• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DI INDONESIA. A. Pengertian dan Syarat Sah Perjanjian Menurut KUH Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DI INDONESIA. A. Pengertian dan Syarat Sah Perjanjian Menurut KUH Perdata"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DI INDONESIA

A. Pengertian dan Syarat Sah Perjanjian Menurut KUH Perdata

Pasal 1313 KUH Perdata merumuskan pengertian perjanjian yang berbunyi : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” Syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

1. Adanya Persetujuan Kedua Belah Pihak/Konsensus

Persetujuan kehendak adalah kesepakatan, seiya sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Sebelum adanya persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan (negoitiation) dimana pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain mengenai objek perjanjian dan syarat-syaratnya, kemudian pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya sehingga tercapai persetujuan. Kehendak itu dapat dinyatakan baik secara bebas maupun diam-diam, tetapi maksudnya menyetujui apa yang dikehendaki oleh para pihak tersebut.

Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun juga dan berdasarkan kemauan sukarela para pihak. Dalam pengertian persetujuan kehendak termasuk pula tidak adanya kekhilafan

(2)

dan penipuan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1324 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa dikatakan tidak adanya paksaan itu apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya menakut-nakuti, misalnya akan membuka rahasia sehingga orang tersebut terpaksa menyetujui perjanjian.

Akibat hukum tidak adanya persetujuan kehendak (karena paksaan, kekhilafan, maupun penipuan) adalah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim. Menurut ketentuan Pasal 1454 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa pembatalan dapat dimintakan dalam tenggang waktu 5 (lima) tahun, dalam hal terdapat paksaan dihitung sejak hari paksaan itu berhenti, dan dalam hal terdapat kekhilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahuinya kekhilafan dan penipuan itu

2. Kecakapan Para Pihak

Kecakapan berbuat adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri yang dilakukan oleh subjek hukum. Pada umumnya, seseorang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Menurut Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan wanita bersuami, sehingga apabila hendak melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh walinya dan bagi seorang istri harus ada izin suaminya. Akibat hukum ketidakcakapan membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan

(3)

pembatalannya kepada hakim, dan apabila pembatalannya tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan maka perjanjian tetap berlaku.

3. Ada Objek Tertentu

Suatu hal atau objek tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian dan prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan

4. Ada Sebab Yang Halal

Kata causa berasal dari bahasa Latin yang artinya sebab. Sebab adalah suatu yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengartikan causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak

Ketentuan dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa Undang-Undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, karena yang diperhatikan atau diawasi oleh Undang-Undang itu ialah “isi perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak serta isinya tidak dilarang oleh Undang-Undang, serta tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank

Muchdarsyah Sinungan menyatakan bahwa “Kredit adalah uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu

(4)

tertentu di masa mendatang disertai dengan suatu kontraprestasi berupa bunga”22 Mariam Darus Badrulzaman menyatakan secara umum kredit diartikan sebagai

“The ability to borrow on the opinion conceived by the lender that we will be repaid”.23

Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak yaitu debitur dan kreditur guna pencapaian tujuan dalam pemenuhan kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Pihak yang memperoleh kredit (debitur) harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi pada kemajuan usahanya tersebut, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya, sedangkan bagi pihak pemberi fasilitas kredit (kreditur), secara material harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan

Berdasarkan pengertian kredit di atas, maka intisari pengertian kredit

adalah adanya unsur kepercayaan serta pertimbangan untuk saling tolong-menolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi, sedangkan dipandang dari segi debitur, adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dan kontraprestasi terdapat suatu masa yang memisahkannya dan kondisi semacam ini mengakibatkan adanya risiko berupa ketidaktentuan, sehingga diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut. Sebelumnya dikatakan bahwa kredit diberikan atas dasar kepercayaan. Hal ini berarti bahwa prestasi yang diberikan dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syaratsyarat yang disepakati bersama.

22

Muchdarsyah Sinungan. Manajemen Dana Bank. Edisi Kedua. (Jakarta : Bumi Aksara, 1993) Hal. 212.

23

Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Kredit Bank. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,1991) Hal.23

(5)

perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan karena dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak debitur dan kreditur sama-sama memperoleh keuntungan, dan mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.

Kredit perbankan, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan berupa barang maupun jasa

Menurut pendapat H. Budi Untung dalam bukunya “Hukum Jaminan Keperdataan”, disebutkan bahwa kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Meningkatkan daya guna uang;

2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang; 4. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi; 5. Meningkatkan kegairahan usaha;

6. Meningkatkan pemerataan pendapatan; dan 7. Meningkatkan hubungan internasional24

Seorang nasabah yang mendapat kredit dari bank adalah seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Dalam pengertian kredit yang diatur dalam

24

(6)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dinyatakan bahwa dalam pengertian kredit tersebut terkandung perkataan perjanjian pinjam-meminjam sebagai dasar diadakannya perjanjian kredit, atas dasar itu pula dapat dikatakan bahwa kredit adalah suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan.

Adapun perjanjian kredit oleh beberapa sarjana hukum dikuasai dan merujuk pada ketentuan-ketentuan KUH Perdata Bab XIII Buku III Tentang Pinjam Meminjam. Hal ini dikarenakan perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam meminjam uang menurut Pasal 1754 KUH Perdata yang menyatakan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis pakai dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama mulai dari jenis maupun mutu yang sama pula.25

Perjanjian kredit menurut hukum perdata adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1754-1769. Dengan demikian perbuatan suatu perjanjian kredit dapat berdasarkan ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan para pihak, artinya dalam hal ketentuan yang memaksa maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan dalam hal tertentu yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak.

Pada Pasal 1754 Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa: Pinjam-meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan

25

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. (Bandung; Alfabeta, 2005) Hal 97-98.

(7)

karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Dalam hal ini maka dalam bentuk apapun juga pemberian kredit diadakan pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754-1769.

Sebagai suatu perjanjian maka perjanjian kredit itu tidak terlepas dari Kitab Undang Hukum Perdata, Undang Perbankan dan Undang-Undang Jaminan Fidusia. Perjanjian kredit tersebut merupakan perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dalam hal ini tentunya yang dimaksud adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.26

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de

contrahendo), sehingga perjanjian ini mendahului perjanjian hutangpiutang

(perjanjian pinjam-pengganti). Perjanjian kredit ini merupakan perjanjian pokok serta bersifat konsensuil (pactade contrahendo obligatoir) disertai adanya pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan hukum antara keduanya Perjanjian standard atau baku kredit dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu perjanjian induk (hoof contract) dan perjanjian tambahan (hulp

contract, algemeen voor warden). Perjanjian induk mengatur tentang hal-hal

Dimana apabila kedua belah pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti ini, maka tidak berarti bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti akan telah terjadi, perjanjian tersebut bersifat konsensuil obligator yaitu bila uangnya telah diserahkan (bersifat riil) kepada peminjam, maka lahirlah perjanjian pinjam-mengganti.

(8)

pokok dan perjanjian tambahan menguraikan apa yang terdapat dalam perjanjian induk

Ruang lingkup pengaturan tentang perjanjian kredit sebagai berikut : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian

pinjam-meminjam uang;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, meliputi Pasal 1 angka 11 tentang Pengertian Kredit; Perjanjian anjak-piutang, yaitu perjanjian

pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihanserta pengurusan piutang atau tagihan-tagihan jangk pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri;

Berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai Perjanjian Kredit, maka dapat disimpulkan bahwa dasar dalam perjanjian kredit adalah perjanjian pinjammeminjam uang, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : “Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengn mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula” Menurut Budi Untung, secara yuridis terdapat 2 (dua) jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan oleh bank dalam memberikan kreditnya, yaitu : 1. Perjanjian kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan, yaitu perjanjian

pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya di antara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. Lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit, saksi turut serta membubuhkan tandatangannya karena saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara perdata;

(9)

2. Perjanjian kredit autentik, yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat dibuat oleh atau dihadapan notaris.27

C. Kredit Macet dan Wan Prestasi

Kredit yang diberikan oleh kreditur kepada debitur selalu mengandung risiko, maka pemberian kredit dilandasi atas kemampuan, kesanggupan dan itikad baik dari kreditur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam rangka memperoleh keyakinan tersebut, koperasi sebagai kreditur perlu melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha nasabah debitur. Karena dengan proses analisis kredit yang baik diharapkan kredit yang diberikan kepada debitur akan berjalan lancar dan dapat dikembalikan tepat pada waktunya. Akan tetapi pada kenyataannya harapan tersebut tidak selamanya dapat terwujud mengingat kredit yang telah diberikan tetap mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pengembaliannya

Kredit macet merupakan suatu keadaan dimana seorang nasabah atau debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Keadaan demikian dalam hukum perdata dinamakan wanprestasi atau ingkar janji. Kredit macet dapat disebut juga sebagai kredit bermasalah. Pengertian kredit bermasalah secara yuridis tidak terdapat dalam berbagai literatur maupun perundang-undangan. Adapun kredit bermaslah itu sendiri dapat disimpulkan yaitu suatu

(10)

keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.28

Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat dikemukakan sebagai berikut:29

1. Kepentingan Pribadi (Self Dealing)

Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi

kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit yang tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.

2. Kecemasan akan Pendapatan (Anxiety for Income)

Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.

3. Kompromi Terhadap Prinsip-Prinsip Kredit (Compromise of Credit

Principles)

Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah.

28

A.Totok Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri Susilo. Bank dan Lembaga Keuangan

Lainnya. (Jakarta: Salemba Empat, 2000) Hal 41

29

(11)

4. Kurangnya Informasi Kredit (Incomplete Credit Information)

Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kembali kredit.

5. Kegagalan dalam Menentukan Tindakan Eksekusi Perjanjian Kredit (Failure

to Obtain or Enforce Liquidation Agreements)

Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.

6. Kemudahan (Complacency)

Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan 7. Kurangnya Pengawasan (Lack of Supervising)

Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.

8. Kurangnya Kemampuan Teknis (Technical Incompetence)

Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari aspek keuangan meupun aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank. Para pejabat kredit harus senantiasan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan

(12)

jangan memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.30

Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). Wanprestasi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang‐undang Hukum Perdata dapat terjadi karena, tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak dilakukan dengan semestinya, menjalankan hal yang dijanjikan akan tetapi terlambat melaksanakannya, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sehingga dapat dikatakan wanprestasi seorang debitur dapat berupa, sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, keliru memenuhi prestasi.31 Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian32

Suatu keadaan dapat digolongkan wanprestasi yang menyebabkan kredit macet apabila memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah diperjanjikan 2. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan;

3. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan;

30

Sudjendro, Penyebab Kredit Bermasalah dalam

http://bank-kita.blogspot.com/2011/02/penyebab-kredit-bermasalah.html Tanggal akses 06 Mei 2011 31

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, (Jakarta: Putra Abadin,1999) cet. 6, Hal.18.

32 Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), cet. 1, Hal. 2.21

(13)

4. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjnjikan;

5. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah dibuatnya atau menyalahgunakan isi perjanjian.

Apabila dihubungkan dengan kredit macet, maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong wanprestasi, yaitu :

1. Debitur sama sekali tidak membayar angsuran kredit;

2. Debitur membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya), akan tetapi yang digolongkan sebagai kredit macet dalam hal ini adalah jika debitur kurang membayar satu kali angsuran;

3. Debitur membayar lunas kredit setelah jangka waktu perjanjian berakhir. Istilah wanprestasi atau cidera janji diatur dalam Pasal 1243 jo. Pasal 1763 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yaitu:

1. Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan pengertian wanprestasi atau cidera janji, yaitu :

a) Lalai memenuhi perjanjian;

b) Tidak menyerahkan atau membayar dalam jangka waktu yang ditentukan; c) Tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu

yang ditentukan.

2 Pasal 1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan pengertian yang lebih spesifik, bahwa wanprestasi adalah tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan

Kredit bermasalah dapat disebabkan oleh faktor‐faktor yang berasal dari sudut eksternal maupun internal. Faktor terjadinya kredit bermasalah yang bersifat internal pada umumnya berkaitan dengan pihak analisis kurang teliti sehingga apa

(14)

yang seharusnya terjadi tidak dapat diprediksi sebelumnya atau mungkin salah dalam melakukan perhitungan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas kredit atau yang menyebabkan kredit bermasalah adalah keadaan perekonomian tidak mendukung perkembangan usaha namun disatu sisi debitur mempunyai kemauan atau itikad untuk membayar akan tetapi disisi lain ada pula debitur yang tidak mempunyai kemauan atau itikad untuk tidak membayar

Menurut Pasal 1267 Kitab Undang‐undang Hukum Perdata, maka pihak yang ingkar janji atau wanprestasi dapat dibebani untuk memenuhi perjanjian atau dibatalkannya perjanjian disertai dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Ini juga dapat diartikan bahwa pihak yang ingkar janji dapat hanya dibebani kewajiban ganti kerugian saja atau pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi saja.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari nasabah, antara lain:33

1. Nasabah Menyalahgunakan Kredit Yang Diperoleh Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan pemakainnya sehingga nasabah harus mempergunakan kredit sesuai dengan tujuannya, Pemakaian kredit yang menyimpang, misalnya kredit untuk pengangkutan dipergunakan untuk pertanian akan mengakibatkan usaha nasabah gagal.

2. Nasabah Kurang Mampu Mengelola Usaha Hal ini dapat terjadi karena nasabah yang kurang menguasai bidang usaha, karena nasabah mampu menyakinkan bank akan keberhasilan usahanya. Akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik.

33

(15)

3. Nasabah Beritikad Tidak Baik Ada sebagian nasabah yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggungajawabkan. Nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit walaupun dengan resiko apapun, biasanya sebelum kredit jatuh tempo nasabah sudah melarikan diri untuk menghindari tanggung jawab.

D. Pengertian dan Dasar Yuridis Hukum Jaminan

Hukum jaminan pada dasarnya adalah “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”

Berdasarkan definisi mengenai hukum jaminan tersebut, maka unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian hukum jaminan adalah :34

1. Adanya kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis berupa peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi serta kaidah hukum jaminan tidak tertulis berupa kaidah hukum yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit dan lazim disebut sebagai debitur. Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima

34

RHS Hasibuan, Hukum Jaminan, Karya Tulis publikasi dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22085/3/Chapter%20II.pdf Akses Tanggal 28 Juli 2012

(16)

barang jaminan dari pemberi jaminan dan yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum atau biasanya pihak bank yang sering disebut sebagai kreditur.

3. Adanya jaminan, pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepda kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan immaterril merupakan jaminan perorangan. 4. Adanya fasilitas kredit Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi

jaminanbertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya35

Dalam membicarakan hukum jaminan maka ada dikenal 5 (lima) asas-asas hukum jaminan, yaitu :

1. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;

35

(17)

2. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu;

3. Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas yang dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian;

4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) berada pada penerima gadai; 5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah Negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai36

E. Jenis-Jenis Jaminan

Istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah collateral yang merupakan bagian dari istilah “jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Artinya, pengertian “jaminan” lebih luas daripada pengertian “agunan”, dimana “agunan” berkaitan dengan barang, sedangkan “jaminan” tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi berkaitan dengan watak/perilaku (character),Kemampuan (capacity),Modal (capital), Jaminan (collateral) dan Kondisi ekonomi (condition of economy) dari nasabah debitur yang berkaitan. Agunan dalam hal ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk medapatkan fasilitas kredit dari bank sehingga jaminan tersebut diberikan/diserahkan kepada bank.

36

(18)

Agunan pada perkreditan di Bank menurut UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 Angka 23 adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.37 Disebut sebagai jaminan tambahan karena pada pelaksanaan pemberian jaminan bukan merupakan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit oleh perbankan. Karakter debitur dan kelayakan usaha merupakan faktor utama dan oleh karenanya agunan sering disebut juga sebagai pengaman terakhir dalam pemberian dan pelunasan kredit.38

Bentuk-bentuk agunan sesuai dengan penjelasan Pasal 8 UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya berdasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petruk dan lain lain yang sejenis.

Adapun bentuk-bentuk agunan lainnya berdasarkan peraturan bank Indonesia atau PBI No 9 Tahun 2007 Pasal 46 dapat berupa surat berharga atau efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai, tanah atau gedung tempat tinggal yang diikat dengan hak tanggungan, mesin-mesin yang satu kesatuan dengan tanah dan juga diikat dengan hak tanggungan, pesawat udara atau kapal laut yang diikat dengan hak hipotek, kendaraan bermotor yang diikat dengan fidusia dan resi gudang yang diikat dengan hak jaminan.39

Jaminan/agunan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

37 UU Republik Indonesia No 1 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 angka 23 38

M Bahsan,.O p Cit Hal 102 39

(19)

1. Hak jaminan yang bersifat kebendaan (materiil), yaitu memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Hak jaminan materiil atau kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena

a. Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur;

b. Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Dalam hal ini terhadap tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi utang-utangnya karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya

Menurut J. Satrio menyatakan bahwa hak jaminan kebendaan memiliki ciri khas, yaitu :

1. Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik debitur; 2. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja;

3. Mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti bendanya di tangan siapapun berada;

4. Yang lebih tua mempunyai kedudukan lebih tinggi;

5. Dapat dipindahtangankan atau dialihkan kepada orang lain

Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan jaminan kebendaan tidak bergerak. Untuk kebendaan bergerak, dapat dibebankan

(20)

dengan lembaga hak jaminan gadai dan fidusia sebagai jaminan utang, sementara untuk kebendaan tidak bergerak, dapat dibebankan dengan hipotek dan hak tanggungan sebagai jaminan utang

2. Hak Jaminan Perorangan Jaminan imateriil atau perorangan adalah hak yang memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih. Adanya lebih dari seorang debitur, bisa karena ada debitur serta tanggung menanggung atau karena adanya orang pihak ketiga yang mengikatkan dirinya sebagai borg

Adapun jaminan perseorangan ini dapat berupa penjaminan utang atau

borgtocht (personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee),

perikatan tanggung menanggung, dan garansi bank (bank guarantee).

F. Persyaratan dan Kegunaan Benda Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank

Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank, namun benda yang dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syaratsyarat tertentu. Menurut Rachmadi Usman, syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah :

a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;

b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) debitur untuk melakukan atau meneruskan usahanya;

(21)

c. Memberikan kepastian kepada kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya debitur.40

Adapun Kegunaan benda jaminan adalah

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syaratsyarat yang telah disetujui agar pihak debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan.41

40

Rachmadi Usman. Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta : Sinar Grafika,2008) Hal. 67

Referensi

Dokumen terkait

These two algorithms use unrealistic assumptions about distribution of sensor nodes and density: nodes must be uniformly randomly distributed and average degree is 100

Masuknya mata pelajaran umum dalam kurikulum madrasah terjadi secara tidak merata, dan dalam lingkup madrasah yang berbasis pada pesantren perkembangannya cukup lambat

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka akan muncul pertanyaan penelitian, yaitu apakah corporate governance yang dalam penelitian ini

yang berbeda dari teori yang digunakan oleh penelitian sebelumnya untuk melihat “ Gaya Berpikir, Gaya Pemecahan Masalah, Dan Gaya Pengambilan Keputusan Pada Usia Produktif

Tabulasi Silang dan Uji Statistik Hubungan Dukungan Orangtua dengan Pre stasi Belajar Mahasiswa Semester IV Program Studi DIII Kebidanan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Tahun

Tindakan SADARI adalah tindakan memeriksa payudara sendiri di ukur melalui rutin, tidak rutin, tidak pernh melakukan SADARI, Berdasarkan hasil

Untuk keberhasilan pencegahan atau upaya penurunan angka kejadian postpartum blues sendiri ditunjukkan oleh nilai Z tabel yaitu - 2,937, yang artinya terapi mencengarkan

Rekapitulasi Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2014-20171. Sumber: Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Bangka Tengah,