• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan hal yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan hal yang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Pada dasarnya kepuasan kerja (Job Satisfaction) merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Robbins dan Judge (2007) juga menyebutkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Menurut Sopiah, (2008:170) kepuasan kerja adalah suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya ada seseorang cenderung merasa semakin puas.

Luthans (dalam Waspodo & Minadaniati, 2012) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan kerja itu dianggap sebagai hasil dari pengalaman karyawan dalam hubungannya dengan nilai sendiri seperti apa yang dikehendaki dan diharapkan dari

(2)

pekerjaannya.Menurut Wibowo, (2012:502) kepuasan kerja merupakan variabel utama karena ada dua alasan, yaitu:

a. Menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja

b. Merupakan preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi.

Sopiah (2008:170) menyimpulkan dari beberapa pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja bahwa :

a. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja.

b. Tanggapan emosional bias berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas.

c. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.

Jadi dari defenisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang atau positif seseorang atas pencapaian kerja yang mereka harapkan dengan kenyataan yang ada.

2.1.1.1 Dimensi Kepuasan Kerja

Luthans (2006:243) mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :

(3)

a. Pekerjaan itu sendiri

Yaitu evaluasi karyawan terhadap tingkat kesulitan yang harus dihadapi oleh seorang karyawan ketika menyelesaikan tugas daripekerjaannya. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, dimana hal itu terjadi bila pekerjaan tersebut memberikan kesempatan individu untuk belajar sesuai dengan minat serta kesempatan untuk bertanggung jawab. Indikator dari pekerjaan itu sendiri meliputi pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan menantang. Pekerjaan menantang merupakan tugas-tugas yang bersifat menantang dan memotivasi karyawan. Karyawan yang merasa bertanggung jawab atas pekerjaannya sendiri dapat meningkatkan kepuasan kerjanya.

b. Gaji/Upah

Gaji adalah salah satu hal yang penting bagi setiap karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, karena dengan gaji yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Gaji merupakan salah satu unsur yang penting yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, sebab gaji adalah alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan karyawan, sehingga dengangaji yang diberikan karyawan akan termotivasi untuk bekerjalebihgiat.Gaji dapat berperan dalam meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan kinerja, dan meningkatkan produktivitas dalam perusahaan. Perusahaan saat ini banyak mengaitkan gaji dengan kinerja.

c. Promosi

Promosi adalah kesempatan dimana seseorang dapat memperbaiki posisi jabatannya. Promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan kejabatan yang

(4)

lain, yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memiliki nilai karena merupakan bukti pengakuan yang lain terhadap prestasi kerja yang dicapai seseorang. Seseorang yang dipromosikan pada umumnya dianggap mempunyai prestasi yang baik, dan juga ada beberapa pertimbangan lainnya yang menunjang.

Dalam bekerja, seorang karyawan pasti mengharapkan adanya peningkatan–peningkatandalamkarirnya. Jenjang promosi dapat menambah semangat dan gairah karyawan di dalam bekerja, sehingga karyawan akan bekerja dengan penuh motivasi untuk mendapatkan promosi dalam karirnya. Apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan kompensasi yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini akan dapat menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari yang sebelumnya. d. Penyelia (Supervisor)

Supervisor adalah seseorang yang diberikan tugas dalam sebuah organisasi perusahaan dimana mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan perintah kepada rekan kerja bawahannya.Peran kerja supervisor berada di level tengah, yaitu di antara para atasan pembuat kebijakan dan di antara para staf pelaksana rutinitas di lapangan. Tugas utama supervisor adalah melakukan supervisi terhadap para staf pelaksanan rutinitas aktivitas bisnis perusahaan sehari-hari. Supervisor bertugas menerjemahkan dan meneruskan kebijakan strategis atasannya kepada para bawahan untukdikerjakan secara efektif dan produktif.

(5)

bawahan, keterampilan terhadap fungsi dan peran kerja agar mampu bekerja secara optimal, kreatif, efektif, berkualitas, produktif, efisien, bersinergi, dan cerdas melakukan supervisi terhadap bawahan, keterampilan kecerdasan emosional dan berpikiran positif.

e. Rekan Kerja

Yaitu evaluasi karyawan terhadap karyawan lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Teman sekerja yang setiap hari biasanya berinteraksi dengan kita, berbagi informasi dan berbagi tugas dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Hubungan dengan rekan kerja harus berjalan dengan baik agar tercipta hubungan kerjasama yang baik pula. Saling menghormati dan menghargai sesama rekan kerja akan menimbulkan semangat kerja dalam tim.

2.1.1.2 Faktor-faktor Penentu Kepuasan Kerja

Robbins (2001:149), menyatakan bahwa faktor-faktor yang lebih penting yang mendorong kepuasan kerja adalah :

a. Kerja yang secara mental menantang

Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan

(6)

perasaan gagal. Pada kondisi tantangan sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b. Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka.

c. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya dan merepotkan.

d. Rekan kerja yang mendukung

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung dan menghantar kepuasan kerja.

e. Kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan

Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan pekerjaan akan menghasilkan individu yang lebih terpuaskan. Pada hakikatnya logika adalah orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan

(7)

tuntutan dari pekerjaan mereka, dengan demikian lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut; dan karena sukses ini, mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.

2.1.1.3 Konsekuensi Kepuasaan Kerja

Menurut Robbins dan Judge (2007:112) konsekuensi dari kepuasaan kerja dan ketidakpuasan kerja ada enam yaitu :

a. Kepuasan kerja dan kinerja

Sebuah tinjauan dari 300 penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan menunjukkan korelasi yang cukup kuat. Ketika data produktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.

b. Kepuasan kerja dan OCB

Kelihatannya adalah logis untuk menganggap bahwa kepuasan kerja seharusnya menjadi faktor penentu utama dari perilaku kewargaan organisasional (organizational citizenship behaviour) seorang karyawan. Karyawan yang puas tampaknya cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu, karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka ingin merespon pengalaman positif mereka.

(8)

c. Kepuasan kerja dan kepuasan pelanggan

Karyawan dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan karena manajemen organisasi jasa harus menyenangkan pelanggan. Dalam organisasijasa, pemeliharaan dan peningkatan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan

responsiveyang dihargai oleh para pelanggan. Karena karyawan yang puas

tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkinan besar menemui wajah-wajah familiar dan menerima layanan yang berpengalaman.

d. Kepuasan kerja dan ketidakhadiran

Seorang yang puas dengan pekerjaannya akan memiliki tingkat absensi yang rendah, namun tidak menutupi kemungkinan bahwa karyawan yang memiliki kepuasan dalam bekerja juga dapat memiliki absensi yang tinggi. Supaya tidak terjadi hal demikian, sebaiknya perusahaan memberikan kompensasi yang menarik seperti pemberian cuti masa kerja di luar hari besar/hari libur nasional.

e. Kepuasan kerja dan perputaran karyawan

Salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk mempertahankan karyawannya yang handal yaitu dengan memberikan kepuasan dalam bekerja kepada karyawan tersebut. Dengan demikian, karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi tidak akan keluar/meninggalkan perusahaan.

(9)

f. Kepuasan kerja dan perilaku menyimpang di tempat kerja

Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku khusus, termasuk upaya pembentukan serikat pekerja, penyalahgunaan hakikat, pencurian ditempat kerja, pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja maka respon yang muncul adalah keluar dari pekerjaan,menggunakan jam kerja untuk menjelajahi internet, membawa pulang persediaan di tempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan sebagainya.

2.1.2 Pengertian Komitmen Organisasi

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Begitu juga dengan Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008:155) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajat dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya.

Mowday (dalam Sopiah, 2008:155) menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional yaitu dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan. Komitmen organisasional adalah identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.

(10)

Lincoln (dalam Sopiah, 2008:155) komitmen organisasi mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota dan kemauan anggota pada organisasi. Blau dan Boal (dalam Sopiah, 2008:155) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dan tujuan organisasi. O’Reilly (dalam Sopiah, 2008:156) menyatakan komitmen karyawan pada organisasi sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan kerja, kesetiaan, dan perasaan percaya terhadap nilai-nilai organisasi.

Selanjutnya Steers dan Porter (dalam Sopiah, 2008:156) menyatakan bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Steers (dalam Sopiah, 2008:156) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap perusahaannya.

Dengan demikian komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari keanggotaan formal karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

(11)

2.1.2.1 Dimensi Komitmen Organisasi

Meyer dan Allen (dalam Syahdika, 2014: 21) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi.

a. Komitmen afektif (affective commitment)

Komitmen afektif adalah tingkat keterkaitan secara langsung dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi. Komitmen ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain.

Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan–harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Anggota organisasi dengan komitmen afektif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu. Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang berkeinginan melakukannya. Karyawan yang mempunyai komitmen afektif yang kuat tetap bekerjadengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk bekerja di perusahaan itu.

b. Komitmen berkelanjutan(continuance commitment)

Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Komitmen ini muncul apabila karyawan tetap

(12)

bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Anggota organisasi dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena karyawan merasa membutuhkan organisasi. Komitmen ini berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.

Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari gantinya. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorban akibat keluar dari organisasi semakin tinggi.

c. Komitmen normatif (normative commitment)

Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi. Selain itu, dapat timbul dari nilai – nilai dalam diri karyawan. Anggota organisasi dengan komitmen normatif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena karyawan merasa harus tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen normatif juga dapat didefinisikan sebagai keterkaitan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan organisasi.

(13)

Allen dan Meyer (dalam Hidayat, 2010) berpendapat bahwa setiap dimensi memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan dimensi affective tinggi bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan dimensi continuance tinggi tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normative yang tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap organisasi memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar affective memiliki tingkah laku yang berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu dimensi normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Dimensi normative menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya.

2.1.2.2 Proses Terjadinya Komitmen Organisasional

Sopiah (2008:159) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

(14)

1. Make it charismatic : Jadikan visi dan misi organisasi sebagai suatu yang karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan bertindak.

2. Build the tradition : Segala sesuatu yang baik di organisasijadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus – menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.

3. Have comprehensif grievance procedures : Bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.

4. Provide extensive two way communications : Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

5. Create a sense of community : Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di dalamnya ada nilai – nilai kebersamaan.

6. Build value-based homogenity : Membangun nilai – nilai yang didasarkanadanya kesamaan.

7. Get together : Adakan acara – acara yang melibatkan semua anggota organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin.

8. Promote from within : Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak intern sebelum merekrut karyawan dari luar. 9. Commit to Actualizing : Setiap karyawan diberi kesempatan untuk

mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing – masing.

(15)

2.1.2.3 Indikator Komitmen Organisasional

Menurut Sopiah (2008:165) menjelaskan 6 indikator dengan menggunakan tabel yang digambarkan oleh Tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1

Organizational Commitment Scale

Affective Commitment:

1. Saya akan senang sekali menghabiskan sisa karir saya di organisasi ini. 2. Saya benar – benar merasakan bahwa masalah di organisasi ini adalah

masalah saya.

3. Saya merasa bahwa nilai – nilai yang saya anut sangat mirip dengan nilai – nilai yang ada pada organisasi.

4. Saya merasa bangga apabila berkata pada orang lain bahwa saya menjadi anggota dari organisasi.

Continuance Commitment:

1. Sekarang ini tetap bertahan menjadi anggota organisasi adalah sebuah hal yang perlu, sesuai dengan keinginan saya.

2. Sangat berat bagi saya untuk meninggalkan organisasi ini.

3. Saya hanya dapat bekerja dengan baik di organisasi yang lain asalkan tipe pekerjaanya sama dengan tipe pekerjaanya pada organisasi ini.

Normative Commitment:

1. Saya merasa tidak memiliki kewajiban untuk meninggalkan atasan saya saat ini.

2. Saya merasa tidak tepat untuk meninggalkan organisasi saya saat ini, bahkan bila hal itu menguntungkan.

3. Organisasi ini benar – benar memberikan inspirasi yang terbaik bagi diri saya dalam mencapai prestasi kerja.

Sumber : Sopiah (2008 : 165)

2.1.3 Organizational Citizenship Behaviour (OCB)

Konsep OCB pertama kali didiskusikan dalam literatur penelitian organisasional pada awal 1980an (Bateman dan Organ, 1983; Smith et al., 1983; dalam Bienstock et al. (2003:360), OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif (Robbins, 2006:31).

(16)

berperan dalam kesuksesan organisasi. Seorang karyawan mendemonstrasikan OCB dengan cara membantu rekan sekerja dan pelanggan, melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan mencari jalan untuk memperbaiki produk dan prosedur. Dipola dan Hoy (dalam Yusop, 2007:33) menjelaskan bahwa OCB adalah perilaku karyawan yang mempraktikan peranan tambahan dan menunjukkan sumbangannya kepada organisasi melebihi peran spesifikasinya dalam kerja. Menurut mereka juga, kesediaan dan keikutsertaan untuk melakukan usaha yang melebihi tanggung jawab formal dalam organisasi merupakan sesuatu yang efektif untuk meningkatkan fungsi sebuah organisasi.

Dari defenisi beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku sukarela karyawan dalam membantu rekan sekerja diluar kewajiban kerja formalnya.

2.1.3.1 Dimensi OCB

Dimensi OCB menurut Organ dan Ryan (dalam Syahdika, 2014:12) adalah sebagai berikut :

a. Altruism (membantu)

Altruismmerupakan suatu hal yang terjadi ketika seorang karyawan

memberikan pertolongan kepada karyawan lain untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya dalam keadaan tertentu atau tidak seperti biasanya. Selain itu, perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal–hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Tidak berkaitan langsung dengan sistem reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang

(17)

ketika karyawan baru yang magang di tempat kerja memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan yang sulit, ketika teman kerja membutuhkan bantuan tanpa mengaharap imbalan, bersedia bekerja lembur untuk membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaaanya tanpa dikenakan gaji lembur b. Concientiousness

Concientiousnessmengacu pada seorang karyawan dalam mengerjakan

tugas – tugas yang diberikan dilakukan dengan cara melebihi atau di atas apa yang telah disyaratkan oleh organisasi / perusahaan. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak diperintah secara formal. c. Sportmanship (sikap sportif)

Sportmanship (sikap sportif)merupakan suatu sikap yang lebih

menekankan pada aspek–aspek positif organisasi daripada aspek negatif. Kemudian berisi tentang pantangan–pantangan membuat isu yang merusak meskipun merasa jengkel. Memberikan rasa toleransi terhadap gangguan– gangguan pada pekerjaan, yaitu ketika seorang karyawan memikul pekerjaan yang tidak mengenakkan tanpa harus mengemukakan keluhan atau komplain, pekerja mudah beradaptasi dengan lingkungan perusahaan.

d. Courtessy (kebaikan)

Merupakan perilaku – perilaku baik atau perilaku meringankan problem – problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. Misalnya perilaku membantu seseorang mencegah terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah – langkah untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah. Kebaikan (courtesy) menunjuk pada tindakan

(18)

pengajaran kepada orang lain sebelum dia melakukan tindakan atau membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya.

e. Civic Virtue

Merupakan tindakan yang dilakukan untuk ikut serta mendukung fungsi– fungsi administrasi organisasi. Perilaku yang dapat dijelaskan sebagai partisipasi aktif karyawan dalam hubungan keorganisasian, misalnya menghadiri rapat, menjawab surat – surat dan sebelum mengikuti isu – isu terbaru yang menyangkut organisasi.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB

Ada beberapa faktor yang melandasi seorang karyawan melakukan OCB, diantaranya:

a. Kepuasan kerja

Seorang karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cendrung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive karyawan (Robbins dan Judge, 2007:40).

OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan selama bekerja dalam organisasi. Dennis Organ sebagai tokoh penting mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan yang

(19)

organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra melebihi standar yang ada.

b. Komitmen organisasi

Selain faktor kepuasan kerja, faktor komitmen organisasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap munculnya perilaku OCB. Komitmen karyawan merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Karyawan yang mempunyai komitmen kepada organisasi mampu menunjukkan sikap kerja yang penuh perhatian terhadap tugasnya, mereka sangat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas serta sangat loyal terhadap perusahaan. Secara nyata, komitmen berdampak kepada performansi kerja sumber daya manusia dan pada akhirnya juga sangat berpengaruh terhadap organizational citizenship behaviour (OCB) pada suatu perusahaan.

Pentingnya membangun OCB dalam lingkungan kerja, tidak lepas dari bagaimana komitmen yang ada dalam diri karyawan tersebut. Komitmen karyawan tersebut yang menjadi pendorong dalam terciptanya OCB dalam organisasi. Perilaku yang menjadi tuntutan perusahaan saat ini tidak hanya perilaku yang sesuai dengan job description, tetapi juga extra-role atau sering disebut dengan organizational citizenshipbehaviour (OCB) (Krietner dan Kinicki, 2004).

(20)

c. Keadilan

Karyawan harus merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperolehnya adalah sesuatu yang adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara keadilan dengan OCB. Tampaknya keadilan prosedural berpengaruh pada karyawan, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selanjutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas diluar persyaratan kerja tertentu (Luthans, 2006:251).

d. Motivasi intrinsik

OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang, misalnya kepribadian serta minat tertentu.

e. Gaya kepemimpinan

Dukungan dan gaya kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan, hal ini dapat dipahami melalui proses modeling ataupun vicarious learning yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen modelOCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandang positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih untuk organisasinya.

(21)

f. Iklim organisasi

Iklim organisasi didefenisikan sebagai pendapat karyawan terhadap keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Istilah ini juga digunakan untuk mengambarkan bagaimana sejumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. Konsep iklim organisasi ini sering kali didasarkan pada persepsi individu.

g. Jenis kelamin

Studi terbaru menunjukkan bahwa ada pengaruh jenis kelamin terhadap kinerjaOCB. Perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Oleh karena itu, perilaku OCB lebih menonjol dilakukan oleh wanita dibanding pria karena mereka merasa bahwa OCB merupakan bagian dari kewajiban pekerjaan dan bukanlah suatu tugas ekstranya (Lovell dalam Luthans, 2006:251).

h. Masa kerja

Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding ambisi pribadinya sehingga mereka lebih cendrung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi.

(22)

2.1.3.3 Manfaat OCB terhadap Organisasi

Melalui sejumlah riset, OCB diyakini dan terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut ini, yaitu (Organ, dkk, 2006:199) :

a. OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja. b. OCB juga mempu meningkatkan produktivitas manajer.

c. OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.

d. OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif.

e. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik.

f. OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi.

g. OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pembahasan mengenaiorganizational citizenship behaviorpernah

dilakukan Pourgaz, dkk (2015 ) berjudul “Examining the Relationship of

Organizational Citizenship Behavior with Organizational Commitment and Equity Perception of Secondary School Administrator. Hasil penelitian

menunjukkan OCB memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi dan ekuitas persepsi.

(23)

Kurniawan (2015) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior(OCB) PT X Bandung”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh komitmen organisasi secara signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior .

Asiedu, dkk (2014) melalukan penelitian berjudul “Organisational

Commitment and Citizenship Behaviour: Tools to Improve Employee Performance; An Internal Marketing Approach”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan diantara komitmen organisasi dan OCB.

Pada tahun 2013 William dan Setiawan melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap

Organizational Citizenship Behaviordi PT. CB Capital”. Hasil Penelitian

menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan kepuasan kerja karyawan PT. CB Capital tergolong tinggi. Sehingga kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja karyawan PT. CB Capital Terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Darmawati, dkk (2013) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (Studi Pada Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta”.

Ristiana (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior(OCB) dan

(24)

Kinerja Karyawan Rumah Sakit Bhayangkara Trijata Denpasar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

1. Terdapat hubungan positif dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap OCB.

2. Terdapat hubungan positif dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap Kinerja Karyawan.

Mehboob dan Bhutto (2012) melakukan penelitian berjudul “Job

Satisfaction as a Predictor of Organizational Citizenship Behavior A Study of Faculty Members at Business Institutes”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Pengaruh kepuasan kerja terhadap OCB lemah. Dimensi Courtesy dan Alturism yang tertinggi mempengaruhi kepuasan kerja terhadap OCB.

Waspodo dan Minadaniati pada tahun 2012 melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Organizational

Citizenship Behavior(OCB) Karyawan pada PT. Trubus Swadaya”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan iklim organisasi secara bersama-sama dan signifikan mempengaruhi OCB karyawan pada PT. Trubus Swadaya.

Tahun 2011 Allameh, dkk melakukan penelitian berjudul “A Survey of

Relationship between Organizational Commitments and Organizational Citizenship Behavior Case study: Regional Water Organization of Mazandaran Province”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki

(25)

Shokrkon dan Naami (2009) melakukan penelitian berjudul “The

Relationship of Job Satisfaction with Organizational Citizenship Behavior and Job Performance in Ahvaz Factory Workers”. Hasil penelitian menunjukkan

kepuasan kerja memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap OCB dan kinerja.

Penelitian - penelitian terdahulu diatas dirangkum dalam Tabel 2.2 dibawah ini :

Tabel 2.2

Daftar Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Metode Analisis Hasil Kurniawan (2015) Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap OCB PT X Bandung 1. Komitmen Organisasi 2. OCB Analisis kualitatif analisis kuantitatif, Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Asumsi Klasik dan Analisis regresi linear berganda berganda yang terdiri uji-t, uji-F, dan koefisien determinasi (R² Terdapat Hubungan positif dan signifikan antara Komitmen Organisasi Terhadap OCB Pourgaz, Abdul Wahab, dkk (2015) Meneliti Hubungan OCB dengan Komitmen Organisasi dan Ekuitas Persepsi Administrator Sekolah Menengah 1. OCB 2. Komitmen Organisasi 3. Ekuitas Persepsi Analisi deskriptif, Analisis regresi linear sederhana OCB memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap Komitmen organisasi dan ekuitas persepsi. Komitmen organisasi memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan Ekuitas Persepsi Asiedu, Michael, dkk (2014) Komitmen Organsasi dan Perilaku Kewarganegaraan : alat untuk meningkatkan kinerja karyawan; pendekatan internal 1. Komitmen Organisasi 2. OCB Analisis Deskripsi, Analisis Regresi Linear Berganda,Uji Reliabilitas, uji t Terdapat hubungan positif dan signifikan antara komitmen organisasi dan OCB.

(26)

Peneliti Judul Variabel Metode Analisis Hasil William dan Setiawan (2013) Pengaruh Komitmen Organisasional Dan Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Organization Citizenship Behaviour Di PT.CB Capital 1. Komitmen Organisasi 2. Kepuasan Kerja 3. OCB Analisis kualitatif analisis kuantitatif, Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Asumsi Klasik dan Analisis regresi linear berganda berganda yang terdiri uji-t, uji-F, dan koefisien determinasi (R²) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara komitmen organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap OCB. Darmawati, Arum, dkk (2013) Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (Studi Pada Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta 1. Kepuasan Kerja 2. Komitmen Organisasi 3. OCB Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda Variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel OCB. Variabel komitmen organisasi tidak memiliki pengaruh terhadap variabel kepuasan kerja. Tingkat OCB karyawan masuk dalam kategori tinggi. Ristiana (2013) Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dan Kinerja Karyawan Rumah Sakit Bhayangkara Trijata Denpasar 1. Komitmen Organisasi 2. Kepuasan Kerja 3. OCB 4. Kinerja Karyawan analisis deskriptif analisis eksplanatori, uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan analisis regresi liniear terdiri dari Uji T, Uji F, Koefisiensi Determinasi (R2

1. Terdapat hubungan positif dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap OCB 2. Terdapat hubungan positif dan kuat antara komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap Kinerja Karyawan Mehboob dan Bhutto (2012) Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap OCB studi terhadap pegawai Institut Bisnis 1. Kepuasan Kerja 2. OCB Analisis linear sederhana, uji validitas, uji reabilitas, uji hipotesis dan koefisien determinasi (R2) Pengaruh kepuasan kerja terhadap OCB lemah. Dimensi Courtesy dan Alturism yang tertinggi mempengaruhi kepuasan kerja terhadap OCB

(27)

Peneliti Judul Variabel Metode Analisis Hasil Waspodo dan Minadaniati (2012) Pengaruh Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) Karyawan pada PT. Trubus Swadaya Depok 1. Kepuasan Kerja 2. Iklim Organisasi 3. OCB Analisis deskriptif, uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan analisis regresi liniear terdiri dari Uji T, Uji F, Koefisiensi Determinasi (R2) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap OCB. Allameh, Sayyed Mohsen, dkk (2011) Pengaruh Hubungan antara Komitmen Organisasi dan OCB Studi kasus : Organisasi Air Daerah Provinsi Mazandaran 1. Komitmen Organisasi 2. OCB Analisi Deskriptif, Uji validitas, Analisi regresi (Correlation Analysis) Komitmen Organisasi memiliki pengaruh yang rendah terhadap OCB Shokorn dan Naami (2009) Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap OCB dan Kinerja pada Ahvas Factory Workers. 1. Kepuasan Kerja 2. OCB 3. Kinerja Analisis regresi linier berganda, uji asumsi klasik, uji normalitas, uji multikolinearitas, uji

heteroskedastisitas, uji-t, uji-F, dan koefisien determinasi (R²) Kepuasan Kerja memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap OCB dan kinerja dimana variabel terikat OCB memiliki pengaruh yang kuat

Sumber : Shokorn dan Naami (2009), Allameh, dkk (2012), Waspodo dan Minadaniati (2012), Mehboob dan Bhuto (2012), Ristiana (2013), Darmawati, Arum, dkk (2013), William dan Setiawan (2013), Asiedu, dkk (2014), Kurniawan (2015), Pourgaz, dkk (2015).

2.3 Kerangka Konseptual

2.3.1 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap OCB

Kepuasan kerja adalah perasaan positif yang dirasakan karyawan berkaitan dengan pekerjaannya. Menurut Gibson (dalam Wibowo, 2012:508), kepuasan kerja merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasional, dimana dengan adanya kepuasan kerja pada diri karyawan maka karyawan akan termotivasi untuk bekerja lebih serius lagi sehingga munculah perilaku kewargaan organisasional.

(28)

Robbins (2006) menyatakan kepuasan kerja mendorong munculnya OCB karena karyawan yang puas memiliki kemungkinan yang lebih besar bicara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melakukan kinerja yang melebihi perkiraan normal. Lebih dari itu, karyawan yang puas mungkin lebih patuh terhadap panggilan tugas, karena mereka ingin mengulang pengalamanpengalaman positif mereka.

2.3.2 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap OCB

Organizational citizenship behavior dapat timbul dari berbagai faktor

dalam organisasi, di antaranya karena adanya kepuasan kerja dari karyawan dan komitmen organisasi yang tinggi (Robbin dan Judge, 2007). Komitmen karyawan merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.

Menurut Wibowo (2012:519), komitmen organisasional merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasional, yaitu setia pada organisasi. Komitmen organisasional yang tinggi akan membuat karyawan akan setia pada pekerjaannya dan mempertahankan jabatannya untuk dapat meningkatkan kinerjanya pada perusahaaan dimana organisasi menginginkan pekerja yang mau melakukan hal – hal yang baru dan belum dilakukan sebelumnya. Organisasi hanya mencari pekerja yang memiliki organizational

citizenship behavior.

Berdasarkan uraian diatas maka model kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(29)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Wibowo (2012:519)

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2012:63). Berdasarkan konsep-konsep yang dipaparkan penulis di atas maka penulis merumuskan hipotesis yaitu:

H1. Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB pada karyawan PT. Bank Central Asia, Tbk Kantor Cabang Utama Medan. H2. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB

pada karyawan PT. Bank Central Asia,Tbk Kantor Cabang Utama Medan.

H3. Kepuasan kerja dan komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB pada karyawan PT. Bank Central Asia,Tbk Kantor Cabang Utama Medan.

Kepuasan Kerja (𝑥𝑥1)

Komitmen Organisasi (𝑥𝑥2)

Organizational Citizenship Behaviour

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menganalisis karakteristik mekanik briket arang limbah

Representasi visual yang muncul akan memberikan pengetahuan bahwa dalam acara setingkat Asian Para Games, memang diperlukan maskot untuk mendukung promosi visualnya secara

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini, tetapi pengandaian ini menjadi kenyataan yang hampir merata di kalangan minoritas muslim yang tinggal di Barat, di mana Islam bukan merupakan

Pertama ialah pandangan yang menyokong kenyataan bahawa peranan kepemimpinan pengetua meningkatkan pencapaian akademik murid, kedua; keperluan pengetua melaksanakan

Karena biar bagaimanapun masalah keadilan (yakni membagi kebaikan di antara orang banyak) tidak dapat dipecahkan semata dengan sikap baik, melainkan butuh pertanggung jawaban

Setelah unit terisi muatan maka aturan berikut yang harus dipatuhi operator yaitu: unti dengan keadaan bermuatan akan mengakibatkan titik berat unit ke atas

Diseminasi dari hasil riset ini dilakukan pada instansi pemerintah lokal yang terkait, yaitu Kotamadya Bukittinggi. Diseminasi yang dilakukan ini dipaparkan didepan walikota

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir skripsi ini