• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI PENGAWASAN MENCEGAH TERJADINYA KORUPSI DANA DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "URGENSI PENGAWASAN MENCEGAH TERJADINYA KORUPSI DANA DESA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1

URGENSI PENGAWASAN MENCEGAH TERJADINYA

KORUPSI DANA DESA

Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH., MS Dr. I Gede Artha, SH., MH

I Putu Rasmadi Arsha Putra, SH., MH Abstrak

Diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, mengatur pemerintah desa memiliki posisi yang semakin kuat karena tidak lagi diatur secara penuh oleh undang-undang tentang pemnerintahan daerah. Kehadiran undang-undang tentang desa ini, disamping menegaskan status desa sebagai pemerintahan masyarakat, sekaligus juga desa merupakan basis untuk memajukan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa. Kondisi ini ini didukung dengan anggaran Negara sebesar 10 % dari anggaran dan pendapatan Negara setiap tahu, sehingga desa mendapat aliran dana yang cukup besar. Dengan dana yang besar ini pemerintah desa menemukan kendala dalam Sumber Daya Manusianya, dalam pengelolaan dana yang besar dikhawatirkan bisa terjadi beberapa penyimpangan dan penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat mengarah keranah tindak pidana korupsi. Pokok pembahasan dari penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pengaturan mengenai pengawasan pelaksanaan pengelolaan dana desa sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi dana desa dan upaya pencegahan agar pengelolaan keuangan dana desa di Indonesia khususnya di Bali terhindar dari Korupsi. Penelitian ini menggunakan penelitian secara normativ dan ditunjang juga oleh penelitian empiris, kemudian pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan (The Statute Approach), khususnya peraturan perundang-perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pengawasan keuangan, peraturan perundang-undanghan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana korupsi dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan desa ataupun dana desa, Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara menelaah dan meneliti data pustaka seperti bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan maka dipergunakan beberapa teknik analisis diantaranya Teknik deskripsi, Teknik interpretasi Teknik evaluasi dan Teknik argumentasi.

(2)

2 Abstract

The promulgation of Law Number 6 of 2014 concerning Villages, regulates the village government to have an increasingly strong position because it is no longer fully regulated by laws on regional governance. The presence of the law on this village, in addition to asserting the status of the village as a community government, as well as the village is the basis for advancing the community and empowering rural communities. This condition is supported by the State budget of 10% of the State's budget and income, every year, so that the village receives a significant amount of funds. With this large fund, the village government found obstacles in its Human Resources, in the management of large funds it was feared that there could be a number of irregularities and misuse that were not in accordance with the applicable laws and regulations which could lead to corruption. The main discussion of this study is the planning, implementation, and accountability of the Village Budget and Expenditure, regulation of the supervision of the implementation of village fund management as an effort to prevent corruption in village funds and prevention efforts so that financial management of village funds in Indonesia, especially in Bali, is protected from corruption. This study uses normative research and is supported also by empirical research, then the approach used is the statutory approach (specifically the Statute Approach), specifically the legislation relating to financial supervision issues, laws and regulations relating to action problems. Corruption and legislation relating to villages or village funds, techniques for collecting legal materials using literature studies. Literature study is carried out by reviewing and researching library data such as primary legal materials and secondary legal materials. To analyze the legal materials that have been collected, several analytical techniques are used including description techniques, interpretation techniques, evaluation techniques and argumentation techniques

Keywords: Urgency, Supervision, Corruption, Village Fund

1. PENDAHULUAN

Kemajuan suatu Negara pada dasarnya sangat ditentukan oleh kemajuan desa, di desa terdapat sumberdaya baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Tidak ada kemajuan tanpa ada kemajuan provinsi dan tidak ada provinsi yang bias maju tanpa ada kemajuan pada kabupaten/kota. Demikian juga tidak ada kabupaten dan kota yang maju tanpa adanya kemajuan yang bersumber dari desa.

Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka posisi pemerintah desa semakin kuat karena tidak lagi diatur secara penuh oleh undang tentang pemnerintahan daerah. Akantetapi diatur denga undang-undang tersendiri. Kehadiran undang-undang-undang-undang tentang desa ini, di samping merupakan penguatan status desa sebagai pemerintahan masyarakat, sekaligus juga desa

(3)

3 merupakan basis untuk memejukan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa. Kondisi ini terus dibangun dengan menyisihkan anggaran Negara untuk desa sebesar 10 % dari anggaran dan pendapatan Negara setiap tahun yang bersangkutan, sehingga desa mendapat aliran dana yang cukup besar. Dengan pengelolaan dana yang besar yang belum disertai sumberdaya perangkat desa yang memadai, dikhawatirkan bias terjadi beberapa penyimpangan dan penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat mengarah keranah tindak pidana korupsi. Hal ini yang harus dihindari, sehingga lebih awal perlu dilakukan pencegahan.

Tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa) karena dampak yang ditimbulkan memang luar biasa, yang selama ini terjadi secara sistematik dan meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, mengganggu stabilitas dan keamanan masyarakat serta melemahkan nilai-nilai demokrasi, etika, keadilan dan kepastian hukum, juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sedemikian besarnya dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi yang memunculkan persepsi bahwa pemberantasannya pun harus dilakukan secara luar biasa.

Korupsi di negeri ini seperti sudah berakar dan menjalar yang biasanya terjadi di pemerintah pusat, kini bahkan sudah merambah pada pemerintahan yang lebih rendah seperti di daerah dan bahkan desa. Bukan saja di pemerintahan, namun sudah sampai pada lingkungan peradilan, perusahaan, pendidikan, segala sendi kehidupan. Memberantas korupsi adalah tugas utama yang harus segera diselesaikan. Mustahil merealisasikan pembangunan, memerangi kemiskinan, meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan namun korupsi masih merajalela. Apalagi seandainya menjalar ke desa-desa karena aliran dana ke desa-desa cukup besar, tentu hal ini tidak kita inginkan karena itu upaya pencegahan harus selalu diupayakan, sebab pencegahan lebih baik daripada mengobati.

Berbicara tentang kekuasaan tidak lepas dari pemerintahan. Struktur pemerintahan beserta hak dan kewajibannya telah diatur secara umum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta di atur pula mengenai asas otonomipada Pasal 18 Ayat (2) UUD NRI 1945 “Pemerintahan Daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah secara otomatis diinstruksikan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur pemerintahan daerah sebagai daerah otonom, yang berisi hubungan wewenangnya dengan pemerintah pusat, di mana produk hukum ini sebagai implementasi Pasal 18 Ayat (2)

(4)

4 tersebut. Maka, dibentuklah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, yang kini telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai tindakan nyata Indonesia yang bangga dengan asas Desentralisasi dan Otonomi Daerahnya.

Untuk merealisasikan otonomi daerah, suatu daerah memerlukan pendanaan agar tiap daerah dapat mengelola potensi daerahnya dengan baik. Selanjutnya, UU Pemda Tahun 2004 tersebut diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, yang memberikan kepastian hukum terhadap perimbangan keuangan desa dan kabupaten/ kota. Hal ini berkaitan dengan asas desentralisasi dan otonomi daerah yang dianut Indonesia serta demokrasi dan masyarakat yang partisipatif sesuai konstitusi Negara yang merupakan dasar diberikannya kepastian terhadap perimbangan keuangan desa dan kabupaten/ kota. Berdasarkan PP Desa tersebut,pada Pasal 68 Ayat (1) huruf c, desa memperoleh jatah Alokasi Dana Desa (ADD). ADD yang diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui ADD, desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom.

Dalam UU Pemda Tahun 2004 maupun 2014 tersebut di atur segala hal sampai pada diberikannya tiap daerah untuk mengelola urusan daerahnya sendiri berikut pemerintahan yang ada di bawahnya seperti desa. Pemerintah daerah menganggarkan dana yang digunakan untuk pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, operasional pemerintah desa, tunjangan aparat desa, dan lainnya.

Berdasarkan aturan yang ada bahwa sumber anggaran untuk ADD berasal dari APBD Kabupaten/ Kota. Komponen APBD yang dialokasikan sekurang-kurangnya 10% (persen) bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. Maksud dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima Kabupaten/ Kota adalah dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam, ditambah Dana Alokasi Umum (DAU) setelah dikurangi belanja pegawai.

Diberikannya alokasi dana desa yang jumlahnya ditentukan secara lebih pasti tersebut seyogyanya perlu dilakukan pencegahan secara preventif agar tidak sampai terjadi kepala desa terseret ke dalam kasus tindak pidana korupsi. Seperti misalnya kasus korupsi ADD pemerintah Kabupaten Buleleng, desa Alas Angker, Kecamatan Buleleng, Singaraja, kepala desa tersebut berinisial GS.

Pemerintah pusat berganti, seriring berjalannya tahun, kebijakan pun berganti, atas apresiasinya terhadap otonomi daerah, dirancanglah agenda prioritas Presiden dan Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla. Program dalam prioritas tersebut salah satunya adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan

(5)

5 desa dalam kerangka negara kesatuan, yang telah dituiangkan dalam ‘Nawa Cita’ ke 6. Berdasarkan hal tersebut dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dalam salah satu rumusan pasalnya memuat tentang dana alokasi desa. Hal ini mengundang pro dan kontra pada tahun 2014. Namun akhirnya dana itu dikeluarkan juga tahun 2015. Karena nilainya yang tidak tanggung-tanggung, banyak kalangan yang mengkhawatirkan kesiapan, sebanyak lebih dari 74.000 desa se-Indonesia dalam rangka menerima dan mengelola dana yang terbilang besar dari pemerintah pusat. Tiap desa akan menerima kucuran dana yang telah dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berkisar 1- 1,4 Milyar/ Tahun per Desa. Inilah yang menarik untuk dicermati, di mana sebelumnya desa belum pernah mendapatkan porsi anggaran dari APBN. Desa memiliki pendapatan dari berbagai sumber. Dalam Pasal 71 ayat (1) UUno. 6 tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Lebih lanjut dalam Pasal 72 khususnya pada ayat (1) disebutkan:

Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari: 1) Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil asset, swadaya dan

partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; 2) alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

3) bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; 4) alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang

diterima Kabupaten/Kota;

5) bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;

6) hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan 7) lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Berpijak dari rumusan pasal tersebut, di mana desa cukup banyak mengelola uang yang datangnya dari berbagai sumber, rupanya menimbulkan kekhawatiran banyak kalangan. Diharapkan dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa, selalu didasarkan pada asas penyelenggaran pemerintahan yang baik serta sejalan dengan asas pengaturan desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Antara lain kepastian hokum, tertib penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tertib kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, kearifan local, keberagaman serta partisipasi.

(6)

6 Dalam pelaksanaan pembangunan desa, diutamakan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan guna mewujudkan perdamaian, dan keadilan sosial.

Penerimaan dari setiap sumber pendapatan desa harus didasarkan pada hokum dan wajib dicatat dengan tertib disertai dengan bukti-bukti penerimaanya. Demikian pula halnya penggunaan dana desa tersebut wajib harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila terjadi penyimpangan apalagi dana-dana tersebut diselewengkan atau disalahgunakan akan memunculkan tindak pidana korupsi. Sering menjadi wacana di masyarakat bahwa produk baru yang disebut dana desa ini, nantinya dikhawatirkan memiliki potensi untuk berkontribusi dalam tindak pidana korupsi.

Kalau dilihat sebab-sebabnya secara teori, orang cenderung melakukan korupsi antara lain disebabkan mental yang rendah di pemerintahan serta tuntutan ekonomi menjadikan seseorang berupaya semaksimal mungkin untuk pemenuhan kebutuhannya, maka bukan tidak mungkin korupsi bisa saja terjadi. Tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan terjadi lebih banyak disebabkan karena kacaunya administrasi keuangan tersebut, karena salah tafsir terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku atau ketidakpahaman aparat terhadap aturan tersebut.

Secara politis, desentralisasi merupakan langkah menuju demokratisasi. Dengan desentralisasi, pemerintah lebih dekat dengan rakyat, sehingga kehadiran pemerintah lebih dirasakan oleh rakyat dan keterlibatan rakyat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dan pemerintahan semakin nyata. Secara sosial, desentralisasi akan mendorong masyarakat ke arah swakelola dengan memfungsikan pranata sosial yang merupakan social capital dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Dengan pranata yang telah internalized, mekanisme penyelesaian mereka dipandang lebih efektif, efisien dan adil. Sedangkan, secara ekonomi, desentralisasi diyakini dapat mencegah eksploitasi pusat dan daerah, menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi masyarakat untuk lebih produktif. Secara administrative akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau pertanggungjawaban publik. Sesungguhnya inilah alasan antara lain arah yang ingin di capai pemerintah, maka di berikanlah dana desa tersebut.

Berdasarkan data yang dilansir dari transparency.org, Negara kita menduduki peringkat 12 sebagai negara terkorup se-Asia dan peringkat 107 sebagai negara bebas korupsi dari 175 negara di tahun 2016, sangat memperihatinkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti singapura masuk peringkat 7 negara terbersih dari korupsi dari 175 negara, atau Malaysia di peringkat 50.

(7)

7 Dibalik manfaat yang baik dari pasal tersebut, rupanya ada kekhawatiran yang tersimpan menaruhkan kemakmuran masyarakat dan negara. Sejak tahun 2015 dana dikucurkan dari pusat melalui pemerintahan daerah sebanyak tiga tahap. Muncul kekhawatiran akan rawannya penyimpangan dana desa tersebut bukan tidak beralasan, mengingat banyaknya pejabat yang korupsi. Berkaca di era otonomi daerah sekarang, desa mendapat dana milyaran dalam setahun, bukan hal yang mustahil jika dikemudian hari banyak kepala daerah ataupun kepala desa yang berurusan dengan hukum karena telah merugikan keuangan negara. Praktik korupsi pun akan berpindah dari kota ke desa.

Berdasarkan hal tersebut di atas, pemerintah Indonesia baiknya semakin gencar memberantas korupsi, kata memberantas lebih menekankan kita akan suatu tindakan yang telah terjadi (represif), layaknya memotong rumput, setelah dipotong lalu tumbuh lebat lagi, begitulah korupsi, kita melakukan pemberantasan korupsi berarti tindak pidana tersebut sudah terlaksana, karena jika belum terlaksana, kita juga belum bisa mengetahui itu korupsi atau bukan. Namun sesungguhnya yang lebih baik adalah melakukan pencegahan secara lebih awal.Pencegahan merapakan hal yang sangat penting untuk menekan terjadinya tindak pidana korupsi. Demikian pula halnya dengan adanya dana desa, sebaiknya lebih awal dilakukan pencegahan agar tidak terjadi penyelewengan terhadap pengelolaan keuangan desa.

Berdasarkan latar belakang di atas maka ada beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam penelitian ini yaitu :

1) Bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

2) Bagaimana pengaturan mengenai pengawasan pelaksanaan pengelolaan dana desa sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi dana desa; 3) Bagaimana upaya pencegahan agar pengelolaan keuangan dana desa di

Indonesia khususnya di Bali terhindar dari Korupsi. 2. METODE

Dalam penelitian ini mempergunakan penelitian secara normativ dan ditunjang juga oleh penelitian empiris. Penelitian normative yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yakni dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas hukum dan kaedah-kaedah hukum positif yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan dan pearturan perundang-undangan.1

1 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

(8)

8 Adapun peraturan perundang-undangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketentuan tentang pengawasan secara umum, undang-undang tindak pidana korupsi, undang-undang tentang desa dan peraturan pelaksanaan lainnya. Disamping dengan metode normative juga dipergunakan jenis penelitian empiris. Dalam hal ini dilakukan penelitian lapangan terutama ke beberapa desa di Bali. Desa-desa tersebut meliputi 3(tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Karangasem, Badung dan Buleleng. Tiap kabupaten dicari masing-masing 3 (tiga) kecamatan, dan masing-masing kecamatan akan diteliti juga masing-masing 3 (tiga) desa, sehingga secara keseluruhan ada 27-30 desa yang akan diteliti dengan teknik wawancara baik tersetruktur maupun bebas atau terbuka. Di samping wawancara dengan kepala desa, juga akan dilakukan dengan pejabat yang terkait dengan upaya pengawasan, seperti misalnya dengan kepolisian maupun kejaksaan yang telah melakukan perjanjian kerjasama guna mencegah terjadinya penyimpangan atau korupsi dana desa.

Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan (The Statute Approach), khususnya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pengawasan keuangan, peraturan perundang-undanghan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana korupsi dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan desa ataupun dana desa. Di samping itu juga dipergunakan pendekatan konsep, yaitu berupa penelusuran tentanghubungan kontekstual antara peraturan perundang-undangan yang terkait dengan teknik pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghindari terjadinya korupsi dana desa.

Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum antara lain:

1) Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diangkat, yakni menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Thaun 2001 tentang Tindak Pidana korupsi, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peratunan pelaksana lainnya, seperti : PP. Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU.Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,PP No. 60 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Peraturan Mendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Desa, dll.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, buku-buku hukum, hasil penelitian, pendapat para pakar (doktrin) serta jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.

(9)

9 3) Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum) dan ensiklopedia yang juga berkaitan dengan penelitian ini.2

4) Sebagai penunjang, data yang diperoleh di lapangan yaitu hasil wawancara, baik yang dilakukan terhadap pejabat yang berwenang terkait dengan upaya pengawasan, maupun dengan kepala desanya sendiri, tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk menghindari adanya penyimpangan dana desa. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara menelaah dan meneliti data pustaka seperti bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Pencatatan terhadap bahan-bahan temuan dalam studi kepustakaan perlu dilakukan secara teliti dan jelas, pencatatan ini juga dilakukan secara menyeluruh terhadap bahan-bahan yang ada relevansinya dengan penelitian.3 Pengumpulan bahan hukum juga ditunjang oleh data lapangan yaitu berupa catatan-catatan ataupun praktek-praktek yang telah dilakukan di lapangan guna menghindari penyimpangan terhadap dana desa.

Untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan maka dipergunakan beberapa teknik analisis yaitu:

1) Teknik deskripsi, dengan menggunakan teknik ini peneliti menguraikan secara apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proporsi-proporsi hukum atau non-hukum.

2) Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal.

3) Teknik evaluasi merupakan penelitian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pernyataan rumusan norma, keputusan, ataupun pelaksanaanya di lapangan serta upaya yang telah dilakukan baik yang tertera dalam bahan primer meupun dalam bahan hukum sekunder untuk tidak terjadinya penyimpangan dana desa. 4) Teknik argumentasi berupa pernyataan-pernyataan yang berasal dari pemikiran

atau analisis penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

2 Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 32

3 Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Bambang Waluyo I), h. 50

(10)

10 3. PEMBAHASAN

Sebagai konsekuensi atas berlakunya Undang-undang Desa Nomor 06 Tahun 2014 adalah adanya kucuran dana milyaran rupiah langsung ke desa yang bersumber dari alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. Dana yang begitu besar ini menimbulkan kekhawatiran beberapa pihak karena rawan diselewengkan atau dikorupsi. Bagaimana sebenarnya mekanisme pengawasan penggunaan Alokasi Dana Desa tersebut

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 : Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya dalam pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa.

Pada prinsipnya salah satu aspek dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah fungsi distribusi. Dalam fungsi tersebut, APBN dilaksanakan untuk mendukung pemerataan ekonomi antar daerah sehingga gap antar daerah satu dengan yang lain akan berkurang termasuk pemerataan antar kota dan desa di daerah.

Salah satu penerapan fungsi distribusi APBN adalah dengan adanya transfer berupa dana desa. Berdasarkan PP Nomor 60 tahun 2014, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Anggaran dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat pada tahun 2017 adalah sebesar 60 triliun, sama dengan anggaran dana desa yang disiapkan untuk tahun 2018 nanti. Dalam implementasinya, Presiden Joko Widodo ingin program dana desa dapat menggerakkan perekonomian di desa. "Kita ingin perekonomian di desa bisa bergerak, tidak kalah cepatnya dengan pergerakan perekonomian yang ada di kota,” tegas Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan topik Optimalisasi Dana Desa di Istana Kepresidenan Bogor pada Oktober lalu.

Untuk itu, dalam penyaluran dan penggunaan dana desa diperlukan pengawasan baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak masyarakat. Perlunya pengawasan didukung dengan adanya beberapa kasus penyelewengan dana desa yang dilakukan oleh perangkat daerah/desa di beberapa daerah di Indonesia. Akibatnya,

(11)

11 dana yang seharusnya menjadi hak seluruh masyarakat desa, tidak dapat disalurkan dengan baik dan hanya bisa dinikmati oleh beberapa pihak.

Dalam pengawasan penggunaan dana desa, pemerintah melakukan pemantauan atas penyaluran dana desa dari rekening kas daerah ke rekening kas desa. Pemerintah juga melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap laporan realisasi anggaran dana desa dan sisa lebih penggunaan anggaran (SilPa) dana desa.

Beberapa lembaga negara juga ikut serta dalam pengawasan dana desa seperti KPK, BPKP, Kejaksaan dan Kepolisian. Namun selain itu, diperlukan juga peran masyarakat dalam melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran dana desa untuk mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu, masyarakat desa diharapkan peduli terhadap pengelolaan dana desa yang sejatinya juga berasal dari pajak yang telah dibayarkan masyarakat kepada negara.

a. Permasalahan, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

1) Permasalahan Desa

Desa yang lebih berkesan sebagai kelompok masyarakat yang hidup secara tradisional, mempunyai banyak ketertinggalan dibanding dengan dengan kota. Salah satu tujuan pembangunan wilayah pedesaan adalah menyeterakan kondisi kesejahteraan kehidupan masyarakat desa dan kota sesuai dengan kondisi alami potensi yang dimiliki desa. Untuk melakukan pembangunan desa, ada beberapa hal yang tidak dapat diabaikan diantaranya adalah latar belakang, pendekatan, konsep maupun kenyataan-kenyataan yang terjadi di setiap desa. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan wilayah pedesaan adalah:

a) Pembangunan masyarakat desa masih banyak kendala yang dihadapi. Disisi lain, sifat ragam dan hakikat desa sangat beranekaragam yang secepatnya membutuhkan penanganan. Disamping itu, titik berat pelaksanaan otonomi daerah yang terletak pada kabupaten menggambarkan kebulatan karakter pedesaan wilayahnya.

b) Perangkat desa perlu mendapat bantuan teknis dan insentif. Perangkat desa sebagai ujung tombak pembangunan serta menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan desa, keadaannya secara umum masih membutuhkan bantuan teknis yang efektif. Bantuan teknis dan efektif yang dibutuhkan diantaranya membuat perencanaan yang tepat sasaran, pelaksanaan yang tepat sesuai dengan rencana, pengelolaan managemen

(12)

12 keuangan yang memenuhi standar akuntansi dan hokum, pertanggungjawaban yang benar menghindari penyimpangan.

c) Kesejahteraan, artinya pendapatan para kepala desa dan perangkatnya yang masih menjadi masalah, kualitas ketrampilan, kewibawaan, kemampuan, kejujuran dan dedikasi para perangkat desa masih perlu ditingkatkan dengan bantuan pemerintah.

d) Kemampuan membangun masyarakat desa mulai dari merencanakan, melaksanakan sampai mengawasi masih dilakukan dengan cara yang sangat sederhana atau dalam banyak hal masih tanpa mekanisme manajemen sama sekali. Walaupun di Bali sudah banyak yang telah mampu menggunakan managemen yang berbasis informasi teknologi modern.

e) Mekanisme koordinasi dan sinkronisasi kerja antara pemerintah desa dan pemerintahan diatasnya perlu dimantapkan. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang dipersiapkan desa beserta masyarakatnya disambut baik dan terwujud dalam pelaksanaannya tanpa modifikasi ataupun penghilangan yang pokok demi kepentingan desa. Demikian pula agar pembangunan jangan berlangsung secara birokratis yang berlebihan.

f) Dana pembangunan desa secara lintas sektoral masih belum dirmanfaatkan bagi masyarakat desa. Karena itu dibutuhkan usaha dan dorongan yang kuat, sehingga mekanisme proyek pembangunan desa yang berlangsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa melalui pemerintahan paling bawah. g) Kurangnya keterpaduan kepentingan antar sektor, sehingga dibutuhkan

koordinasi lintas sektoral tentang pemerintahan desa melalui penyatuan program, misi dan visi pembangunan. Hal ini dikarenakan setiap sektor mempunyai visi dan misi yang ideal mengenai pembangunan wilayah pedesaan. Sehingga masing-masing sektor cenderung untuk berpegang teguh secara prinsip pada fungsi pokoknya dan memegang asumsi bahwa secara fungsional tidak ada kewenangan untuk mencampuri sektor lain. Hal ini perlu dihindari karena koordinasi dan sinkronisasi antar sector harus kuat. Melalui Undang-undang nomor 6 Thaun 2014 diharapkan terwujudnya desa yang mandiri di mana, a). desa bukan hanya sekedar sebagai obyek penerima manfaat, melainkan sebagai subyek pemberi manfaat bagi warga masyarakat setempat; b). berbagai komponen desa mempunyai rasa kebersamaan dan gerakan untuk mengembangkan asset local sebagai sumber penghidupan dan kehidupan bagi warga masyarakat; c). Desa mempunyai kemampuan menghasilkan dan mencukupi kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat seperti pangan, energy, laayanan dasar, dan lain-lain; d). sebagai cita-cita jangka panjang, desa mampu menyediakan

(13)

13 lapangan peekerjaan, menyediakan sumber-sumber pendapatan bagi masyarakat serta menghasilkan pendapatan asli desa dalam jumlah yang memadai.

Beradasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi di desa, maka dalam merencanakan program pembangunan diharapkan dapat memcahkan beberapa permasalahan yang ada sehingga desa semakin cepat menuju kemajuan.

2) Perencanaan

Dalam mewujudkan pembangunan desa menuju desa yang maju mandiri tentu diawali dengan perencanaan yang tepat sasaran memalai anggaran pendapatan dan belanja desa, hal ini perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, baik menyangkut dasar hukum, programnya atau kegiatan yang akan dilaksanakan, jadwal pelaksanaan, siapa yang akan menjadi pelaku aktivitas dalam melaksanakan program, berapa besar anggaran yang akan dipergunakan, dan target apa yang harus dicapai dengan pelaksanaan program atau kegiatan dimaksud. Perencanaan inilah yang seyogyanya mesti dibahas secara matang melalui proses sesuai aturan yang ada.

Dalam perencanaan besaranya anggaran belanja yang dialokasikan untuk setiap program kegiatan yang diusulkan tentu akan diusahakan dikaji secara mendalam akan tingkat kelayakan atau kewajarannya sehingga benar-benar efisien atau tidak berlebihan yang dapat berakibat pada pemborosan anggaran. Demikian puala sebaliknya agar tidak terjadi kekurangan anggaran pada saat program aatau kegiatan sedang berjalan yang berakibat tidak dapat diselesaikan atau dilanjutkan kegiatannya (mangkrak).

3) Pelaksanaan

Pembangunan adalah suatu proses perubahan masyarakat. Proses perubahan ini mencerminkan suatu gerakan dari situasi lama (tradisional) menuju suatu situasi baru yang lebih maju (modern). Hal ini sering kali belum dikenal oleh masyarakat. Perubahan yang dilakukan tersebut akan melalui proses transformasi dengan mengenalkan satu atau beberapa fase antara. Pembangunan masyarakat (pedesaan) memerlukan suatu proses dan model tranformasi dari model lama menuju model baru (tujuan). Di sisi lain perlu pula untuk dipahami bahwa proses pembangunan merupakan suatu konsep yang optimistik dan memberikan pengharapan kepada mereka yang secara sukarela berpartisipasi dalam proses pelaksanaan pembangunan. Sehingga perencanaan pembangunan baik sosial maupun budaya selalu perlu menyadari dan menemukan indikasi-indikasi perubahan tuntutan masyarakat desa yang selalu berkembang seperti halnya masyarakat pada umumnya. Untuk hal itu pelaksanaan pembangunan sesuai dengan perencanaan menjadi hal yang amat penting terwujudnya

(14)

14 tujuan dari pembangunan itu sendiri. Terhadap pelaksanaan pembangunan ini diperlukan pengawasan yang intensif dan cukup ketat terutama dalam penggunaan anggaran.

Agar pelaksanaan pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan masyarakat desa, maka perencanaan mekanisme pelaksanaan pembangunan desa dilakukan mulai dari bawah. Proses pembangunan yang dilaksanakan merupakan wujud keinginan dari masyarakat desa. Dalam hal ini memerlukan koordinasi yang intensif antara pemerintah desa dengan jajaran di atasnya (Pemerintahan Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus menerus dilakukan dan di mantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah Kabupaten.

Pelaksanaan pembangunan pun hendaknya tidak hanya menjadikan desa sebagai obyek pembangunan tetapi sekaligus menjadikan desa sebagai subyek pembangunan yang mantap. Artinya obyek pembangunan adalah desa secara keseluruhan yang meliputi potensi manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) dan teknologinya, serta mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan yang ada di pedesaan. Sehingga menjadikan desa memiliki klasifikasi desa swasembada.Yaitu suatu desa yang berkembang di mana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya menunjukkan kenyataan yang makin meningkat.Oleh karena masyarakat pedesaan sebagian besar berada di sektor pertanian, maka sasaran yang ingin dicapai adalah membantu pemenuhan kebutuhan pangan dengan mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat desa dan peningkatan ketrampilan pada sektor pertanian, industry kecil kerajinan pertukangan kayu, dan kesejahteraan keluarga.

Beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa antara lain beberapa hal penting seperti misalnya: a). semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa; b). khusus desa yang belum memeiliki pelayanan perbankan diwilayahnya, maka pengaturannya dipetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota; c). semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan syah. d). pemerintah desa dilarang melakukan pungutan apapun selain yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja desa; e). bendahara dapat menyimpan uang dalam kas desa dalam jumlah tertentu dalam rangka kebutuhan operasional pemerintah desa, sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan bupati/wali kota; f). pengeluaran desa yang mengakibatkan APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa, kecuali untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan untuk biaya operasional kantor yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa; g). penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu harus dibuatkan Rincian Anggaran

(15)

15 Biaya (RAB) yang telah disahkan oleh kepala desa; h). pengajuan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen antara lain RAB dan diverivikasi oleh sekretaris desa dan disahkan oleh kkepala desa; i).Pelaksana kegiatan bertanggung jawab terhadap tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan menggunakan buku pembantu kas kegiatan, sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan tersebut; j). berdasarkan RAB tersebut, pelaksana kegiatan mengajukan surat permintaan pembayaran kepada kkepala desa, disertai dengan pernyataan tanggungjawab belanja dan lampiran bukti transaksi; k). surat permintaan pembayaran dimaksud tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima; l). terkait dengan pengajuan pelaksanaan pembayaran, sekretaris desa selaku coordinator PTPKD berkewajiban untuk: meneliti kelengkapan permintaan pembayaran yang diajukan oleh pelaksana kegiatan; menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBDesa yang tercantum dalam permintaan pembayaran; menguji ketersediaan dana untuk kegiatan dimaksud, dan menolak pengajuan permintaan pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yan ditentukan; Berdasarkan hasil verivikasi sekretaris desa, akhirnya kepala desa menyetujui permintaan pembayaran dan bendahara desa melakukan pembayaran dan pencatatan pengeluaran, dan bendahara wajib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang dipungutnya ke rekening kas Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selanjutnya bendahara desa wajib membuat laporan pertanggungjawaban setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya; dan akhirnya kepala desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDes kepada bupati/wali kota, berupa laporan semester pertama disampaikan paling lambat akhir bulan juli tahun berjalan dan laporan semester akhir tahun disampaikan paling lambat pada akhir bulan januari tahun berikutnya.

4) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDes

Sudah menjadi kewajiban bagi siapa saja pejabat Negara atau pemerintahan yang telah menjalankan kewajiban dalam menggunakan anggaran, wajib untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran tersebut sesuai dengan mekanisme aturan yang ada dalam hal ini adalah pertanggungjawaban keuangan desa.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, desa memepunyai sumber pendapatan berupa pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, serta ibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ke tiga. Sumber pendapatan tersebutsecara keseluruhan digunakan untuk mendanai seluruh kewenangan desa yang mencakup penyelenggaraan

(16)

16 pemerintahan, pembangunan, pemberdayan masyarakat,dan kemasyarakatan. Dengan demikian pendapatan desa yang bersumber dari APBN juga digunakan untuk mendanai kewenagan tersebut.

Desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya sesuai denagan kebutuhan dan prioritas desa. Hal itu berarti dana desa akan digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenagan desa sesuai dengan kebutuhan dan prioritas dana tersebut. Namun,mengingat dana desa bersumber dari belanja pusat, maka untuk mengoptimalkan penggunaan dana desa, pemerintah diberikan kewenangan untuk menetapkan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan kewenagan yang menjadi tanggung jawab desa.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan dana desa yang tertib, transparent, akuntabel, dan berkualitas pemerintah dan kabupaten kota diberi kewenangan untuk dapat memberi sanksi penggunaan dana desa tidak/terlambat disampaikan. Di samping itu, pemerintah dan kabupaten/kota juga dapat member sanksi berupa pengurangan dana desa apabila penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan prioritas penggunaan dana desa, pedoman umum, pedoman teknis kegiatan, atau terjadi penyimpanan uangdalam bentuk deposito lebih dari 2 (dua) bulan.

Terkait dengan upaya mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBDes ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan di antaranya :

a) Setiap akhir tahun anggaran, kepala desa wajib mempertanggungjawabkan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatandan belanja desa;

b) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes tersebut terdiri dari unsur pendapatan belanja dan pembiayaan;

c) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes tersebut ditetapkan dalam bentuk peraturan desa yang dilampiri dengan: format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes tahun anggaran berkenaan, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa; format laporan kekayaan milik desa per 31 desember tahun anggaran berkenaan, dan format laporanprogram pemerintah dan pemerintah daerah yang masuk ke desa.

d) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes diinformasikan secara tertulis kepada masyarakat melalui media informasi yang mudah diakses, antara lain : papan pengumuman, radio komunitas dan media informasi lainnya;

(17)

17 e) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes disampaikan kepada bupati melalui camat paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Dalam upaya mempertanggungjawabkan keuangan desa dawali dengan proses mengalokasikan keuanga desa (APBDes) sdesuai dengan keadilan kondisi, kebutuhan dan prioritas desa diawali dengan melakukan musyawarah desa yang dihadiri oleh masyarakat utusan masing-masing desa di samping aparat desa, BPD dan LMD desa setempat, seperti apa yang dilakukan oleh desa Pemogan Denpasar selatan. Alokasi dana desa dialokasikan untuk sector irigasi, organisasi-organisasi desa, seperti posyandu, PKK, Sekehe Terune-teruni, kelompok nelayan, dan lain-lain. dalam bidan infra struktur, seperti pembuatan jalan/gang tembus, dan perbaikan jalan lingkungan seperti jalan masuk gang-gang yang ada. Semuanya ini wajib dipertanggung jawabkan4. Demikian pula hal yang serupa yang telah dilakukan oleh Kepala desa Dauh Puri Kelod Kecamatan Denpasar Barat bahwa semua dana desa wajib dipertanggungjawabkan baik yang bersumber dari pendapatan asli desa(PAD), dana pusat dari APBN, bagian dari hasil pajak dan retribusi, alokasi dana desa (ADD) bantuan dari APBD Provinsi Bali dan Kota Mmadya. Dan khusus dana yang diterima dari pusat, nantinya akan diberikan kepada empat bidang perangkat desa yaitu bidang pemerintahan, bidang pembangunan,bidang pemberdayaan, dan bidang kemasyarakatan.yang tentunya akan selalu berkoordinasi dengan pelaksana teknis pengelola keuangan desa, yang pada akhirnya semua dipertanggungjawabkan secara tuntas5.

Dengan demikian adalah menjadi kewajiban dari seorang kepala desa untuk menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban terhadap realisasi pelaksanaan APBDes kepada bupati/wali kota setiap semester tahun berjalan. Laporan untuk semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir bulan juli tahun berjalan untuk laporan dan pertangungjawaban semester kkedua disampaikan paling lambat pada bulan Januari tahun berikutnya.

b. Pengaturan Pelaksanaan Pengawasan Dana Desa

Sebelum menguraikan tentang pengaturan pelaksanaan pengawasan dana desa, terlebih dahulu perlu diuraikan obyek yang menjadi pengawasan terkait dengan keuangan desa di mana dapat dijelaskan mengenai Pengorganisasian Pendapatan Desa yang meliputi

:

4 Wawancara dengan bendahara desa Pemogan kecamatan Denpasar Selatan, tanggal 26 Maret 2018. 5 Wawancara dengan kepala Desa Dauh puri kelod Kecamatan Denpasar Barat ( I gusti Made Wira Namiartha), tanggal 25 Maret 2018.

(18)

18 Pendapatan Asli Desa terdiri dari:

a) Hasil usaha desa;

b) Hasil pengelolaan kekayaan desa;

c) Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat; d) Hasil gotong royong;

e) Lain-lain pendapatan asli desa.

Hasil usaha desa adalah sejumlah pendapatan yang diperoleh dari berbagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah desa melalui berbagai macam pungutan yang merupakan kesepakatan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dituangkan dalam peraturan desa tentang pungutan desa. Pungutan desa adalah segala pungutan baik berupa uang maupun barang yang dilakukan oleh pemerintah desa kepada masyarakat desa berdasarkan kemampuan ekonomi masyarakat desa. Jenis pungutan desa terdiri dari:

a) Pungutan yang berasal dari iuran sesuai dengan mata pencaharian masyarakat desa berdasarkan kemampuan ekonomi;

b) Pungutan yang berasal dari biaya administrasi permohonan surat-surat keterangan;

c) Pungutan yang berasal dari peralihan hak yang belum dipungut oleh pemerintah sesuai peraturan perundangan yang berlaku;

d) Pungutan polorogo yaitu pungutan yang dikenakan kepada anggota masyarakat yang atas peralihan hak atas tanah.

e) Pungutan lain sejenis pungutan desa yang bersifat mendesak yang ditetapkan oleh kepala desa dengan persetujuan BPD, misalnya pungutan dalam rangka HUT Kemerdekaan dan perayaan lainnya di tingkat desa. Sementara itu pungutan untuk kegiatan tertentu antara lain pungutan dalam rangka penanggulangan bencana alam.

Hasil pengelolaan kekayaan desa adalah sejumlah pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan desa.Pengadaan kekayaan desa berasal dari :

a) Pemanfaatan tanah negara atau bekas tanah adat melalui permohonan hak;

b) Pembelian;

c) Pembangunan pasar, kios, pemandian umum, pembangunan obyek rekreasi, pendirian tempat pelelangan ikan dan atau usaha lain yang syah.

(19)

19 a) Pemberian atau hibah dan bantuan dari pemerintah, pemerintah

provinsi, atau pemerintah kabupaten / kota dan b) Pemberian atau hibah dari masyarakat

Kekayaan desa wajib diurus dan diamankan sedemikian rupa, dengan cara pengamanan administratif, pengamanan fisik dan pengamanan hukum. Pengembangan kekayaan desa perlu terus diupayakan dan diatur dalam peraturan desa. Kekayaan desa terdiri dari:

a) Tanah kas desa;

b) Pasar / kios desa, pasar hewan desa; c) Tambatan perahu;

d) Bangunan desa;

e) Obyek rekreasi yang diurus oleh desa; f) Lain-lain kekayaan milik desa.

Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat, merupakan sejumlah pendapatan yang diperoleh dari masyarakat atas dasar kesadaran dan inisiatif mereka sendiri. Hasil gotong royong, merupakan bentuk kerjasama yang bersifat spontan dan sudah membudaya serta mengandung unsur timbal balik yang bersifat sukarela antara warga dengan pemerintah desa untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Pengembangan, pengawasan dan pengendalian sumber-sumber Pendapatan Asli desa perlu dikembangkan dalam bentuk : Peningkatan, penggalian sumber-sumber pendapatan desa yang berasal dari swadaya, gotong royong; Peningkatan jenis-jenis pungutan desa, swadaya, partisipasi dan gotong royong yang ditetapkan dengan peraturan desa; Peningkatan pemanfaatan sarana prasarana, sewa, dan fasilitas lainnya yang dimiliki oleh desa.

Usaha pengembangan kekayaan desa dapat dilakukan dalam bentuk : Penanaman pohon dipinggir jalan atau tempat lainnya yang berada dalam penguasaan dan pengawasan desa; Penitipan tanaman pada tanah-tanah masyarakat dengan sistem bagi hasil; Penitipan bibit ternak, bibit ikan pada masyarakat dengan sistem bagi hasil; Pemanfaatan hasil dari gerakan penghijauan; Pemanfaatan bangunan desa; Pemanfaatan dari lapangan olah raga; Menyewakan tanah milik desa; dan Usaha lain yang dapat meningkatkan pendapatan desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(20)

20 1) Dasar Hukum

Ruang lingkup dasar hukum terkait pengaturan tentang tatacara pengawasan dana desa, meliputi : pra penyaluran, penyaluran dan penggunaan, dan pasca penyaluran. Adapun dasar hukumnya adalah :

a) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturabn Pelaksanaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN sebagaimana telah diubah denganPeraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana desa yang bersumber dari APBN (perubahan terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2016);

d) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa;

e) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa;

f) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa;

g) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 tahun 2016 tentang Kewenangan Desa;

h) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 tahun 2016 tentang Laporan Kepala Desa;

i) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 2014 tentang Administerasi Pemerintahan Desa;

j) Peraturan Menteri Keuangan nomor 49/PMK.07/2016 tentang Ttatacara pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa;

k) Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ttata cara pengadaan Barang dan Jasa di Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Kebijakan Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Kebijakan Pengadaan barang dan

(21)

21 Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Tatcara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa;

l) Peraturan Menteri Desa, Pembanganan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 beserta perubahan-perubahannya;

m) Preraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan dana desa Tahun 2018.

c. Kompotensi dan Hal-hal yang Menjadi Perhatian Dalam Pengawasan 1) Kompetensi Pengawas

Pengawasan berasal dar kata’awas’ yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan saksama, tidak ada ;lagi kegiatan kecuali member laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang diawasi. Pengawasan adalahmenentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu memastikan hasil yang sesuai dengan rancana6. Dengan demikian pengawasan pada hakikatnya merupakan suatu tindakan menilai apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan apa yang telah ditentukan, dengan pengawasan tersebut akan dapat ditentukan kesalahan-kesalahan, dan kesalahan ini akan dapat diperbaiki, dan yang terpenting jangan sampai kesalahan tersebut terulang kembali. Sebagai pengawas dituntut memiliki kompotensi yang memadai, secara kolektif mereka harus memiliki kompetensi sebagai berikut :

a) Memahami urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan masyarakat desa; b) Memahami tatacara perencanaan desa;

c) Memahami tahapan dan tatacara pengelolaan keuangan desa; d) Mmemahami pengadaan barang dan jasa dan perpajakan di desa; e) Memahami proses bisnis atau tugas dan fungsi perangkat desa; f) Memahami teknik komunikasi; dan

g) Memahami analisis basis data.

2) Hal-hal Yang Menjadi Perhatian Dalam Pengawasan

Dalam melakukan tugas pengawasan terutama keuangan desa, ada beberapa hal penting yang patut menjadi perhatian bagi para pengawas. Karena pengawasan adalahkegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, dan bertujuan

6 George R.Terry dalam Mucham, 1992, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan aparat

(22)

22 mencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya baik yang mencakup kuantitatif, kualitatif dan maupun penggunaan dananya. Khusus terhadap pengawasan pengelolaan dana di desa ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian diantaranya :

a) bahwa pengelolaan dana desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa secara keseluruhan, oleh karena itu pengawasan dana desa merupakan sub pengawasan dari pengawasan keuangan desa;

b) bahwa pengawasan dana desa diarahkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan pengelolaan dana desa, sehingga pengawas harus merancang program pengawasan dana desa yang mampu bertindak sebagai pencegahan (preventive action) bukan tindakan represif atau pengawas berfungsi sebagai early warning system.Pengawas aharus mampumelakukan asistensi pengelolaan dana desa, sehingga kegamangan atau ketakutan perangkat desa untukmembelanjakan dana desa tidak terjadi;

c) bahwa meskipun pengawasan dana desa bersifat pencegahan namun bukan berarti pengawas mengabaikan adanya tindakan kecurangan (fraud) pengelalaan dana desa, sehingga pengawas juga harus merancang program pengawasan dana desa yang sifatnya pengawasan terhadapo kepatuhan desa dalam pengelolaan dana desa. Di samping itu, pengawas juga harus merespon apabila terdapat pengaduan masyarakat terkait pengelolaan dana desa melalui klarifikasi atau kajian dan atau pemeriksaan khusus atau pemeriksaan investigasi;

d) bahwa selain penilaian terhadap kepatuhan pengelolaan dana desa, pengawas juga harus mampu melakukan penilaian terhadap kinerja dana desa, dalam artian pengawas harus mampu menilai apakah dana desa telah member manfaat kepada masyarakat;

e) bahwa mengingat besarnya jumlah dan kondisi geografis desa, maka dalam merancang kegiatan pengawasan tahunan pengawas harus dapat merancang pengawasa ke dalam kegiatan pengawasan tahunan yang berbasis risiko, dalam artian pengawas mengawal proses pelaksanaan dana desa pada 3 (tiga) tahapan yang dinilai memiliki risiko penyimpangan yang tinggi dan tingkat frekuensi pengawasan yang dilakukan di desa tersebut. Di samping itu pengawas dimungkinkan untuk merancang suatu teknis pengawasan yang sifatnya desk monitoring atau desk audit terhadap pengelolaan dana desa dapat memanfaatkan aplikasi

(23)

23 system keuangan desa (SIKUDES), sehingga sumberdaya pengawas dapat lebih efektif;

f) bahwa untuk efektifitas pengawasan, pengawas harus memperhatikan laporan hasil pengawasan yang dilakukan oleh pengawas lainnya;

g) bahwa pedoman pengawasan dana desa oleh pengawas mengatur standar minimal langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pengawas dalam melakukan pengawasan dana desa termasuk di dalamnya format-format program kerja pengawasan maupun sistematika laporan hasil pengawasan Pengawas Provinsi, kabupaten dan kota dapat mengembangkan format dan focus pengawasan sesuai dengan kharakteristik dan potensi risiko pengelolaan dana desa di masing-masing pemerintah daerah.

3) Tata Cara Pengawasan

Pengawasan adalah rankaian dari suatu kegiatan pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi terhadap suatu kondisi yang dihasilkan oleh suatu sarana sebagai sasaran, yang secara keseluruhan berlangsung sebagai suatu system yang di dalamnya terdapat beberapa unsure saling terkait dan berinteraksi sebagai satu kesatuan. Pengawasan sebagai suatu proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperintahkan7.

Khusus terhadap pengawasan dana desa, sesungguhnya tujuanya adalah untuk menilai hal-hal sebagai berikut :

a) ketepatan lokasi penyaluran dana desa yang berhak menerima; b) ketepatan kelengkapan syarat penyaluran dana desa;

c) ketepatan waktu penyaluran dana desa;

d) ketepatan jumlah dana desayang diterima dan yang disalurkan; dan e) ketepatan penggunaan dana desa dengan ketentuan yang berlaku. Secara umum sasaran pengawasan meliputi:

1) Pemerintah kabupaten kota oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) dengan rung lingkup pengawasan meliputi : a). Pra penyaluran, tersedianya regulasi kebijakan pemerintah kabupaten/kota mengenai dana desa; b). penyaluran kepatuhan dan mekanisme penyaluran dana desa dari rekening kas umum daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa (RKD); c). pasca penyaluran, mekanisme pembinaan dan pengawasan terhadap dana desa oleh gubernur;

7 Amran Suadi, 2014 Sistem Pengawasan badan Peradilan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 17.

(24)

24 2) Pemerintah Desa oleh aparat pengawas intern pemerintah (APIP) kabupaten/kota, yang meliputi pengawasan terhadap : a). pra pencairan dan penggunaan, dalam hal ini tersedianya regulasi, kebijakan internal, sumber daya manusia, dan prosedur perencanaan dana desa oleh pemerintah desa; b). pencairan dan penggunaan, dalam hal ini keandalan system pengendalian intern dan kepatuhan pemerintah desa terhadap : mekanisme pencairan dana desa dari rekening kas desa; pengadaan barang dan jasa; serta penggunaan dana desa. 3) Pasca pencairan dan penggunaan, dalam hal ini meliputi : a). penatausahaan

dana desa; b). perpajakan; c). pengujian bukti pertanggugjawaban dana desa; d). kepatuhan penyampaian laporan dana desa; e). sisa dana desa di rekening kas desa.

Selanjutnya jenis pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah terdiri dari: aparat pengawas intern pemerintah provinsi berupa evaluasi dan pemantauan, serta aparat pengawas intern kabupaten/kota berupa pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun tahapan pengawasan yang dilakukan, antara lain diawali dengan melakukan survey pendahuluan, dilanjutkan dengan pengujian sederhana atas kehandalan system pengendalian intern, dan selanjutnya pengujian rinci.

Metodelogi pengawasan yang digunakan adalah menggunakan metode uji petik (sampling) yang dilakukan dengan pertimbangan professional terhadap jenis-jenis bukti pemeriksaan melalui analisis terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan, analisis terhadap bukti pelaksanaan kegiatan, dan observasi/pengecekan pisik serta wawancara dengan pejabat terkait.

d. Tahapan dan Daftar Materi Pertanyaan Pengawasan Dana Desa

Sebelum diuraikan terhadap hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan laporan hasil pengawasan, kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu apa yang menjadi prinsip-prinsip umum dari hakikat pengawasan itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip dari suatu kegiatan pengawasan adalah; bahwa pengawasan merupakan tindakan apayang telah dicapai dengan cara melakukan evaluasi; bahwa pengawasan merupakan tindakan penilaian dari yang telah berjalan atau yang telah dilakukan agar sesuai dengan yang telah ditentukan, sehingga dapat ditemukan kesalahan-kesalahan; bahwa suatu pengawasan merupakan usaha agar pelaksanaan tugas sesuai dengan apa yang direncanakan; bahwa pengawasan merupakan kegiatan untuk menilai satu pelaksanaan tugas secara de facto; bahwa pengawasan merupakan kegiatan membandingkan apa yang dijalankan, dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau

(25)

25 diperintahkan, dan bahwa pengawasan merupakan kegiatan pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi terhadap suatu kondisi yang dihasilkan oleh sarana sebagai sasaran.8

Tahapan pengawasan terhadap dana dea biasanya terlebih dahulu dilakukan survey awal, survey ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum obyek pengawasan, serta mengindentifikasi kelemahan dan kerentanan pengelolaan dana desa yang memerlukan pendalaman lebih lanjut yang menjadi kewenangan pengawas. Adapun dokumen yang relevan dalam hal ini adalah :

a) data Perpres tentang rincian APBN, lampiran rincian pagu dana desa per kabupaten/kota;

b) peraturan Bupati/Wali kota mengenai tatacara dan penetapan besaran dana desa setiap desa, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan keuangan desa dan kewenangan desa;

c) laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan dana desa per kabupaten/kota;

d) daftar pendamping desa;

e) bukti penyaluran dana desa dari RKUD ke RKD yang berasal dari DPKAD; f) laporan hasil pembinaan dan pengawasan SKPD dan camat serta monitoring

dana desa oleh Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan desa (SKPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat) kabupaten/kota; g) laporan konsolidasi penggunaan dana desa tahun sebelumnya;

h) laporan sisa dana desa di RKUD.

Lasngkah kerja ini dilakukan dengan cara melakukan analisa setiap dokumen apakah telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap penggunaan dana desa, dan selanjutnya dibuat simpulan setiap hasil analisa dari setiap dokumen.

e. Pelaporan Hasil Pengawasan

Pengawasan terhadap penggunaan dana desa diarahkan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan memprioritaskan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang bersifat mendesak untuk dilaksanakan, serta lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat desa. Sejalan dengan tujuan pembangunan dan

8 Ni Nyoman Juwita Arsawati, 2016, Kebijakan formulasi Pidana Pengawasan Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum, disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar, h.152

(26)

26 pemberdayaan masyarakat desa, maka kegiatan-kegiatan yang dibiayai dana desa dipilih harus dipastikan kemanfaatannya untuk:

1) meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan kebudayaan;

2) meningkatkan lapangan lapangan kerja dan pendapatan ekonomui keluarga; dan

3) meningkatkan penaggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan warga miskin di desa, warga penyandang disabilitas dan marginal.

Berdasarkan atas kemanfaatan kegiatan yang dibiaya dari dana desa maka pengawasan seyogyanya dilakukan dengan memperhatikan bahwa, kegiatan yang semakin bermanfaat bagi peningkatan kesehatandan/atau pendidikan warga desa lebih diutamakan, demikian pula kegiatan yang semakin bermanfaat bagi pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan warga desa lebih diutamakan, dan selanjutnya kegiatan yang semakin bermanfaat bagi penaggulangan kemiskinan.

Selanjutnya dalam hal pelaporan hasil pengawasan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penyusunan laporan hasil pengawasan, di antaranya sebagai berikut :

1) selambat-lambatnya 1(satu) minggu setelah selesai melakukan pengawasan, tim pengawas wajib menyusun laporan hasil pengawasan;

2) penyusunan hasil laporan pengawasan memperhatikan prinsip tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, jelas dan ringkas;

3) laporan diterbitkan sebanyak 5 (lima) eksemplar, yang didistribusikan kepada : Gubernur selaku wakil pemerintah pusat; wali kota/bupati; kepala perangkat daerah yang menangani urusan pemberdayaan masyarakat desa; pemerintah desa; dan dan arsip inspektorat (bagian evaluasi).

4) Inspektorat kabupaten/kota menyampaikan resume hasil pengawasan dana desa kepada bupati/wali kota dengan tembusan kepada gubernur setiap triwulan atas pengawasan yang telah dilakukan, yang menyajikan informasi : a). rekapitulasi kebijakan pengelolaan dana desa per desa; b). rekapitulasi penerimaan dan penyaluran dana desa setiap desa per tahapan; Rekapitulasi penggunaan dana desa untuk seluruh bidang kewenangan desa; rekapitulasi sisa dana desa di rekening kas desa; rekapitulasi jumlah pendamping desa setiap kabupaten/kota; dan rekapitulasi jumlah temuan dan uraian ringkas lainnya.

5) Inspektur propinsi menyampaikan resume hasil pengawasan dana desa kepada gubernur dengan tembusan kepada menteri dalam negeri c.q.

(27)

27 Inspektur Jenderal setiap triwulan atas pengawasan yang telah dilakukan yang bersumber dari laporan dari Inspektur Kabupaten/kota, yang menyajikan informasi : a). rekapitulasi kebijakan pengelolaan dana desa per kabupaten/kota; b). rekapitulasi penerimaan dan penyaluran dana desa setiap kabupaten/kota per tahapan; c). rekapitulasi penggunaan dana desa untuk bidang seluruh bidang kewenangan desa; d).rekapitulasi sisa dana desa di rekening kas desa umum daerah; e). rekapitulasi jumlah pendamping desa setiap kabupaten/kota; dan f). rekapitulasi jumlah temuan dan uraian ringkas. Dalam upaya mendapatkan keyakinan yang memadai atas pengendalian intern pengelolaan dana desa terutama di lingkup kabupaten kota, diawali dengan pertanyaan-pertanyaan pengendalian internal, antara lain : a). apakah job description perangkat daerah yang mempunyai tugas membina dan mengawasi dana desa dinyatakan secara jelas?; b). apakah tersedia kebijakan terkait pengelolaan dana desa, antara lain mengenai: tatacara pembagian dan penetapan rincian dana desa; penyaluran dana desa dari RKUD ke RKD; pedoman tektis pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dana desa; pedoman dan tatacara pengadaan barang dan jasa di desa; Standar biaya umum; dan pedoman pengelolaan keuangan desa dan pelaksanaan dana transfer desa seperti pengaturan jumlah uang dalam kas desa; c). apakah mekanisme pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh bupati/wali kota telah memadai; d). apakah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dana desa telah memadai. Selanjutnya dibuat simpulan atas penilaian pengendalian atau pengawasan internal tersebut.

f. Upaya Pencegahan Terhadap Penyimpangan Dana Desa

Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan terhadap penyimpangan dana desa. Pengawasan di manapun diterapkan harus memenuhi ciriciri dari proses pengawasan itu sendiri agar bisa berjalan efektif dan menghasilkan sesuai dengan tujuan pengawasan itu sendiri. Adapun ciri-ciri dari sebuah proses pengawasan biasanya mengandung unsure-unsur substansi sebagai berikut:9

1) Pengawasan harus bersifat fact finding, artinya pelaksanaan funsi pengawasan harus menemukan kata-kata tentang kata-kata tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan dalam organisasi, dengan pengaruh factor-faktor lain seperti system;

(28)

28 2) Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti bahwa proses pengawasan itu dijalankan untukl mencegah timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan penyelewengan-penyelewengan dari rencana yang telah ditentukan;

3) Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang yang berarti bahwa pengawasan hanya dapat ditujukan terhadap kegiatan yang kini sedang dilaksanakan;

4) Pengawasan adalah sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi, pengawasan tidak boleh dipandang sebagai tujuan;

5) Pengawasan hanya sekedar sebagai alat administrasi dan managemen, maka pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah mencapai tujuan;

6) Proses pelaksanaan itu harus efisien, jangan sampai usaha pengawasan justru malahan menghambat usaha efisiensi;

7) Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan siapa yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak benar;

8) Pengfawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana meningkatkan kemampuannya untuk menentukan tugas yang ditentukan baginya.

Agar pengawasan dapat berjalan sesuai dengan harapan terutama untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau penyelewengan dalam hal ini dana desa, maka seorang pengawas diharapkan memilki integritas dan professional. Integritas, artinya suatu sifat dasar yang harus dimiliki seseorang dengan urtuhdalam arti bahwa keperibadiannya tidak tterkotak-kotak melainkan konsekwen dalam berbagai dimensi kehidupan. Orang-orang berintegritas adalah orang-orang yang jujur, satu dalam sikap dan tindakan, tidak bohong, dapat dipercaya, tidak dapat dibeli, mandiri dan bersifat independen. Sedangkan professional, dimaksudkan memiliki keterampilan dalan satu bidang, memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, sehingga mampu dengan cepat dan cermat dalam mengambil keputusan, yang berorientasi ke depan. Seseorang baru dapat dikatakan mmemiliki profesionalitas yang tinggi apabilasudah mencapai tingkat integritas moral yang memadai, karena profesionalitas tidak hanya memiliki keahlian semata tetapi kualitas dalam bekerja yang melampaui keahliannya. Sehingga cirri-ciri orang yang memliki integritas moral antara lain adalah : tidak main kotor; tidak menghianati; memiliki keadilan dasar dan jujur; tidak menipu dan munafik; tidak kejam dan selalu rendah hati; tidak sok dan tidak suka mmembuat kesan yang tidak sesuai; tidak lari dari tanggung jawab; dan selalu berusaha memberikan yang terbaik dan menyelesaikan pekerjaanya sesuai dengan standard an berkualitas.10

(29)

29 Kebijakan penaggulangan atau pencegahan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social walfare)11. Dengan demikian sesungguhnya upaya penaggulangan dan pencegahan kejahatan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan di lain pihak lewat jalur non penal (di luar hukum pidana). Upaya penaggulangan atau pencegahan kejahatan lewat jalur penal lebih mmenitikberatkan pada sifat represif (pemberantasan atau penindakan) sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dalam penelitian ini lebih diarahkan upaya pencegahan terhadap penyimpangan dana desa melalui jalur non penal, khususnya dalam hal ini pentingnya pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa.

a) Kesesuaian Penetapan Penggunaan Dana desa

Kesesuaian penetapan penggunaan dana desa dilakukan berdasarkan kewenangan desa. Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus keuangan desa dibatasi pada urusan kewenagan desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenagan local bersekala desa. Kesesuaian tatacara penetapan kewenangan desa dilakukan berdasarkan:

a) Bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan identifikasi dan inventarisasi kewennangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan local bersekala desa dengan melibatkan desa;

b) Bahwa berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenagan desa, bupati/wali kota tentang daftar kewenangan berdasarkan hal asal-usul dan kewenagan local bersekala desa sesei dengan peraturan perundang-undangan; c) Bahwa peraturan bupati/wali kota dimaksud ditindaklanjuti oleh pemerintah

desa dengan menetapkan peraturan desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan local bersekala desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan local.

Kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan dana desa harus berdasarkan kewenagan desa yang sudah ditetapkan dengan peraturan desa.oleh karena itu kegiatan yang dibiayai dana desa wajib masuk dalam daftar kewenangan desa. Dengan demikian, desa berwenang membuat peraturan desa yang mengatur tentang penggunaan dana desa untuk membiayai kegiatan di desa.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, saluran sub tersier dibuat dengan kedalaman 60 cm diatas permukaan saluran tersier. Dengan menggunakan sistem ini diharapkan dapat mempercepat

Berdasarkan data, sebesar 75% kabupaten di Indonesia pada tahun 2005 memiliki nilai jumlah penduduk miskin dibawah 114200.. Namun di tahun 2011, 75% kabupaten di Indonesia

Sistem identifikasi telapak tangan manusia ini memiliki nilai waktu eksekusi rata-rata menggunakan metode Self Organizing Map Kohonen selama 5.83596 detik terhadap

(2) Mendeskripsikan penyimpangan-penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam komentar pembaca berita pilpres 2014 di portal berita vivanews.com edisi Juni

Konsep Four Handed Dentistry dan ergonomis menjadi dasar dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi, semuanya bertujuan agar seluruh luasan

 Serbuk yang terbagi!bagi dapat dibagi!bagi secara visual tetapi sebanyak!  banyaknya hanya 1# serbuk bersama!sama. *adi serbuk itu dibagi dengan jalan menimbang dalam beberapa

(2012) menunjukkan bahwa pengkajian komunitas kupu-kupu secara spasial (berdasarkan perbedaan lokasi) serta temporal (berdasarkan perbedaan periode) memberikan informasi

Orangtua fokus pada pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai harapan mereka dengan membangun hubungan dan menciptakan komunikasi dua