• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: subjective fatigue, knowledge, reaction time, university teacher

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: subjective fatigue, knowledge, reaction time, university teacher"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

by everyone and usually easily relieved by rest or sleep. Increased sleepiness at work is increasingly being focused on a safety health issue. However, research on lecturer’s fatigue is very limited and has not been fully addressed.

Objectives: This study was aimed to analyze the efficacy of fatigue-controlled training program to reduce objective and subjective fatigue and increase knowledge of fatigue among university teachers.

Methods: A quasi experimental design was used to examine the efficacy of fatigue-controlled training among university teachers in intervention and control groups. As many as 37 teachers from intervention group and 40 teachers from control group completed T1 (baseline) and T2 (follow-up) data on knowledge, subjective fatigue using an item subscale of Self-Diagnosis Checklist for Assessment of Workers’ Accumulative Fatigue and reaction timer for objective fatigue using reaction timer Lakassidaya L77.

Results: The results of repeated measured analysis of variances showed that fatigue-controlled training program was associated with higher knowledge and lowered subjective fatigue and reaction time compared with control group. Significant main effects of fatigue-controlled training on knowledge, subjective and reaction time were revealed. After controlling for all covariates, the repeated measured analysis of variances showed significant main effects of fatigue-controlled training program on knowledge and subjective fatigue.

Conclusions: Fatigue-controlled training program reported in this study was efficacious to enhance university teachers’ knowledge about fatigue and occupational health and safety at a work place. After training university teachers experienced lower subjective fatigue and reaction time. This program may be considered as an initial strategy for occupational safety and health program in education setting to reduce subjective fatigue particularly among university teachers. The training should be conducted frequently to enable university teachers controlled their fatigue.

(2)

1

A. Latar Belakang

Kelelahan adalah fenomena yang umum terjadi pada semua pekerja di berbagai tipe pekerjaan. Kelelahan kerja adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan pelayanan, seperti perawat kesehatan, jasa transportasi, kepolisian, dan pendidikan (Schuler, 1999). Kelelahan akibat kerja sering kali diartikan sebagai menurunnya efisiensi, penampilan kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan pekerjaan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2000). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja antara lain adalah faktor fisik (kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, suhu dan tekanan), faktor kimia (debu, gas, uap, fume, serat, cairan dan mist), faktor biologik (virus, bakteri dan fungi) serta faktor ergonomik yang meliputi sikap kerja, stres, dan monotoni kerja (Setyawati, 2007).

Kelelahan diidentifikasi sebagai salah satu masalah kesehatan kerja di negara berkembang (Lewis & Wessely, 1992), dan ancaman serius bagi kualitas hidup manusia bila kelelahan menjadi kronis dan berlebihan (Piper, 1986). Kelelahan kerja merupakan bagian dari masalah yang berkaitan dengan ergonomi. Beberapa gejala penyakit yang timbul di sektor pendidikan di antaranya: burnout, depresi, kelelahan

(3)

mental, mangkir kerja, gangguan tidur bahkan sampai insomnia, penyakit kardiovaskuler dan gejalanya, migren, hipertensi, gangguan fungsi lambung, merokok, minuman keras dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (ETUCE, 2007).

Profesi dosen berisiko tinggi terjadi stres dan kelelahan akibat kerja. Pekerjaan di sektor pendidikan lebih banyak menimbulkan stress dan kelelahan kerja dibandingkan profesi lain. Stres dan kelelahan kerja yang dialami dosen berkontribusi terhadap terjadinya sakit dan dapat menyebabkan beberapa orang meninggalkan profesi tersebut (Verdugo & Vere, 2003). Kelelahan kerja yang dialami dosen, secara umum menimbulkan hilangnya perhatian, kepercayaan diri, ketertarikan dan semangat dalam bekerja (Jaarsveld, 2004). Dosen yang mengalami kelelahan kerja, sering terlambat atau tidak masuk kerja. Mereka menjadi kurang idealis dan kaku, kinerja memburuk (Farber, 1983). Kelelahan kerja dapat menurunkan daya ingat. Apabila kelelahan tersebut dialami dosen, maka akan menghambat proses belajar mengajar yang menjadi tugas utama seorang dosen (Jongman et al., 1999).

Kelelahan yang paling banyak terjadi adalah kelelahan psikologis, karena pekerjaan tersebut memerlukan aktivitas mental dalam waktu yang panjang. Peran dan tugas pokok dosen di Indonesia telah berkembang dari yang semula lebih ditekankan pada tugas mengajar menjadi pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui perguruan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen harus mempunyai 4 kompetensi dasar, yaitu: kompetensi

(4)

pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial (Kemdikbud, 2013).

Beban kerja dosen dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya. Beban kerja tiap semester adalah 12–16 SKS, namun pada kenyataannya, hampir semua dosen mempunyai beban kerja lebih dari 16 SKS, sehingga waktu untuk istirahat dan melakukan aktivitas bersama keluarga di rumah menjadi berkurang. Tugas yang tidak dapat diselesaikan di tempat kerja, dikerjakan di rumah. Dosen mempunyai risiko untuk menderita kelelahan kerja. Kelelahan tersebut ditandai adanya perasaan kelelahan atau merasa tidak mempunyai energi untuk beraktivitas dan merasa tidak mampu lagi untuk memberikan pelayanan kepada orang lain (Tamaela, 2011).

Dosen harus mendapatkan perlindungan dari risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain akibat pekerjaannya. Tidak banyak institusi pendidikan tinggi yang memberikan jaminan perlindungan secara nyata kepada dosen. Bahkan, penilaian akreditasi program studi dalam institusi perguruan tinggi pun tidak melibatkan aspek-aspek tersebut. Kondisi tersebut dapat artikan bahwa monitoring atau pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada dosen dari pemerintah masih sangat lemah. Tidak ada pengawasan

(5)

terhadap pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di perguruan tinggi (Yogisutanti, 2011).

Pada pasal 58 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tercantum bahwa dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada bagian ke 7 tentang perlindungan, pasal (1) disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas. Pada pasal 75 (2) dinyatakan bahwa perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Pada pasal 75 (5) disebutkan bahwa perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, bab XII pasal 164 dan 165 juga membahas kesehatan kerja. Dalam undang-undang disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, baik di sektor formal maupun informal. Pada ayat 7 dinyatakan bahwa pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan

(6)

perundang-undangan. Pada profesi dosen, kecelakaan kerja yang terjadi di antaranya adalah kelelahan fisik dan psikologi. Kelelahan yang terjadi dapat menghasilkan rendahnya mutu dan kualitas lulusan sebagai produk suatu perguruan tinggi. Bila kualitas yang dihasilkan mempunyai mutu rendah, dalam arti lulusan tidak mempunyai daya saing yang tinggi dan kompetensi yang dimiliki lulusan juga rendah, maka akibatnya tidak hanya merugikan lulusan itu sendiri, perguruan tinggi dan dosen juga akan dirugikan dan negara pun akan dirugikan karena generasi muda yang tidak berkarakter dan tidak kompeten untuk melanjutkan pembangunan negara.

Profesi dosen berisiko tinggi untuk terjadinya stres akibat kerja dan kelelahan akibat kerja. Dosen mempersiapkan bahan ajar dalam waktu yang kurang memadai, merasa kurang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran dan menggunakan sedikit energi dan waktunya untuk mengajar (Hughes, 2001; Maslach & Goldberg, 1998). Pada penelitian yang dilakukan oleh Eta et al. (2011) pada dosen perawat klinik atau clinical nurse educators (CNEs) di Kamerun, sebanyak 58,9% dosen menyatakan bahwa mereka mendapatkan tantangan dalam kegiatan pembelajaran klinik dan pada saat melakukan aktivitas supervisi. Tantangan utama yang dirasakan adalah kurangnya kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran klinik, kurangnya insentif yang diterima dan buruknya kebijakan jaminan kesehatan. Penelitian Aydogan et al. (2009) menyatakan bahwa burnout pada sebagian besar pendidik dipengaruhi oleh ketidakpuasan kerja, besarnya organisasi sekolah, jumlah kelas dan iklim organisasi (Qutaiba, 2011), sedangkan penelitian pada 283 orang dosen tahun 2007 di sebuah universitas di Turki

(7)

menunjukkan bahwa dari berbagai kelompok pendidik, profesor merupakan kelompok yang mengalami kelelahan emosional pada tingkat rendah (Tumkaya, 2007). Kelelahan kerja pada dosen terjadi pada saat membimbing praktikum di laboratorium, mengikuti rapat di institusi yang berlangsung lama, serta aktivitas lain yang dilakukan di dalam kelas. Kelelahan fisik terjadi akibat penggunaan komputer atau laptop dengan postur atau sikap kerja duduk yang kurang baik dalam waktu yang lama dapat menyebabkan musculoskeletal disorders (Anizar & Hidayati, 2005).

Hasil penelitian Bayram et al. (2010), menunjukkan bahwa burnout sebagai penyebab terjadinya kelelahan (fatigue) pada pendidik didominasi oleh kelelahan emosional (emotional exhaustion). Shernoff et al. (2011) yang melakukan penelitian kualitatif pada sumber dan akibat stres kerja pada pendidik di daerah urban mendapatkan hasil bahwa penyebab stres dan kelelahan kerja adalah kurangnya sumber daya dosen, beban kerja berlebih, organisasi institusi perguruan tinggi yang tidak teratur, permasalahan yang berhubungan dengan perilaku dosen, dan akuntabilitas kebijakan pemerintah (Hughes, 2001). Balkin et al. (2003) melaporkan bahwa burnout menyebabkan rendahnya kualitas pengajaran, absensi meningkat dan pegawai lebih cepat meninggalkan tempat kerja. Jam kerja yang terlalu lama dapat menyebabkan permasalahan kesehatan pada dosen (Chenevey et al., 2008). Kelelahan kerja berimbas pada kemampuan dosen dalam menyampaikan instruksi belajar secara efektif berkaitan dengan pembelajaran dan pencapaian prestasi siswa (Ransford et al., 2009). Kualitas dosen, metode perkuliahan yang digunakan dan

(8)

komunikasi yang baik, akan meningkatkan motivasi belajar dan kepuasan mahasiswa (Pujadi, 2007; Bachtiar, 2011).

Seorang dosen yang mengalami kelelahan kerja dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan iklim kelas menjadi tidak baik. Hubungan antara dosen dan mahasiswa merupakan faktor penting keberhasilan pembelajaran (Hamre & Pianta, 2005). Stres kerja merupakan manifestasi kelelahan kerja psikologis. Pendidik yang mengalami stres kerja berkepanjangan menjadi lebih temperamental pada siswa, lebih banyak mengkritik yang tidak membangun, dan memutuskan memberi hukuman pada siswa sebagai strategi disiplin yang dipilihnya (Yoon, 2002).

Rendahnya mutu lulusan dapat diibaratkan hasil produksi yang tidak layak dijual, produksi yang tidak sempurna atau cacat. Berdasarkan data tracer study pada instansi pengguna lulusan dari salah satu sekolah tinggi ilmu kesehatan swasta di Jawa Barat, sebanyak 33,3% pengguna lulusan melaporkan bahwa alumni yang bekerja mempunyai kompetensi kurang memadai. Secara ekonomi hal tersebut dapat merugikan pengguna lulusan dan perguruan tinggi tempat lulusan tersebut berasal. Keluhan pengguna lulusan dapat menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi menurun. Apabila hal tersebut menimpa perguruan tinggi swasta, maka akan menyebabkan efek buruk bagi seluruh pegawai di lembaga tersebut, karena pada umumnya, sebagian besar pendapatan perguruan tinggi swasta berasal dari mahasiswa.

Masalah lain yang dapat timbul karena kelelahan kerja dosen adalah masalah sosial dan keluarga. Masalah sosial berupa peningkatan taraf ketersinggungan karena

(9)

kurangnya waktu tidur, sering tidak hadir pada acara-acara keluarga yang penting, tanggung jawab dibebankan pada istri/suami/keluarganya. Dampak buruk kelelahan kerja antara lain: prestasi kerja (produktivitas) menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural menurun, badan terasa tidak nyaman dan semangat kerja menurun.

Dosen baru yang bekerja di perguruan tinggi yang diselenggarakan masyarakat maupun pemerintah, pada awal masa bekerja tidak mendapatkan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan K3 sangat penting untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Di kalangan industri, induction training sudah merupakan prosedur dalam rekrutmen pegawai. Induction training sangat mungkin diterapkan juga dalam sistem rekrutmen di institusi perguruan tinggi, karena terdapat aspek bahaya lingkungan dan faktor risiko akibat kerja pada dosen. Namun sampai saat ini belum dilakukan induction training bagi dosen baru yang bekerja di perguruan tinggi swasta.

Kurangnya perhatian dan pengetahuan dosen tentang aspek K3 ditandai dengan gaya hidup (life style) yang tidak sehat. Hasil studi pendahuluan pada 24 orang dosen di sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jawa Barat, mendapatkan data bahwa sebanyak 4 orang (16,67%) tidak membiasakan sarapan pagi. Sebagian besar waktu tidur dosen kurang dari 8 jam (95,8%). Hanya 1 orang dosen mempunyai waktu tidur lebih dari 8 jam per hari. Kurang tidur sering menyebabkan dosen mengantuk di tempat kerja. Lebih dari 50% responden tidak punya kebiasaan berolah raga karena kesibukan dengan pekerjaannya, dan pola makan tidak teratur dan mengkonsumsi makanan cepat saji pada saat bekerja. Aktivitas dosen dalam menggunakan komputer/laptop

(10)

berkisar antara 4-8 jam per hari. Sebagian aktivitas dosen adalah duduk (sedentary work). Pada suatu sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jawa Barat, hampir semua dosen absen bekerja antara 5-10 hari selama 2 bulan terakhir. Selain dosen, yayasan atau pimpinan perguruan tinggi belum berkontribusi secara maksimal menciptakan lingkungan kerja yang baik untuk dosen. Penyediaan ruangan dan tempat kerja belum memenuhi persyaratan K3. Sesuai dengan peraturan dan undang-undang, luas ruangan tidak kurang dari 4 m2 untuk setiap dosen (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 2010).

Studi pendahuluan dengan melakukan focus group discussion tanggal 27 April 2011 yang berlangsung kurang lebih selama 2 jam terhadap 10 orang dosen yang berasal dari perguruan tinggi swasta dan pemerintah mendapatkan informasi bahwa seluruh peserta mengalami kelelahan kerja, baik fisik maupun psikologis. Penyebab kelelahan kerja disebabkan waktu istirahat dan waktu tidur yang tidak adekuat, banyaknya beban kerja yang harus dikerjakan sehingga harus dikerjakan di rumah, tetapi tidak ada tambahan insentif dan hubungan dengan rekan dosen dan atasan yang tidak harmonis. Tuntutan dan target yang telah ditentukan oleh atasan menjadi faktor penyebab kelelahan kerja yang mereka alami. Ketidakteraturan jam kerja, waktu istirahat yang kurang, kesempatan dan sarana olah raga tidak ada, kurangnya pengetahuan tentang K3, menyebabkan dosen melakukan aktivitas tanpa berpikir terjadi penyakit akibat kerja. Belum ada pelatihan tentang K3 pada masa awal menjadi dosen sampai dengan saat dilakukan wawancara. Beberapa hal tersebut

(11)

dinyatakan oleh dosen menjadi penyebab kelelahan kerja yang mereka alami (Yogisutanti, 2011).

Pengendalian kelelahan kerja perlu dilakukan untuk mengurangi dan menghindari dampak buruk kelelahan kerja, mengingat bahwa kelelahan kerja memberi kontribusi terjadinya kecelakaan kerja lebih dari 60% (Setyawati, 2010). Manajemen pengendalian kelelahan kerja sangat diperlukan sebagai upaya menurunkan dan mencegah kelelahan kerja pada dosen, harus dilaksanakan bersama antara pengelola institusi perguruan tinggi dengan seluruh pegawai. Manajemen pengendalian kelelahan kerja dapat dilakukan secara personal, yaitu: 1) membiasakan tidur secara teratur, baik dari waktu maupun lama tidur (7–8 jam per hari); 2) tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan berbahaya; 3) mengatur gizi seimbang dengan konsumsi sayur dan buah-buahan; 4) olah raga secara teratur; 5) manajemen stres; 6) tidak merokok dan terpapar asap rokok; 7) melakukan medical check-up secara teratur dan menjalin komunikasi dengan komunitas secara baik. Agar dosen dapat mengelola kelelahan kerja yang terjadi, perlu dilakukan training mengenai cara pengendalian kelelahan kerja (Setyawati, 2010).

Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dosen dalam pengendalian kelelahan kerja dapat diterapkan untuk mengurangi terjadinya kelelahan kerja. Ketola et al. (2002) melakukan penelitian dengan memberikan intervensi berupa program komprehensif yang meliputi pendidikan dalam bidang ergonomik, penyesuaian kursi dan meja, penggunaan sandaran, mengubah tinggi layar, furnitur

(12)

kantor yang baru, interval waktu istirahat yang pendek dan sikap tubuh yang relaks. Intevensi tersebut dapat mengurangi skor perasaan tidak nyaman pada leher, bahu dan daerah punggung bagian atas dengan follow up dilakukan setelah 2 bulan. Balai K3 Jawa Barat pernah melakukan pelatihan selama 2 hari untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai tentang K3. Hari pertama diisi dengan teori dan hari kedua diisi dengan praktik.

Saat ini hampir semua perguruan tinggi belum memperhatikan K3 dosen. Faktor yang dimungkinkan menjadi penyebabnya adalah peraturan yang menjamin K3 dosen tidak dijalankan secara tegas, karena tidak ada sanksi bagi yang tidak menjalankannya. Pemilik perusahaan, yayasan maupun perguruan tinggi merasa tidak perlu menjalankan dan mematuhi peraturan tersebut. Dosen di perguruan tinggi swasta mempunyai tantangan tersendiri untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah dibandingkan dengan perguruan tinggi swasta, baik dari finansial maupun dari fasilitas yang didapatkan di tempat kerjanya. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan pada perguruan tinggi swasta, khususnya sekolah tinggi yang berada di wilayah kerja Kopertis IV, yang terdiri dari 25 sekolah tinggi.

Data dari 185 orang dosen dari 8 sekolah tinggi di wilayah Kopertis IV mengungkapkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan dosen adalah D4 dan S1, yaitu sebanyak 67,2%, dan hanya 18,4% yang mempunyai beban kerja antara 12-16 SKS setiap semesternya. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel merupakan salah satu sekolah tinggi di wilayah Kopertis IV. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada

(13)

15 orang dosen, didapatkan data bahwa kelelahan kerja dosen yang diukur menggunakan reaction timer berkisar antara 205,2 – 417,4 milidetik, dengan rerata 278,8 milidetik. Sebanyak 6,67% dosen berada pada kategori kelelahan kerja tingkat sedang. Kelelahan yang terjadi tersebut harus dikendalikan, agar dapat dikurangi dan dihindari, supaya tidak menimbulkan penyakit maupun gangguan kesehatan yang diakibatkan pekerjaan sebagai dosen. Sebagian besar dosen di sekolah tinggi ilmu kesehatan belum mendapatkan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, dan bahkan hampir semua dosen belum pernah mendapatkan training pada saat awal kerja atau yang sering disebut inductional training, yang merupakan pelatihan yang wajib diberikan pada setiap pegawai sebelum mulai bekerja. Selain itu, masalah lingkungan kerja yang berkaitan dengan konstruksi gedung yang kurang memperhatikan aspek K3, misalnya: penggunaan tangga gedung untuk mencapai lantai 3 tanpa disediakan lift, lokasi sekolah tinggi yang berdekatan dengan jalan raya yang dapat menyebabkan kebisingan, dan bahaya ergonomi lain berkaitan dengan penggunaan office work yang tidak sesuai.

Berdasar hasil penelitian pendahuluan, diketahui bahwa pengetahuan dosen terhadap kelelahan kerja dan K3 secara umum masih kurang, karena tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang K3 di tempat kerja. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian untuk mengungkapkan faktor penyebab kelelahan kerja pada dosen di sekolah tinggi ilmu kesehatan, dan memberikan intervensi berupa pelatihan pengendalian kelelahan kerja.

(14)

B. Perumusan Masalah

Semua dosen mengalami kelelahan kerja yang disebabkan oleh pengetahuan dosen terhadap kelelahan kerja masih kurang. Hampir semua dosen di sekolah tinggi ilmu kesehatan swasta di Jawa Barat tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang cara mengendalikan kelelahan kerja, sejak awal menjadi dosen sampai saat ini. Peningkatan pengetahuan dosen dalam mengendalikan kelelahan kerja dapat dilakukan melalui pelatihan. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan intervensi berupa pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen sekolah tinggi ilmu kesehatan. Pertanyaan penelitian dalam penelitan ini adalah: Bagaimana pengaruh pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen terhadap kelelahan kerja subjektif, waktu reaksi dan pengetahuan pengendalian kelelahan kerja pada dosen?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui faktor penyebab kelelahan kerja pada dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung melalui focus group discussion dan mengetahui pengaruh pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen (PK2D) terhadap waktu reaksi dan kelelahan kerja subjektif pada dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Immanuel Bandung.

(15)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor penyebab kelelahan kerja pada dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung melalui FGD;

b. Mengetahui karakterikstik dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung;

c. Mengetahui tingkat pengetahuan dosen tentang pengendalian kelelahan kerja sebelum dan setelah mengikuti pelatihan di STIK Immanuel Bandung;

d. Mengetahui pengaruh pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung terhadap waktu reaksi; e. Mengetahui pengaruh pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung terhadap penurunan kelelahan subjektif;

D. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan kelelahan kerja pada pendidik di antaranya adalah:

1. Robertson et al. (2009) melakukan penelitian berjudul: The effect of an office ergonomics training and chair intervention on worker knowledge, behavior and musculoskeletal risk dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, mengurangi risiko keluhan musculoskeletal, dan sikap kerja dalam menggunakan komputer melalui pelatihan. Partisipannya adalah pegawai dari sektor publik terkait sedentary work, yaitu duduk di kantor minimal 4 jam per hari. Metode

(16)

penelitian menggunakan quasi experimental design. Tujuan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan tentang ergonomi, evaluasi dan pengaturan tempat kerja. Variabel terikatnya adalah: pengetahuan, sikap kerja dan reaksi terhadap pelatihan yang diikuti. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden (63%) menyatakan akan menerapkan pelatihan tersebut dalam pekerjaannya. Terdapat peningkatan pengetahuan tentang ergonomi yang signifikan dan perubahan sikap kerja setelah pelatihan;

2. Shimazu et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul: Effect of stress management program for teachers in Japan: A pilot study. Tujuan penelitian mengetahui efek program manajemen stres untuk meningkatkan coping skills, social support, dan respon terhadap stres. Partisipan dalam penelitian adalah guru sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Intervensi dilakukan selama 1 hari, follow up dengan interval 2–4 minggu. Variabel bebas penelitian adalah: kemampuan coping skills, social support, dan respon terhadap stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh intervensi terhadap variabel bebas. Perubahan signifikan setelah mengikuti program manajemen stres adalah kegiatan proaktif dan keikutsertaan rekan kerja;

3. Shernof et al. (2011) melakukan penelitian dengan judul: A qualitative study of the sources and impact of stress among urban teachers. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor penyebab stres kerja, akibat stres kerja dan dukungan yang diperlukan untuk mengurangi stres kerja pada pendidik di daerah urban. Metode penelitian secara kualitatif dengan melakukan indepth interview. Variabel

(17)

penelitiannya adalah penyebab stres kerja, akibat stres kerja dan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor penyebab stres kerja yang dihadapi pendidik disebabkan oleh siswa, dan karakteristik kerja. Akibat stres kerja menyebabkan hubungan dengan siswa memburuk, kelelahan, kesakitan dan kinerja menurun.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini berjudul: Pengaruh pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung. Tujuan penelitian untuk mengurangi kelelahan kerja subjektif, menurunkan waktu reaksi dan meningkatkan pengetahuan pengendalian kelelahan kerja pada dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung. Metode Penelitian yang digunakan adalah mix method dengan sequential exploratory design ql-QN. Disain penelitian kualitatif digunakan pada awal penelitian untuk menggali penyebab kelelahan kerja yang dirasakan dosen dan mendapatkan alternatif intervensi untuk mengurangi kelelahan kerja yang terjadi.

Penelitian kuantitatif menggunakan metode kuasi eksperimen dengan pretest-posttest nonequivalent control group design. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung terhadap penurunan kelelahan kerja subjektif dan waktu reaksi, serta peningkatan pengetahuan pengendalian kelelahan kerja. Variabel terikat: kelelahan kerja subjektif, waktu reaksi, dan

(18)

pengetahuan pengendalian kelelahan kerja. Variabel intervensi berupa pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen.

Kebaruan dari penelitian ini adalah mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di bidang kelelahan kerja psikologis. Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kelelahan kerja subjektif dengan memberikan pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung. Dengan diidentifikasinya kelelahan kerja subjektif pada dosen sekolah tinggi ilmu kesehatan, maka dilakukan pelatihan untuk menurunkan kelelahan subjektif/kelelahan psikologis. Hal ini merupakan sesuatu yang baru yang menjadi inti dari penelitian, karena selama ini belum pernah dilakukan pelatihan yang ditujukan pada dosen sekolah tinggi ilmu kesehatan untuk mengendalikan kelelahan kerja yang terjadi. Pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen sekolah tinggi ilmu kesehatan belum pernah dilakukan di semua sekolah tinggi ilmu kesehatan di Kopertis wilayah IV. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri oleh para peneliti sebelumnya, sehingga penelitian ini memiliki keaslian secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi dosen

a. Dengan diketahuinya faktor penyebab kelelahan kerja pada dosen, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan perilaku dosen

(19)

dalam mencegah kelelahan kerja. Upaya pencegahan dan pengendalian kelelahan kerja dilakukan tempat kerja setelah mengikuti pelatihan, sehingga produktivitas dan kualitas hidup (quality of life) meningkat;

b. Dosen dapat bekerja dengan aman, nyaman dan produktif karena kelelahan kerja dapat dikendalikan dengan baik setelah mengikuti pelatihan;

c. Dosen menggunakan waktu kerja secara efektif di tempat kerja dan tidak membawa pekerjaan yang seharusnya dikerjakan di tempat kerja ke rumah.

2. Bagi institusi pendidikan atau perguruan tinggi

a. Meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi karena selama proses pembelajaran, peserta didik mendapatkan perhatian, pendidikan dan pengajaran dari dosen yang berkualitas;

b. Menerapkan pelaksanaan K3 pada dosen dengan cara memberikan intervensi pelatihan pengendalian kelelahan kerja;

c. Menurunkan angka mangkir kerja dan aktivitas pembelajaran yang dilakukan tidak mengalami penundaan karena ketidakhadiran dosen yang mengalami kelelahan kerja. Dengan tidak adanya penundaan perkuliahan artinya tidak terjadi pemborosan waktu dan biaya maupun pergantian dosen;

d. Menurunkan biaya pengobatan karena dengan pengendalian kelelahan akan menurunkan angka keluhan dan kesakitan yang disebabkan oleh pekerjaan sebagai dosen;

(20)

e. Perguruan tinggi dapat menetapkan kebijakan berkaitan dengan jam kerja dan kedisiplinan dosen dalam melaksanakan tugas, sehingga dosen tidak membawa pekerjaan ke rumah.

3. Bagi pengambil kebijakan

a. Perwujudan dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, terutama dalam melaksanakan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja pada dosen;

b. Masukan bagi direktorat jenderal pendidikan tinggi mengenai kejadian kelelahan kerja pada dosen, agar dibuat kebijakan untuk mewajibkan setiap perguruan tinggi melakukan upaya pencegahan kelelahan kerja dosen. Item K3 pada dosen dapat menjadi salah satu aspek dalam penilaian penjaminan mutu dan akreditasi perguruan tinggi oleh BANPT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi) sebagai perwujudan pengawasan Dikti dalam melaksanakan undang-undang guru dan dosen;

c. Dasar membuat kebijakan untuk pembentukan unit K3 pada perguruan tinggi yang mempunyai tugas dan kewajiban sesuai dengan amanat dari undang-undang yang berlaku untuk menjamin K3 pada dosen;

d. Menjadi dasar membuat dan menetapkan pemantauan dan evaluasi penempatan tenaga dosen agar disesuaikan dengan kecocokan, kemampuan dan kompetensi yang dimiliki untuk mengurangi terjadinya stres kerja yang disebabkan penempatan kerja yang tidak sesuai dengan kompetensinya;

(21)

e. Menjadi dasar bagi institusi pendidikan tinggi: universitas, sekolah tinggi, institut, politeknik maupun akademi melakukan induction training dan pelatihan pengendalian kelelahan kerja pada dosen sebagai upaya untuk memelihara kesehatan dan produktivitas kerja dosen.

4. Bagi pengembangan ilmu

a. Diketahuinya penyebab spesifik kelelahan kerja dosen dan upaya pencegahan sesuai dengan faktor penyebab kelelahan tersebut.

b. Dihasilkan model pelatihan pengendalian kelelahan kerja dosen, yang dapat digunakan dan diaplikasikan untuk pengembangan ilmu K3, khususnya dalam keselamatan dan kesehatan kerja bidang kelelahan kerja psikologis pada dosen di pendidikan tinggi swasta;

c. Pelatihan dapat diterapkan pada perguruan tinggi atau sekolah tinggi ilmu kesehatan yang lain, sebagai wujud penyebaran ilmu untuk meningkatkan perilaku masyarakat yang baik tentang K3, terutama pada masyarakat pendidik atau dosen.

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya adalah tiga kriteria metode yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, yaitu (1) metode yang tidak membentuk organisasi karena mahasiswa mengerjakan tugas

Deposito DSO biasanya jarang daripada BIF bantalan atau batuan lainnya yang membentuk sumber utama atau rock sumber daya magnetit yang paling tidak relevan karena BIF formasi

Menurut food and drug (FAD) administration, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, kambing, atau domba yang dipotong dalam keadaan sehat dan cukup umur,

Kantor Pengelolaan Air dan Air limbah adalah salah satu unit kerja BP Batam seseua dengan tugas pokok dan organisasinya adalah bertanggung jawab atas pengelolaan dan

Rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : “Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya sengketa teriorial antara Thailand - Kamboja atas kepemilikan

Reza Bagus Hermawan, 2016, Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Soil Nailing Menggunakan Program Geoslope (Studi Kasus: Desa Tambakmerang, Kecamatan Girimarto,

Dengan demikian, dari empat parameter yang diteliti, parameter yang menimbulkan adanya titik-titik rawan erosi baik yang termasuk ke dalam kategori tidak rawan erosi,

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan 2 metode pengumpuluan data, adapun dua teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kualitatif menggunkan observasi