• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Kampmann A5 sebagai Inhibitor Fusi Potensial Virus Dengue melalui Simulasi Molecular Docking dan Molecular Dynamics

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modifikasi Kampmann A5 sebagai Inhibitor Fusi Potensial Virus Dengue melalui Simulasi Molecular Docking dan Molecular Dynamics"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Modifikasi Kampmann A5 sebagai Inhibitor Fusi Potensial Virus Dengue

melalui Simulasi Molecular Docking dan Molecular Dynamics

Usman Sumo Friend Tambunan

1

, Heru Pratomo

1 1Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424

usman@ui.ac.id, heru.pratomo@sci.ui.ac.id

Abstrak

Penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Pengobatan baru bersifat antiviral untuk menghambat aktivitas enzim dan protein yang berperan dalam replikasi di dalam tubuh sangat dibutuhkan saat ini. Protein envelope merupakan protein struktural yang berperan dalam proses fusi antara membran partikel virus dengan membran sel. Pada protein envelope terdapat molekul deterjen, yakni n – oktil – beta – D – glukosida (BOG) yang menempati suatu celah (cavity) antara domain 1 dan domain 2. Celah tersebut dinamakan celah BOG. Celah BOG telah diketahui berperan dalam aktifasi proses fusi protein envelope. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa substitusi molekul BOG oleh molekul lain yang terikat lebih kuat pada celah tersebut dapat menginhibisi replikasi virus dengue. Tujuan penelitian ini adalah mendesain senyawa turunan Kampmann A5 yang dapat menginihibisi proses fusi virus dengue dengan target celah BOG. Penapisan virtual terhadap 10.341 ligan menghasilkan 3 ligan terbaik berdasarkan energi bebas ikatan (ΔG) dan hasil prediksi toksisitas. Kestabilan kompleks diuji melalui simulasi molecular dynamics. Hasilnya menunjukkan bahwa kompleks ligan no.1 dan kompleks ligan no.6 memiliki kestabilan yang lebih baik pada suhu 312 K dibandingkan pada suhu 310 K, sementara kompleks ligan no.7 dapat mempertahankan kestabilan pada kedua suhu uji. Ketiga ligan dapat dijadikan sebagai kandidat inhibitor fusi potensial untuk protein envelope virus dengue.

Kata Kunci : Dengue, Protein Envelope, Inhibitor Fusi, Molecular Docking, Molecular Dynamics

1. PENDAHULUAN

Penyakit demam berdarah adalah penyakit infeksi akut yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, A. albopictus, dan A.

polysiensis [1]. Spesies yang menjadi vektor utama

dalam penyebaran virus dengue adalah A. aegypti dan A.albopictus [2]. Kedua jenis nyamuk ini hidup dalam keadaan yang panas dan lembab dan hampir di semua daerah di Indonesia, kecuali tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut [3].

Gejala penyakit demam berdarah adalah demam, sakit kepala, rasa pegal pada otot, rasa nyeri dibelakang mata, dan munculnya ruam pada kulit [4]. Penyakit demam berdarah memiliki tiga tingkatan, yakni dengue fever (DF), dengue

haemorrhagic fever (DHF), dan dengue shock syndrome (DSS) [5]. Sebanyak 400 ribu dari 50

juta kasus DF dilaporkan berlanjut ke tahap DHF [6]. Dengue haemorrhagic fever memiliki ciri - ciri pecahnya pembuluh kapiler darah dan trombositopenia (penurunan kadar keping darah) [4]. Trombositopenia terjadi baik karena penurunan produksi trombosit, maupun peningkatan destruksi trombosit. Derajat trombositopenia tidak hanya berhubungan dengan tingkatan klinis demam berdarah, namun juga bergantung pada aktivasi sistem komplemen. Penurunan kadar trombosit dalam darah dan peningkatan aktivasi komplemen akan menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh

dan meningkatkan resiko terjadinya pendarahan. Gejala ini diperkirakan berhubungan dengan mekanisme terjadinya dengue shock syndrome [7]. Tingkatan terakhir, dengue shock syndrome (DSS) memiliki ciri – ciri klinis berupa perivascular

edema, liver parenchyma necrosis, dan hiperpalasia

sel timus. DHF ataupun DSS yang disebabkan oleh infeksi primer atau infeksi sekunder diperkirakan terjadi karena adanya respons imun abnormal yang meliputi produksi sitokinesis atau kemokinesis dan aktivasi limfosit T dan gangguan homeostasis pada sistem pembekuan darah [8].

Epidemi demam berdarah pertama kali ditemukan pada tahun 1779-1780 di Asia, Afrika dan Amerika Utara. Saat pertama kali ditemukan, penyakit demam berdarah tidak dikategorikan sebagai penyakit yang berbahaya karena hanya menyebabkan demam ringan. Setelah 10-40 tahun berikutnya, penyakit ini dikategorikan menjadi sangat berbahaya karena mengakibatkan korban jiwa. Penjelasan yang mungkin dari fenomena ini adalah karena serotipe dengue muncul secara bertahap. Di Asia Tenggara, epidemi demam berdarah muncul setelah Perang Dunia II dan kemudian menyebar [9]. Sementara itu, epidemi DHF pertama kali muncul pada tahun 1950-an [10]. Berdasarkan jenis antibodi yang dihasilkan oleh tubuh setelah infeksi, virus dengue

diklasifikasikan menjadi empat serotipe (DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4) [7]. Keempat serotipe ini memiliki morfologi dan genom yang sama tetapi menunjukkan antigen yang berbeda

(2)

sehinggga seseorang dapat terinfeksi virus ini lebih dari satu kali, karena tidak ada proteksi silang yang lengkap terhadap keempat serotipe ini [11].

Virus dengue merupakan jenis virus RNA. Virus RNA lebih cepat bermutasi daripada virus DNA karena RNA polimerase memiliki tingkat kesalahan yang lebih besar daripada DNA polimerase [12]. RNA virus dengue berupa rantai tunggal dengan panjang 11kb dan mengkode satu poliprotein.. Poliprotein ini terbagi menjadi menjadi tiga protein struktural (C, E dan prM) dan tujuh protein non-struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5) [13].

Genom RNA virus dengue merupakan satu untaian open reading frame (ORF) yang mengandung 10.273 nukleotida dan mengkode satu poliprotein yang terdiri dari 3391 residu asam amino yang terdiri atas tiga protein struktural dan tujuh protein non-struktural. RNA virus dengue adalah RNA positif, RNA tersebut dapat langsung dikode menjadi protein. RNA virus dikode menjadi satu protein tunggal, kemudian dipecah menjadi beberapa bagian oleh protein NS3. Protein struktural yang dimaksud adalah protein kapsid (C), protein membran (M) dan protein envelope (E). Selain itu, protein nonstruktural yang dikode oleh genom virus dengue adalah NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B,dan NS5. Pada ujung –ujung ORF terdapat kode 5’UTR dan 3’UTR yang berperan dalam proses inisiasi dan regulasi pada proses translasi, transkrispsi dan replikasi virus [14] . Ujung 5’ memiliki cap metilguanosin hasil metilasi oleh protein NS5, tetapi pada ujung 3’ RNA virus dengue tidak ditemui adanya ujung poliadenilat (poly-A) seperti pada mRNA selular [15] .

Virion virus terdiri dari protein E (envelope) yang berperan dalam pengenalan ke permukaan sel inang, fusion atau peleburan virus, dan memfasilitasi respon imun pada sel inang. Protein internal C mengikat genom RNA. Protein prM (premembran) merupakan glikoprotein struktural, sedangkan protein C (kapsid) membentuk struktur ikosahedral dan mengikat genom RNA virus [16].

Ketujuh protein nonstruktural memiliki peran vital dalam siklus replikasi virus. Glikoprotein NS1 dihasilkan pada tahap penempelan sel inang, sedangkan NS2A, NS4A dan NS4B merupakan protein hidrofobik yang membantu proses replikasi di retikulum endoplasma. Sintesis RNA virus dibantu oleh enzim RNA-dependent RNA polymerase yang terdapat pada protein NS5.

Pemotongan unit – unit fungsional dari untaian poliprotein hasil translasi dikatalisis oleh enzim serin protease yang terdapat pada protein NS3 dibantu oleh protein NS2B sebagai koenzim [17].

Siklus normal infeksi virus dengue umumnya adalah manusia - nyamuk – manusia. Virus dengue bertransmisi melalui kelenjar saliva nyamuk Aedes

aegypti betina ketika menghisap darah manusia

yang telah terinfeksi virus dengue. Virus dengue kemudian mengalami replikasi dalam tubuh manusia dalam masa inkubasi selama 8-10 hari. Setelah bereplikasi, infeksi berlanjut ke manusia lain melalui antikoagulan yang terdapat dalam saliva nyamuk ketika menghisap darah manusia tersebut [16].

Proses infeksi virus dimulai ketika terjadi interaksi antara protein E virus dengan reseptor permukaan sel inang. Interaksi ini menyebabkan terjadinya perubahan konformasi struktur virus sehingga memicu masuknya materi genetik virus kedalam sel inang. Partikel virus masuk kedalam sel melalui reseptor yang termediasi endositosis. Lingkungan endosom memiliki kadar pH yang asam, dan terjadi perubahan konformasi protein

envelope dari dimer (bentuk inaktif fusi) menjadi

trimer (bentuk aktif fusi) dan memacu terjadinya fusi antara virion dengan endosom. Kemudian, nukleokapsid masuk kedalam sitoplasma dimana genom virus dilepaskan. Genom ini kemudian langsung mengalami translasi kedalam bentuk single polipeptida [18].

Translasi ini kemudian dilanjutkan di RE sehingga menghasilkan satu untaian poliprotein yang akan diproses menjadi unit-unit protein fungsional bagi virus. Pemotongan pada sisi NS1-NS4A langsung terjadi setelah poliprotein terbentuk oleh protease yang belum teridentifikasi yang terdapat dalam RE. Selanjutnya terjadi pemotongan pada konjugasi C-prM, prm-E, E-NS1 dan NS4A-NS4B oleh enzm peptidase RE inang, dan pemotongan pada NS2A-NS2B, NS2B-NS3, NS3-NS4A dan NS4B-NS5 oleh protease virus. [16].

RNA virus mengalami replikasi dan mensintesis RNA negatif yang kemudian menjadi

template untuk sintesis RNA positif virus. RNA

hasil replikasi lalu berasosiasi dengan protein C hasil translasi membentuk virion immatur di permukaan retikulum endoplasma. Virion lalu bergerak menuju badan Golgi untuk maturasi sehingga membentuk virion yang fungsional dalam jumlah banyak dan menyebabkan pecahnya sel inang [16]. Siklus hidup virus dengue dirangkum dalam gambar 1.

(3)

Gambar 2. Celah target tanpa molekul BOG (kiri), celah target dengan molekul BOG (kanan)

Cangkang luar virus dengue tersusun dari 180 unit monomer protein envelope (E) dan protein membran (prM/M). Pada virion DENV yang belum dewasa, prM/M dan E membentuk 90 heterodimer yang terbentang sebagai 60 trimetrik menyerupai duri saat terjadinya fusi. Sedangkan pada virus dewasa, protein envelope (E) merupakan 90 homodimer yang bentuknya datar menyelubungi virus sehingga terlihat permukaan virus yang halus. Perubahan struktur DENV dari belum dewasa menjadi dewasa terjadi ketika melewati

Trans-Golgi Network (TGN) dan perubahan ini diakibatkan oleh adanya perubahan konformasi protein envelope. Perubahan konformasi protein

envelope dipicu kondisi pH yang rendah. Partikel

virion yang belum dewasa dapat berbentuk bola berduri karena perubahan konformasi protein

envelope yang bergantung pada kondisi pH [18]

Struktur protein envelope virus dengue yang

soluble telah dielusidasi dengan kristalografi sinar –

X dan hasilnya menunjukkan bahwa protein

envelope virus dengue terdiri dari tiga bagian

(domain) : domain I, tempat terdapatnya gugus N-terminal, namun terdapat pada bagian tengah molekul, domain II, tempat terdapatnya peptida tertentu yang memicu terjadinya fusi, dan domain III merupakan daerah reseptor untuk berikatan dengan sel inang. Sewaktu terjadi endositosis, suasana asam dalam endosom memicu perubahan konformasi protein envelope dari dimer menjadi trimer. Saat konformasi protein envelope berubah menjadi trimer, celah BOG akan menyempit (gambar 2). Bagian peptida yang memicu fusi membran terpapar ke bagian puncak , dan dapat dengan mudah memicu penggabungan antara membran endosom dengan partikel virus [12]. Adanya suatu molekul yang dapat menghambat penyempitan celah BOG akan menghambat perubahan konformasi dan mencegah proses fusi.

Gambar 3, gambar 4 dan gambar 5 masing –

masing menunjukkan struktur monomer, struktur dimer beserta residu asam amino yang berperan pada proses fusi, dan struktur trimer dengan peptida fusi yang terletak pada puncak struktur.

Selain enzim, protein lain yang dapat dijadikan target untuk menginhibisi replikasi virus adalah protein envelope yang berperan dalam proses fusi membran sel dengan partikel virus.

Modus pengikatan virion dengan membran sel telah mengidentifikasi beberapa reseptor yang memiliki peranan, dan pengikatan melalui reseptor – reseptor tersebut tengah dipelajari sebagai target untuk menghambat replikasi virus. Tantangan dalam mempelajari inhibisi virus melalui metode pengikatan virion terhadap membran sel, adalah tiap sel memiliki jenis reseptor yang berbeda – beda, dan peranan setiap reseptor belum diketahui secara mendalam.

Pendekatan lain dalam mempelajari inhibisi fusi dengan target protein envelope adalah mengupayakan pengikatan suatu molekul organik berukuran kecil sebagai inhibitor. Studi oleh Modis

et al pada 2003 menemukan suatu molekul deterjen

turunan glukosa, yakni n – oktil – β – D - glukosida atau disingkat BOG. Molekul tersebut terletak pada suatu celah (cavity) diantara domain I dan domain II. Celah tersebut berperan dalam perubahan konformasi protein envelope dari bentuk inaktif fusi menjadi bentuk aktif fusi. Perancangan molekul inhibitor berdasarkan struktur dan sifat cavity maupun melalui virtual screening ataupun high –

throughput screening telah menghasilkan beberapa

senyawa inhibitor [13]. Beberapa senyawa tersebut diketahui memiliki cincin tiazol, namun Wang menemukan bahwa senyawa tiopen (dengan gugus (-CH=) menggantikan gugus

(-N=) pada tiazol) juga memiliki aktifitas inhibisi. Kampmann et al melakukan penapisan virtual terhadap molekul organik kecil dengan target BOG

cavity dan hasilnya berupa senyawa yang memiliki

cincin azol dengan aktifitas inhibisi fusi terhadap beberapa Flavivirus, diantaranya adalah DENV. Molekul A5 telah dikonfirmasi dapat menghambat replikasi DENV dengan menginhibisi proses fusi yang dimediasi oleh protein envelope dengan menguji aktifitas inhibisinya terhadap Respiratory

Syncytial Virus (RSV) [19] . Hasilnya menunjukkan

bahwa molekul A5 tidak dapat menghambat replikasi RSV, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktifitas inhibisi A5 bukan merupakan hasil dari efek virucidal non – spesifik.

Gambar 3. Struktur monomer protein envelope DENV

(4)

Gambar 4. (a) Struktur dimer protein envelope (b) Residu asam amino yang berperan

dalam proses fusi

Gambar 5. Struktur trimer protein envelope

Proses fusi virion dengan sel inang terjadi melalui beberapa tahapan. Pertama, glikoprotein virus berinteraksi dengan situs pengenalan antarsel pada permukaan sel inang. Kemudian, reseptor spesifik yang terdapat pada permukaan sel

memediasi terjadinya endositosis. Kondisi pH yang rendah dalam endosom memicu perubahan

konformasi protein envelope dari dimer menjadi trimer. Perubahan konformasi envelope disebabkan oleh protonasi histidin tertentu yang berfungsi sebagai sensor pH (Mueller et. al., 2008).Pada struktur trimer ini, peptida fusi berada pada bagian puncak struktur trimer yang berupa duri, peptida fusi yang bersifat hidrofobik berinteraksi dengan membran dalam endosom, terjadi pelipatan peptida fusi sehingga membran dalam endosom dan membran virus berdekatan hingga akhirnya terhubung. Saat kedua membran terhubung, materi yang terdapat dalam virion terbebas dan masuk kedalam sel host. Selanjutnya, RNA virus ditranskripsi menghasilkan poliprotein hingga akhirnya terbentuk virion baru

2. METODOLOGI

Perancangan ligan dilakukan berdasarkan sifat dari celah target yang bersifat hidrofobik pada bagian dalam dan hidrofilik pada bagian luar

(gambar 5). Modifikasi yang dilakukan mengacu

pada aturan Lipinski (berat molekul tidak lebih dari 500 dA, jumlah atom donor ikatan hidrogen tidak lebih dari 5, jumlah atom akseptor ikatan hidrogen tidak lebih dari 100, koefisien partisi oktanol – air antara -1 hingga 5) agar bioavailabilitas oral ligan dapat ditentukan berdasarkan strukturnya. (Lipinski

et al., 1997). Modifikasi juga dilakukan menurut

aturan isostere. Penggunaan isostere diharapkan dapat menurunkan toksisitas dan meningkatkan

afinitas ligan terhadap celah target (Meanwell, 2011).

Seluruh ligan didesain menggunakan perangkat lunak Chemsketch 12.0. Ligan yang telah didesain dioptimasi dengan opsi clean structure dan 3D structure optimization. Ligan disimpan dalam format MDL molfile (.mol), kemudian diformat ulang menggunakan VegaZZ agar dapat terbaca oleh perangkat lunak MOE.

Seluruh ligan hasil modifikasi dimasukkan kedalam MOE 2008.10 dan digabung dalam satu

library dalam format .mdb. Kemudian, dilakukan

operasi wash, partial charge dengan forcefield MMFF94, dan energy minimization dengan gradien RMS sebesar 0,05.

Data sekuen protein envelope DENV dalam format FASTA diunduh dari pangkalan data NCBI

(National Center of Biotechnology Information).

Kemudian dilakukan penjajaran banyak sekuens menggunakan FASTA pada situs ebi.ac.uk (www.ebi.ac.uk/Tools/sss/fasta). Kemudian dipilih

template yang terdiri dari dua chain dan dalam

bentuk kompleks dengan molekul BOG. Template protein dalam format .pdb dimasukkan kedalam MOE. Kemudian, dilakukan operasi protonate 3D,

partial charge dengan forcefield AMBER 99, dan energy minimization dengan gradien RMS sebesar

0,05. Kemudian dipilih residu asam amino yang menjadi situs pengikatan dengan membuka editor sekuens. Simulasi molecular docking dilakukan dengan fungsi scoring London dG, retain sebanyak 30, refinement menggunakan forcefield dan retain setelah refinement sebanyak 1. Ligan terbaik dipilih berdasarkan energi bebas ikatan, selanjutnya ligan yang terpilih akan melalui penapisan melalui prediksi toksisitas menggunakan Osiris Property Explorer.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penjajaran banyak sekuens, didapat template 1OK8A. Template ini tidak cocok karena hanya terdiri dari satu chain dan tidak dalam bentuk kompleks dengan molekul BOG. Terdapat beberapa template yang berhubungan dengan 1OK8A, diantaranya adalah 1OKE. Template 1OKE adalah template yang cocok karena terdiri dari dua chain dan dalam bentuk kompleks dengan molekul BOG.

Sebanyak 10.341 ligan telah berhasil didesain, dan didapat 100 ligan terbaik berdasarkan energi bebas ikatan. Simulasi docking sebanyak dua kali terhadap 100 ligan terbaik menghasilkan 8 ligan terbaik. Nilai energi bebas ikatan kedelapan ligan bernilai negatif, mengindikasikan bahwa delapan ligan tersebut berada dalam konformasi yang paling stabil.

Dari delapan ligan terbaik, hanya ligan no.1 (L1), ligan no.6 (L6) dan ligan no.7 (L7) yang memiliki marka hijau pada keempat kategori toksisitas (mutagenisitas, tumorigenisitas, iritan,

(5)

dan gangguan reproduksi) yang terdapat pada Osiris Property Explorer. Marka hijau menandakan ketiga ligan tersebut tidak bersifat mutagen, tumorigenik, iritan maupun mengganggu sistem reproduksi. Nilai energi bebas ikatan L1, L6 dan L7 masing – masing (dalam Kkal/mol) adalah 21,4537, 18,1539 dan -17, 8512. Nilai energi bebas tiap ligan tidak berbeda secara signifikan karena struktur tiap ligan mirip satu sama lain.

Tampilan L1, L6 dan L7 dalam celah target masing – masing ditampilkan dalam gambar 6,

gambar 7 dan gambar 8. Tabel 1 menunjukkan

residu kontak ketiga ligan terhadap celah target.

Gambar 6. Tampilan L1 dalam celah target

Gambar 6. Tampilan L6 dalam celah target

Gambar 7. Tampilan L7 dalam celah target Tabel 1. Residu kontak ligan dalam celah target

Ligan Residu Kontak L1 Lys 51, Glu 126, Lys

128, Ile 129, Gln 131

L6 Gln 200

L7 Gln 52

Terlihat bahwa ketiga ligan dapat menempati celah target secara keseluruhan. Berdasarkan ilustrasi pada gambar 2, adanya molekul ligan sebagai inhibitor akan membuat perubahan konformasi protein envelope yang berperan dalam aktifasi fusi akan terhambat dan menghambat

proses fusi. Berdasarkan visualisasi hasil molecular

docking, dapat disimpulkan bahwa ketiga ligan

dapat menghambat proses fusi. Selanjutnya, pada simulasi molecular dynamics akan dilihat seberapa kuat ligan dapat menginhibisi proses fusi. Kekuatan ligan dalam menginhibisi proses fusi akan terlihat dengan menguji kestabilan kompleks yang terbentuk pada sistem berpelarut, sesuai dengan temperatur pasien saat terjadi serangan virus, yakni pada 310 dan 312 K.

Simulasi molecular dynamics dilakukan selama 5000 pikosekon, diawali dengan pemanasan sistem selama 10 pikosekon, kemudian simulasi utama dijalankan. Selama simulasi, diamati perubahan konformasi selama setiap 0,5 pikosekon terhadap konformasi awal, yakni konformasi kompleks setelah pemanasan pada tahap awal simulasi. Perubahan tersebut dinyatakan dalam bentuk RMSD (root mean square deviation). Data yang dihasilkan adalah plot waktu (dalam

pikosekon) terhadap RMSD (dalam angstrom)

(gambar 9).

Gambar 9. Plot waktu vs RMSD ligan no.1, ligan no.6 dan ligan no.7 (biru pada 310 K, merah pada 312 K)

Berdasarkan gambar 9, dapat disimpulkan bahwa ligan no. 1 dan ligan no.6 membentuk kompleks yang lebih stabil pada suhu 312 K dibandingkan pada suhu 310 K, sementara ligan no.7 dapat membentuk kompleks yang memiliki kestabilan yang sama pada 310K dan 312 K.

310 K 312 K Hb Hyd Ion Hb Hyd Ion L1 135 122 36 178 147 152 L6 149 87 41 152 101 42 L7 153 106 41 147 106 41

Tabel 2. Keseluruhan interaksi yang terjadi pada masing – masing kompleks pada akhir simulasi (Hb: ikatan hidrogen, Hyd:interaksi hidrofobik, Ion: interaksi ionik)

Tabel 2 menunjukkan keseluruhan interaksi yang terjadi pada kompleks pada suhu yang berbeda. Terlihat bahwa pada suhu 312 K, terdapat lebih banyak interaksi dibandingkan pada 310 K

(6)

yang menyebabkan kompleks ligan no.1 dan kompleks ligan no.6 lebih stabil pada 312 K dibandingkan pada 310 K. Interaksi yang terjadi dalam molekul kompleks menstabilkan strukturnya, dan semakin stabil strukturnya maka nilai RMSD akan semakin rendah .

4. KESIMPULAN

Dari 10.341 ligan yang berhasil didesain, didapat 8 ligan terbaik berdasarkan energi bebas ikatan. Penapisan terhadap kedelapan ligan berdasarkan prediksi toksisitas menghasilkan tiga ligan terbaik. Berdasarkan hasil simulasi molecular

dynamics, ligan no.1 dan ligan no.6 memiliki

aktifitas yang lebih baik pada 312K dibandingkan pada 310K, sementara ligan no.7 memiliki aktifitas yang tidak jauh berbeda pada kedua suhu tersebut

DAFTAR ACUAN

[1] Malavige, et al. (2004). Dengue viral

infections. Postgrad Med J 2004;80:588–

601. doi: 10.1136/pgmj.2004.019638 [2] Suparta, W.I., (2008). Pengendalian

Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae).

Dies Natalis 2008 Universitas Udayana. [3] Kristina, et al. (2004). Kajian Masalah

Kesehatan Demam Berdarah Dengue. T.D.

Wahono (Ed). Badan Litbangkes. Depkes. RI.

[4] Kumar, et al. (2012). Molecular herbal

inhibitors of Dengue virus: an update. Int. J.

Med. Arom. Plants, ISSN 2249 – 4340 Vol. 2, No. 1, pp. 1-21, March 2012

[5] Murphy, B.R. & Whitehead, S.S., (2011).

Immune respons to dengue virus and prospects for a vaccine. Annual Review

Immunology, 29:587 - 619

[6] Guglani, L. & Kabra, S. K., (2005). Sel T

Immunopathogenesis of Dengue Virus Infection. Dengue Bull. 29: 58-69.

[7] Whitehorn, J., & Simmons, C. P., (2011).

The pathogenesis of dengue. Vaccine, 29(42), 7221–8.

doi:10.1016/j.vaccine.2011.07.022

[8] Chaturvedi, U. C. & Shrivastava, R., (2005).

Interaction of viral proteins with metal ions: role in maintaining the structure and functions of viruses. FEMS Immunology and

Medical Microbiology, 43(2), 105–114. [9] Pandey, B.D., et al. (2008). Dengue virus

Nepal. Emerging infectious diseases 14:514

– 515.

[10] WHO. (2009). Dengue and dengue haemorrhagic fever. World Health Organization.

[11] Moi, M. L., Lim, C., Takasaki, T., & Kurane, I. (2010). Involvement of the Fcc

receptor IIA cytoplasmic domain in

antibody-dependent enhancement of dengue virus infection. Journal of General Virology ,

91, 103–111 doi:10.1099/vir.0.014829-0 [12] Qi, et al. (2008). Biological characteristics

of dengue virus and potential targets for drug design. Acta Biochim Biophys Sin:

91-101.

[13] Noble, et al. (2010). Strategies for

development of Dengue virus inhibitors.

Antiviral research, 85(3), 450–62. doi:10.1016/j.antiviral.2009.12.011 [14] Chiu, W.W., Kinney, R.M. & Dreher T.W.,

(2005). Control of Translation by the 5- and

3-Terminal Regions of the Dengue Virus Genome. J. Virol. 79, 8303–8315.

[15] Wardani, F., (2012). Karya Utama Sarjana Kimia : Studi Derivat Ribavirin dan GTP

Sebagai Inhibitor untuk NS5

Metiltransferase Virus Dengue. Departemen

Kimia UI

[16] Melino, S & Paci, M., (2007). Progress for

Dengue Virus Diseases Towards The NS2B– NS3pro Inhibition for A Therapeutic-Based Approach. FEBS Jour.,: 2986-3002.

[17] Tambunan, U.S.F. & Alamudi, S. (2010).

Designing cyclic peptide inhibitor of dengue virus NS3-NS2B protease by using

molecular docking approach.

Bioinformation, 5(6), 3–7.

[18] Chua, W., (2012). Tesis : Perancangan

peptida siklis disulfida sebagai inhibitor fusi protein envelope DENV. Departemen Kimia

UI

[19] Kampmann, et al. (2009). In silico

screening of small molecule libraries using the dengue virus envelope E protein has identified compounds with antiviral activity against multiple flaviviruses. Antiviral

research, 84(3), 234–41.

doi:10.1016/j.antiviral.2009.09.007

(7)

Gambar

Gambar 1. Siklus hidup virus dengue
Gambar  3. Struktur monomer protein envelope  DENV
Gambar 5. Struktur trimer protein envelope    Proses fusi virion dengan sel inang terjadi  melalui beberapa tahapan

Referensi

Dokumen terkait

Konsep kosmologi penciptaan alam semesta menurut Ibn Rushd mendasarkan pada 2 (dua) argumentasi, yakni (1) argumentasi al-Ikhtir ā ’ ( invention ), yang dimodifikasi dari

No. Tanpa kegunaan aplikasi, organisasi dapat mengarahkan misinya atau rule bisnisnya, atau proses bisnis tidak dapat beroperasi, atau karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya. 4

Dalam Hukum Islam sanksi yang dijatuhkan adalah hukuman hudud yaitu hukuman mati atau diperangi, dalam Hukum Positif yang memberikan pidana mati kepada pelaku tindak

Perhitungan neraca massa dan neraca panas diperlukan untuk menentukan kebutuhan bahan baku dan aspek penunjang lain yang diperlukan sesuai dengan kapasitas pabrik yang akan

Salah satu ancaman yang dapat menggangu web server adalah serangan Denial of Service (DOS) menggunakan teknik slow post yang dapat menyebabkan layanan pada web server

Wajib mengadakan pertemuan atau tatap muka terjadwal dengan mahasiswa dalam kelas yang diampu sesuai dengan jadwal konseling yang telah ditetapkan.. Membina dan memotivasi

think pair share dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika dan berpikir kritis siswa dengan cara selama proses pembelajaran guru mampu mengon- trol proses belajar

Metode ini memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berperan sebagai guru bagi teman-temannya (Suprijono, 2011:110).Dalam penerapannya metode ini bisa