• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENINGKATAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENINGKATAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSIONAL

TERHADAP PENINGKATAN KOMUNIKASI

INTERPERSONAL PADA REMAJA

Oleh:

WAHYU INDRA PURWATI MIRA ALIZA RACHMAWATI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2007

(2)

NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENINGKATAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA

Telah Disetujui Pada Tanggal

____________________

Dosen Pembimbing Skripsi

(3)

PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PENINGKATAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA

Wahyu Indra Purwati Mira Aliza Rachmawati

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik pengaruh pelatihan kecerdasan emosi terhadap peningkatan komunikasi interpersonal pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan komunikasi interpersonal pada remaja yang mengikuti pelatihan kecerdasan emosional dibandingkan dengan remaja yang tidak mengikuti pelatihan. Remaja yang mengikuti pelatihan kecerdasan emosional cenderung memiliki komunikasi interpersonal yang lebih baik dibandingkan remaja yang tidak mengikuti pelatihan.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI SMU Negeri 1 Ngaglik Sleman baik laki-laki maupun perempuan, berusia antara 14-18 tahun, dan berdomisili di Sleman. Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan adalah non-random. Adapun skala yang digunakan pada variabel komunikasi Interpersonal ini mengunakan skala yang dibuat oleh Yulica dan Nashori (2005) yang aitem-aitemnya berdasarkan pada aspek-aspek komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Johnson (Supratiknya, 1995).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik t-test yaitu metode analisis untuk mengetahui apakah ada perbedaan komunikasi interpersonal sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows. Hasil analisis data menunjukkan nilai gainscore sebesar t = 2,241 dengan p = 0,031 (p<0,05). Artinya ada perbedaan yang signifikan komunikasi interpersonal subjek yang mengikuti pelatihan kecerdasan emosional dengan subjek yang tidak mengikuti pelatihan. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

(4)

PENGANTAR

A. Latarbelakang Masalah

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam bidang apapun, terlebih dalam era globalisasi yang lebih menekankan pada persaingan bebas, siapa cepat dia yang dapat. Komunikasi dapat menjadi kebutuhan primer saat seseorang berhubungan dengan orang lain, karena itu komunikasi dapat dikatakan sebagai kebutuhan sosial. Sebagaimana diketahui bahwa tidak ada manusia yang tidak berkomunikasi dengan manusia yang lain, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Komunikasi yang jelas ditujukan untuk dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bertahan menjalani kehidupan sendiri, dibutuhkan kemauan untuk memiliki hubungan yang positif dengan orang lain (Rakhmat, 2003).

Komunikasi interpersonal dapat terjadi dimanapun, baik formal maupun non-formal. Komunikasi interpersonal banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti di sekolah, seorang remaja memiliki hubungan interpersonal dengan teman-teman sekolah dan guru, di rumah saat berkomunikasi dengan anggota keluarga, di lingkungan rumah, sampai di lingkungan umum. Untuk dapat membuat komunikasi interpersonal menjadi efektif, komunikasi harus menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi pelaku komunikasi.

Remaja yang mampu menggunakan komunikasi interpersonal sesuai dengan kondisi adalah remaja yang mampu menumbuhkan sebuah hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar, sehingga akan tercipta suatu komunikasi

(5)

dua arah yang bisa dimengerti oleh masing-masing pihak. Komunikasi interpersonal yang dimiliki oleh remaja akan berpengaruh terhadap peningkatan pergaulan remaja dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah.

Bagi seorang remaja yang terpenting adalah bagaimana menjadikan komunikasi itu sebagai alat bantu atau sarana untuk bisa bergaul dengan teman sebaya. Berkomunikasi adalah sesuatu yang gampang-gampang susah, karena apabila pesan yang disampaikan tidak dimengerti oleh lawan bicara akan menimbulkan suatu ketegangan. Seorang siswi SMA Cakra Buana Jakarta bernama Manda mengisahkan bahwa sering terjadi konflik dalam komunikasi dengan tema-teman dekat. Hal ini terjadi karena diantara teman-teman Manda sering berbicara jujur dan terbuka tetapi menyakiti hati teman yang mendengar (www.kompas.com). Menurut Johnson (Supratiknya, 1995) hal itu dinamakan asertif. Seseorang yang tidak bersikap asertif dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, akan menimbulkan rasa sakit hati bagi orang yang mendengar. Komunikasi dengan orang lain harus disertai dengan sikap yang hangat dan sopan sehingga orang lain akan merasa senang.

Burgoon dan Ruffner (www.usu.co.id) mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi (interpersonal) harus dibedakan dari berbicara di muka umum maupun komunikasi di dalam kelompok. Komunikasi interpersonal mampu mencerminkan bahwa manusia yang berkomunikasi mampu mengekspresikan kehangatan, keterbukaan, dukungan terhadap pihak yang diajak berkomunikasi. Ditambahkan oleh Bochner dan Kelly (www.usu.co.id) bahwa salah satu kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalin komunikasi interpersonal adalah empati. Empati atau proses kemampuan menangkap hal-hal yang terdapat di

(6)

dalam komunikasi dengan orang lain dengan cara menganalisis isi pembicaraan, nada suara, sehingga seseorang dapat menangkap pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang lain sebagai lawan bicara (www.usu.co.id).

Erat kaitannya dengan masalah empati yang dikemukakan oleh Bochner dan Kelly, Goleman (2001) menambahkan bahwa emosi jauh lebih sering diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan isyarat nonverbal lainnya. Seperti sudah diketahui bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan baik verbal maupun nonverbal.

Goleman (2001) mengatakan bahwa empati adalah kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, dan merupakan ketrampilan bergaul. Menurut Goleman, orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

Cooper dan Sawaf (www.e-psikologi.com) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan emosional merupakan salah satu ketrampilan yang bisa dilatih sehingga hambatan-hambatan yang dimiliki remaja dalam berkomunikasi interpersonal dapat diatasi dengan melakukan pelatihan kecerdasan emosional.

(7)

Melalui pelatihan kecerdasan emosional diharapkan remaja memiliki kesadaran diri dan pengaturan emosi diri sehingga remaja mampu berfikir positif, tidak tergesa-gesa dalam mencapai suatu sasaran, mampu membangun hubungan interpersonal dengan baik, dan mampu bangkit kembali dari tekanan emosi. Dengan pelatihan kecerdasan emosional ini juga remaja akan mampu memotivasi diri sendiri sehingga remaja mampu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Melalui pelatihan ini juga diharapkan remaja mampu meningkatkan kemampuan empati sehingga mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, memahami perspektif orang lain, dan menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang lain. Selain itu juga diharapkan ketrampilan sosial remaja semakin meningkat sehingga remaja mampu berhubungan dengan orang lain, memiliki komunikasi interpersonal yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif, dan mampu bekerja sama dan meningkatkan komunikasi untuk bekerja dalam tim (Goleman, 1999).

Dari uraian di atas dijelaskan bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal yang berbeda antara remaja yang memiliki kecerdasan emosional dengan remaja yang tidak memiliki kecerdasan emosional. Mengingat pentingnya komunikasi interpersonal dalam kesuksesan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, maka muncul pertanyaan, apakah pelatihan kecerdasan emosional dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal pada remaja?

(8)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan kecerdasan emosional terhadap peningkatan komunikasi interpersonal pada remaja.

C. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis yaitu menambah khasanah ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan psikologi sosial.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai landasan bagi para praktisi pendidikan khususnya SMU untuk menghasilkan pemikiran baru bagi pengembangan pendidikan agar dapat membekali siswa dengan kecerdasan emosi dalam melakukan komunikasi interpersonal dan terhindar dari perilaku yang negatif. Dan bagi peneliti selanjutnya bermanfaat dalam memperoleh bahan pertimbangan, bahan acuan, dan bahan koreksi.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Interpersonal

Dalam kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan definisi komunikasi adalah penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem syaraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara. Rakhmat (2003) menambahkan bahwa tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika mengucapkan “Selamat pagi, apa kabar?”, tidak bermaksud untuk mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut analisis transaksional atau komunikasi seperti itu disebut komunikasi fatis yang dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan.

DeVito (1997) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Menurut Hovland, Janis, dan Kelly (Rakhmat, 2003) mengartikan komunikasi interpersonal sebagai suatu proses dimana individu (sebagai komunikator) memberikan stimulus (biasanya verbal) untuk memodifikasi perilaku individu lainnya (pendengar). Melalui komunikasi interpersonal seseorang akan menumbuhkan dan memiliki suatu hubungan yang berarti. Dalam proses belajar mengajar maupun percakapan dengan orang lain,

(10)

komunikasi interpersonal akan dapat membantu individu dalam memahami pelajaran dan memahami pesan yang disampaikan.

Cappella (DeVito, 1997) mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Seperti komunikasi antara ayah dengan anak, dokter dengan pasien, dosen dengan mahasiswa. Definisi tersebut hampir tidak mungkin ada komunikasi diadik (dua orang) yang bukan komunikasi antarpribadi. Ditambahkan oleh Tubs dan Moss (2003) yang mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai cara dalam membentuk sebuah hubungan yang didasarkan pada peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja yang membuat individu memiliki kemauan untuk menjalin sebuah hubungan.

Dalam penelitian ini digunakan aspek-aspek komunikasi interpersonal berdasarkan teori Johnson (Liliweri, 1997), yaitu: pengertian (understanding), asertif (assertive), dukungan emosional (emotional support), dan manajemen konflik (conflict management).

B. Pelatihan Kecerdasan Emosional

Sikula (As’ad, 2002) berpendapat bahwa training adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisisr, dimana tenaga non-managerial mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu.

Goleman (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,

(11)

serta mengatur keadaan jiwa. Pelatihan kecerdasan emosional adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dalam memotivasi diri, bertahan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.

C. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja

Remaja diharapkan mampu mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Kecerdasan emosi yang baik adalah salah satu syarat untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi interpersonal adalah melalui pelatihan kecerdasan emosional. Dalam pelatihan kecerdasan emosional, materi dasarnya adalah mengenali emosi diri. Mengenali emosi diri juga biasa disebut kesadaran diri atau disebut juga kemampuan dasar dari kecerdasan emosional. Menurut Salovey (Goleman, 2001), kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Remaja yang tidak mampu mengenali emosi diri akan sulit untuk mengenali emosi orang lain.

Materi mengenali emosi diri akan diberikan dalam bentuk ceramah dan diskusi. Diharapkan dengan adanya proses diskusi akan melatih peserta pelatihan berani berbicara di depan orang lain dan berani melakukan komunikasi dengan orang lain.

Materi lain dari pelatihan kecerdasan emosional adalah mengelola emosi. Perkelahian yang timbul akibat ketegangan yang terjadi dalam proses komunikasi salah satunya disebabkan oleh kurangnya kemampuan mengelola emosi. Salovey

(12)

(Goleman, 2001) menyebutkan bahwa menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Salovey (Goleman, 2001) juga menuturkan bahwa orang-orang yang memiliki kemampuan pengelolaan emosi buruk akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sebaliknya orang yang pintar mengelola emosi dapat bangkit kembali. Diharapkan dengan menerima materi ini remaja akan mampu mengelola emosi yang baik, lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa berkelahi serta berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan. Dalam sesi ini akan diberikan sedikit permainan yang menekankan pada pengenalan emosi dan pengelolaannya, sehingga diharapkan dalam proses permainan nanti akan terjadi komunikasi yang aktif antara peserta satu dengan yang lain.

Terlihat jelas bahwa kemampuan mengelola emosi sangatlah penting bagi pergaulan remaja. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Salovey (Goleman, 1997) bahwa ketidakmampuan untuk mencermati perasaan akan membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan sehingga remaja cenderung lebih mudah menurutkan kata hati. Perasaan yang tidak bisa terkendali akan membuat remaja sulit memahami perasaan orang lain sehingga akan mengakibatkan sulitnya berkomunikasi dengan baik.

Materi ketiga dari pelatihan kecerdasan emosional adalah memotivasi diri. Menurut Goleman (2001), motivasi dalam kecerdasan emosi adalah motivasi positif, yang dijabarkan sebagai kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri dalam mencapai prestasi. Misalnya seorang siswa yang rajin belajar untuk mendapatkan nilai terbaik. Memotivasi diri sendiri adalah langkah

(13)

awal yang harus dilakukan seseorang untuk dapat memotivasi orang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk dapat memotivasi diri sendiri.

Empat dari seluruh materi dalam pelatihan kecerdasan emosional akan diberikan dalam bentuk ceramah dan diskusi. Hal ini diharapkan agar peserta pelatihan memiliki kemampuan yang mendukung proses komunikasi interpersonal yaitu mendengarkan. Dengan menjadi pendengar yang baik, tidak akan terjadi salah paham atau salah menerima pesan dalam berkomunikasi. Dalam sesi memotivasi diri akan diberikan permainan yang disebut All Stand Up Diharapkan dengan diberikannya permainan dapat lebih mudah membantu peserta dalam memotivasi diri, memotivasi anggota kelompok, berkomunikasi dengan orang lain.

Pelatihan kecerdasan emosional juga memiliki materi penting lainnya, yaitu memahami perasaan orang lain atau biasa dikenal dengan empati. Menurut Rakhmat (2003), empati adalah faktor yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada orang lain. Dalam pelatihan ini peserta diajak untuk bisa mempercayai orang lain. Rasa percaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal. Adanya rasa percaya dalam proses komunikasi akan membuat orang lain lebih bisa membuka diri.

Goleman (2001) beranggapan, emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata. Emosi jauh lebih sering diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya. Melalui sesi empati ini, peserta akan diajak memahami emosi atau perasaan orang lain. Salah satunya dengan

(14)

permainan yang akan dilaksanakan sebelum trainer memberikan materi. Peserta akan diminta sebagai pembaca dan pendengar yang baik dan yang tidak baik.

Materi terakhir dalam pelatihan kecerdasan emosional adalah ketrampilan sosial atau membina hubungan. Ketrampilan berhubungan dengan orang lain merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Diharapkan remaja yang mengikuti sesi ketrampilan sosial ini akan mampu mengembangkan ketrampilan sosial dan akan lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi. Berbeda dengan sesi sebelumnya, dimana kegiatan akan dilakukan di luar ruangan. Materi pada sesi ini berupa permainan yang membutuhkan kerjasama yang baik dalam kelompok. Dalam proses permainan, peserta akan dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan teman sekelompok untuk menyelesaikan permainan. Materi ketrampilan sosial yang diberikan dengan metode pemberian kegiatan outdoor diharapkan dapat meningkatkan kekompakkan dengan orang lain dan meningkatkan komunikasi interpersonal.

Materi-materi dalam pelatihan kecerdasan emosional berhubungan dengan komunikasi interpersonal khususnya bagi remaja awal, karena pada masa remaja adalah masa dimana individu mulai memasuki dunia pergaulan yang lebih luas, sehingga untuk mendukung terwujudnya pergaulan yang diinginkan diperlukan proses komunikasi interpersonal. Berkomunikasi diperlukan pengenalan emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain, sehingga akan tercipta suatu komunikasi interpersonal yang efektif.

(15)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaan komunikasi interpersonal pada remaja yang mengikuti pelatihan kecerdasan emosional dibandingkan dengan remaja yang tidak mengikuti pelatihan. Remaja yang mengikuti pelatihan kecerdasan emosional cenderung memiliki komunikasi interpersonal yang lebih baik dibandingkan remaja yang tidak mengikuti pelatihan.

(16)

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Tergantung : Komunikasi Interpersonal 2. Variabel Bebas : Pelatihan Kecerdasan Emosional

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak remaja berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia berkisar antara 14-18 tahun, berpendidikan SMU Negeri 1 Ngaglik kelas X dan kelas XI, berdomisili di Sleman.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengukuran variabel tergantung diukur menggunakan skala komunikasi interpersonal milik Yulica dan Nashori (2005) dengan mengambil aspek komunikasi interpersonal dari Johnson (Supratiknya, 1995) yang terdiri dari pengertian (understanding), asertif (assertive), dukungan emosional (emotional support), dan manajemen konflik (conflict management). Skala komunikasi interpersonal terdiri dari 31 aitem dengan reliabilitas sebesar 0,8448 dan koefisien korelasi aitem total sebesar antara 0,1901-0,5631.

D. Desain Pelaksanaan Eksperimen

Desain eksperimen dalam penelitian ini adalah desain eksperimen kuasi yaitu non-randomized pretest-posttest control group design. Yaitu desain

(17)

eksperimen yang dilakukan dengan memberikan pretest sebelum perlakuan diberikan dan posttest sesudahnya, sekaligus ada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Dalam desain eksperimen ini sampel ditetapkan dengan tidak random (Latipun, 2002). Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan komunikasi interpersonal pada remaja sebelum diberikan perlakuan (pretest) dan setelah diberikan pelatihan (postest).

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode t-test yaitu metode untuk mengetahui apakah ada perbedaan komunikasi interpersonal sebelum dan setelah pelatihan diberikan. Penghitungan dan analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows.

(18)

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SMU N 1 Ngaglik Sleman, adalah salah satu sekolah menengah atas di Kabupaten Sleman yang berdiri pada tanggal 2 Februari 1968. Pengambilan data pre test dan post test kelompok kontrol dilakukan di SMU N 1 Ngaglik, ruang kelas XC dan XI IPS 4. Sedangkan pre test dan posttest untuk kelompok eksperimen dilakukan ruang OSIS SMU Negeri 1 Ngaglik. Pelatihan kecerdasan emosional dilakukan di laboratorium biologi SMU N 1 Ngaglik. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan kelas XI yang terdiri dari 20 orang untuk kelompok kontrol dan 20 orang untuk kelompok eksperimen.

2. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian ini terdiri dari persiapan administrasi dan persiapan alat ukur. Persiapan administrasi meliputi perijinan penelitian yang dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII pada tanggal 9 Februari 2007 dengan nomor 108a/Dek/70/Akd/II/2007. Dalam penelitian ini tidak dilakukan try out preliminer dan uji coba alat ukur. Hal ini dikarenakan subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik subjek peneliti sebelumnya. Skala komunikasi interpersonal terdiri dari 31 aitem memiliki reliabilitas sebesar 0,8448. validitas dalam skala ini bergerak antara 0,1902-0,5631.

(19)

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Seleksi Subjek Penelitian

Seleksi subjek dalam penelitian ini tidak dilakukan randomisasi. Hal ini dikarenakan pihak sekolah memberikan anggota OSIS sebagai kelompok eksperimen dengan pertimbangan mengurangi resiko tidak datangnya siswa dalam pelatihan. Sedangkan untuk kelompok kontrol, pihak sekolah memberikan siswa kelas XC dan XI IPS4.

2. Pretest Kelompok Kontrol dan Kelompok Ekperimen

Pretest kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berlangsung pada tanggal 24 Februari 2007. Pretest kelompok kontrol dilakukan di ruang kelas XC dan XI IPS 4 pada pukul 09.30 WIB. Pretest pada kelompok ekperimen dilakukan di ruang OSIS SMU Negeri 1 Ngaglik pada pukul 09.30 WIB. Peneliti menyebarkan 20 eksemplar angket komunikasi interpersonal kepada kelompok kontrol dan 20 eksemplar angket komunikasi interpersonal kepada kelompok eksperimen.

3. Pelatihan Kecerdasan Emosional

Pelatihan kecerdasan emosional dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 25 Februari 2007 dengan kelompok eksperimen sebagai peserta pelatihan ditambah dengan anggota OSIS lain yang ingin mengikuti pelatihan kecerdasan emosional. Acara dimulai pada pukul 08.00-17.00 WIB dan bertempat di ruang laboratorium Biologi SMU Negeri 1 Ngaglik. Trainer dalam pelatihan ini adalah salah satu trainer dari Pusat Psikologi Terapan Cahaya Umat yaitu Dian Pandu Winarti Rahayu, S.Psi. Acara pelatihan kecerdasan emosional terbagi menjadi lima sesi utama dan beberapa sesi pendukung. Masing-masing sesi berdurasi 40-100

(20)

menit. Pelatihan ini terdiri dari sesi menenali emosi diri, sesi ketrampilan sosial, sesi memotivasi diri, sesi mengelola emosi, team building, dan sesi empati.

C. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 1

Deskripsi statistik subjek

Mean

Pretest Posttest Gainscore

Kelompok Kontrol 98,55 98,75 0,25

Kelompok Eksperimen 97,5 103,3 5,6

2. Uji Asumsi Uji Normalitas

K–S–Z P Status

Gain score 0,519 0,950 Normal

Pre test 0,378 0,999 Normal

Post test 0,705 0,703 Normal

Uji Homogenitas

t Status

Gain score 2,241 Homogen

Pre test 0,351 Homogen

(21)

3. Uji Hipotesis

Hasil analisis t-test gains score di peroleh skor t sebesar 2,241 dan skor p sebesar 0,031, sehingga skor p < 0,05. Maka skor gains score menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara posttest dan pretest. Disimpulkan pelatihan kecerdasan emosional berpengaruh pada peningkatan komunikasi interpersonal pada remaja, sehingga hipotesis diterima.

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik apakah pelatihan kecerdasan emosi efektif dalam meningkatkan komunikasi interpersonal pada remaja. Berdasarkan analisis uji hipotesis, didapatkan gainscores kelompok eksperimen-kelompok kontrol menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara subjek yang mengikuti pelatihan kecerdasan emosi dengan subjek yang tidak mengikuti pelatihan kecerdasan emosi, atau ada perbedaan komunikasi interpersonal antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.

Berdasarkan hal tersebut pula penulis menyimpulkan bahwa pelatihan kecerdasan emosi yang dilakukan pada penelitian ini mempengaruhi komunikasi interpersonal remaja. Goleman (2001) mengungkapkan bahwa emosi jauh lebih sering diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan isyarat nonverbal lainnya. Seperti sudah diketahui bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan baik verbal maupun nonverbal. Pelatihan kecerdasan emosi yang diberikan kepada remaja dalam penelitian ini

(22)

mampu menumbuhkan kecerdasan emosi remaja yang pada akhirnya dapat meningkatkan komunikasi interpersonal remaja.

Kategorisasi komunikasi interpersonal pretest pada kelompok eksperimen dalam kategori tinggi sebesar 95% dan posttest dalam kategori sangat tinggi sebesar45% dan tinggi 55%. Kategorisasi komunikasi interpersonal pretest pada kelompok kontrol dalam kategori tinggi sebesar 85% dan posttest dalam kategori tinggi 75%. Adanya pengaruh pelatihan kecerdasan emosional terhadap komunikasi interpersonal remaja terlihat pada meningkatnya 45% kategori komunikasi interpersonal remaja dari tinggi (95%) menuju sangat tinggi (45%). Peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada beberapa subjek antara lain subjek 1, subjek 4, subjek 5, subjek 12, subjek 15, subjek 17, subjek 18, subjek 19 dan subjek 20. Peningkatan skor komunikasi interpersonal pada subjek tersebut lebih dari lima poin.

Berdasarkan hasil analisis lembar evaluasi individu, seluruh subjek dallam kelompok eksperimen merasakan terjadinya perubahan yang positif setelah mengikuti pelatihan kecerdasan emosional. Berdasarkan subjek dengan kenaikan 45% diketahui bahwa kesembilan subjek merasa dengan mengikuti pelatihan kecerdasan emosional menjadi lebih akrab dengan teman, lebih dapat mengerti perasaan teman, dan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi dengan teman. Sedangkan pada subjek yang tidak mengalami kenaikan juga merasakan hal yang sama yaitu menjadi lebih akrab, mampu menyelesaikan masalah, mengenali emosi, dan mampu menjaga perasaan teman.

(23)

Kecerdasan emosi bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal remaja. Masih banyak faktor lainnya yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal remaja, antara lain rasa percaya, menerima, kejujuran, sikap suportif, dan sikap terbuka. Semua faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal remaja.

Penulis melihat bahwa penelitian ini masih menyisakan beberapa kelemahan antara lain pada validitas internal yaitu: (1) interaksi kematangan dengan seleksi, dalam penelitian ini tidak dilakukan randomisasi dengan demikian hasil eksperimen dapat ditafsirkan secara salah karena dianggap sebagai hasil perlakuan, padahal sebenarnya karena faktor ketidaktepatan dalam seleksi, dan (3) regresi statistik, kelompok yang diambil sebagai kelompok eksperimen adalah kelompok dengan subjek yang memiliki nilai ekstrim dan termasuk dalam kategori komunikasi interpersonal tinggi.

Disamping kelemahan, penelitian ini juga memiliki kelebihan antara lain: (1) tidak terjadinya maturasi karena waktu penelitian yang singkat sehingga tidak terjadi perubahan fisik maupun kejiwaan, (2) dalam hal instrumensasi tidak adanya derajat kesukaran yang berbeda antara pretest dan posttest dan peneliti tidak ikut terlibat dalam proses pelatihan, (3) difusi atau imitasi perlakuan seperti suasana yang sepi karena pelatihan dilakukan pada hari Minggu, selain itu tidak ada kelompok kontrol yang berinteraksi dengan kelompok eksperimen sehingga kelompok kontrol tidak mempelajari apa yang diberikan pada kelompok eksperimen, (4) tidak terjadi bias dalam seleksi karena subjek sebelum perlakuan homogen.

(24)

PENUTUP

A. Kesimpulan Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pelatihan kecerdasan emosional terhadap peningkatan komunikasi interpersonal pada remaja, ada perbedaan komunikasi interpersonal antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen yang diberi perlakuan pelatihan kecerdasan emosional.

B. Saran 1. Bagi Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data tambahan diketahui dari seluruh subjek baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, subjek wanita memiliki nilai mean lebih tinggi pada pretest-posttest dibandingkan subjek pria. Sehingga bagi subjek pria maupun wanita yang ingin meningkatkan komunikasi interpersonal salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan kecerdasan emosi. Sehingga subjek dapat memiliki pengertian, asertif, dukungan emosional, dan manejemen konflik yang lebih baik lagi.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti lain yang tertarik dan ingin mengkaji kecerdasan emosi dan komunikasi interpersonal disarankan untuk:

a. Menambahkan data-data yang bersifat kualitatif sehingga akan melengkapi data penelitian yang bersifat kuantitatif sehingga didapatkan kesimpulan yang luas terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhi komunikasi interpersonal.

(25)

b. Melakukan randomisasi pada teknik pengambilan sampel, sehingga setiap unit sampling memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel dan tidak mengandung bias.

c. Sebaiknya pilihlah subjek yang memiliki komunikasi interpersonal dalam kategori rendah atau sedang sehingga apabila terjadi peninkatan terlihat jelas disebabkan oleh pelatihan yang diberikan.

d. Melakukan persiapan yang matang dalam proses pelatihan, sehingga tidak terjadi kendala-kendala selama proses pelatihan.

e. Pelatihan sebaiknya diberikan lebih dari sekali agar materi yang diberikan dapat memberikan manfaat yang maksimal.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, M. 1984. Psikologi Industri: Ilmu Sumber daya Manusia. Edisi kelima: Liberty

DeVito. A. J. 1997. Komunikasi Antarmanusia, edisi kelima. Jakarta: Professional Books

Goleman. D. 1997. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI lebih Penting Daripada IQ. Terjemahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosional. Terjemahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Handerson, R. 2002. Memotivasi Orang Lain. http://www.sinarharapan.com.htm Kartono, K & Gulo, D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.

Latipun. 2002. Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.

Liliweri, A. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Mu’tadin, Z. 2002. Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja.

http://www.e-psikologi.com.25/04/02.

Rakhmat, J. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tubbs, S. L & Moss, S. 2003. Human Communication Principles And Context.

New York: McGraw Hill Companies. Inc.

Wulandari, L. H. 2002. Efektivitas Modifikasi Perilaku-kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. http://www.usu.co.id/usu/digital/library.

Yulica, E. R & Nashori, F. 2005. Hubungan Empati Dengan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

Sisi Lain Tentang Kenakalan Remaja. 2006. http://www.hariansib.com.12/03/06.

2004. Persahabatan Itu Penting. http://www.kompas.com.23/07/2004.

(27)

Identitas Penulis

Nama : Wahyu Indra Purwati

Alamat : Jl. Lemahabang No.142/D Indramayu 45212 No HP : 081389869040

Referensi

Dokumen terkait

Inflasi yang disebabkan adanya kenaikan harga ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 3,58 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

4.53 Sketsa kebocoran minyak pada saat tekanan 2 bar Dalam kondisi ini, bentuk semburan kebocoran langsung berbentuk seperti awan atau bulu – bulu dan tidak

Yang dimaksud dengan jenis penilaian adalah berbagai tagihan yang harus dikerjakan oleh murid setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu jenis penilaian

Aksesibilitas menuju lokasi start jalur arung jeram menunjukkan; berdasarkan waktu, menuju desa terdekat yakni Pekon Batu Tegi membutuhkan waktu sekitar 5 – 10

Untuk mengetahui keterlaksanaan model latihan inkuiri selama proses pembelajaran dalam penelitian ini, maka dilakukan observasi terhadap tahapan model latihan

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ( NPOPTKP) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak ( NPOPKP) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang. Pengenaan 50%

Menyadari akan bahayanya pencemaran yang disebabkan adanya kandungan merkuri yang berlebihan di lingkungan perairan, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui dan