• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALIFIKASI PETUGAS CODER TERKAIT KETEPATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE TAHUN 2017 DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALIFIKASI PETUGAS CODER TERKAIT KETEPATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE TAHUN 2017 DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KUALIFIKASI PETUGAS CODER TERKAIT KETEPATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE TAHUN 2017 DI RUMAH SAKIT

PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Stikes Jendral Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh:

LUPITA RAHMAWATI KANTARA 1314046

PROGRAM STUDI

REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN (D-3) STIKES JENDRAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul: ” Kualifikasi Petugas Coder terkait Ketepatan Kode Diagnosis Fracture tahun 2017 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.

Karya tulis ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada:

1. Kuswanto Harjo dr. M.Kes selaku ketua STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Sis Wuryanto, A.Md. Perkes., SKM., MPH selaku ketua Prodi D-3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 3. Dra. Rawi Miharti, MPH selaku dosen pembimbing yang telah membantu

dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

4. dr. M. Komarudin, Sp.A selaku Direktur Pelayanan Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

5. dr. Aziz Andriyanto selaku Manager Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Adi Sumartono, A.Md selaku pembimbing lapangan yang telah membantu dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Orang tua beresta keluarga kami yang senantiasa selalu memberikan doa, semangat serta dukungan moral maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikannya.

8. Teman- teman dan sahabat yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini berguna bagi semua.

(5)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix INTISARI ... x ABSTRACT ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Penelitian ... 2 D. Manfaan Penelitian... 3 E. Keaslian Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 6

1. Rekam Medis ... 6

2. Diagnosis ... 6

3. Pengodean ... 7

4. Kualifikasi Petugas Coder ... 10

B. Kerangka Konsep ... 11

C. Pertanyaan Penelitian ... 11

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 12

1. Jenis Penelitian ... 12

2. Rancangan Penelitian ... 12

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

1. Lokasi Penelitian ... 12

2. Waktu Penelitian ... 12

C. Subyek dan ObjekPenelitian ... 13

1. Subjek Penelitian ... 13

2. Objek Penelitian ... 13

D. Definisi Oprasional ... 13

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 14

1. Teknik Pengumpulan Data ... 14

2. Alat Pengumpulan Data ... 15

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 15

G. Teknik Keabsahan Data ... 16

(6)

vi

1. Metode Pengolahan Data ... 17

2. Analisis Data ... 18

I. Etika Penelitian ... 20

J. Jalannya Penelitian ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit ... 23

1. Sejarah Rumah Sakit ... 23

2. Performance Rumah Sakit ... 23

3. Organisasi Rekam Medis ... 24

B. Hasil Penelitian ... 24

1. Kualifikasi Petugas Coder ... 24

a. Pendidikan Petugas Rekam Medis ... 23

b. Jenis Pelatihan Petugas Coder ... 25

2. Prosentase Ketepatan dan Ketidakteatan Kode Diagnosis terkait Fracture ... 26

C. Pembahasan ... 31

1. Kualifikasi Petugas Coder ... 31

a. Pendidikan Petugas Rekam Medis ... 31

b. Jenis Pelatihan Petugas Coder ... 31

2. Prosentase Ketepatan dan Ketidakteatan Kode Diagnosis terkait Fracture ... 32

D. Hambatan ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 35

B. Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

(7)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Performence Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakartaa ... 23 Tabel 4.2 Ketepatan dan Ketidakteatan Kode Diagnosis terkait Kasus

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Prosedur Pengodean ... 8 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 11 Gambar 4.1 Posentase Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode Diagnosis

terkait Kasus Fracture... 27 Gambar 4.2 SIMRS Pengodean Diagnosis ... 29

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dari Kampus Kepada Badan KESBANGPOL

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari Kampus Kepada Dinas Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian dari Kampus Kepada Direktur RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 4 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Badan KESBANGPOL

Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Dinas Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta

Lampiran 6 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Direktur RSU PKU

Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 7 Surat Keterangan Persetujuan Etika Penelitian

Lampiran 8 Pedoman Wawancara

Lampiran 9 Hasil Wawancara

Lampiran 10 Hasil Wawancara Lampiran 11 Hasil Wawancara

Lampiran 12 Hasil Checklist Observasi Lampiran 13 Hasil Checklist Dokumentasi

Lampiran 14 Struktur Organisasi Instalasi Rekam Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 15 SPO Pemberian Kode ICD-10

Lampiran 16 Data Pelatihan Petugas Pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 17 Data Pendidikan Petugas Pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Lampiran 18 Lembar Bimbingan

(10)

x

KUALIFIKASI PETUGAS CODER TERKAIT KETEPATAN KODE DIAGNOSIS FRACTURE TAHUN 2017 DI RUMAH SAKIT

PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA INTISARI

Latar Belakang: Pelaksanaan pengodean diagnosis harus lengkap dan akurat sesuai dengan arahan ICD-10. Diagnosis pasien apabila tidak terkode secara akurat dan tepat maka informasi yang dihasilkan pada tingkat validasi data rendah, hal ini akan mengakibatkan ketidak akuratan dalam pembuatan laporan ataupun klaim jaminan kesehatan. Ketepatan dan keakuratan kode diagnosis didukung oleh kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam melakukan tanggungjawab diberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Studi pendahuluan pada tanggal 28 April 2017 di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan wawancara dengan petugas coding yang berpendidikan akhir D-3 rekam medis serta observasi pada berkas rekam medis sejumalah 30 berkas didapatkan keterangan bahwa 27% kode yang tidak tepat terkait diagnosis fracture.

Tujuan: Untuk mengetahui kualifikasi petugas coder terkait ketepatan kode diagnosis fracture pada berkas rekam medis tahun 2017 di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Metode Penelitian: Jenis penelitian diskriptif kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Sampel yang digunakan adalah sampel subjek yaitu petugas pengodean dan supervisor rekam medis.

Hasil: Petugas pengodean berlulusan D-3 Rekam Medis dan sudah mengikuti pelatihan terkait coding penyakit, serta ketidaktepatan pengisian kode diagnosis pada berkas rekam medis bukan disebabkan dari kualifikasi petugas rekam medis. Ketidaktepatan pengisian kode diagnosis disebakan karena SIMRS dan kebijakan mengenai penambahan karakter ke-5.

Kesimpulan: Ketidaktepatan pengodean disebabkan karena faktor SIMRS yang belum memadahi untuk pengodean karakter ke-5 serta belum adanya kebijakan yang mengatur tentang pengodean karakter ke-5 pada berkas rekam medis

Kata Kunci: Kualifikasi coder, Ketepatan kode, Diagnosis Fracture.

1 Mahasiswa Program Studi Diploma 3 Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Sekolah Tinggil Ilmu Kesehatan Jendral Achmad Yani Yogyakarta.

2 Dosen Pembimbing Program Studi Diploma 3 Perekam Medis dan Informasi

(11)

xi

QUALIFICATION OF CODER OFFICERS RELATED TO THE DECISION CODE OF FRACTURE DIAGNOSIS 2017 IN HOSPITAL

PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA By:

Lupita Rahmawati Kantara1, Rawi Miharti2

ABSTRACT

Background: The implementation of the diagnostic coding should be complete and accurate in accordance with ICD-10 directives. Diagnosis of patients if not encoded accurately and precisely then the information generated at the level of data validation is low, this will result in inaccuracies in making reports or health insurance claims. The accuracy and accuracy of diagnostic codes is supported by the competence of medical recorders and health information possessing knowledge, skills and behavior in carrying out responsibilities in various health care settings. Preliminary study on April 28, 2017 at Installation Medical Record Hospital PKU Muhammadiyah Yogyakarta using interviews with coding officers who have final educational D-3 medical record and observation on the medical record file number of 30 files obtained information that 27% of inappropriate code related to the diagnosis fracture.

Objective: To know the qualification of coder officer related to the accuracy of the diagnosis fracture code in the medical record file of 2017 at the General Hospital of PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Research Methods: Type of qualitative descriptive research with phenomenology design. The sample used is subject sample that is encoding officer and supervisor of medical record.

Resuls: The coding officer graduated from D-3 Medical Record and has attended the training related to disease coding, and the inaccuracy of filling the diagnosis code in the medical record file was not caused by the qualification of the medical record officer. Inaccurate filling of diagnosis codes caused by SIMRS and policy regarding the addition of the fifth character.

Conclusion: Inaccuracy of coding due to SIMRS factors that have not been overfilled for the coding of the 5th character and the absence of a policy that governs the encoding of the 5th character in the medical record file.

Keyword: Qualification coder, Code accuracy, Fracture Diagnosis.

1 A Student of Diploma 3 Medical Record and Health Information Study Program

of Achmad Yani High Scool of Halth Science Yogyakarta.

2 A Consulting Lecture of Diploma 3 Medical Record and Health Information

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan instansi pelayanan kesehatan yang harus dapat memberikan pelayanan yang baik guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Banyak regulasi yang dijadikan pedoman terkait fasilitas kesehatan diantaranya Undang- undang Nomor 44 tahun 2009 tentang peraturan rumah sakit yang menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyadiakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat. Selain itu dalam tolok ukur pelayanan rumah sakit yang baik salah satunya adalah terlaksananya rekam medis.

Rekam Medis yang baik harus dibuat secara lengkap, tepat, akurat, dapat dipercaya, valid, dan tepat waktu dari segi datanya. Sehingga dihasilkan informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi rekam medis yang bermutu (Rustiyanto, 2009)

Ketepatan dan keakuratan kode diagnosis didukung oleh kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam melakukan tanggungjawab diberbagai tatanan pelayanan kesehatan (Rustiyanto, 2009).

Pelaksanaan pengodean diagnosis harus lengkap dan akurat sesuai dengan arahan ICD-10 (WHO, 2010). Keakuratan kode diagnosis pada berkas rekam medis dipakai sebagai dasar pembuatan laporan dan statistik rumah sakit. Diagnosis pasien apabila tidak terkode secara akurat dan tepat maka informasi yang dihasilkan pada tingkat validasi data rendah, hal ini akan mengakibatkan ketidak akuratan dalam pembuatan laporan ataupun klaim jaminan kesehatan. Sehingga kode yang akurat mutlak harus dilaksanakan agar laporan yang dibuat dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan diagnosis utama yang spesifik dapat memudahkan petugas coding dalam pemberian kode, memudahkan petugas analisis dan reporting untuk membuat laporan rekapitulasi penyakit, digunakan sebagai

(13)

2

bahan dasar dalam pengelompokkan CBG (Case Based Groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan, mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan, serta untuk meningkatkan informasi manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan yang benar.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 28 April 2017 menggunakan wawancara dengan petugas coding yang berpendidikan akhir D-3 rekam medis serta observasi pada berkas rekam medis sejumalah 30 berkas didapatkan keterangan bahwa 27% kode yang tidak tepat terkait diagnosis fracture dikarenakan ketika pengkode pada berkas rekam medis petugas mengikuti sistem pengodean yang tertera di komputer.

Mengingat pentingnya kualifikasi petugas coder terhadap ketepatan kode yang dihasilkan serta sebagai salah satu tolok ukur untuk kontrol kualitas di bagian pengodean instalasi rekam medis maka dalam penulisan tugas akhir ini, peneliti ingin membahas tentang " Kualifikasi Petugas Coder terkait Ketepatan Kode Diagnosis Fracture tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Kualifikasi Petugas Coder terkait Ketepatan Kode Diagnosis tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui kualifikasi petugas coder terkait ketepatan kode diagnosis fracture tahun 2017 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

(14)

3

b. Mengetahui ketepatan kode diagnosis yang dilakukan coder di Rumah Sakit

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi petugas rekam medis agar memahami bagaimana kompetensi petugas coder sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. 2. Bagi Rumah Sakit dengan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai

bahan pertimbangan dalam melakukan kompetensi petugas coder di rumah sakit.

3. Bagi STIKES Jendral Achmad Yani untuk menambah referensi pustaka yang akan dipergunakan untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi peneliti untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya pada kompetensi perekam medis di rumah sakit.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai “Kualifikasi Petugas Coder terkait Ketepatan Kode Diagnosis Fracture tahun 2017 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyan Yogyakarta” ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun ada peneliti sejenis diantaranya yaitu:

1. Khaibah (2013) dengan judul “Tinjauan Ketepatan Terminologi Medis Dalam Penulisan Diagnosis Pada Lembar Masuk Dan Meluar Di RSU Jati Husada Karanganyar”.

Penelitian Khaibah (2013) menggunakan metode penelitian diskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam penelitian ini adalah 250 dokumen rekam medis di RSU Jati Husada bulan februari 2013. Besar sempel yang digunakan 62 lembar Masuk dan Keluar bulan Januari 2013. Penlitian menunjukkan penulisan diagnosis pada Lembar Masuk dan Keluar ketepatan pengguna singkat menurut terminologi medis sebesar 17 (21,79%) dan ketidaktepatan pengguna istilah sebesar 7 (8,98%). Hasil penelitian dapat disimpulkan ketidaktepatan penggunaan istilah berdasarkan terminologi medis

(15)

4

sebesar 31 (39,74%) dan ketidaktepatan pengguna singkatan sebesar 23 (29,49%).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Khaibah (2013) adalah sama-sama meneliti terkait ketepatan penulisan diagnosis.

Perbedaannya adalah pada metode yang digunakan dalam penelitian, Khaibah (2013) menggunakan metode penelitian diskriptif dengan pendekatan retrospektif sedangkan penelitian ini fokus semua kasus pada Lembar Masuk dan Keluar.

2. Friska (2015) dengan judul “Hubungan Kualifikasi Coder dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan Berdasarkan ICD-10 Di RSPAU dr Hardjolukito Yogyakarta”.

Menurut Friska (2015) penerapan pengkodean diagnosia harus sesuai ICD-10 guna mendapatkan kode yang akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualifikasi coder dengan keakuratan kode diagnosis rawat jalan berdasarkan ICD-10. Sampel penelitian ini berjumlah 4 orang coder dan 45 berkas dengan menggunakan teknik quota sampling. Hasil analisis menujukkan kode yang dihasilkan oleh coder D-3 Rekam Medis 100% akurat sedangkan untuk hasil kode oleh coder Non D-3 Rekam Medis Masih terdapat kode yang tidak akurat.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Friska (2015) adalah sama-sama meneliti terkait kualifikasi petugas coder dengan keakuratan kode diagnosis.

Perbedaannya adalah pada spesifikasi diagnosis yang dikode, Friska (2015) lebih spesifik yaitu pada diagnosis rawat jalan sedangkan penelitian ini fokus pada diagnosis rawat jalan dan rawat inap.

3. Magfuroh (2013) dengan judul “Analisis Kode Diagnosis pada Berkas Reakam Medis dan SIMRS berdasrakan ICD-10 Pasien Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul”.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah

(16)

5

pelaksanaan pengkodean pada berkas rekam medis dan SIMRS belum seuai dengan prosedur tetap. Dari data analisisi dapat diketahui bahwa kesesuaian kode diagnosis antara berkas rekam medis dan SIMRS adalah 27,36%. Hasil analisis ketepatan kode diagnosis tepat sesuai karakter ketiga, keempat dan kelima sebanyak 50,44% pada berkas rekam medis dan 33,92% pasa SIMRS. Faktor-fakto yang menyebabkan ketidaksesuaian dan ketidaktepatan kode diagnosis pasien rawat inap adalah faktor sumber daya manusia, prosedur tetap, komunikasi, cara penentuan kode dan infrastruktur yaitu sistem informasi manajemen rumah sakit.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Magfuroh (2013) terletak pada bahasanya yaitu sama-sama meneliti terkait keakuratan kode diagnosis pasien.

Perbedaannnya adalah pada penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan penelitian Magfuroh (2013) menggunakan metode penelitian kuantitatif.

(17)

23 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta 1. Sejarah Rumah Sakit

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berdiri sejak tanggal 15 Februari 1923. Tahun 1928 perkembangan klinik sangat besar dan berkembang menjadi PLO Muhammadiyah. Tahun 1980 nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat). Sejak tahun 1997, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah terakreditasi. Tahun tersebut level akreditasi baru mendapatkan tingkat dasar 5 bidang pelayanan. Menginjak tahun 2002 meningkat menjadi akreditasi 12 bidang pelayanan.

2. Performance Rumah Sakit

Berdasarkan petunjuk teknis Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) revisi VI, banyak indikator yang bisa digunakan untuk menilai rumah sakit. Berikut ini adalah tabel performence Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dijadikan laporan pada periode tahun 2011-2016:

Tabel 4.1 Performence Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2011-2016

No Indikator Satuan Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1. BOR % 64,51 65,02 70,40 69,40 62,52 61,60 2. LOS Hari 4,25 4,25 4,26 4,26 4,28 4,19 3. TOI Kali 2,34 2,21 1,79 1,88 2,56 2,61 4. BTO Hari 55,43 56,66 60,31 59,44 53,34 50,79 5. NDR % 19,10 26,69 26,85 28,72 27,71 26,95 6. GDR % 41,63 47,70 44,56 48,91 44,63 41,10

(18)

24

3. Organisasi Rekam Medis

a. Sejarah Singkat Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Tahun 1997 Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta melaksanakan akreditasi dan sistem penyimpanannya berubah menjadi sentralisasi. Penerapan sistem komputerisasi juga sudah dimulai tetapi masih sederhana dan manual.

Tahun 2000 penggunaan komputer dimaksimalkan. Tanggal 6 Januari 2003, Diriktur Jendral pelayanan Medis Prof.dr. M Ahmad Djojosugito, MHA., FICH, menetapkan status akreditasi penuh tingkat lanjutan yang berlaku dari 6 Januari 2003 sampai 6 Januari

2006. Dengan adanya akreditasi tersebut maka sistem

komputerisasi semakin berkembang.

Awalnya sistem komputerisasi yang digunakan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah Under Windows. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, maka Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta mulai beralih menggunakan software khusus rekam medis yang sampai sekarang masih digunakan untuk memasukkan data, coding,dan indexing. Software yang digunakan untuk memasukkan data yaitu My Hospital X-Information System.

B. Hasil Penelitian 1. Kualifikasi Petugas Coder

a. Pendidikan Petugas Coder

Petugas rekam medis bagian pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berjumlah 4 orang yaitu 2 petugas coder rawat jalan dan 2 petugas coder rawat inap. Petugas coder di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta telah lulus D-3 Rekam Medis. Hal

(19)

25

tersebut sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh responden 1 pada wawancara yang dilakukan tanggal 23 Juni 2017 di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

Keterangan yang sama juga diberikan oleh responden 2 pada wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2017. Beliau menyatakan bahwa pendidikan terakhir petugas pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah D-3 Rekam Medis. Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

Keterangan tersebut dibenarkan dengan hasil triangulasi sumber dengan supervisor rekam medis di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2017 di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Keterangan triangulasi tersebut adalah sebagai berikut:

b. Jenis Pelatihan Petugas Coder

Petugas rekam medis bagian pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah lulus D-3 Rekam Medis sudah pernah mengikuti pelatihan terkait pengodean, namun untuk pelatihan coding kusus pada kasus diagnosis fracture belum pernah ada. Hal tersebut diungkapkan oleh responden 1 dalam kutipan hasil wawancara berikut:

“Iya di sini petugas coding lulusan D-3 Rekam Medis”

Responden 1

“ Emmm... Iya D-3 Rekam Medis”

Responden 2

“Untuk petugas coding baik rawat inap maupun rawat jalan semua lulusan D-3 Rekam Medis”

Triangilasi Sumber

“ Yaaa.. Kalo untuk pelatihan terkait coding kita sudah pernah mengikuti, kalau untuk pelatihan kusus coding fracture belum ada”

(20)

26

Keterangan yang sama juga diungkapkan oleh responden 2 dalam kutipan wawancara berikut ini:

Keterangan tersebut diberikan oleh supervisor rekam medis di Instalasi Rekam Medis dalam kutipan wawancara triangulasi berikut ini:

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa petugas pengodean di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah perekam medis dengan pendidikan akhir D-3 Rekam Medis dan sudah mengikuti pelatihan terkait coding namun pelatihan terkait pengodean fractur petugas coder belum pernah mengikuti.

2. Prosentase Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode Diagnosis terkait Fracture

Dari 50 berkas rekam medis yang diambil bahwa koding yang terdiri dari 153 diagnosis terkait kasus fracture ditulis di berkas rekam medis dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca, peneliti menemukan penulisan kode yang tepat sebesar 87 (57 %) diagnosis dan 66 (43 %) diagnosis yang tidak tepat. Berikut ini adalah tabel presentase ketepatan dan ketidaktepatan kode diagnosis terkait kasus fracture:

“ Kalau untuk pelatihan terkait coding semua petugas coder disini sudah mengikuti pelatihan baik dari rumah sakit maupun pelatihan dari luar.. Untuk pelatihan kusus pengodean kasus fracture belum ada”

Triangulasi Sumber “ Pelatihan coding?? Ya kita pernah mengikuti pelatihan coding berupa seminar- seminar gitu pernah, tapi pelatihan coding fractur kita belum pernah mengikuti”

(21)

27

Tabel 4.2 Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode Diagnosis terkait Kasus Fracture

Σ %

Tepat 87 57%

Tidak Tepat 66 43%

Σ 153 100

Berikut ini disajikan diagram ketepatan kode diagnosis fracture di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta:

Gambar 4.1 Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode Diagnosis terkait Kasus Fracture

Faktor-fator yang mengakibatkan kurang tepatnya kode diagnosis fracture sebagai berikut:

a. Faktor SIMRS

SIMRS untuk pengodean yang belum memadahi untuk pengodean karakter ke-5 menjadi salah satu faktor penyebab ketidakterisian kode karakter ke-5 pada berkas rekam medis pasien dengan kasus fracture di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau menyatakan bahwa proses

Tepat 57% Tidak Tepat

43%

Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode

Diagnosis terkait Kasus Fracture

(22)

28

pengodean pada SIMRS hanya sampai 4 digit saja. Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

Keterangan tersebut sejalan dengan keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden 2 pada tanggal 23 Juni 2017. Responden 2 adalah seorang petugas pengodean rawat inap yang berpendidikan akhir D-3 Rekam Medis. Beliau menyatakan bahwa SIMRS yang digunakan untuk menunjang pengodean diagnosis hanya sampai karakter ke-4 saja oleh karena itu petugas pengodean tidak terlalu memperhatikan pendokumentasian kode karakter ke-5 pada berkas rekam medis. Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

Keterangan tersebut dibenarkan dengan hasil triangulasi sumber yang dilakukan dengan supervisor rekam medis pada tanggal 23 Juni 2017 di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau menerangkan bahwa

ketidakterisisan kode karakter ke-5 salah satu faktor penyebabnya adalah dari faktor SIMRS yang belum mendukung untuk pengodean karakter ke-5. Hasil triangulasi sumber adalah sebagai berikut:

“Terus untuk penunjang dalam pengodean di komputer kami menggunakan program dari RS untuk menunjang pengodean karena cuma sampai 4 digit, jadi untuk karakter ke-5 belum tercantum... tapi untuk kedepannya di resume medis akan kita lengkapi”

Responden 2 “Iya untuk pengodean dalam SIMRS hanya sampai digit karakter ke-4... untuk karakter ke-5 tidak dicantumkan karena kita mengikuti sistem yang ada disini”

(23)

29

Triangulasi tersebut dibuktikan dengan hasil observasi pada SIMRS yang digunakan untuk menunjang proses pengodean sebagai berikut:

Gambar 4.2 SIMRS Pengodean Diagnosis Sumber: Instalasi Rekam Medis

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kode karakter ke-5 pada diagnosis fracture di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta tidak terlalu diperhatikan khususnya pada

pendokumentasian kode karakter ke-5 pada berkas rekam medis. Hal ini karena SIMRS di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum memadahi untuk pengodean karakter ke-5. Sehingga petuggas pengodean tidak mencantumkan kode karakter ke-5 pada berkas rekam medis.

“Dari segi software sendiri dalam pengodean hanya terdapat 4 digit saja, sehingga belum mendukung untuk penambahan kode karakter ke-5”

(24)

30

b. Faktor Kebijakan

Belum adanya kebijakan, aturan, SPO serta sosialisasi khusus yang mengatur pemberian kode karakter ke-5, sebagai salah satu faktor yang menjadi penyebab ketidakterisian kode karakter ke-5 pada berkas rekam medis pada kasus fracture di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hal tersebut sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh responden 1. Beliau menyatakan bahwa sampai saat ini kebijakan khusus yang mengatur pemberian kode karakter ke-5 pada diagnosis fracture belum ada. Keterangan yang diberikan adalah sebagai berikut:

Keterangan yang sama juga diberikan oleh responden 2 pada saat wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Juni 2017. Beliau menerangkan bahwa aturan pemberian kode pada karakter ke-5 pada berkas rekam medis belum ada. Keterangan responden 2 adalah sebagai berikut:

Keterangan tersebut sejalan dengan hasil triangulasi sumber yang dilakukan dengan supervisor rekam medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau menerangkan bahwa aturan khusus yang mengatur pengodean karakter ke-5 belum ada, akan tetapi aturan pengodean di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta diagnosis dikode sesuai dengan ICD-10 sedangkan “Untuk aturan atau kebijakan mengenai pemebrian kode karakter ke-5 sampai saat ini memang belum ada ”

Responden 2 “Sepertinya belum ada aturan atau SPO mengenai kode karakter ke-5 ”

(25)

31

untuk pengodean tindakan dikode sesuai dengan ICD-9-CM. Hasil triangulasi adalah sebagai berikut:

C. Pembahasan

1. Kualifikasi Petugas Coder a. Pendidikan Petugas Coder

Kegiatan pengodean adalah salah satu kegiatan yang sangat penting dalam proses pengolahan rekam medis. Kegiatan pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan oleh petugas rekam medis yang telah lulus D-3 Rekam Medis. Dalam hal ini petugas coder di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah memenuhi persyaratan yang ada di Permenkes 55 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerja rekam medis. Menurut Permenkes 55 tahun 2013 kegiatan klasifikasi dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis sesuai terminologi medis yang benar harus dilakukan oleh seorang perekam medis.

b. Jenis Pelatihan Petugas Coder

Menurut Permenkes 55 tahun 2013 juga telah mengatur bahwa untuk dapat memenuhi kompetensi perekam medis, kualifikasi pendidikan yang ditetapkan untuk perekam medis minimal D-3 Rekam Medis, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam manajemen rekam medis, perekam medis dapat mengikuti pelatihan-pelatihan terkait manajemen rekam medis. Dalam hal ini petugas coder

“Kebijakan khusus pengodean karakter ke-5 belum ada, tapi untuk aturan pengodean di sini yaaa diagnosis dikode sesuai dengan ICD-10 untuk kode tindakan kita menggunakan ICD-9-CM ”

(26)

32

di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah mengikuti pelatihan terkait coding.

Ketidaktepatan dalam pengodean diagnosis fracture di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta bukan dikarenakan jenis pelatihan atau petugas coder yang telah lulus D-3 Rekam Medis, ketidaktepatan pemberian kode diagnosis fractur dikarenakan petugas coder ketika memberi kode pada berkas rekam medis mengikuti sistem pengkodean yang ada di komputer.

2. Prosentase Ketepatan dan Ketidaktepatan terkait Kode Diagnosis Fracture

Dari 50 berkas rekam medis yang diambil bahwa koding yang terdiri dari 153 diagnosis terkait kasus fracture ditulis di berkas rekam medis dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca, peneliti menemukan penulisan kode yang tepat sebesar 87 (57 %) diagnosis dan 66 (43 %) diagnosis yang tidak tepat.

Faktor-fator yang mengakibatkan kurang tepatnya kode diagnosis fracture sebagai berikut:

a. Faktor SIMRS

Dari hasil penelitian, peneliti menemukan adanya

ketidaktepatan kode dalam proses pengodean sebesar 66 (43%)

diagnosis. Menurut hasil analisa dan hasil wawancara

ketidaktepatan terkait kode diagnosis fracture yaitu tidak mencantumkan karakter ke-5 yang menjelaskan bahwa jenis fracture terbuka atau tertutup. Faktor yang menyebabkan kode tidak tepat diantaranya yaitu petugas coder ketika memberi kode diagnosi pada berkas mengikuti sistem pengodean di komputer yang hanya sampai karakter ke-4. Dengan demikian petugas pengodean tidak bisa menginput kode diagnosis fracture sampai dengan karakter ke-5. Apabila kode tidak terisi dengan tepat akan mengakibatkan pembiayan atau tarif yang berbeda.

(27)

33

Faktor tersebut sejalan dengan hasil penelitian Widyaningrum (2015) tentang Ketepatan Resleksi Diagnosis dan Kode Utama Berdasarkan Aturan Morbiditas Pembiayaan Jaminan Kesehatan INA-CBD’s tahun 2015 yang menyatakan bahwa dimana ketepatan pemberian kode diagnosis mempengaruhi pembiayaan.

Menurut Skurka (2003) petugas rekam medis bertanggung jawab untuk memberi kode dan mengklasifikasi data, memastikan informasi kesehatan lengkap dan tersedia sewaktu-waktu untuk penggunaan yang sah. Selain itu, dalam Permenkes 55 tahun 2013 disebutkan bahwa kewenangan dari seorang Ahli Madya Perekam Medis dan Informasi Kesehatan salah satunya adalah melakukan sistem klasifikasi dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan sesuai dengan terminologi medis yang benar. Oleh karena itu petugas pengodean harus tepat dalam memberi kode diagnosis pada berkas rekam medis pasien dengan kasus fracture secara lengkap sampai dengan karakter ke-5.

b. Faktor Kebijakan

Belum adanya aturan yang diterapkan untuk mengatur pengodean karakter ke-5 pada berkas rekam medis dengan kasus fracture juga menjadi faktor yang menyebabkan ketidakterisian kode karakter ke-5 pada berkas rekam medis pasien dengan kasus fracture di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sehingga petugas pengodean kurang peduli dan tidak mencantumkan kode karakter ke-5 dalam berkas rekam medis. Akan tetapi pada kenyataannya Instalasi Rekam Medis sudah memiliki SPO Pengodean diagnosis. Dalam SPO ini disebutkan bahwa petugas pengodean harus menggunakan ICD-10 volume 2 sebagai kamus petunjuk untuk memberikan kode. Hal tersebut tentu tidak sejalan dengan SPO dan Prosedur pengodean diagnosis yang ada pada ICD-10 volume 2. Oleh karena itu aturan tentang pengodean tersebut perlu diperjelas karena mengingat

(28)

34

dalam prosedur pengodean dalam ICD-10 volume 2 memuat perintah untuk membubuhkan kode tambahan (assitional code) serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan mortalitas.

D. Hambatan

Penelitian ini terdapat hambatan yaitu sulitnya mewawancarai dokter yang sangat berperan dalam penulisan kode diagnosis dan juga keterbatasan waktu penelitian.

(29)

35 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Kualifikasi Petugas Coder

Petugas pengodean di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berjumlah 4 semua sudah memenuhi kualifikasi karena sudah lulus D-3 Rekam Medis serta sudah mengikuti pelatihan.

2. Prosentase Ketepatan Kode Diagnosis terkait Fracture

Prosentase ketepatan pengodean terkait diagnosis fracture masih kurang baik sejumlah 57%, dikarenakan aplikasi SIMRS serta belum adanya kebijakan mengenai penambahan kode karakter ke-5.

B. SARAN

1. Sebaiknya dilakukan pelatihan coding pada berkas rekam medis melibatkan tenaga SIMRS.

2. Sebaiknya merencanakan pengembangan aplikasi SIMRS yang mencangkup pengodean karakter ke-5 serta sosialisai kebijakan dan SPO terkait penambahan kode diagnosis karakter ke-5 kepada petugas coding.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Bunguin, Burhan. (2011) Penelitian Kualitatif. Kencana, Jakarta

Ery, Rustiyanto. (2010) Etika Profesi: Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, Graha Ilmu, Yogyakarta

Hatta, G. (2013) Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan disarana Pelayanan Kesehatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Moleong, Lexy J. (2010) Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Noor, Juliansyah. (2011) Metode Penelitian, Kencana, Jakarta.

Notoatmodjo, Sukidjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Peraturan Menterei Kesehatan No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam

Medis. Diakses 11 September 2015 <

http://id.scribd.com/mobile/doc/56507877/Permenkes-No-269-Tahun-2008-Ttg-Rekam-Medis>

Peraturan Menteri Kesehatan No. 55/Menkes/Per/2013 tentang Penyelenggaraan

Rekam Medis. Diakses 11 September 2015

<http://id.scribd.com/mobile/doc/227526256/permenkes-55-2013>

Price SA, Wilson LM. (2006). Patofisiologi Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidajat & de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

World Healt Organization. 2010. International Statistical Classification of Diseases (ICD-10). Guneva: World Health Organization

Widyaningrum, Linda. (2015), Ktetepatan Reseleksi Diagnosis dan Kode Utama Berdasarkan Aturan Morbiditas Pembiayaan Jaminan Kesehatan

(31)
(32)
(33)
(34)

Gambar

Tabel 4.1 Performence Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakartaa .....  23  Tabel 4.2 Ketepatan dan Ketidakteatan Kode Diagnosis terkait Kasus
Gambar 2.1 Alur Prosedur Pengodean ............................................................
Tabel 4.1 Performence Rumah Sakit PKU Muhammadiyah  Yogyakarta Tahun 2011-2016
Gambar 4.1 Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode Diagnosis  terkait Kasus Fracture
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Komputerisasi Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Baturetno ini memiliki fasilitas untuk pengolahan data pasien, data dokter, data bidan, data perawat,

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PETUGAS CLEANING SERVICE DI RUMAH SAKIT.. PKU MUHAMMADIYAH

PENERAPAN MANAJEMEN MUTU PELAYANAN DI UNIT REKAM MEDIS RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Disusun oleh : Anton Susanto.. Nim

Upaya manajemen Rumah Sakit PKU Muham- madaiyah Yogyakarta utamanya manajemen rekam medis untuk menjaga kerahasiaan rekam medis sampai saat ini sudah baik, hal ini

Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah II Gamping pada tanggal 10 Juni 2016, yang dilakukan dengan wawancara kepada kepala bagian rekam

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 Mei 2017 terhadap wawancara salah satu petugas rekam medis kasus cedera kepala pasien rawat

Jumlah petugas yang tersedia berdasarkan hasil wawancara dan observasi adalah 9 petugas di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta dengan rincian 1 orang

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2011 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah I Yogyakarta terdapat 10 anak yang mengalami hospitalisasi didapatkan