ke arah KT).

ƒ Keberangkatan bus yang (k+1) dari SN menuju PG menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-7) dari ANC menuju SNS (ke arah KM) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-2) dari MN1 menuju SNS (ke arah ANC) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari SNS ke SN.

Koridor 3 (KALIDERES – PASAR BARU): KD – HAR – PB

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari HAR menuju PB dan keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari HAR menuju KD keduanya menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-8) dari KT menuju HAR (ke arah BM), menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-11) dari DA1 menuju HAR (ke arah KT), dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-8) dari SN menuju HAR.

Koridor 4 (PULO GADUNG – DUKUH ATAS 2): PG – MN2 – HL – DA2

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari PG menuju MN2 (ke arah DA2) menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-7) dari SN menuju PG (yang berasal dari HAR).

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari MN2 menuju HL dan keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari MN2 menuju PG keduanya menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-3) dari SNS menuju MN1 (ke arah KM) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-1) dari KM menuju MN1 (ke arah ANC) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari SNS ke SN.

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari DA2 menuju HL (ke arah PG) menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-17) dari BM menuju DA1 (ke arah KT) dan menunggu menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-16) dari HAR menuju DA1 (ke arah BM) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari DA1 ke DA2.

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari HL menuju MN2 (ke arah PG) menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-12) dari RG menuju HL (ke arah DA2).

Koridor 5 (ANCOL – KAMPUNG MELAYU): ANC – SNS – MN1 – KM

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari SNS menuju MN1 (ke arah KM) dan keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari SNS menuju ANC keduanya menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-7) dari HAR menuju SN (ke arah PG) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-9) dari PG menuju SN (ke arah HAR) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari SN ke SNS.

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari MN1 menuju KM dan keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari MN1 menuju SNS (ke arah ANC) keduanya menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-8) dari PG menuju MN2 (ke arah DA2) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-2) dari HL menuju MN2 (ke arah PG) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari MN2 ke MN1.

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari KM menuju MN1(ke arah ANC) menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-12) dari KR menuju KM.

Koridor 6 (RAGUNAN – DUKUH ATAS 2): RG – HL – DA2 / DA2 – RG

ƒ Keberangkatan bus yang ke-(k+1) dari DA2 menuju RG menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-1) dari HL menuju DA2 (yang berasal dari MN2). Selain itu juga menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-17) dari BM menuju DA1 (ke arah KT) dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-16) dari HAR menuju DA1 (ke arah BM) dan masing-masing ditambah waktu tempuh rata-rata untuk berjalan lewat skywalk dari DA1 ke DA2.

Koridor 7 (KAMPUNG MELAYU – KAMPUNG RAMBUTAN): KM – KR

ƒ Keberangkatan bus yang (k+1) dari KM menuju KR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k-1) dari MN1 menuju KM.

Dengan aturan sinkronisasi di atas, maka model aljabar max-plus (4) menjadi sebagai berikut:

(

) (

) (

)

(

) (

) (

) (

(

) (

) (

) (

(

20,21 ( 16)

) (

5 5 ( 1)

) (

5 5 ( 1)

)

) 1 ( ) 8 ( 17 ) 1 ( 24 , 6 ) 9 ( 67 , 24 ) 8 ( 98 , 10 ) 1 ( ) 6 ( 83 , 12 ) 1 ( ) 8 ( 17 ) 1 ( 24 , 6 ) 9 ( 67 , 24 ) 11 ( 23 , 15 ) 1 ( ) 1 ( 5 5 ) 1 ( 5 5 ) 17 ( 71 , 19 ) 1 ( ) 4 ( 21 , 14 ) 1 ( 28 17 5 6 8 13 11 4 5 3 4 8 13 11 2 3 28 17 1 2 6 1 − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x

)

)

(7)

( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( (15,86 ( 7)) (3 25,47 ( 7)) (3 11,47 ( 2)) ) 1 ( ) 8 ( 98 , 10 ) 1 ( 24 , 6 ) 9 ( 67 , 24 ) 11 ( 23 , 15 ) 8 ( 17 ) 1 ( ) 2 ( 47 , 11 3 ) 7 ( 47 , 25 3 ) 7 ( 86 , 15 ) 9 ( 5 , 19 ) 1 ( ) 7 ( 25 ) 7 ( 75 , 16 ) 1 ( 25 21 9 10 4 13 11 2 8 9 25 21 9 7 8 20 10 7 − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x ) ) ) ) ) ) ) (5 ) ) ) ) ) 1 ( 07 , 5 ) 16 ( 21 , 20 5 ) 17 ( 71 , 19 5 ) 1 ( 07 , 5 ) 1 ( ) 12 ( 69 , 37 ) 1 ( ) 10 ( 32 , 34 ) 1 ( 17 5 1 28 29 27 28 29 27 − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊗ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x

Selanjutnya, model (5) dapat dinyatakan dalam bentuk umum model aljabar max-plus pada persamaan )

p=

(6) dengan adalah matriks berukuran n x n dan n adalah jumlah variabel. Matriks adalah matriks

ai

tu sis standart pada persamaan (2), perlu didefinisikan vektor

( ) ( ) ( (6,24 ( 1)) (15,23 ( 11)) (10,98 ( 8)) (17 ( 8) ) 1 ( ) 3 ( 8 ) 1 ( ) 8 ( 17 ) 8 ( 98 , 10 ) 11 ( 23 , 15 ) 9 ( 67 , 24 ) 1 ( ) 10 ( 5 , 26 ) 1 ( 8 4 2 13 14 12 13 8 4 2 11 12 14 11 − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ( ) ( ( ) ( ) (10,1 ( 2)) (3 15,3 ( 3)) (3 8,63 ( 1) ) 1 ( ) 12 ( 69 , 37 ) ( 64 , 2 ) 1 ( ) 16 ( 71 , 19 5 ) 17 ( 71 , 19 5 ) 1 ( 01 , 5 ) 1 ( ) 3 ( 61 , 12 ) 1 ( ) 1 ( 63 , 8 3 ) 3 ( 3 , 15 3 ) 8 ( 38 , 24 ) 1 ( ) 7 ( 75 , 16 ) 7 ( 25 ) 1 ( 24 22 19 20 27 18 19 5 1 17 18 16 17 24 22 15 16 10 20 15 − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊕ ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x ) ( ) ( ) ( ( ) ( ) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ( (11,47 ( 2)) (3 19,5 ( 9)) (3 15,86 ( 7) ) 1 ( ) 2 ( 1 , 10 3 ) 8 ( 38 , 24 3 ) 1 ( 63 , 8 ) 1 ( ) 12 ( 14 , 43 ) 1 ( 31 , 10 ) 1 ( ) 2 ( 1 , 10 3 ) 8 ( 38 , 24 3 ) 3 ( 3 , 15 ) 1 ( ) 7 ( 86 , 15 3 ) 9 ( 5 , 19 3 ) 7 ( 47 , 25 ) 1 ( ) 5 ( 39 , 17 ) 1 ( 9 7 25 26 19 15 24 25 31 23 24 19 15 22 23 9 7 21 22 26 21 − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ ⊗ ⊕ − ⊗ = + − ⊗ = + k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x k x

(

) (

) (

) (

)

( ) ( ) ) 16 ( 81 , 52 ) 1 ( ) 1 ( 31 , 10 ) 12 ( 14 , 43 ) 1 ( 30 31 23 31 30 − ⊗ = + − ⊗ ⊕ − ⊗ = + k x k x k x k x k x

(2 , yaitu sebagai berikut:

(

( 1 )

)

) 1 ( M − + ⊗ = +

1 p k x A k x p p A Ap

yang berk tan dengan x(k+1−p). Dan M dalam hal ini adalah jumlah bus maksimum di antara semua lintasan dalam grap pada di atas. Berdasarkan Tabel 2. di atas, maka n adalah 31 dan M adalah 18 yaitu pada koridor 1 lintasan Blok M menuju Dukuh Atas 1. Sehingga, nantinya ada 18 buah matriks yaitu A1 sampai dengan A18.

Un k mendapatkan tem Gambar 2. ) (k x yang r be dimensi (nM), yaitu

(

x k xnk x k x( )= 1( ) " ( ) 1(k−1) " xn(k−1) " " x1(k+1−M) " xn(k+1−M)"

)

T (7)

di mana notasi T pada persamaan di atas menunjukkan transpose.

model max-plus pada persamaan (2) Sehingga model pada (5) dapat dinyatakan dalam bentuk umum

menjadi ) ( ) 1 (k x + =Ax k (8) dengan matriks A berukuran (n.M) x (nM) yaitu

⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎞ ⎜ ⎛ A1 A2 AM−1 AM ⎠ ⎜⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ = ε ε ε ε ε ε ε ε ε max max max max I I I I A " # # # # " " " (9)

dimana Imax adalah matriks n x n dengan elemen diagonalnya adalah e dan elemen lainnya adalah ε, dan m

(8)

pada persamaan (7). Dalam permasalahan ini, vektorx(k)berdimensi 558 dan matriks A berukuran 558 x 558 dan, yaitu sebagai berikut:

(

)

T k x k x k x k x k x k x k x( )= 1( ) " 31( ) 1( −1) " 31( −1) " " 1( −16) " 31( −17)

(10) dan ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ε ε ε ε ε ε ε ε ε max max max max 18 17 2 1 I I I I A A A A A " # # # # " " " (11)

Untuk penelitian selanjutnya, dimungkinkan untuk dilakukan reduksi matriks A, hal ini untuk efisiensi secara komputasi, yaitu dengan

1. Mencari kolom yang semua entrinya adalah ε, kemudian menghapus kolom dan baris yang bersesuaian tersebut.

2. Selanjutnya dengan algoritma untuk mereduksi matriks dalam Subiono, (2000) hal 24.

4. Kesimpulan dan Saran

Untuk mendesain penjadwalan keberangkatan bus dalam kota, dalam hal ini jaringan busway TransJakarta dapat digunakan model (5) yang sudah dikonstruksi di atas. Harapan penulis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk perbaikan sistem busway TransJakarta. Selanjutnya, penelitian ini dapat lebih disempurnakan antara lain dengan

1. Observasi lapangan yang lebih lama dan pengumpulan data waktu tempuh yang lebih banyak. 2. Sebelum menyusun model di atas, dapat terlebih dahulu disusun Petrinet dari jaringan busway. 3. Melakukan reduksi matriks untuk efisiensi secara komputasi.

4. Mendesain jadwal keberangkatan bus berdasarkan model yang sudah disusun di atas.

5. Ucapan Terima Kasih

Penulis ucapkan terima kasih kepada segenap pihak Badan Layanan Umum TransJakarta (Busway) atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini dan memberikan beberapa data yang diperlukan untuk penelitian ini. Dan juga semua pihak yang memberikan dukungan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Baccelli, F., Cohen, G., Olsder, G. J., dan Quadrat, J. P., (1992), Synchronisation and Linearity, Algebra for Discrete Event Systems. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Batavia Busway, (16 Juni 2008, tanggal akses: 7 Agustus 2008), Diskusi Busway di Veteran, http://www.bataviabusway.blogspot.com.

Batavia Busway, (tanggal akses: 24 Juli 2008), Denah-Busway-v080116.jpg, http://www.bataviabusway.blogspot.com,

Braker, J.-G., (1990), “Max-algebra modelling and analysis of time-table dependent transportation networks”. Report of The Faculty of Technical Mathematics and Informatics no. 90-65, Delft University of Technology, Delft, The Netherlands.

Heidergott, B., Olsder G. J., dan Woude, J. V. D., (2006), Max Plus at Work Modeling and Analysis of Synchronisation Systems: A Course on Max-Plus Algebra and Its Application, Princeton University Press, New Jersey.

Nait-Sidi-Moh, A., Manier, M. A., El Moudni, A., (2008), “Spectral analysis for performance evaluation in a bus network”, European Journal of Operational Research, http://www.sciencedirect.com.

Suaratransjakarta, (20 Juni 2008, tanggal akses: 1 Agustus 2008), Ketidakpastian menunggu bus, http://www.TransJakartainfo.com.

Subiono, (2000), On classes of min-max-plus systems and their application, Thesis Ph.D., Technische Universiteit Delft, Delft.

Gambar

Gambar 1. Denah Busway Koridor 1 – 7
Gambar 2. Grap Jaringan Busway
Tabel 2. Variabel dan Distribusi bus di Tiap Koridor  Koridor  Variabel  Keberangkatan

Referensi

Dokumen terkait

To the point saja, dalam rangka mengetahui siapa mereka sebenarnya dan simbol-simbol apa saja yang melitari kaum freemason itu, mari kita membaca lebih dalam di

tindakan. 7 Segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam keluarga merupakan simbol yang akan dimaknai oleh remaja sebagai bentuk disharmoni

Ide dasar dari desain kontroler robust fuzzy adalah dengan membuat soft-switching dengan fuzzy model Takagi- Sugeno, untuk solusi kontrol optimal di setiap titik operasi

Studi Terhadap Tugas Terstruktur Dan Icegiatan Mandiri Serta Hubungannya Dengan Hasil Belajar.. Pada Mata Kuliah Pengantar Komputer Mahasiswa Jurusan Pendidikan

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh konflik peran, dan ambiguitas peran terhadap komitmen auditor internal disimpulkan ada pengaruh yang positif dan

Menurut Nawy (1990), balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban- beban dari plat lantai ke penyangga yang vertikal. Balok merupakan elemen struktur yang didesain untuk

¾ When the cost model is used, the fair value of property, plant and equipment when this is materially different from the carrying

Vanajanselällä, Vesijärvellä ja Pääjärvellä tutkittiin kuhan kalastuksen ohjauksen vaikutuksia kuhakantaan, kuhan saaliskalakantoihin ja muiden petokalojen runsauteen vuosina