• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTAMINASI TEMBAGA PADA TIGA TRANSEK LAHAN PERTANIAN DI KAWASAN URBAN-INDUSTRI CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALFIN ASRI RAMADHONI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTAMINASI TEMBAGA PADA TIGA TRANSEK LAHAN PERTANIAN DI KAWASAN URBAN-INDUSTRI CILEUNGSI, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALFIN ASRI RAMADHONI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KONTAMINASI TEMBAGA PADA TIGA TRANSEK LAHAN

PERTANIAN DI KAWASAN URBAN-INDUSTRI CILEUNGSI,

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALFIN ASRI RAMADHONI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kontaminasi Tembaga pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Alfin Asri Ramadhoni

(4)

RINGKASAN

ALFIN ASRI RAMADHONI. Kontaminasi Tembaga pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan ARIEF HARTONO.

Logam berat umumnya sudah berbahaya dan beracun bagi makhluk hidup pada kadar yang rendah. Kadarnya dalam tanah dapat meningkat karena proses pedogenik dan antropogenik. Logam berat seperti tembaga (Cu) juga merupakan hara esensial mikro bagi tumbuhan sehingga kadar yang kurang atau lebih menyebabkan defisiensi atau fitotoksisitas. Lahan pertanian di kawasan urban-industri rentan terhadap kontaminasi logam berat. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh faktor posisi transek, kedalaman, pH, kadar klei, kadar bahan organik dan waktu terhadap kadar total-Cu tanah serta mengeksplorasi tingkat kontaminasi/pencemaran Cu pada lahan pertanian di kawasan urban-industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Contoh tanah komposit diambil pada kedalaman 0-10, 10-20 dan 20-30 cm pada musim hujan November 2013 di 15 titik yang terdiri atas lima titik untuk setiap transek A-hulu, B-tengah dan C-hilir dari wilayah yang termasuk sub-sub-DAS Cileungsi Tengah. Analisis tanah dilakukan terhadap kadar total-Cu (Aqua

Regia, HClp:HNO3p = 3:1, CuAR), pH (H2O 1:1), C-organik (Walkley & Black) dan tekstur (Pipet). Tingkat kontaminasi/pencemaran Cu ditetapkan berdasarkan nilai indeks c/p menurut prosedur Lacatusu (1998). Jika kisaran kadar Cu tanah belum berdampak negatif terhadap komponen lingkungan maka dikategorikan

kontaminasi (c/p<1); Jika kisaran kadar Cu tanah telah berdampak negatif

terhadap komponen lingkungan disebut telah terjadi pencemaran (c/p >1).

Rataan kadar CuAR (36.97 mg/kg) dan nilai indeks c/p Cu (0.96, dengan kisaran 0.28-2.40, terkontaminasi sedang hingga tercemar ringan) pada musim hujan 2013 lebih rendah daripada musim hujan tahun 2006. Pada bagian hulu, tengah dan hilir, kadar CuAR masing-masing berkurang 65.35%, 49.57% dan 39.25%. Dengan demikian, dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir telah terjadi penurunan kadar CuAR dan tingkat kontaminasinya. Peningkatan nilai pH cenderung diikuti penurunan kadar CuAR, sedangkan peningkatan kadar bahan organik dan klei masing-masing cenderung dan nyata meningkatkan kadar CuAR. Rataan kadar CuAR tertinggi terukur pada kedalaman 0-10 cm dan terendah pada kedalaman 20-30 cm yang menunjukkan bahwa sumber Cu berasal dari faktor antropogenik. Rataan kadar CuAR di transek hulu < tengah < hilir. Namun, nilai indeks c/p Cu di transek tengah > hulu > hilir. Hal ini karena kadar bahan organik dan klei tanah di bagian hilir lebih tinggi sehingga berkapasitas lebih tinggi dalam meretensi Cu.

(5)

SUMMARY

ALFIN ASRI RAMADHONI. Copper Contamination in Three Transects of Agricultural Land in Cileungsi Urban-industrial Area, Bogor District, West Java. Supervised by UNTUNG SUDADI and ARIEF HARTONO.

Heavy metals in general, are already hazardous and toxic for living organisms even at low concentration. Their content in soil can increases due to pedogenic and anthropogenic processes. Heavy metal such as copper (Cu) is also an essential micro-nutrient for plants. Therefore, less or excessive concentration in soil causes deficiency or phytotoxicity. Agricultural lands located in urban-industrial area are susceptible to heavy metal contamination. This research was aimed at to evaluate effects of transect position, soil depth, pH, clay content, organic matter content, and time on soil total-Cu concentration and to explore Cu contamination/pollution level in agricultural lands at Cileungsi urban-industrial area, Bogor District, West Java.

Composite soil samples were taken at 0-10, 10-20, and 20-30 cm depths in rainy season of November 2013 at 15 points with five points for each of A-upstream, B-middle stream, and C-downstream transects of Middle stream Cileungsi sub-sub-watershed area. Soil analyses were done on total-Cu concentration (Aqua Regia, HClp:HNO3p=3:1, CuAR), pH (H2O 1:1), organic-C (Walkley & Black) and texture (Pipet). Soil Cu contamination/pollution level was determined based on c/p index values according to Lacatusu (1998) procedure. If soil Cu concentration has not negatively impacted on environmental components then it categorized as contamination (c/p<1); If soil Cu concentration has negatively impacted on environmental components then it categorized as pollution (c/p >1).

Average CuAR concentration (36.97 mg/kg) and c/p Cu indext value (0.96, with range of 0.28-2.40, medium contamination until light polluion) in rainy season 2013 was lower than those in rainy season 2006. At upstream, middle stream, and downstream transects, CuAR concentration decreased 65.35%, 49.57%, and 39.25%, respectively. Therefore, in the last seven years period CuAR concentration as well as its contamination level were decreasing. Increase in soil pH tended to be followed by decrease in CuAR concentration, while increase in organic matter and clay contents were respectively tended and significantly increasing CuAR concentration. Highest average CuAR concentration was measured at 0-10 cm soil depth, while the lowest was at 20-30 cm soil depth indicating that source of Cu was anthropogenic processes. Average CuAR concentration at upstream < middle stream < downstream transects. However, c/p indext values at middle stream > upstream > downstream transects. This was due to the higher content of organuc matter and clay at the upstream transect so that the soil capacity in retaining Cu was also higher.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

KONTAMINASI TEMBAGA PADA TIGA TRANSEK LAHAN

PERTANIAN DI KAWASAN URBAN-INDUSTRI CILEUNGSI,

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kontaminasi Tembaga pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama : Alfin Asri Ramadhoni

NIM : A14090042

Disetujui oleh

Dr Ir Untung Sudadi, MSc Pembimbing I

Dr Ir Arief Hartono, MScAgr Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT saya panjatkan, karena atas rahmat dan ridhoNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul “Kontaminasi Tembaga pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat” Ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc sebagai Pembimbing Skripsi I atas teladan, bimbingan, saran, ide, kritik, dorongan, kesabaran dan ilmu yang diajarkan kepada saya selama menempuh pendidikan.

2. Dr Ir Arief Hartono, MScAgr sebagai Pembimbing Skripsi II atas bimbingan, saran, kritik dan ilmu yang diajarkan kepada saya selama menempuh pendidikan.

3. Dr Ir Syaiful Anwar, MSc sebagai Penguji atas kritik dan sarannya.

4. Ir Hermanu Widjadja, MSc sebagai Pembimbing Akademik atas saran, ide, kritik, dorongan, ilmu dan kesabaran kepada saya selama menempuh pendidikan.

5. Ibu, Almarhum Bapak, Adik dan keluarga atas kesabaran, motivasi dan pengorbanan baik moril maupun materiil serta kasih sayangnya kepada saya.

6. USD Team (Nunik, Wira, Dinda, Achul, Ayu nye-nye) yang telah banyak membantu selama penelitian ini dan teman-teman satu angkatan DITSL 46 atas doa dan dukungannyan selama penelitian.

7. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menempuh pendidikan dan menyelesaikan penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 METODE 6 Bahan 7 Alat 7

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 9

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 15

(12)

DAFTAR TABEL

1 Curah hujan, jumlah industri serta persentase luas lahan pertanian dan permukiman terhadap luas total wilayah lokasi penelitian 6 2 Nilai interpretasi kadar logam berat dalam tanah 8 3 Persamaan regresi hubungan kadar CuAR (Y) dengan pH, kadar bahan

organik atau kadar klei berdasarkan posisi transek pada 2013 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi titik pengamatan dan pengambilan contoh tanah. 6 2 Hubungan pH, kadar bahan organik dan klei terhadap kadar CuAR. 9 3 Pengaruh kedalaman terhadap kadar CuAR dan nilai c/p Cu berdasarkan

posisi transek pada musim hujan 2013. 10

4 Pengaruh posisi transek terhadap kadar CuAR dan indeks c/p Cu pada

musim hujan 2013. 11

5 Perbandingan kadar CuAR dan nilai indeks c/p Cu pada musim hujan

2006 dan 2013 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Titik pengambilan contoh, nilai pH H2O, kadar liat dan bahan organik, kadar CuAR dan indeks c/p Cu tanah pada musim hujan 2013 di transek

bagian hulu 15

2 Titik pengambilan contoh, nilai pH H2O, kadar liat dan bahan organik, kadar CuAR dan indeks c/p Cu tanah pada musim hujan 2013 di transek

bagian tengah 16

3 Titik pengambilan contoh, nilai pH H2O, kadar liat dan bahan organik, kadar CuAR dan indeks c/p Cu tanah pada musim hujan 2013 di transek

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Logam berat adalah unsur logam yang memiliki bobot molekul tinggi dan kerapatan jenis >6 g.cm-3 (Lepp 1981). Logam berat pada umumnya beracun bagi tumbuhan dan manusia walaupun dalam kadar yang rendah, contohnya Hg, Pb, Ni, Cd, Cu, Zn dan As (Amer. Geol. Inst. 1976). Logam berat dengan kadar yang berlebih di dalam tanah dapat mencemari tanaman yang tumbuh di atasnya. Menurunnya produktivitas tanah akibat pencemaran logam berat terutama akan menurunkan kualitas produksi tanaman pertanian (Notohadiprawiro 1991).

Pencemaran tanah dapat terjadi sebagai akibat dari kegiatan pertambangan, industri, transportasi, pertanian dan rumah tangga. Pencemaran tanah oleh logam berat dianggap sebagai masalah lingkungan yang serius di seluruh dunia, bahkan dianalogikan sebagai bom waktu kimia (Islam et al. 1997). Namun, kepedulian terhadap masalah ini di sektor pertanian masih rendah di Indonesia. Isu utama kerusakan sumberdaya tanah dan lahan di Indonesia masih terfokus pada persoalan defisiensi dan kehilangan hara akibat laju dekomposisi bahan organik yang tinggi dan erosi atau kehilangan massa tanah yang subur akibat longsor dan banjir (Sudadi, 2006).

Ekosistem daerah aliran sungai (DAS) dapat dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Ekosistem hulu mempunyai peranan penting sebagai pelindung seluruh bagian DAS terutama dari segi fungsi tata air. Penurunan tutupan vegetasi dan erosi di daerah hulu akan berdampak negatif ke daerah hilir, di antaranya dalam bentuk perubahan debit dan transpor sedimen serta material terlarut (Suntoro 2005). Bersamaan dengan erosi tanah dan aliran permukaan di hulu akan terbawa pula limbah industri, pertanian dan domestik ke daerah tengah dan hilir (Fagi 2006), termasuk limbah yang mengandung logam berat. Lahan pertanian di kawasan urban umumnya berada di bantaran sungai sehingga dampak akumulasi logam berat akan lebih signifikan apabila daerah aliran sungainya terdegradasi sebagai akibat dari meningkatnya frekuensi penggenangan lahan oleh luapan air sungai.

Tembaga (Cu) tergolong logam berat yang juga merupakan salah satu unsur hara esensial mikro untuk tanaman. Secara alami, kadar total Cu di dalam tanah berada pada kisaran 1-50 ppm. Beragamnya jenis batuan induk sumber Cu membuat distribusinya dalam tanah sangat bervariasi. Hara Cu tersedia bagi tanaman dalam bentuk kation dan senyawa kompleks. Bahan organik dan pH sangat menentukan ketersediaan Cu di dalam tanah. Jika pH tanah meningkat, maka ketersediaan Cu menurun karena terjerap atau mengendap (Lindsay 1979). Hal ini mencerminkan penurunan pembebasan Cu dari pelarutan mineral, peningkatan pengkomplekan Cu oleh bahan organik dan penjerapan oleh permukaan klei tanah (Lepp 1981).

Keracunan Cu pada manusia menyebabkan sakit perut, bahkan gagal ginjal yang berujung pada kematian. Pada tanaman, keracunan Cu dapat terlihat dari keragaan tanaman yang buruk seperti layu pada selada, lembek dan berwarna pucat pada bawang putih, ukuran buah jeruk yang kecil dan warna wortel yang pucat (Kubota 1983 dalam Alloway 1995).

(14)

2

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh faktor posisi transek, kedalaman tanah, pH, kadar klei, kadar bahan organik dan waktu terhadap kadar total-Cu tanah serta mengeksplorasi tingkat kontaminasi/ pencemaran Cu pada lahan pertanian di kawasan urban-industri Cileungsi, Kabupaten Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA

Dampak ekologis pencemaran logam berat dalam tanah pertanian dan strategi remediasinya

Hasil ekstraksi logam berat dari alam telah dimanfaatkan manusia untuk memproduksi berbagai macam barang. Namun, di kehidupan modern diketahui bahwa proses penambangan, peleburan, pemanfaatan serta pembuangan limbah produk yang mengandung logam berat, khususnya Cu, As, Cd, Hg, dan Pb dapat menimbulkan dampak ekologis yang serius (Fergusson 1991).

Akibat faktor alamiah, antropogenik dan kombinasinya, kadar logam berat dalam tanah dapat menjadi faktor pemicu fito- dan zootoksisitas serta gangguan fungsional terhadap komponen lingkungan lainnya seperti mutu udara, rantai makanan yang dipengaruhinya dan air tanah. Menurut Chang et al. (1992) logam berat dapat memicu fitotoksisitas melalui: (1) gangguan terhadap hubungan antara tanaman dengan air yang menyebabkan kelayuan, (2) peningkatan permeabilitas membran plasma sel sehingga menyebabkan “kebocoran” dan akar menjadi tidak selektif dalam menyerap unsur hara, dan (3) menghambat fotosintesis, respirasi, dan aktivitas enzim metabolisme.

Pencemaran logam berat telah dianggap sebagai masalah lingkungan yang serius di seluruh dunia, bahkan dianalogikan sebagai bom waktu kimia (Islam et

al 1997), tetapi kepedulian terhadap masalah ini di sektor pertanian masih belum

memadai di Indonesia. Sementara itu, isu utama kerusakan sumberdaya tanah dan lahan di Indonesia masih terfokus pada persoalan defisiensi dan kehilangan hara akibat laju dekomposisi bahan organik, erosi atau kehilangan massa tanah yang subur akibat longsor dan banjir. Pengendalian pencemaran logam berat pada lahan pertanian tidak mudah dilakukan karena berkaitan dengan pertimbangan biaya dan kinerja lingkungan sektor lain, terutama sektor industri, domestik dan transportasi. Cairney (1995) menyatakan bahwa tanah pertanian di kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk, aktivitas industri maupun transportasi yang padat rentan terhadap kontaminasi logam berat. Secara antropogenik, hal ini berkenaan dengan deposisi atmosferik kering maupun basah sisa emisi oksidasi BBM dan pengelolaan limbah di sekitar kawasan tersebut. Pengelolaan limbah yang tidak dilakukan dengan layak pada musim hujan menyebabkan logam-logam berat dan kontaminan lain akan terlarut dan terbawa aliran permukaan kemudian akan terakumulasi dalam tanah dan sebagian lainnya dapat terbawa aliran sungai.

Lahan pertanian di kawasan perkotaan umumnya berada di atau dekat daerah aliran sungai (DAS) sehingga dampak akumulasi logam berat akan lebih

(15)

3 signifikan apabila daerah aliran sungai terdegregasi. Oleh karena itu, frekuensi terjadinya penggenangan lahan oleh luapan air sungai dan peluang kontaminasi akan meningkat. Sementara itu, petani lokal biasanya menggunakan air sungai untuk mengairi lahan sawah atau tanamannya sehingga peluang terjadinya pengalihan senyawa logam berat dari tanah ke bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dan rantai makanan berikutnya meningkat.

Di Indonesia saat ini implementasi upaya penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk mengurangi kontaminasi logam berat yang berkenaan dengan sektor industri, domestik dan transportasi merupakan salah satu tindakan praktis yang efektif dan efisien untuk menurunkan dampak pada lahan pertanian produktif yang rentan terhadap kontaminasi logam berat. Tindakan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman melalui ameliorasi dan pemupukan dosis rendah pada saat bersamaan dapat menurunkan pengalihan logam berat dari tanah ke bagian tanaman komersial yang dapat dikonsumsi, merupakan strategi yang rasional.

Karakteristik Logam Berat Tembaga

Logam berat (heavy metals) merupakan sekelompok unsur logam minor (trace metals) yang bersifat racun (toxic metals) bagi ekosistem. Dari sudut pandang ilmu kimia, terminologi ini tidak sepenuhnya tepat karena dalam kadar berlebih semua unsur dapat bersifat racun dan sebagian darinya bukan unsur logam (metals) melainkan metalloids. Alloway (1995a) mengusulkan terminologi “unsur berpotensi beracun” atau “potentially toxic element”, tetapi dalam kepustakaan terminologi “logam berat” masih sering digunakan.

Logam berat adalah unsur-unsur logam yang memiliki kerapatan jenis atomis >6 g.cm-³ (Lepp 1981). Fergusson (1991) menambahkan kriteria logam berat yang mempunyai manfaat ekonomis (industri dan pertanian) yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kesehatan sebagai berikut: (1) terdapat dalam kadar yang relatif tinggi dalam kerak bumi, (2) dieksploitasi dalam jumlah signifikan oleh manusia, (3) digunakan di lokasi yang tidak terjadi kontak dengan publik, (4) dalam kadar tinggi bersifat toksik bagi kesehatan dan (5) menyebabkan gangguan signifikan terhadap siklus biogeokimia.

Tembaga (Cu) merupakan salah satu hara esensial untuk tanaman, termasuk kedalam golongan IB dalam tabel periodik dan mempunyai berat atom 63.546. Pelapukan geokimia menghasilkan batuan dan mineral dengan kadar Cu yang berbeda-beda. Menurut Aubert dan Pinta (1977), kadar Cu pada batuan beku basa 100-200 ppm, pada batuan metamorfik dan sedimen 30-40 ppm, dan pada batuan beku masam 10-20 ppm. Lindsay (1979) menyatakan bahwa batuan beku dalam (granit dan basalt) mengandung 10-100 ppm Cu.

Mineral-mineral Cu di alam umumnya terdapat dalam bentuk sulfida, walaupun ada juga dalam bentuk-bentuk yang kurang stabil seperti silikat, karbonat dan sulfat. Bentuk sulfat yang paling banyak dijumpai adalah

chalcopyrite (CuFeS2) (Alloway 1995). Bentuk-bentuk silikat, karbonat, sulfat, klorida dll merupakan mineral-mineral Cu(II) yang relatif larut sehingga sukar dijumpai lagi di daerah-daerah yang sudah sangat tercuci (Leiwakabessy 2004).

Kadar total Cu di dalam tanah secara alami adalah 1-50 ppm dan ditribusinya dalam profil tanah sangat bervariasi, tergantung pada jenis batuan

(16)

4

induknya. Dalam tanah, kation Cu dijumpai dalam dua tingkat oksidasi yang stabil yaitu Cu(I) dan Cu(II). Bentuk kimia yang lainnya adalah sebagai senyawa sulfat, karbonat, sulfanot, dll (Yaron et al. 1996).

Tembaga tersedia bagi tanaman dalam bentuk kation dan senyawa kompleks. Ketersediaan Cu sangat tergantung pada pH dan kadar bahan organik tanah. Jika pH di di dalam tanah meningkat, maka ketersediaan Cu menurun karena terpresipitasi menjadi Cu(OH)2 (Lindsay 1979). Hal ini mencerminkan ada penurunan pembebasan Cu dari pelarutan mineral, peningkatan pengkomplekan Cu oleh bahan organik dan penjerapan oleh permukaan klei tanah (Lepp 1981).

Keracunan Cu dapat menyebabkan gejala sakit perut, bahkan gagal ginjal yang berujung pada kematian. Pada tanaman, keracunan Cu dapat terlihat dari tampilan tanaman yang buruk seperti layu pada selada, bawang putih lembek dan berwarna pucat, ukuran buah jeruk yang kecil, dan warna wortel pucat (Kubota 1983 dalam Alloway,1995).

Kontaminasi dan Pencemaran Tanah oleh Logam Berat

Lepp (1981) menyatakan bahwa kontaminasi, pencemaran tanah, sedimen dan air oleh logam berat dengan kadar yang semakin tinggi menjadi salah satu permasalahan lingkungan di era modern. Pada kondisi normal, unsur-unsur logam berat dapat dijumpai hampir di seluruh jenis tanah dengan kisaran kadar dalam satuan persen (%, misalnya Pb) hingga sepersejuta (ppm, µg.g-¹ atau mg.kg-¹, misalnya Cd).

Pada kondisi tercemar, kadar logam berat dalam tanah telah mengakibatkan dampak negatif atau toksisitas yang signifikan terhadap sebagian atau seluruh komponen lingkungan (Lacatusu 2000). Terjadi migrasi dari tanah yang tercemar ke lokasi yang lebih rendah elevasi atau ketinggian tapaknya akibat erosi dan aliran permukaan (Vangronsveld dan Cunningham 1998). Di beberapa tempat di luar negeri, kadar logam berat dalam tanah dilaporkan telah melebihi kadar maksimum yang masih berpengaruh positif (untuk logam berat yang termasuk hara essensial mikro seperti Cu dan Zn) atau kadar maksimum tidak berpengaruh negatif (untuk logam berat yang bukan termasuk hara essensial seperti Cd dan Pb) terhadap vegetasi.

Kapasitas Retensi Tanah terhadap Logam Berat

Logam berat diretensi tanah dengan berbagai cara. Selain diretensi pada fase padatan dalam bentuk kompleks dan presipitat, sebagian logam berat dijumpai sebagai kation bebas (L+) dan anion bebas (A-) di larutan tanah sebagai komplek organo-mineral yang larut (LLo) dan teradsorpsi pada koloid tanah (Cottenie dan Verloo 1984).

Distribusi antar berbagai bentuk fisiko-kimia dikendalikan oleh konstanta keseimbangan dari reaksi-reaksi presipitasi-kelarutan, pengompleksan-pengurai-an, dan adsorpsi-desorpsi. Terganggunya keseimbangan yang menyebabkan perubahan dari suatu bentuk ke bentuk lainnya dapat terjadi akibat perubahan kondisi fisiko-kimia tanah seperti pH, KTK, kadar bahan organik dan potensial redoks (Cottenie dan Verloo 1984l; Verloo dan Willaert 1986).

(17)

5 Tanah dan tanaman memiliki kapasitas yang terbatas dalam meretensi dan mengakumulasi logam berat. Jika batas kapasitas tersebut terlampaui maka dapat terjadi fitotoksisitas. Umumnya, aktivitas logam berat dalam larutan tanah merupakan resultan dari keseimbangan antar mineral-mineral liat, bahan organik, dan khelat-khelat terlarut dimana pH tanah berpengaruh sangat kuat terhadap keseimbangan tersebut (Lindsay 2001).

Reaksi tanah merupakan faktor penting yang berkaitan dengan mobilitas logam berat dalam sistem tanah. Selain itu, pH tanah secara tidak langsung berpengaruh terhadap keseimbangan adsorpsi, stabilitas kompleks organo-mineral serta potensial redoks karena ketiganya dapat memengaruhi kelarutan logam berat tanah (Cottenie dan Verloo 1984). Secara umum, keterserapan kation logam berat meningkat dengan menurunnya pH tanah (Bohn et al 1979).

Semakin tinggi KTK, semakin tinggi kadar logam berat yang dapat diretensi tanah tanpa menimbulkan dampak lingkungan yang berpotensi merugikan. Nilai KTK tanah tergantung jumlah dan jenis mineral liat, kadar bahan organik, serta kadar Fe, Mn, dan Al-oksida. Sementara itu, semakin tinggi kadar liat tanah maka akan semakin tinggi nilai KTK dan mineral liat tipe 2:1 memiliki KTK lebih tinggi daripada tipe 1:1 (Bohn et al 1979; Lindsay 2001).

Beberapa logam berat seperti Cu dan Zn dikompleks sangat kuat oleh bahan organik tanah. Kompleks terlarut dan tidak terlarut yang stabil dapat membentuk ikatan logam pada grup fungsional karboksil dan fenolat dalam bahan organik (Stevenson 1982). Kadar air mempengaruhi kapasitas tanah dalam meretensi logam berat melalui reaksi-reaksi oksidasi-reduksi biologis atau kimiawi, seperti Cu dan Zn lebih larut daripada Fe, Mn, dan Al pada tanah aerob (Bohn et al. 1979).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan lahan pertanian di kawasan urban-industri di kecamatan Citeureup, Cileungsi, Gunung Putri dan Kalapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang termasuk ke dalam wilayah sub-sub-DAS Cileungsi Tengah seperti terlihat dalam Gambar 1. Pengamatan lapang dan pengambilan contoh tanah dilakukan di tiga transek (hulu, tengah dan hilir) pada musim hujan November 2013. Sejumlah industri berskala sedang sampai besar beroperasi di wilayah penelitian (Tabel 1). Meskipun sekarang wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan industri, masyarakat di empat kecamatan tersebut masih banyak yang melakukan kegiatan pertanian karena pada awalnya penggunaan lahan di wilayah tersebut memang untuk pertanian. Analisis tanah dilakukan di Lab Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB pada Februari sampai Mei 2013.

(18)

6

Gambar 1 Peta lokasi titik pengamatan dan pengambilan contoh tanah. Tabel 1. Curah hujan, jumlah industri serta persentase luas lahan pertanian dan

permukiman terhadap luas total wilayah lokasi penelitian

Citeureup Cileungsi Kalapa

Nunggal

Gunung Putri

Curah hujan (mm/tahun) 3000 2734 2734 1971

Jumlah industri (sedang-besar) 949 137 149 191

Lahan pertanian (%) 49,44 24.12 0,33

Lahan permukiman (%) 3,79 57.16 27,81

Sumber: Data Kecamatan Dalam Angka 2013

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 45 contoh tanah, bahan kimia untuk analisa

total-Cu berupa Aqua Regia (HClp:HNO3p = 3:1), bahan kimia untuk analisis tekstur (H2O2, natrium pirophospate dan HCl) serta bahan kimia untuk analisis C-organik (K2Cr2O7, H2SO4 dan FeSO4). Alat yang digunakan meliputi peta topografi, GPS, bor tanah dan peralatan untuk pengambilan contoh tanah. Alat yang digunakan untuk analisis tanah meliputi AAS, pH meter dan alat-alat gelas.

Kontaminas i Cu pada Tiga Transek

Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi,

(19)

7

Metode Penelitian

Pengamatan Lapang dan Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di 15 titik pengamatan lapang yang mewakili tiga transek (A-hulu, B-tengah dan C-hilir). Pada setiap transek terdapat lima titik pengamatan. Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-10, 10-20 dan 20-30 cm.

Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan terhadap total-Cu (Aqua Regia, HClp:HNO3p = 3:1, CuAR), pH H2O 1:1, C-organik (Walkley & Black) dan tekstur (Pipet). Contoh tanah dikering-udarakan kemudian diayak lolos saringan 2mm (untuk analisis tekstur) dan 0.5mm (untuk analisis pH, C-organik dan CuAR).

Penentuan Tingkat Kontaminasi/Pencemaran Cu dalam Tanah

Tingkat kontaminasi/pencemaran Cu dalam tanah dievaluasi berdasarkan nilai indeks c/p menurut prosedur Lacatusu (1998). Prosedur Lacatusu dimulai dengan penyusunan rumus untuk menetapkan nilai rujukan sebagai dasar perhitungan terjadi atau tidaknya kontaminasi logam berat dalam tanah (dinamakan Nilai A), kemudian ditetapkan nilai yang menunjukkan tingkat kadar logam berat dalam tanah pada kisaran batas maksimum yang diperbolehkan (maximum allowable limit/MAL) atau Nilai B, dan tingkat kadar logam berat dalam tanah yang menunjukkan bahwa tindakan dekontaminasi atau pemulihan sudah diperlukan (Nilai C) seperti yang disajikan pada Tabel 2. Selanjutnya indeks kontaminasi/pencemaran (c/p) dihitung. Indeks ini menunjukkan nisbah antara kadar logam berat yang secara efektif terukur dalam tanah melalui analisis kimia dengan nilai rujukan (nilai A dari seri ABC pada Tabel 2) yang diperoleh dari perhitungan untuk setiap contoh tanah.

Nilai indeks c/p>1 menunjukkan kisaran terjadinya pencemaran dan nilai indeks c/p<1 menunjukkan kisaran terjadinya kontaminasi. Kedua kisaran tersebut dibagi ke dalam nilai-nilai interval yang menunjukkan terjadinya kontaminasi atau pencemaran pada tingkat sangat ringan, ringan sedang, berat dan sangat berat. Batas nilai untuk interval-interval tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Nilai Interpretasi Kadar Logam Berat dalam Tanah

Logam Berat Nilai A Nilai B Nilai C

mg/kg

Cu 15 + 0.6 (L* + BO**) 100 500

*L = kadar klei (<0.002mm, %); **BO = kadar bahan organik (%) Tabel 3. Kriteria Status Nilai Indeks c/p

Nilai c/p Tingkat Kontaminasi Nilai c/p Tingkat Kontaminasi

<0.1 Kontaminasi Sangat Ringan 1.1-2.0 Pencemaran Sangat Ringan

0.10-0.25 Kontaminasi Ringan 2.1-4.0 Pencemaran Ringan

0.26-0.50 Kontaminasi Sedang 4.1-8.0 Pencemaran Sedang

0.51-0.75 Kontaminasi Berat 8.1-16.0 Pencemaran Berat

(20)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar CuAR dan Nilai Indeks c/p Cu pada Musim Hujan 2006 dan 2013

Nilai pH H2O, kadar klei dan bahan organik serta kadar CuAR dan indeks c/p Cu pada musim hujan 2013 di bagian hulu, tengah dan hilir selengkapnya disajikan pada Lampiran 1 sampai 3. Secara keseluruhan pada kedalaman tanah 0-30 cm di musim hujan 2013, rataan kadar CuAR adalah 36.97 mg/kg dan rataan nilai indeks c/p Cu adalah 0.96 dengan kisaran 0.28-2.40. Rataan kadar CuAR pada tahun 2013 tersebut lebih rendah dibandingkan data untuk lokasi yang sama tujuh tahun sebelumnya. Pada musim hujan 2006, rataan kadar CuAR adalah 45.97 mg/kg dan rataan nilai indeks c/p Cu adalah 1.08 dengan kisaran 0.16-4.65. Nilai indeks c/p Cu pada musim hujan 2013 menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian terkontaminasi sedang (c/p 0.28) hingga tercemar ringan (c/p 2.40) oleh Cu. Hal ini berbeda dengan kondisi pada musim hujan 2006 dengan nilai indeks c/p Cu yang menunjukkan tingkat terkontaminasi ringan (c/p 0.16) hingga tercemar sedang (c/p 4.65). Dengan demikian, dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir telah terjadi penurunan kadar CuAR dan tingkat kontaminasi/ kecemarannya.

Pengaruh Faktor pH, Klei dan Bahan Organik terhadap CuAR

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai pH tanah maka kadar CuAR yang terukur cenderung semakin rendah (Gambar 2). Reaksi tanah (pH) berfungsi dalam mengontrol sifat-sifat kimia logam dan proses lainnya di dalam tanah. Tingkat kelarutan logam berat bergantung pada pH tanah. Pada pH rendah, kelarutan logam berat meningkat (Taberima 2004) dan sebalik-nya pada pH tinggi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya pH maka bentuk kimia kation logam berubah menjadi hidroksida dan oksida (Soepardi 1983). Kelarutan Cu yang rendah pada pH tinggi mencerminkan penurunan pembebasan Cu dari pelarutan mineral, peningkatan pengkomplekan Cu oleh bahan organik dan penjerapan oleh permukaan klei tanah (Lepp 1981). Gambar 2 juga menunjukkan bahwa koefisien regresi linier pengaruh kadar bahan organik dan klei terhadap kadar CuAR mempunyai nilai positif. Kadar klei bahkan berpengaruh nyata (p=0.04). Hal ini disebabkan semakin tinggi kadar bahan organik dan klei maka semakin banyak Cu yang diretensi oleh tanah sehingga terukur sebagai CuAR yang meningkat kadarnya.

(21)

9

Gambar 2 Hubungan pH, kadar bahan organik dan klei terhadap kadar CuAR.

Pengaruh Kedalaman dan Posisi Transek terhadap Kadar CuAR

Gambar 3 menunjukkan bahwa rataan kadar CuAR yang tertinggi berada pada kedalaman 0-10 cm dan yang terendah pada kedalaman 20-30 cm. Hal ini berarti bahwa sumber Cu berasal dari faktor antropogenik seperti penggunaan pupuk dan pestisida serta aktivitas pembuangan limbah padat atau cair yang mengandung Cu. Berdasarkan nilai indeks c/p, maka yang paling terkontaminasi Cu adalah tanah pada kedalaman 0-10 cm. Hal ini karena pada kedalaman 0-10 cm faktor pH serta kadar bahan organik dan klei yang memiliki kemampuan meretensi kation logam Cu lebih sedikit jumlahnya sehingga menurut formula Lacatusu (1998) menurunkan Nilai A dan oleh karena itu meningkatkan nilai c/p Cu. 0 20 40 60 80 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 Cu AR (m g /k g ) pH 0 20 40 60 80 0 1 2 3 4 5 6 Cu AR (m g /k g ) BO 0 20 40 60 80 0 20 40 60 80 100 Cu AR (m g /k g ) Klei

(22)

10

Gambar 3 Pengaruh kedalaman terhadap kadar CuAR dan nilai c/p Cu berdasar-kan posisi transek pada musim hujan 2013

Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa rataan kadar CuAR di transek hulu < tengah < hilir. Hal ini mengindikasikan bahwa Cu mengalami proses pencucian oleh air infiltrasi, air perkolasi dan aliran permukaan yang berasal dari air hujan dan kemudian mengalami pergerakan dan terakumulasi di bagian tengah dan hilir yang secara topografis lebih rendah elevasinya.

Gambar 4 Pengaruh posisi transek terhadap kadar CuAR dan indeks c/p Cu pada musim hujan 2013

0 20 40

hulu tengah hilir rata-rata

Cu A R (m g/ kg) 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm 0 0,2 0,4 0,6 0,8

hulu tengah hilir rata-rata

c/ p Cu 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm 0 20 40 60

hulu tengah hilir

Cu

AR

0 1 2

hulu tengah hilir

C/

p

(23)

11

Namun, nilai indeks c/p Cu tertinggi terukur di transek bagian tengah (c/p Cu transek tengah > hulu > hilir). Hal ini karena Nilai A untuk Cu [15+0.6 (kadar klei + kadar bahan organik)] di transek hilir > hulu > tengah. Artinya, tanah di bagian hilir lebih banyak mengandung bahan organik dan klei daripada di bagian hulu dan tengah, sehingga mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam meretensi Cu. Oleh karena itu, menurut prosedur Lacatusu (1998), pada transek bagian tengah kemampuan tanah dalam meretensi Cu paling rendah yang mengakibatkan tingkat kontaminasi tertinggi.

Perbandingan Kontaminasi Cu pada Musim Hujan 2013 dan 2006

Rataan kadar (mg/kg) CuAR (Gambar 5), baik di bagian hulu, tengah, maupun hilir pada musim hujan 2013 lebih rendah daripada pada musim hujan 2006. Nilai indeks c/p Cu (Gambar 5) pada bagian hulu, tengah dan hilir juga lebih rendah pada musim hujan 2013 daripada pada musim hujan 2006.

Gambar 5 Perbandingan kadar CuAR dan nilai indeks c/p Cu pada musim hujan 2006 dan 2013

Pada bagian hulu, kadar CuAR berkurang 65.35%, pada bagian tengah berkurang 49.57% dan pada bagian hilir berkurang 39.25%. Hal ini mengindikasi-kan bahwa kadar CuAR mengalami penurunan setelah kurun waktu tujuh tahun akibat penurunan sumber kontaminan atau akibat terjadinya proses pencucian oleh air infiltrasi, air perkolasi dan aliran permukaan yang berasal dari air hujan sehingga kadar CuAR di setiap transek menurun pada musim hujan 2013 dibandingkan musim hujan tahun 2006. Akibat lebih lanjut, nilai indeks c/p Cu juga mengalami penurunan pada tahun 2013. Dari segi penurunan sumber kontaminan berkaitan dengan faktor pengelolaan limbah yang lebih baik oleh industri-industri.

0 20 40 60

hulu tengah hilir

Cu ( m g/ kg) 2006 2013 0 0,5 1 1,5

hulu tengah hilir

C

/p

Cu 2006

(24)

12

Meskipun pada tahun 2013 sudah terjadi penurunan kadar CuAR, perhatian harus diberikan ke wilayah atau kawasan di bagian lebih hilir yang secara topografis elevasinya lebih rendah seperti Bekasi. Wilayah Bekasi tentu terkena dampak dari aliran permukaan yang membawa logam-logam berat, salah satunya Cu, dari wilayah hulunya. Tidak hanya kualitas hasil pertanian yang akan terkena dampaknya, tetapi juga air tanah yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sehingga akan berbahaya bagi kesehatan warga.

Untuk mengetahui hubungan yang lebih detail tentang pengaruh pH, bahan organik dan klei terhadap kadar CuAR berdasarkan posisi transek dan kedalaman tanah, pada Tabel 4 disajikan persamaan regresi linier hubungan antara kadar CuAR sebagai sumbu Y dan faktor pH, kadar bahan organik atau kadar klei sebagai sumbu X.

Tabel 4. Persamaan regresi hubungan kadar CuAR (Y) dengan pH, kadar bahan organik atau kadar klei berdasarkan posisi transek pada 2013

Persamaan regresi R p n Hulu pH y = -79,8715 + 16,9133*x 0,5195 0,0472 15 Klei y = 44,3561 - 0,4198*x - 0,4619 0,0830 15 Bahan Organik y = 9,474 + 6,9464*x 0,4936 0,0615 15 Tengah pH y = 130,004 - 12,4103*x -0,2430 0,3828 15 Klei y = 32,4344 + 0,1873*x 0,2792 0,3136 15 Bahan Organik y = 42,9177 - 1,6073*x -0,1885 0,5010 15 Hilir pH y = 231,6034 - 32,0441*x -0,7183 0,0026 15 Klei y = 8,4063 + 0,537*x 0,6873 0,0046 15 Bahan Organik y = 19,6772 + 9,6239*x 0,5406 0,0375 15

Pada bagian hulu, nilai pH berbanding lurus dengan kadar CuAR dengan nilai p= 0.0472 yang menunjukkan bahwa peningkatan pH berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar CuAR. Untuk faktor kadar klei, nilai R yang didapat bernilai negatif sehingga menunjukkan bahwa kadar klei berbanding terbalik dengan kadar CuAR tetapi pengaruhnya tidak nyata karena nilai p>0.05. Untuk faktor kadar bahan organik, nilai r bernilai positif sehingga kenaikan kadar bahan organik akan diikuti dengan kenaikan kadar CuAR. Dengan nilai p=0.0615 maka peningkatan kadar bahan organik di bagian hulu hanya cenderung meningkatkan kadar CuAR atau sebaliknya.

Pada bagian tengah, nilai p untuk faktor pH, kadar bahan organik dan kadar klei >0.05. Dengan demikian, ketiga faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar CuAR.

Pada bagian hilir, nilai R pengaruh faktor pH bertanda negatif dengan nilai p<0.01 sehingga pH secara sangat nyata berbanding terbalik dengan kadar CuAR, Nilai R faktor kadar klei dan bahan organik yang positif menunjukkan bahwa kadar klei dan bahan organik berbanding lurus dengan kadar CuAR. Nilai p menunjukkan bahwa kadar klei dan bahan organik masing-masing berpengaruh sangat nyata dan nyata terhadap kadar CuAR.

(25)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Rataan kadar CuAR (36.97 mg/kg) dan nilai indeks c/p Cu (0.96, dengan kisaran 0.28-2.40, terkontaminasi sedang hingga tercemar ringan) pada musim hujan 2013 lebih rendah daripada 2006. Pada bagian hulu, tengah dan hilir, kadar CuAR masing-masing berkurang 65.35%, 49.57% dan 39.25%. Dengan demikian, dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir telah terjadi penurunan kadar CuAR dan tingkat kontaminasinya.

2. Peningkatan nilai pH cenderung diikuti penurunan kadar CuAR, sedangkan peningkatan kadar bahan organik dan klei masing-masing cenderung dan nyata meningkatkan kadar CuAR.

3. Rataan kadar CuAR tertinggi pada kedalaman 0-10 cm dan terendah pada kedalaman 20-30 cm yang menunjukkan bahwa sumber Cu berasal dari faktor antropogenik.

4. Rataan kadar CuAR di transek hulu < tengah < hilir. Namun, nilai indeks c/p Cu di transek tengah > hulu > hilir. Hal ini karena kadar bahan organik dan klei tanah di bagian hilir lebih tinggi sehingga mempunyai kemampuan lebih tinggi meretensi Cu.

Saran

Perlu dilakukan penelitian sejenis pada musim kemarau dan diperluas areal penelitiannya ke arah bagian DAS yang lebih hilir atau hingga wilayah kota dan kabupaten Bekasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alloway BJ. 1995. Heavy Metals in Soils. 2nd Ed. Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall. Glasgow.

Aubert. H and M. Pinta. 1977. Trace Elements in Soils. Elsevier Sci. Publ. Co. New York.

Bohn H, McNeal B, O’Connor G. 1979. Soil Chemistry. New York: J Wiley-Intersci Publ. J Wiley & Sons.

Cairney T. 1995. The Re-Use of Contaminated Land. A handbook of Risk

Assessment. Chichester: J Wiley.

Chang AC, Granato TC, Page AL. 1992. A methodology for establishing phytotoxicity criteria for chromium, copper, nickel, and zinc in

agricultural land application of municipal sewage sludges. J Environ Qual 21:521-536.

(26)

14

Cottenie A, Camerlynck R, Verloo M, Dhaese A. 1979. Fractionation and determination of trace elements in plants, soils and sediments. Pure Appl

Chem 52:45-53.

Cottenie A, Verloo M. 1984. Analytical diagnosis of soil pollution with heavy metals. Fresenius Zeitschrift Anal Chem 317:389-393.

Fagi AM. 2006. Tata guna air di tingkat usahatani: Kasus Barubug, Jatiluhur.

Jurnal Iptek Tanaman Pangan 1(1):5-6.

Fergusson JE. 1991. The Heavy Elements: Chemistry, Environmental Impact and

Health Effects. Oxford: Pergamon.

Islam EU, Yang XE, He ZL, Mahmood Q. 2007. Assessing potential dietary of heavy metals in selected vegetables and food crops. J Zhejiang Univ Sci B 8(1):1-13.

Lacatusu R. 1998. Appraising Levels of Soil Contamination and Pollution with

Heavy Metals. Eur Soil Bureau Res. Report No. 4. Office for Official

Publication of The European Communities, Luxemburg.

Leiwakabesy, F.M., A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Lepp NW. 1981. Effect of heavy metal pollution. Vol 2. Effect of Heavy Metal on

Plant. Polythechnic. Liverpool UK. Applied Science Publ. London and

New Jersey.

Lindsay WL. 2001. Chemical Equilibria in Soils. John Wiley & Sons. New York. Notohadiprawiro, T., Suryanto, M. Shodiq Hidayat & Anjal Anie Asmara. 1991.

Nilai Pupuk Sari Kering Limbah (sludge) Kawasan Industri dan Dampak Penggunaannya Sebagai Pupuk atas Lingkungan. Ilmu Pertanian.

IV(7):361-384.

Setyaningrum A. 2011. Evaluasi Tingkat Kontaminasi Cu, Zn, Pb dan Cu pada

Lahan Sawah di Kota Tangerang Provinsi Banten. Bogor: Program Studi

Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Stevenson FG. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. New

York: Wiley Intersci Publ J Wiley & Sons.

Suntoro. 2005. Dampak Kegiatan Pembangunan terhadap Degradasi Lahan Pertanian. Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Kritis. UNS Surakarta. Vangronsveld J, Cunningham SD. 1998. Introduction to the Concept. Di dalam:

Vangronsfeld J, Cunningham SD, editor. Metal-Contaminated Soils:

In-Situ Inactivation and Phytorestoration. Berlin: Springer-Verlag. Hlm 1-15.

Yaron, B.R., R. Calvert, and R. Prost. 1996. Soil Pollution: Processes and Dynamics. Spinger-Verlag Berlin Heidelberg. Germany.

(27)

15 Lampiran 1 Titik pengambilan contoh, nilai pH H2O, kadar liat dan bahan

organik, kadar CuAR dan indeks c/p Cu tanah pada musim hujan 2013 di transek bagian hulu

Titik Contoh Kedalaman pH H2O Klei Bahan Organik CuAR Indeks c/p Cu Koordinat (o ' ") (cm) (1:1) (%) (%) (mg/kg) 1 0-10 6.5 10.51 5.15 46.036 1,887 6 29 10 LS 10-20 6.5 16.76 4.43 49.564 1,788 106 53 27 BT 20-30 6.5 10.40 2.79 54.897 2,396 2 0-10 7.0 17.89 4.02 24.629 0,875 6 29 09 LS 10-20 7.0 11.46 3.38 25.422 1,063 106 53 43 BT 20-30 7.0 30.27 2.31 23.391 0,677 3 0-10 7.2 25.57 3.94 43.962 1,344 6 29 11 LS 10-20 7.1 55.32 3.17 43.363 0,865 106 54 11 BT 20-30 6.9 47.67 2.53 44.755 0,991 4 0-10 6.2 37.60 2.02 21,290 0,549 6 29 11 LS 10-20 6.4 37.89 1.78 19,887 0,512 106 54 22 BT 20-30 6.1 47.34 1.42 18,308 0,414 5 0-10 6.0 43.81 3.24 16.248 0,376 6 29 02.7 LS 10-20 5.9 49.41 3.21 13.603 0,292 106 55 16.6 BT 20-30 6.0 45.61 2.49 15.316 0,349

(28)

16

Lampiran 2 Titik pengambilan contoh , nilai pH H2O, kadar liat dan bahan organik, kadar CuAR dan indeks c/p Cu tanah pada musim hujan 2013 di transek bagian tengah

Titik Contoh Kedalaman pH H2O Klei Bahan Organik CuAR Indeks c/p Cu Koordinat (o ' ") (cm) (1:1) (%) (%) (mg/kg) 6 0-10 7.0 43.64 3.51 56,778 1,312 6 27 41.7 LS 10-20 7.0 38.30 2.90 49,507 1,246 106 53 28.1 BT 20-30 6.9 51.83 1.99 50,472 1,067 7 0-10 7.3 55.65 2.36 33.987 0,682 6 27 56.7 LS 10-20 7.7 40.64 2.09 30.314 0,746 106 53 45.6 BT 20-30 7.3 43.80 1.59 26.531 0,628 8 0-10 7.4 50.69 0.47 37,940 0,830 6 28 00 LS 10-20 7.6 47.52 0.47 42,887 0,979 106 53 43.1 BT 20-30 7.5 51.05 0.61 45,721 0,994 9 0-10 7.6 14.91 4.58 50.211 1,881 6 28 11 LS 10-20 7.6 9.55 3.91 48.983 2,123 106 53 54 BT 20-30 7.6 6.35 3.40 45.716 2,192 10 0-10 7.3 8.61 4.04 18,700 0,828 6 28 21.4 LS 10-20 7.4 10.21 4.53 21,528 0,903 106 54 07.1 BT 20-30 7.5 14.97 4.56 18,592 0,696

(29)

17 Lampiran 3 Titik pengambilan contoh , nilai pH H2O, kadar liat dan bahan

organik, kadar CuAR dan indeks c/p Cu tanah pada musim hujan 2013 di transek bagian hilir

Titik Contoh Kedalaman pH H2O Klei Bahan Organik CuAR Indeks c/p Cu Koordinat (o ' ") (cm) (1:1) (%) (%) (mg/kg) 11 0-10 5.5 96.48 3.54 70,925 0,946 6 26 30.7 LS 10-20 5.4 91.09 3.14 60,205 0,842 106 55 22.8 BT 20-30 5.4 80.59 2.62 55,025 0,847 12 0-10 6.3 80.41 4.00 18.700 0,786 06 26 40.7 LS 10-20 6.4 76.99 2.42 21.528 0,613 106 55 40.4 BT 20-30 6.2 72.27 2.59 18.592 0,437 13 0-10 6.2 47.47 2.54 12.582 0,279 6 26 45.6 LS 10-20 6.2 39.43 1.97 32.815 0,824 106 55 51.2 BT 20-30 6.2 49.35 1.53 28.267 0,621 14 0-10 5.8 46.22 2.50 49,814 1,126 6 26 45.4 LS 10-20 5.8 58.36 2.07 50,722 0,990 106 56 02.9 BT 20-30 5.6 60.10 1.80 48,666 0,933 15 0-10 5.9 45.16 1.36 32.513 0,758 6 26 43.4 LS 10-20 5.9 36.33 1.00 33.869 0,906 106 55 57.9 BT 20-30 6.0 48.90 1.20 33.394 0,741

(30)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 6 April 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Iskandar Zulkarnaen SE.MM (almarhum) dan Ibu Dewi Poerwanti SE. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Anyelir 1 Depok pada tahun 1998-2000, kemudian pindah ke SD Muhammadiyah 24 Jakarta pada tahun 2001-2003, melanjutkan di SMP Muhammadiyah 31 Jakarta pada tahun 2004-2006 dan di SMA Negeri 30 Jakarta pada tahun 2007-2009.

Pada tahun 2009, melalui jalur USMI, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis berperan-serta dalam beberapa kepanitiaan seperti penanggung jawab kelompok dalam masa perkenalan departemen, logstran di beasiswa international IPB, dan lain-lain.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi titik pengamatan dan pengambilan contoh tanah.
Gambar 2  Hubungan pH, kadar bahan organik dan klei terhadap kadar Cu AR.
Gambar 3  Pengaruh  kedalaman  terhadap  kadar  Cu AR   dan  nilai  c/p  Cu  berdasar- berdasar-kan posisi transek pada musim hujan 2013
Gambar 5   Perbandingan  kadar  Cu AR   dan  nilai  indeks  c/p  Cu  pada  musim  hujan  2006 dan 2013

Referensi

Dokumen terkait

Workshop penyusunan panduan Penelusuran Bakat Olahraga dan Seni Minggu - Rabu. 18 -21 Desember

Penulis melakukan wawancara dengan pihak program studi untuk memahami proses bisnis yang berjalan dan mengumpulkan detil informasi terhadap masalah yang

Dari hasil tes atlet junior sepaktakraw Darul Arafah, Dengan uraian di atas dan dari hasil pengamatan langsung di lapangan, bahwa nampak jelas masih banyak kekurangan

jenis yang dirakit di dalam negeri. 2 CKD adalah kendaraan bermotor yang diimpor dari negara produsen secara terpisah dengan komponen lengkap untuk dirakit di dalam negeri.

Skor probabilitas Deep Vein Thrombosis (DVT) pada pegawai kasir pusat perbelanjaan di Denpasar dengan posisi kerja berdiri statis didapatkan 57,69% responden

Menurut Handayani (2009) menyebutkan terdapat 4 (empat) unsur otonomi daerah, yaitu dengan memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya Kepala Daerah, DPRD,

1) Transparansi dan akuntabilitas anggaran APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu

Kesimpulan: Ada pengaruh yang signifikan pada substitusi tepung labu kuning terhadap kadar beta karoten dan terdapat pengaruh substitusi tepung labu kuning pada