• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

KABUPATEN BANTUL

TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

KABUPATEN BANTUL

TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

KABUPATEN BANTUL

TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(2)

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya Pemerintah Kabupaten Bantul dapat kembali menyampaikan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2014.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah yang mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan di Kabupaten Bantul ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Laporan ini juga menggambarkan keadaan lingkungan hidup, baik penyebab dan dampak permasalahan maupun respon pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah lingkungan.

Mengingat kompleksnya jenis tekanan terhadap lingkungan hidup di Kabupaten Bantul, maka diperlukan kesadaran bersama akan pentingnya peningkatan kapasitas agar dapat mengamati perubahan kondisi lingkungan hidup yang terjadi dalam suatu sistem pemantauan. Data dan informasi yang dihasilkan akan sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan untuk ketepatan intervensi persoalan lingkungan hidup yang dihadapi.

Harapan kami, semoga Laporan Status Lingkungan Hidup ini juga bermanfaat serta menggugah semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup di Kabupaten Bantul.

Akhirnya, kami menyadari bahwa Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Tahun 2014 ini tidak dapat disajikan apabila tidak ada partisipasi dari berbagai pihak terkait. Untuk itu, atas nama Pemerintah Kabupaten Bantul, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dari semua pihak yang terlibat.

Bantul, Januari 2015 Bupati,

(3)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...………... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR... ... ... i ii v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Isu-isu Prioritas... 2

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP... 6

A. B. C. D. E. F. G. Lahan Dan Hutan... A.1. Lahan... A.2. Hutan ... A.3 . Kualitas Lahan... A.4. Kerusakan Lahan dan Hutan... Keanekaragaman Hayati...………... B.1. Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang Diketahui... B.2. Status Flora dan Fauna ... Air... C.1. Kualitas Air Sungai... C.2. Kualitas Mata Air ... C.3. Kualitas Air Sumur... Udara... D.1. Udara Ambient... D.2. Kualitas Air Hujan... Laut, Pesisir dan Pantai... E.1. Kondisi Pesisir dan Pantai……… E.2. Kualitas Air Laut……….. Iklim ... F.1. Kondisi Iklim... F.2. Unsur Iklim... Bencana Alam... 6 6 8 10 12 13 13 14 15 16 51 52 53 53 64 64 64 67 70 70 70 71 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN……… 73

A.

B.

Kependudukan………. A.1. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk………. A.2. Jumlah Penduduk Menurut Status Pendidikan... Pemukiman……….. B.1.Kondisi Sosial...……….. B.2. Sanitasi lingkungan……….... 73 73 76 78 78 79

(4)

C. D. E. F. G. H. I. J. Kesehatan………..……….. C.1. Kondisi Penyakit………... C.2. Limbah Kesehatan………. Pertanian……….. D.1. Lahan dan Produksi Sawah………... D.2. Lahan dan Produksi Perkebunan... D.3. Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia………... D.4. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian..………… D.5. Peternakan………..….... Industri……….. Pertambangan………. F.1. Kegiatan Pertambangan………. F.2. Jenis-Jenis Penambangan………. Energi……… Transportasi………. Pariwisata………. I.1. Potensi Wisata……….. I.2. Kunjungan Wisatawan……… I.3. Limbah SeKtor Pariwisata……….………... Limbah B3……… J.1. Pengelolaan Limbah B3……….. J.2. Industri Penghasil Limbah B3……… J.3. Izin Penyimpanan, Pengumpulan Limbah B3………

83 83 83 84 84 85 85 86 87 88 89 89 89 90 91 92 92 93 94 95 95 96 96

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN 99

A. B. C. D. E. Rehabilitasi Lingkungan... Dokumwen Lingkungan... Penegakan Hukum... Peran serta Masyarakat ... Kelembagaan ... 99 99 101 103 104

(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Grafik luas lahan pertanian……….. 6

Gambar 2 : Grafik luas lahan non pertanian……….. 7

Gambar 3 : Peta Hutan Lindung di RTRW Kab. Bantul………... 9

Gambar 4 : Peta sebaran erosi dan kedalaman tanah di Kab. Bantul………….. 11

Gambar 5 : Grafik luas lahan kritis ………. 12

Gambar 6. : Flora Fauna yang dilindungi di kab. Bantul……….. 15

Gambar 7 : Kondisi sungai di Kab. Bantul………. 16

Gambar 8 : Sungai Winongo titik Manding………. 17

Gambar 9 : Grafik parameter DO sungai Winongo……….. 18

Gambar 10 : Grafik parameter BOD sungai Winongo……… 18

Gambar 11 : Grafik parameter COD sungai Winongo……… 18

Gambar 12 : Grafik parameter Nitrit sungai Winongo……… 20

Gambar 13 : Grafik parameter Klorin bebas sungai Winongo……….. 21

Gambar 14 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Winongo……… 21

Gambar 15 : Grafik parameter Minyak dan lemak sungai Winongo……… 22

Gambar 16 : Grafik parameter total Coliform sungai Winongo………. 23

Gambar 17 : Grafik parameter Fecal Coliform sungai Winongo……….. 24

Gambar 18 : Sungai Bedog titik Sindon Pajangan……….. 25

Gambar 19 : Grafik parameter DO sungai Bedog……….. 25

Gambar 20 : Grafik parameter BOD sungai Bedog……….. 26

Gambar 21 : Grafik parameter COD sungai Bedog……….. 26

Gambar 22 : Grafik parameter Nitrit sungai Bedog……… 27

Gambar 23 : Grafik parameter Nitrat sungai Bedog……….. 27

Gambar 24 : Grafik parameter Klorin bebas sungai Bedog………. 28

Gambar 25 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Bedog……….. 29

Gambar 26 : Grafik parameter Minyak lemak sungai Bedog………... 29

Gambar 27 : Grafik parameter Fecal dan Total Coliform sungai Bedog………… 30

Gambar 28 : Grafik parameter Fecal dan Total Coliform sungai Bedog………… 30

Gambar 29 : Sungai Code titik Ngoto... 31

Gambar 30 : Grafik parameter DO sungai Code………. 32

Gambar 31 : Grafik parameter BOD sungai Code……….. 32

Gambar 32 : Grafik parameter COD sungai Code………. 33

Gambar 33 : Grafik parameter Total Fosdat sungai Code……… 33

Gambar 34 : Grafik parameter Minyak lemak sungai Code……….. 34

Gambar 35 : Grafik parameter Fecal Coliform sungai Code ……….. 35

Gambar 36 : Grafik parameter Total Coliform sungai Code………. 35

Gambar 37 : Sungai Opak titk Putat Selopamioro... 36

(6)

Gambar 39 : Grafik parameter NO2 sungai Opak... 37

Gambar 40 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Opak... 38

Gambar 41 : Grafik parameter Minyak Lemak sungai Opak... 39

Gambar 42 : Grafik parameter Total Koli sungai Opak... 40

Gambar 43 : Grafik parameter Koli Tinja sungai Opak... 40

Gambar 44 : Sungai Gajah Wong titik Pleret………. 41

Gambar 45 : Grafik parameter BOD sungai Gajah Wong………. 42

Gambar 46 : Grafik parameter DO sungai Gajah Wong……… 42

Gambar 47 : Grafik parameter COD sungai Gajah Wong……… 43

Gambar 48 : Grafik parameter Total Fosfat sungai Gajah Wong……… 44

Gambar 49 : Grafik parameter Minyak Lemak sungai Gajah Wong………... 44

Gambar 50 : Grafik parameter Koli Tinja sungai Gajah Wong……… 45

Gambar 51 : Grafik parameter Total Coliform sungai Gajah Wong……… 45

Gambar 52 Grafik tren konsentrasi BOD sungai Bedog………. 46

Gambar 53 Grafik tren konsentrasi CODsungai Bedog……….. 47

Gambar 54 Grafik tren konsentrasi DO sungai Bedog……… 48

Gambar 55 Grafik tren konsentrasi NO2 sungai Bedog……….. 49

Gambar 56 Pemantauan kualitas udara di perempatan Pleret……….. 50

Gambar 57 Grafik Konsentrasi SO2……….. 55

Gambar 58 Grafik Konsentrasi CO………. 56

Gambar 59 Grafik Konsentrasi NO2……….. 57

Gambar 60 Grafik Konsentrasi Pb………. 58

Gambar 61 Grafik Konsentrasi TSP……….. 60

Gambar 62 Grafik Tren Konsentrasi TSP………. 61

Gambar 63 Grafik Tren Konsentrasi Pb……… 62

Gambar 64 Lokasi sampling udara ambient………. 63

Gambar 65 Grafik Konsentrasi BOD……….. 68

Gambar 66 Grafik Konsentrasi Fosfat……… 68

Gambar 67 Grafik Tren Konsentrasi BOD………. 69

Gambar 68 Grafik Tren Konsentrasi Fosfat……….. 69

Gambar 69 Bencana Tanah Longsor di Siluk Imogiri……….. 72

Gambar 70 Grafik tren jumlah penduduk pesisir……….. 74

Gambar 71 Grafik tren laju pertumbuhan penduduk……… 75

Gambar 72 Tren prosentase penduduk sekolah vs tidak sekolah………. 77

Gambar 73 Salah satu industri tekstil di Kab. Bantul………... 88

Gambar 75 Grafik tren kunjungan wisata………... 93

Gambar 76 Pengelolaan TPS LB3 di salah satu perusahaan di Bantul………… 98

Gambar 77 Salah satu usaha pengelolaan lahan kritis di kec. Dlingo………….. 100

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Bantul terletak disebelah selatan Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak pada 070 44’ 04” – 080 00’ 27” Lintang Selatan dan 1100 12’ 34” – 1100 31’ 08” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bantul berbatasan langsung dengan :

- Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman - Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

- Sebelah Timur : Kabupaten Gunung Kidul - Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progo

Luas wilayah Kabupaten Bantul 506,85 km2 dengan topografi dataran rendah 40% dan daerah perbukitan 60%. Bagian barat merupakan daerah landai yang kurang subur serta perbukitan yang membujur dari utara ke selatan dengan luas 89,86 km2 (17,73% dari seluruh wilayah). Bagian tengah merupakan daerah datar dan landai dengan luas 210,94 km2 (41,62%). Daerah tersebut merupakan daerah subur yang digunakan untuk lahan pertanian. Bagian timur adalah daerah landai, miring, dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian barat dengan luas 206,05 km2 (40,65%). Bagian selatan yang mana merupakan bagian dari daerah tengah dengan keadaan alam yang berpasir dan sedikit berlagun. Wilayah ini membentang sepanjang pantai selatan melewati wilayah kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.

Wilayah Kabupaten Bantul dialiri oleh 6 sungai besar yang mengalir sepanjang tahun dimana pemantauan dilakukan di 5 sungai, yaitu Winongo, Opak, Bedog, dan Gajahwong. Panjang sungai tersebut adalah sungai Winongo 22,76 km, Sungai Opak 33,67 km, Sungai Bedog 40,92 km, Sungai Code 8,734 km, dan Sungai Gajahwong 6,03 km.

(8)

Pemerintahan di Kabupaten Bantul secara administratif terbagi dalam 17 kecamatan, 75 desa dan 933 pedukuhan.

B. Isu-isu Prioritas

Penyusunan laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) selain sebagai bentuk pelaporan kepala daerah kepada pemerintah pusat juga dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai bahan rekomendasi dalam menyusunan kebijakan dan perencanaan mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dimana kebijakan yang diambil nantinya dapat menjalankan mandat yang telah diberikan, yaitu pembangunan berkelanjutan. Selain pemanfaatan oleh pemerintah daerah, masyarakat/stakeholder juga dapat menggunakan data-data yang terdapat dalam pelaporan sebagai bahan analisa atau informasi dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Rekomendasi dalam penyusunan kebijakan dibuat berdasarkan hasil inventarisasi permasalahan-permasalahan atau isu-isu prioritas mengenai lingkungan hidup yang berkembang di Kabupaten Bantul dan mempunyai dampak besar terhadap pelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Hasil inventarisasi tersebut didapat dari pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang masuk, inventarisasi permasalahan lingkungan dari kecamatan dan dinas/instansi terkait serta hasil pemantauan yang dilakukan. Isu-isu prioritas tersebut adalah :

1. Kerusakan kawasan pantai

Garis pantai wilayah Kabupaten Bantul ±12 km membentang dari barat sampai timur, meliputi kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek. Kondisi pantai yang berpasir, ralatif landai dengan ombak laut yang cukup besar serta terdapat gumuk pasir. Di lahan pesisir dilakukan dengan penanaman pohon bakau, cemara udang, pandan laut dan lain-lain yang difungsikan sebagai wind barrier.

(9)

Kondisi tersebut mulai terganggu dengan adanya aktifitas manusia berupa usaha tambak udang yang dilakukan masyarakat pesisir. Pembangunan tambak-tambak udang tersebut dilakukan dengan membuka lahan. Pembukaan lahan dilakukan dengna cara menebang pohon-pohon yang berfungsi sebagai wind barrier. Hal tersebut juga berdampak terhadap kelestarian gumuk pasir yang merupakan keajaiban dunia.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul beserta instansi terkait melakukan upaya agar lingkungan tetap terjaga dan perekonomian masyarakat tidak terganggu. Opsi yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan tersebut dan merelokasi tambak udang ke pantai Wonoroto desa Gadingsari.

2. Gangguan kebauan akibat usaha perternakan

Pemanfaatan lahan diwilayah Kabupaten Bantul selain untuk pemukiman juga dipergunakan untuk pertanian, perkebunan dan peternakan. Untuk meningkatkan pendapatan, masyarakat yang mempunyai lahan sawah memanfaatkan lahan tersebut tidak hanya untuk pertanian tetapi juga dimanfaatkan untuk berternak, biasanya dengan memanfaatkan sebagian dari lahan tersebut untuk peternakan ayam. Begitu juga dengan masyarakat yang hanya mempunyai lahan kering, memanfaatkan lahan tersebut untuk perkebunan dan peternakan seperti peternakan sapi.

Lahan-lahan yang khususnya terletak di wilayah sub-urban mulai berubah fungsi dengan cepat menjadi pemukiman. Hal tersebut disebabkan peningkatan jumlah penduduk baik dari dalam maupun luar wilayah Kabupaten Bantul yang membutuhkan tempat tinggal. Lahan pemukiman pada akhirnya mulai mendekati lahan peternakan. Timbulah pengaduan-pengaduan oleh masyarakat yang merasa

(10)

terganggu oleh kegiatan peternakan tersebut, terutama gangguan kebauan.

Semakin dekatnya antara lahan pemukiman dengan peternakan tersebut juga disebabakan Kabupaten Bantul belum mempunyai regulasi tentang peternakan atau pengaturan terkait tata ruang usaha peternakan yang lebih detail (Zonasi).

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Melalui instansi lain, mendorong agar penyusunan regulasi tentang peternakan dapat segera diselesaikan mengingat jumlah pengaduan mengenai peternakan terus meningkat dan di pemerintahan desa, mendorong agar disusunnya perdes tentang usaha peternakan. Untuk pengaduan sengketa lingkungan hidup yang masuk, dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Setelah dilakukan verifikasi, jika masuk ke dalam kewenangan BLH maka akan dilakukan tindak lanjut terhadap pengaduan sengketa lingkungan hidup. Tindak lebih lanjut tersebut meliputi penerapan sanksi administrasi, penyelesaian sengketa di pengadilan atau diluar pengadilan, dan penegakan hukum pidana.

3. Permasalahan Sampah

Meningkatnya jumlah penduduk diiringi oleh meningkatnya kebutuhan hidup menyebabkan tingginya timbulan sampah. Dimana timbulan sampah tersebut akan dibuang di TPA Piyungan, tempat pembuangan akhir sampah. Kondisi TPA piyungan saat ini mengkhawatirkan dikarenakan daya tampung TPA berkurang dengan sangat cepat. Ditambah dengan adanya timbulan sampah-sampah liar di pinggir jalan maupun dipinggiran sungai. Hal-hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab turunnya kualitas lingkungan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Badan Lingkungan Kabupaten Bantul bersama instansi terkait dan masyarakat berupaya untuk meningkatkan pengelolaan

(11)

sampah dengan sistem 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Cara-cara yang dilakukan seperti memberikan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada masyarakat bagaimana cara pengelolaan sampah dengan sistem 3R sehingga sampah yang nantinya dibuang ke TPA merupakan sampah yang benar-benar tidak bisa dimanfaatkan lagi dengan begitu daya tampung TPA semakin panjang. Membantu mengembangkan kapasitas kelembagaan organisasi Jaringan Pengelolaan Sampah Mandiri (JPSM), Penyediaan sarana pengelolaan sampah, memfasilitasi bank-bank sampah diharapkan pertumbuhan desa-desa yang mengelola sampah dengan sistem 3R dapat berkembang dengan cepat dan timbulan sampah liar tidak terjadi. Pentingnya pendidikan tentang pengelolaan sampah sejak dini dilakukan dengan pembinaan ke sekolah-sekolah. Dengan cara-cara tersebut diharapkan permasalah yang terjadi dapat diatasi.

(12)

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

A. LAHAN DAN HUTAN A.1 Lahan

Penggunaan lahan dibagi menjadi non pertanian, sawah, lahan kering, perkebunan, hutan dan badan air (tabel SD-1).Penggunaan lahan di Kabupaten Bantul berdasarkan klasifikasi tersebut, terluas adalah untuk lahan kering dengan luasan 23.220,5626 Ha. Sedangkan penggunaan terendah untuk lahan badan air sebesar 911,73 Ha.

Penggunaan lahan untuk persawahan mengalami penurunan dari 16.049,43 Ha pada tahun 2013 (data per September)menjadi 15.996,4498 Ha pada tahun 2014 Ha atau terjadi alih fungsi lahan sebesar 52,9802 Ha.Berdasarkan data tersebut diatas penggunaan lahan untuk persawah terbesar terdapat di Kecamatan Sewon dengan luas 1.407,5138 Ha. Terjadi penurunan luasan peruntukkan sawah sebesar 12,6862 Ha dari 1.420,20 Ha di tahun 2013. Sedangkan penggunaan lahan sawah terkecil di kecamatan Dlingo sebesar 261 Ha, tidak terjadi perubahan dari tahun sebelumnya. Kecilnya luas lahan sawah di Kecamatan Dlingo disebabkan karena wilayah tersebut sebagian besar berupa perbukitan, tanah tandus sehingga tidak cocok sebagai lahan pertanian khususnya tanaman padi.

Gambar 1. Grafik luas lahan pertanian 15.700 15.800 15.900 16.000 16.100 16.200 16.300 16.400 16.500 2012 2013 2014 Lu as Lah an (H a) Tahun

Luas Lahan Pertanian

Luas Lahan Pertanian

(13)

Luasan lahan kering di Kabupaten Bantul sebesar 23.220,5626 Ha (23.237,06), terjadi penurunan sebesar 16,4974 Ha dari 23.237,06 Ha ditahun sebelumnya . Kecamatan dengan luas lahan kering terbesar adalah Imogiri dengan luas 3.313,7013 Ha. Sedangkan terkecil di Kecamatan Bantul dengan luas 691 Ha.

Lahan hutan terdapat di Kecamatan Dlingo dan Imogiri dengan luasan masing-masing 1.198 Ha dan 187 Ha, tidak terjadi perubaahan dari tahun sebelumnya.Untuk luas Lahan sebagai badan air sebesar911,730 Ha.Tertinggi terdapat di Kecamatan Srandakan dengan luas 274,856Ha. Terendah di Kacamatan Sewon dengan luas 0,166 Ha.

Penggunaan lahan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran, infrastruktur lainnya berdasarkan data dari Badan Pertanahan Kabupaten Bantul mengalami kenaikan sebesar 26,676 Ha atau menjadi 3.862,5087 Ha.Luasan lahan non pertanian terbesar di Kecamatan Kasihan dengan luasan 551,5602 Hanaik sebesar 2,8926 Ha dari tahun 2012 sebesar 548,6676 Ha dan terkecil di Kecamatan Kretekdengan luasan 38,3782Ha. Luasnya lahan non pertanian di Kecamatan Kasihan disebabkan lokasi wilayah yang berada di perbatasan dengan Kota Yogyakarta sehingga perkembangan pembangunan baik industri, pemukiman, pendidikan dan lain-lain berkembang pesat.

Gambar 2. Grafik Luas Lahan Non Pertanian 3835,8327 3862,5087 3820 3825 3830 3835 3840 3845 3850 3855 3860 3865 2013 2014 Lu as Lah an (H a) Tahun

Luas Lahan Non Pertanian

Luas Lahan Non Pertanian

(14)

A.2 Hutan

Hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Hutan mempunyai peran sebagai penyedia sumber air bagi manusia dan lingkungannya, hutan punya kemampuan menyerap karbon, pemasok oksigen (O2) di udara dan penyedia jasa wisata serta sumber genetik flora dan fauna. Mengingat begitu besar peran hutan bagi makluk hidup, maka hutan harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, sehingga kerusakan hutan seperti kebakaran hutan, penebangan ilegal, kegiatan penambangan dan lain-lain dapat dihindari.

Ada beberapa fungsi/status kawasan hutan antara lain kawasan konservasi, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman burung, taman nasional, taman hutan raya, hutan lindung, hutan produksi maupun hutan kota (tabel SD-2). Berdasarkan hal tersebut, Kabupaten Bantul mempunyai hutan yang berfungsi sebagai suaka margasatwa yang berlokasi di kecamatan Imogiri seluas 11,4 Ha sedangkan sebagai hutan lindung berlokasi di kecamatan Dlingo seluas 1.041 Ha.

Dengan mengacu RTRW yang ada, Kabupaten Bantul juga memiliki kawasan lindung, yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumber daya buatan, serta nilai budaya dan sejarah bangsa untuk kepentingan berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mengacu tiga pilar utama yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Luas kawasan lindung berdasarkan RTRW dan tutupan lahannya (tabel SD-3) berupa kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung seluas 1.041 Ha dan kawasan resapan air seluas 1.001 Ha. Kawasan hutan lindung memberikan perlindungan kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pencegah banjir dan erosi, pengatur tata air, serta memelihara kesuburan tanah. Sedangkan kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi meresap air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air.

Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sekitar danau/waduk seluas 1.578 Ha, sempadan sungai 2.805 Ha dan sempadan

(15)

pantai seluas 123 Ha. Kawasan perlindungan setempat ini diperuntukkan bagi pemanfaatan tanah yang dapat menjaga pelestarian jumlah, kualitas, dan penyebaran mata air serta kelancaran maupun ketertiban pengaturan air dari sumber-sumber air.

Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat mapun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman hayati dan sebagai penyangga sistem kehidupan kawasan tersebut yang meliputi kawasan suaka alam di Imogiri seluas 11,4 Ha, suaka margasatwa laut (Penyu) di kawasan pantai selatan seluas 0,1 Ha serta kawasan pantai berhutan bakau di Kecamatan Kretek seluas 5 Ha. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah diantaranya adalah sempadan mata air seluas 1.578 Ha yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan antara lain Dlingo, Piyungan, Pajangan, Imogiri, Pundong dan Bambanglipuro. Kawasan budidaya seluas 38.287 Ha.

(16)

A.3 Kualitas Lahan

Aktifitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan lahan (degradasi lahan). Aktifitas seperti pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida anorganik untuk meningkatkan hasil panen secara berlebihan dapat merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Alih fungsi lahan seperti dari hutan menjadi ladang pertanian memperparah erosi tanah, karena struktur akar tanaman hutan lebih kuat mengikat tanah dari pada struktur akar tanaman pertanian. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan lahan maka perlu dilaksanakan pemantauan maupun pengujian kualitas lahan secara rutin. Pemantauan kualitas lahan dilakukan terhadap lahan kering yang digunakan untuk produksi biomassa dan lahan kering yang berpotensi rusak (erosi tanah akibat air). Pengujian sampel berdasarkan parameter-parameter yang tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

Pemantauan kualitas lahan untuk produksi biomassa dilaksanakan dengan pengambilan sampel sebanyak sembilan titik yang mana kesembilan titik tersebut mewakili penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan dan tegalan. Lokasi pengambilan sampel meliputi kecamatan Bantul, Pandak, Srandakan, Sanden,Kretek, Pundong, Sewon, Jetis,dan Bambanglipuro. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium (SD-7), dari sembilan titik pengambilansampel parameter dengan status melebihi adalah derajat pelulusan air di Kecamatan Pandak (0,38 cm/jam), Sanden (0,4cm/jam), Sewon (0,53 cm/jam). Parameter redoks di Kecamatan Srandakan (190 mV), Kretek (182 mV), Pundong (103 mV), Bambanglipuro (156 mV), dan Jetis (127 mV). parameter daya hantar listrik di Kecamatan Bambanglipuro sebesar 6,86 mS/cm dan parameter pH di Kecamatan Jetis sebesar 3.

Pemantauan erosi tanah akibat air dilakukan di Desa Wukirsari dengan jumlah titik sampel 10 buah, Desa Mangunan sebanyak 9 buah, Desa Segoroyoso sebanyak 2 buah, Desa Trimulyo sebanyak 1 buah, Desa Bawuran sebanyak 2 buah, Desa Sitimulyo sebanyak 1 buah, Desa Girirejo sebanyak 4 buah, Desa Karangtengah sebanyak 1 buah, Desa Muntuk dan

(17)

Desa Dlingo sebanyak 1 buah. Pengambilan lokasi sampel tersebut berdasarkan pada peta potensi kerusakan tanah di Kabupaten Bantul.

Gambar 4. Peta Sebaran Erosi dan Kedalaman Tanah Kabupaten Bantul

Metode yang digunakan untuk mengetahui besar erosi yang terjadi dilapangan secara aktual digunakan metode volumetrik yang dikemukakan oleh Zachar (1982) dan Stocking dan Murnaghan (2000). Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis lapangan yakni dengan mengukur dimensi kanampakan dari erosi yang ada. Berdasarkan hal tersebut didapat hasil, wilayah Kecamatan Imogiri, Desa Wukirsari dari 10 titik sampel hanya satu dengan status tidak melebihi dengan koordinat X : 434133,85; Y : 9124249,58. Desa Girirejo dari empat titik sampel satu dengan status tidak melebihi dengan koordinat X : 433015,04; Y : 9124550,26 dan Desa Karangtengah status erosi melebihi.

Kecamatan Pleret, wilayah desa Segoroyoso dan Bawuran dua titik sampel statusnya sudah melebihi. Kecamatan Jetis desa Trimulyo statusnya melebihi, Kecamatan Piyungan Desa Sitimulyo status melebihi. Kecamatan Dlingo wilayah dengan status tidak melebihi adalah Desa Dlingo dan Mangunan dengan koordinat X : 436928,84; Y : 9123560,09. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel SD-6.

(18)

A.4 Kerusakan Hutan dan Lahan

Kerusakan hutan dan lahan disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak memperdulikan faktor ekologi. Laju Deforestasi yang tinggi tidak sebanding dengan laju rehabilitasi hutan dapat menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kekeringan, erosi dan tanah longsor. Untuk menghidari bencana akibat deforestasi maka dilakukan inventarisasi luasan lahan kritis untuk dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan.

Lokasi lahan kritis di kabupaten Bantul tersebar di 12 kecamatan (tabel SD-5). total luasan lahan kritis pada tahun 2014sebesar 477,75 Ha terjadi Kenaikkan sebesar 14,55 Ha dari 463,2 Ha ditahun 2013. Sedangkan periode tahun 2011-2013 rata-rata terjadi penurunan sebesar 932,53 Ha. Wilayah dengan luasan lahan kritis terbesar adalah kecamatan Sedayu yang mencapai 99 Ha, tidak ada penurunan luasan dari tahun sebelumnya. sedangkan terendah adalah kecamatan Pandak dengan luasan sebesar 5 Ha. Sedangkan wilayah yang tidak mempunyai lahan kritis adalah wilayah kecamatan Bambanglipuro, Pajangan, Banguntapan,Bantul, dan Sewon.

Gambar 5. Grafik Luas Lahan Kritis

Untuk lahan sangat kritis di Kabupaten Bantul tidak ada, yang ada lahan potensial kritis. Luasan lahan potensial kritis sebesar 1.445,5 Ha. Kecamatan dengan lahan potensial kritis tertinggi adalah Sedayu dengan luas sebesar 361 Ha dan terendah Kecamatan Bambanglipuro dengan luas sebesar 15 Ha.

2328,25 2327,75 463,2 477,75 0 500 1000 1500 2000 2500 2011 2012 2013 2014

Luas Lahan Kritis

(19)

Faktor lain penyebab terjadinya lahan kritis adalah konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, wilayah pertambangan hutan tanaman industri. Berdasarkan data dari dinas terkait seperti tercantum pada tabel SD-10 tidak ada konversi hutan. Kerusakan hutan pada tahun 2014terjadi akibat kebakaran hutan sebesar 2 Ha.Sedangkan akibat ladang berpindah, penebangan liar, perambahan hutan tidak terjadi (SD-9).

B. KEANEKARAGAMAN HAYATI

Keanekaragaman hayati merupakan pernyataan mengenai berbagai macam (variasi) bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang terdapat pada berbagai tingkatan makhluk hidup. Sedangkan menurut UU no. 5 tahun 1994,

keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk

hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan) lainnya, serta komplek-komplek Ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem.

B.1 Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang diketahui

Keanekaragaman hayati berdasarkan ekosistem di kabupaten Bantul meliputi dua ekosistem, yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Berdasarkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, fauna yang telah teridentifikasi adalah golongan hewan menyusu, burung, dan reptil, sedangkan golongan amphibi, keong, serangga, dan ikan belum teridentifikasi. Untuk flora atau tumbuhan, juga belum teridentifikasi.

Jumlah spesies fauna di kabupaten Bantul (Tabel SD-11) yang telah diketahui berjumlah 11 spesies. Sebelas spesies tersebut meliputi golongan hewan menyusu sebanyak 1 spesies, yaitu rusa timor. Golongan burung ada 6 spesies, yaitu Cakakak jawa, cakaka sungai, burung madu sriganti, burung madu kelapa, elang ular bido, dan kuntul kerbau. Kemudian golongan reptil yang telah teridentifikasi berjumlah empat spesies, yaitu penyu hijau, penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu abu-abu.

(20)

Jumlah tiap spesies di Kabupaten Bantul belum diketahui kecuali spesies rusa timor sebanyak 43 ekor yang merupakan jumlah yang ada dipenangkaran.

B.2 StatusFlora dan Fauna

Berdasarkan hasil identifikasi, status fauna yang masuk kategori endemik dari tiga golongan yang telah teridentifikasi, yaitu golongan hewan menyusu adalah spesies rusa timor dan dari golongan burung adalah cakakak jawa.

Spesies yang masuk kedalam hewan yang dilindungi meliputi golongan hewan menyusu, burung, dan reptil. Dari golongan hewan tersebut semua spesies masuk kedalam kategori hewan dilindungi.

Fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini dikhawatirkan terjadinya penurunan flora dan fauna yang ada baik jumlah maupun jenisnya. Untuk mempertahankan kelestarian flora dan fauna, maka perlu dilakukan perlindungan melalui pengembang biakkan.

Beberapa golongan dan spesies fauna yang statusnya terancam diperlukan perlindungan seperti golongan hewan menyusu dari spesies rusa timor. Sedangkan dari golongan burung meliputi spesies burung madu kelapa, burung madu sriganti, cikakak jawa, cikakak sungai, elang ular bido, dan kuntul kerbau. Untuk golongan reptil meliputi spesies penyu sisik, hijau,abu-abu dan belimbing. Usaha penangkaran telah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yaitu satwa penyu yang ada di pantai selatan. Dengan terjadinya abrasi pantai Kuwaru, gedung penangkaran penyu yang ada hanyut terbawa air laut.

Berbagai kasus lingkungan terkait dengan keanekaragaman hayati menunjukan kita belum mampu menjaga kelestarian keanekaragaman hayati tersebut. Eksplotasi keanekaragaman hayati, penebangan ilegal, konversi kawasan hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar, penggunaan teknis dan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan adalah beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Pemanfaatan berlebihan oleh manusia sering kali mempercepat proses kepunahannya. Ancaman kepunahan pada keanekaragaman hayati di hutan umumnya karena rusaknya

(21)

habitat, penggunaan secara berlebihan. Kebanyakan spesies yang terancam punah menghadapi dua atau lebih permasalahan tersebut, sehingga mempercepat kepunahannya dan menyulitkan usaha–usaha pelestariannya. Perubahan habitat alami maupun konversi habitat alami menjadi areal hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, pemukiman dan lain-lain telah memberi andil yang besar bagi kepunahan keanekaragaman hayati dan kerabat liar tanaman budidaya di Indonesia.

Gambar 6. Contoh Flora fauna yg dilindungi di Bantul C. AIR

Letak kabupaten Bantul yang berada di posisi hilir provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dialiri oleh sungai-sungai besar maupun anak sungainya. Sungai-sungai besar yang mengalir adalah sungai Bedog, Winongo, Opak dan Gajah Wong dengan panjang, lebar dan debit yang bervariasi (SD-12). Sungai yang terpanjang adalah sungai Bedog mencapai 40,92 Km, sungai yang terdalam adalah sungai Gajahwong dengan kedalaman 3 m. Dari lima sungai tersebut apabila dilihat debitnya, debit terbesar adalah sungai Opak yang mencapai 22,88 m3/det, terendah sungai Winongo yang mencapai 0,76 m3/det.

Sumber daya air lainnya adalah mata air (tuk) yang tersebar di beberapa wilayah (tabel SD-13). Berdasarkan data dari dinas Suber Daya Air terdapat 114 mata air, satu sendang dan 2 embung. Tuk terluas adalah mata air Beji I seluas2 Hadengan volume 30.000 m3. Luas Sendang pancuran 0,002 Ha dengan volume 30 m3, embung Wonolo 0,005 Ha dengan volume 750 m3 dan embung Merdeka 5 Ha dengan volume 5.000 m3.

Air sungai dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan dan industri, air tanah seperti sumur dimanfaatkan untuk mandi, cuci, masak, menyirami tanaman, cuci mobil/motor dan lain-lain. Sedangkan mata air yang berada di perbukitan pemanfaatannya hampir sama dengan air sumur.

(22)

Gambar 7. Kondisi salah sungai di Kabupaten Bantul (S. Bedog)

C.1 Kualitas Air Sungai

Pemantauan dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul terhadap lima sungai besar.Lima sungai tersebut adalah sungai Winongo, sungai Bedog, sungai Opak, dan sungai Gajah Wong dimana titik pantaunya berjumlah 15 titik. Titik pantau ditiap sungai mewakilimewakili bagian hulu, tengah dan hilir sungai.

Baku mutu yang digunakan untuk air sungai di Kabupaten Bantul adalah air klas II sesuai dengan Peraturan Gubenur DIY nomor 20 Tahun 2008. Dari hasil pemantauan rata-rata 37,54% parameter yang diujikan melampaui baku mutu. Parameter-parameter tersebut meliputi parameter kimia anorganik, mikrobilogi, dan kimia organik.

Berikut parameter-parameter yang melampaui baku mutu klas II. Parameter kimia anorganik meliputi DO (Disolve Oxygen), BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Total fosfat, fenol, klorin bebas, dan nitrit (NO2). Parameter organik adalah minyak dan lemak dan parameter mikrobiologiyaitu fecal coliform dan total coliform.

(23)

C.1.a. Hasil Analisa Kualitas Air Sungai 1. Sungai Winongo

Pemantauan air Sungai Winongo dilakukan pada bulan April 2014 dengan sasaran 5 lokasi titik pantau (lokasi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya) mulai dari daerah hulu yaitu Jomegatan, Kweni, Nyemengan, Manding hingga daerah hilir yaitu Gading Lumbung, Kretek. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, persentase parameter yang melampaui baku mutu berdasarkan jumlah titik pantaunya, sebagai berikut BOD (100%), COD (80%), nitrit (60%), klorin bebas (40%), Total fosfat (100%), fenol (40%), Bakteri total koli (100%), Bakteri Koli Tinja (100%), asam sulfida (80%) dan minyak dan Lemak (40%) telah melampaui batas baku mutu.

Gambar 8. Sungai Winongo titik Manding

1.a Parameter BOD, COD dan DO

Hasil uji laboratorium untuk parameter BOD, COD dan DO pada 5 titik pantau di sungai Winongo dapat dilihat pada gambar grafik di bawah.

(24)

Gambar 9. Grafik Parameter DO di sungai Winongo

Gambar 10. Grafik Parameter BOD di sungai Winongo

Gambar 11. Grafik Parameter BOD di sungai Winongo 5,8 6,9 7,2 5,4 5,1 5 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 Parameter DO DO Baku Mutu DO Ko ns en tr as i ( m g/ L ) 20,3 15,3 8,2 18,3 16,2 3 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 Parameter BOD BOD Baku Mutu BOD Ko ns en tr as i( m g/ L) 41,9 31,4 17,8 39,3 34,8 25 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 Parameter COD COD Ko ns en tra si (m g/ L)

(25)

Berdasarkan grafik diatas, parameter DO untuk kelima titik pantau belum melampaui baku mutu. Sedangkan BOD dan COD telah melampui batas baku mutu meskipun untuk parameter COD ada satu titik yang belum melapui baku mutu, yaitu Di Kweni, Panggungharjo, Sewon.

Lebih lanjut, konsentrasi BOD di lima titik pantau berada diatas baku mutu dengan konsentrasi tertinggi berada di Jomegatan sebesar 20,3 mg/l. Sedangkan yang terendah di titik pantau Kweni sebesar 8,2 mg/l. Tingginya kadar BOD mengindikasikan tingginya zat organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme. Tingginya zat organik tersebut dapat disebabkan oleh limbah industri, domestik dan/atau tumbuhan yang mati baik itu tumbuhan di sempadan sungai atau tumbuhan air yang masuk kedalam air.

Untuk parameter COD, terendah Di Kewni yang mana masih berada di bawah baku mutu dengan konsentrasi sebesar 5,1 mg/l. Sebaliknya, titik pantau dengan kadar COD tertinggi pada titik pantau Jomegatan dengan nilai sebesar 41,9 mg/l.Tingginya kadar COD menggambarkan tingginya bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai. Dengan kata lain kadar COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang terkadung didalam air.

Meskipun kadar BOD dan COD telah melampaui baku mutu akan tetapi untuk parameter DO masih diatas baku mutu. Kadar tertinggi DO berada pada titik pantau Kweni dengan kadar 7,2 mg/l dan terendah pada titik pantau Gading Lumbung dengan kadar 5,1 mg/l.

1.b Parameter Nitrit (NO2)

Batas maksimum konsentrasi NO2 berdasarkan baku mutu air klas II adalah 0,06 mg/l. Berdasarkan hal tersebut terdapat tiga titik pantau yang melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Jomegatan, Nyemengan, dan Kweni dengan nilai secara berurutan sebesar 0,860 mg/l, 2,17 mg/l, dan 1,020 mg/l, seperti terlihat pada gambar 12.

(26)

Gambar 12.Grafik Parameter Nitrit di sungai Winongo

Lebih lanjut, konsentrasi NO2 tertinggi terdapat di Nyemengan dengan nilai sebesar 2,17 mg/L sedangkan kadar terendah di Manding sebesar 0,004 mg/L. Tingginya kadar nitrit (NO2) di Nyemengan mengindikasikan banyaknya limbah organik sehingga membentuk amonium yang cenderung mengikat oksigen dan dengan bantuan mikroba membentuk NO2.

1.c Parameter Klorin Bebas

Pada parameter klorin bebas kadar tertinggi terdapat pada titik pantau Manding sebesar 0,42 mg/l dan terendah di Jomegatan, Nyemengan, dan Gading lumbung dengan kadar 0,01 mg/l. Baku mutu untuk parameter tersebut adalah 0,03 mg/l. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan terdapat dua titik pantau telah melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Kweni dan Manding. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah.

0,860 2,17 1,020 0,004 0,010 0,06 0,001 0,501 1,001 1,501 2,001 2,501 K o n s e n tr a s i (m g /L ) lokasi Sampel

Parameter Nitrit (NO2)

(27)

Gambar 13. Grafik Parameter Klorin Bebas di sungai Winongo

1.d Parameter Total Fosfat

Kandungan total fosfat di sungai Winongo berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan semuatitik pantau telah melampaui baku mutu.Kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Kweni, Manding, dan Gading Lumbung. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,3 mg/l terdapat di Jomegatan danNyemengan. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 14.

Gambar 14. Grafik Parameter Total Fosfat 0,01 0,01 0,2 0,42 0,01 0,03 0,001 0,051 0,101 0,151 0,201 0,251 0,301 0,351 0,401 0,451 Kons ent ra si (m g/ l) Lokasi Sampel

Parameter Klorin Bebas

Klori n Beba s 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,2 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 Kons ent ra si (m g/ l) Lokasi Sampel Total Fosfat Total Fosfat Baku Mutu Total Fosfat

(28)

Kandungan fosfat yang tinggi didalam air dapat menyebabkan tingginya kadar BOD dan menurunkan kandungan DO. Penurunan kandungan DO pada level tertentu dapat menyebabkan air tersebut tidak dapat didiami atau sebagai tempat hidup mahluk air.

1.e Minyak dan Lemak

Konsentrasi minyak dan lemak berdasarkan gambar 2.12, dua titik pantau melampaui baku mutu air klas II, yaitu Nyemengan dan Gading Lumbung dengan konsentrasi sebesar 1.500 µg/l, tertinggi. Dua titik pantau berada di angka baku mutu, yaitu titik pantau Kweni dan Manding dengan konsentrasi sebesar 1000 µg/l dan dibawah baku mutu, di titik pantau Jomegatan,tidak ditemukannya minyak dan lemak.

Gambar 15. Grafik Parameter Minyak dan Lemak

Tingginya konsentrasi minyak dan lemak dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Hal tersebut disebabkan oleh sifat fisik dari minyak dan lemak yang berat jenisnya lebih rendah dari air sehingga mengapung dipermukaan air yang menyebabkan penetrasi sinar matahari terhalang. 0 1.500 1.000 1.000 1.500 1000 0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600

JomegatanNyemengan Kweni MandingGading Lumbung

K o n s e n tr a s i g /L ) Lokasi Sampel

Minyak dan Lemak

Minyak dan Lemak Baku Mutu Minyak dan Lemak

(29)

Polutan ini berasal dari limbah domestik seperti minyak sisa menggoreng. Sedangkan yang berasal dari limbah industri adalah industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak.

1.f Parameter Koli Tinja (Fecal Coliform) dan Total Koli (Total Coliform) Total coliform merupakan pengelompokkan berbagai jenis bakteri coliform termasuk fecal coliform. Berdasarkan gambar 16, pencemaran akibat total coliform terdapat di semua titik pantau. Konsentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Kweni dengan konsentrasi sebesar 2,4 x 106 JPT/100 ml sedangkan terendah di Jomegatan sebesar 4,6 x 105.

Gambar 16. Grafik Parameter Total Coliform

Fecal coliform merupakan bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas dan manusia, dan ditemukan pada bangkai, kotoran hewan, dan secara alami terdapat di tanah. Berdasarkan gambar 16, telah terjadi pencemaran terhadap air sungai Winongo. Pencemaran tertinggi terdapat pada titik pantau Manding

4,6E+05 1,1E+06 2,4E+06 1,1E+06 1,1E+06 5000 0,0E+00 5,0E+05 1,0E+06 1,5E+06 2,0E+06 2,5E+06 3,0E+06

JomegatanNyemengan Kweni MandingGading Lumbung

K o n s e n tr a s i (J P T /1 0 0 m l) Lokasi Sampel

Parameter Total Coliform

Total colifo rm Baku Mutu Total colifo rm

(30)

sebesar 4,6 x 105 JPT/100 ml sedangkan terendah di Gading Lumbung sebesar 1,5 x 104JPT/100 ml.

Gambar 17. Grafik Parameter Total Coliform

Berdasarkan parameter total coliform dan fecal coliform terjadi pencemaran air yang penyebab utamanya adalah kelompok fecal coliform. Lebih lanjut, pencemaran tersebut beraasal dari kotoran hewan dan manusia dan peternakan hewan.

2. Sungai Bedog

Pemantauan sungai Bedog dilakukan pada bulan April 2014 dengan sampel di ambil di 3 (tiga) titik pantau mulai dari hulu sungai di Menayu Kidul Tirtonirmolo, Kasihan hingga daerah hilir di Mangir Kidul, Sendang sari, Pajangan.Hasil analisa laboratorium persentase parameter yang tercemar berdasarkan titik pantaunya adalah BOD (100%), COD (100%), DO (66,7%), nitrit (33,3%), Klorin bebas (66,7%), total fosfat (66,7%), Bakteri total koli (100%), dan Bakteri Koli Tinja (100%) telah melampaui batas baku mutu. Sedangkan parameter-parameter dengan konsentrasi sama dengan batas baku mutu adalahTotal Fosfat (33,3%), minyak dan lemak (100%).

2,1E+04 9,3E+04 9,3E+04 4,6E+05 1,5E+04 1000 0,0E+00 5,0E+04 1,0E+05 1,5E+05 2,0E+05 2,5E+05 3,0E+05 3,5E+05 4,0E+05 4,5E+05 5,0E+05

JomegatanNyemengan Kweni MandingGading Lumbung

K o n s e n tr a s i (J P T /1 0 0 m l) Lokasi Sampel

Parameter Fecal Coliform

Fecal coliform

(31)

Gambar 18. Sungai Bedog titik Sindon Pajangan

2.a Parameter DO, BOD dan COD

Berdasarkan hasil analisa laboratorium, parameter DO yang telah melebihi baku mutu air kelas II adalah titik pantau Menayu Kidul, hulu sungai Bedog dengan konsentrasi 4,2 mg/l dan Mangir Kidul, hilir sungai dengan konsentrasi 2,9 mg/l. Sedangkan pada titik pantau sindonmasih diatas baku mutu dengan konsentrasi 6,8 mg/l, seperti pada grafik dibawah.

Gambar 19. Grafik Parameter DO di sungai Bedog

0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 Ko ns en tr as i ( m g/ L)

Gambar 18. Sungai Bedog titik Sindon Pajangan

2.a Parameter DO, BOD dan COD

Berdasarkan hasil analisa laboratorium, parameter DO yang telah melebihi baku mutu air kelas II adalah titik pantau Menayu Kidul, hulu sungai Bedog dengan konsentrasi 4,2 mg/l dan Mangir Kidul, hilir sungai dengan konsentrasi 2,9 mg/l. Sedangkan pada titik pantau sindonmasih diatas baku mutu dengan konsentrasi 6,8 mg/l, seperti pada grafik dibawah.

Gambar 19. Grafik Parameter DO di sungai Bedog 4,200 6,800 2,900 5 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

Parameter DO

Gambar 18. Sungai Bedog titik Sindon Pajangan

2.a Parameter DO, BOD dan COD

Berdasarkan hasil analisa laboratorium, parameter DO yang telah melebihi baku mutu air kelas II adalah titik pantau Menayu Kidul, hulu sungai Bedog dengan konsentrasi 4,2 mg/l dan Mangir Kidul, hilir sungai dengan konsentrasi 2,9 mg/l. Sedangkan pada titik pantau sindonmasih diatas baku mutu dengan konsentrasi 6,8 mg/l, seperti pada grafik dibawah.

Gambar 19. Grafik Parameter DO di sungai Bedog 2,900 Mangir Kidul DO Baku Mut u DO

(32)

Untuk parameter BOD, ketiga titik pantau, yaitu Menayu kidul, Sindon, dan Mangir kidul telah melampaui baku mutu air klas II. Konsentrasi tertinggi pada titik pantau Menayu Kidul, sebesar 21,4 mg/l sedangkan terendah pada titik pantau Sindon, sebesar 16,2 mg/l, seperti pada gambar dibawah.

Gambar 20. Grafik Parameter BOD di sungai Bedog

Parameter COD ketiga titik pantaunyajuga telah melebihi baku mutu air kelas II. Dengan konsentrasi tertinggi berada Di Mangir Kidul sebesar 43,020 mg/l. Sedangkan terendah berada Di Sindon sebesar 37,960mg/l. Ilustrasi Konsentrasi parameter COD tersebut dapat dilihat pada gambar 21.

Gambar 21. Grafik ParameterCOD di sungai Bedog

0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 Ko ns en tr as i ( m g/ L) 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 Kons ent ra si (m g/ l)

Untuk parameter BOD, ketiga titik pantau, yaitu Menayu kidul, Sindon, dan Mangir kidul telah melampaui baku mutu air klas II. Konsentrasi tertinggi pada titik pantau Menayu Kidul, sebesar 21,4 mg/l sedangkan terendah pada titik pantau Sindon, sebesar 16,2 mg/l, seperti pada gambar dibawah.

Gambar 20. Grafik Parameter BOD di sungai Bedog

Parameter COD ketiga titik pantaunyajuga telah melebihi baku mutu air kelas II. Dengan konsentrasi tertinggi berada Di Mangir Kidul sebesar 43,020 mg/l. Sedangkan terendah berada Di Sindon sebesar 37,960mg/l. Ilustrasi Konsentrasi parameter COD tersebut dapat dilihat pada gambar 21.

Gambar 21. Grafik ParameterCOD di sungai Bedog 21,400 16,200 19,300 3 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

Parameter BOD 42,700 37,960 43,020 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel

Parameter COD

COD

Baku Mutu COD

Untuk parameter BOD, ketiga titik pantau, yaitu Menayu kidul, Sindon, dan Mangir kidul telah melampaui baku mutu air klas II. Konsentrasi tertinggi pada titik pantau Menayu Kidul, sebesar 21,4 mg/l sedangkan terendah pada titik pantau Sindon, sebesar 16,2 mg/l, seperti pada gambar dibawah.

Gambar 20. Grafik Parameter BOD di sungai Bedog

Parameter COD ketiga titik pantaunyajuga telah melebihi baku mutu air kelas II. Dengan konsentrasi tertinggi berada Di Mangir Kidul sebesar 43,020 mg/l. Sedangkan terendah berada Di Sindon sebesar 37,960mg/l. Ilustrasi Konsentrasi parameter COD tersebut dapat dilihat pada gambar 21.

Gambar 21. Grafik ParameterCOD di sungai Bedog 19,300 Mangir Kidul BOD 43,020 Mangir Kidul COD

(33)

2.b Parameter Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3)

Batas maksimum konsentrasi NO2dan NO3berdasarkan baku mutu air klas II adalah 0,06 mg/l dan 10 mg/l. Berdasarkan hal tersebut, untuk parameter NO2yang melebihi baku mutu terdapat di titik pantauMenayu Kidul dengan konsentrasi sebesar 0,140 mg/l, tertinggi diantara ketiga titik pantau. Konsentrasi terendah pada titik pantau Sindon sebesar 0,002 mg/l, seperti terlihat pada gambar 2.22

Gambar 22. Grafik Parameter NO2

Gambar 23. Grafik Parameter NO3

0,140 0,002 0,004 0,06 0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120 0,140 0,160

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

Kons ent ra si (m g/ l) Lokasi Sampel Parameter NO2 Nitrit 2,870 2,680 2,260 10 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

K o n s e n tr a s i (m g /L ) lokasi Sampel

Parameter Nitrat (NO3)

Nitr at

(34)

Sedangkan parameter nitrat masih berada di bawah baku mutu untuk ketiga titik pantau.Konsentrasi tertinggi terdapat di Menayu Kidul dengan kadar 2,870 mg/l. Sedangkan terendah di Mangir kiduli dengan kadar 2,260 mg/l, dapat dilihat pada gambar 2.23. Jika dilihat dari sifat nitrit yang mempunyai kecenderungan mengikat oksigen dengan bantuan bakteri nitrifikasi seperti nitrobakter maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya kadar nitrit di Mangir kidul disebabkan proses nitrifikasi.

2.c Parameter klorin bebas dan Total Fosfat

Kandungan klorin bebas dan total fosfat di sungai Bedog berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan, parameter klorin bebas dan total fosfsat, dua titik pantaunyatelah melebihi baku mutu. Titik pantau tersebut adalah Sindon dan Mangir Kidul.

Lebih lanjut, parameter Klorin bebas dari tiga titik pantau, konsentrasi tertinggi pada titik pantau Sindon sebesar 0,350 mg/l. Sedangkan terendah pada titik pantau Menayu Kidul dengan konsentrasi 0,01 mg/l, dibawah baku mutu.

Untuk parameter total fosfat (T-P), kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Sindon. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,2 mg/l terdapat di Menayu Kidul. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.24 dan 2.25.

Gambar 24. Grafik Parameter Klorin Bebas 0,010 0,350 0,180 0,03 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

K o n s e n tr a s i (m g /l ) lokasi Sampel Parameter Clorin Bebas

Clor in beb as

(35)

Gambar 25. Grafik Parameter T-P

Klorin bebas selain sebagai disinfektan juga bereaksi dengan senyawa-senyawa organik yang terdapat didalam air. Klorin bebas tersebut bereaksi dengan senyawa organik tersebut membentuk senyawa organoklorin yang merupakan senyawa toksik.

2.d Minyak dan Lemak

Kandungan minyak dan lemak di sungai Bedog berdasarkan analisa laboratorium berada pada ambang batas baku mutu.Baku mutu untuk minyak dan lemak sebesar 1000 µg/l, seperti pada gambar 2.26.

Gambar 26. Grafik Parameter Minyak dan Lemak 0,200 0,400 0,300 0,2 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

K o n s e n tr a s i (m g /l ) lokasi Sampel Parameter T-P T-P 1.000 1.000 10001000 0 200 400 600 800 1.000 1.200

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

K o n s e n tr a s i g /L ) lokasi Sampel

Parameter Minyak dan Lemak

Minyak dan Lemak Baku Mutu Minyak dan Lemak

(36)

2.e Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja dan total koli melebihi baku mutu air kelas II seperti terlihat pada gambar 2.27 dan 2.28.

Gambar 27. Grarik Parameter Koli Tinja dan Total Koli

Gambar 28. Grafik Parameter Koli Tinja dan Total Koli

Dari gambar tersebut dapat dilihat titik pantau Mangir Kidul mempunyai konsentrasi tertinggi untuk total koliform dan fecal koliform dengan kadar 2,4 x 106 JPT/100ml, untuk kedua parameter. Sedangkan konsentrasi terendah di Manayu Kidul

0,0E+00 5,0E+05 1,0E+06 1,5E+06 2,0E+06 2,5E+06 3,0E+06 Ko ns en tr as i ( JPT /1 00 m l) 0,0E+00 5,0E+05 1,0E+06 1,5E+06 2,0E+06 2,5E+06 3,0E+06 Ko ns en tr as i ( JP T/ 100 m l)

2.e Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja dan total koli melebihi baku mutu air kelas II seperti terlihat pada gambar 2.27 dan 2.28.

Gambar 27. Grarik Parameter Koli Tinja dan Total Koli

Gambar 28. Grafik Parameter Koli Tinja dan Total Koli

Dari gambar tersebut dapat dilihat titik pantau Mangir Kidul mempunyai konsentrasi tertinggi untuk total koliform dan fecal koliform dengan kadar 2,4 x 106 JPT/100ml, untuk kedua parameter. Sedangkan konsentrasi terendah di Manayu Kidul

4,3E+04 1,1E+06 2,4E+06 1000 0,0E+00 5,0E+05 1,0E+06 1,5E+06 2,0E+06 2,5E+06 3,0E+06

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

Parameter Fecal Coliform

9,3E+04 2,4E+06 2,4E+06 5000 0,0E+00 5,0E+05 1,0E+06 1,5E+06 2,0E+06 2,5E+06 3,0E+06

Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul

Parameter Total Coliform

2.e Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja dan total koli melebihi baku mutu air kelas II seperti terlihat pada gambar 2.27 dan 2.28.

Gambar 27. Grarik Parameter Koli Tinja dan Total Koli

Gambar 28. Grafik Parameter Koli Tinja dan Total Koli

Dari gambar tersebut dapat dilihat titik pantau Mangir Kidul mempunyai konsentrasi tertinggi untuk total koliform dan fecal koliform dengan kadar 2,4 x 106 JPT/100ml, untuk kedua parameter. Sedangkan konsentrasi terendah di Manayu Kidul

2,4E+06 1000 Mangir Kidul Fecal colifor m Baku Mutu Fecal colifor m 2,4E+06 5000 Mangir Kidul Total colifo rm

(37)

dengan konsentrasi total koli dan koli tinja sebesar 9,3 x 104JPT/100ml dan 4,3 x 104, secara berurutan.

3. Sungai Code

Pemantauan sungai Code dilakukan pada bulan April 2014 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Ngoto, Bangunharjo dan bagian tengah di Kembang Songo, Trimulyo, Jetis. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di Sungai code berturut-turut adalah hidrogen sulfida (100%), bakteri Coli tinja (100%), bakteri total Coli (100%), BOD (100%), Total Fosfat (100%), DO (50%), COD (50%), Nitrit (50%), Klorin bebas (50%), dan minyak dan lemak (50%).

Gambar 29. Sungai Code titik Ngoto

3.a Parameter DO, BOD dan COD

Berdasarkan hasil uji laboratorium parameter DO yang berada dibawah baku mutu adalah titik pantau Kembang Songo, parameterBOD adalah titik pantau Ngoto dan Kembang Songo, dan parameter COD adalah titik pantau Ngoto, dimana batas minimum kadar DO yang diperbolehkan sebesar 5 mg/l.

(38)

Nilai konsentrasi untuk parameter DO, BOD dan COD yang telah melampaui batas baku mutu air klas II sebagai berikut. Konsentrasi DO di Ngoto sebesar 4,7 mg/l, konsentrasi BOD di Ngoto dan Kembang Songo sebesar 13,99 mg/l dan 10,2 mg/l, secara berurutan, dan konsentrasi COD di Ngoto sebesar 27,04 mg/l. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 30. Konsentrasi BOD di sungai Code

Gambar 31. Konsentrasi BOD di sungai Code

5,600 4,700 5 4,200 4,400 4,600 4,800 5,000 5,200 5,400 5,600 5,800

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter DO BOD Baku Mutu DO 13,990 10,200 3 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter BOD BOD Baku Mutu BOD

(39)

Gambar 32. Konsentrasi COD di sungai Code

3.b Parameter Total Fosfat

Kandungan total fosfat di sungai Code berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan di dua lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Ngoto dan Kembang Songo.

Berdasarkan ke dua titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Kweni. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,3 mg/l terdapat di Kembang Songo. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 33.

Gambar 33. Konsentrasi Total Fosfat di sungai Code

27,040 22,130 25 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter COD COD Baku Mutu COD 0,300 0,400 0,2 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 0,400 0,450

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter T-P T-P Baku Mutu T-P

(40)

3.c Minyak dan Lemak

Kandungan minyak dan lemak di sungai Code berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau Ngoto tidak ditemukannya minyak dan lemak. Pada titik Kembang Songo, konsentrasi minyak dan lemak berada di atas baku mutu dengan nilai sebesar 1.500 µg/l, seperti pada gambar 34.

Gambar 34. Konsentrasi Minyak dan Lemak di sungai Code

3.d Parameter Total Koli (Total Coliform) dan Koli Tinja (Fecal Coliform) Pencemaran bakteri Koli tinja dan Total Coli terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi di Ngoto sebesar 1,1 x 106 JPT/100 mluntuk koli tinja dan di Kembang Songo sebesar 2,4 x 106JPT/100 ml untuk total koliform. Sedangkan konsentrasi terendah di Kembang Songo dengan konsentrasi 4,6 x 105 JPT/100 ml untuk koli tinja dan di Ngoto sebesar 1,1 x 106 JPT/100 ml untuk total koli. Untuk lebih jelasnya mengenai konsentrasi Koli tinja dan Total koli di sungai Code dapat dilihat pada gambar 35 dan 36.

0 1.500 1000 0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i g /L ) Lokasi Sampel

Parameter Minyak dan Lemak

Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak

(41)

Gambar 35. Parameter Fecal Coliform di sungai Code

Gambar 36. Parameter Total Coliform di sungai Code

1,100E+06 4,600E+05 1000 0,000E+00 2,000E+05 4,000E+05 6,000E+05 8,000E+05 1,000E+06 1,200E+06

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i g /L ) Lokasi Sampel

Parameter Fecal Coliform

Fecal colifo rm Baku Mutu Fecal colifo rm 1,100E+06 2,400E+06 5000 0,000E+00 5,000E+05 1,000E+06 1,500E+06 2,000E+06 2,500E+06 3,000E+06

Ngoto Kembang Songo

K o n s e n tr a s i g /L ) Lokasi Sampel

Parameter Total Coliform

Total colifor m Baku Mutu Total colifor m

(42)

4. Sungai Opak

Pemantauan Sungai Opak dilakukan pada bulan april 2014 dengan sasaran 3 titik pantau dari sungai bagian hulu Kloron, Klenggotan sampai bagian hilir di Putat, Selopamioro, Imogiri. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Opak berturut-turut adalah BOD (100%), bakteri koli tinja (100%), bakteri total koli (100%), H2S (100%), Total Fosfat (66,7%), DO (33,3%), Nitrit (33,3%), Klorin bebas (33,3%), minyak dan lemak (33,3%). Grafik parameter pencemar dapat di lihat di bawah ini.

Gambar 37. Sungai Opak titik Putat Selopamioro

4.a. Parameter BOD

Berdasarkan hasil analisa laboratorium konsentrasi BOD di tiga titik pantau melebihi baku mutu, yaitu Kloron, Klenggotan, dan putat. Konsentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Putat dengan konsentrsai sebesar 11,2 mg/l. Sedangkan konsentrasi terendah adalah titik pantau Klenggotan sebesar 8,06 mg/l, seperti yang terlihat pada gambar 38.

Meskipun konsentrasi BOD tinggi tetapi kadar DO nya masih diatas baku mutu sehingga masih memungkinkan tumbuhan dan hewan untuk hidup di sungai Opak kecuali untuk titik pantau Putat konsentrasi DO telah berada dibawah batas minimum, yaitu 4,7 mg/l.

(43)

Gambar 38. Parameter BOD di sungai Opak

4.b. Parameter Nitrit (NO2)

Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap air sungai Opak untuk parameter nitrit adalah satu titik pantau berada diatas baku mutu sedangkan dua titik pantau masih dibawah baku mutu.Titik pantau dengan konsentrasi diatas baku mutu adalah titik pantau Kloron dengan konsentrasi 0,07 mg/l. Titik pantau dengan konsentrasi dibawah baku mutu adalah titik pantau Klenggotan dan Putat. Konsentrasi masing-masing titik pantau tersebut secara berurutan adalah 0,03 mg/l dan 0,1 mg/l, seperti pada gambar 39.

Gambar 39. Parameter NO2di sungai Opak

11,000 8,06 11,200 3 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000

Kloron Klenggotan Putat

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter BOD BOD Baku Mutu BOD 0,070 0,03 0,010 0,06 0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080

Kloron Klenggotan Putat

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel

Parameter Nitrit (NO2)

NO2

Baku Mutu NO2

(44)

Selain itu, konsentrasi tertinggi terdapat pada titik pantau Klorondan terendah pada titik pantau Putat yang mana masih dibawah baku mutu.

4.c. Parameter Total Fosfat

Kandungan total fosfat di sungai Opak berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan dua lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Kloron dan Klenggotan. Satu titik pantau di ambang kritis, yaitu Putat.

Berdasarkan ke dua titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,8 mg/l terdapat di titik pantau Kloron. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,2 mg/l terdapat di Putat. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 40.

Gambar 40. Parameter Total Fosfat di sungai Opak

4.d. Parameter Minyak dan Lemak

Kandungan minyak dan lemak di sungai Opak berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau Putattelah melampaui baku mutu. Kemudian titik pantau Klenggotan dibawah baku mutu dantitik pantau

0,800 0,3 0,200 0,2 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900

Kloron Klenggotan Putat

K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter T-P T-P Baku Mutu T-P

(45)

Kloron tidak ditemukan adanya minyak. konsentrasi dititik pantau Putat sebesar 1.500 µg/l, seperti pada gambar 41.

Gambar 41. Parameter Minyak dan Lemak di sungai Opak

4.e. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja di sungai Opak terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi untuk koli tinja sebesar 2,4 x 106 JPT/100 ml di titik pantauPutat dan terendah di Klenggotan dengan kadar 1,2 x 105JPT/100 ml. Untuk parameter total koli konsentrasi tertinggi di lokasi Putat dengan konsentrasi 2,4 x 106JPT/100 mLdan terendah di Kloron dengan kadar1,1x 106JPT/100 mL.Secara keseluruhan besarnya konsentrasi Koli tinja maupun total di sungai Opak dapat dilihat pada gambar 42 dan 43.

0 500 1.500 1000 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Kloron Klenggotan Putat

K o n s e n tr a s i g /L ) Lokasi Sampel

Parameter Minyak dan Lemak

Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak

(46)

Gambar 42. Konsentrasi Total Koli di sungai Opak

Gambar 43. Konsentrasi Koli Tinja di sungai Opak

1,100E+06 1,100E+06 2,400E+06 5000 0,000E+00 5,000E+05 1,000E+06 1,500E+06 2,000E+06 2,500E+06 3,000E+06

Kloron Klenggotan Putat

K o n s e n tr a s i (J P T / 1 0 0 m l) Lokasi Sampel

Parameter Total Coliform

Total colifor m 1,100E+06 1,200E+05 2,400E+06 1000 0,000E+00 5,000E+05 1,000E+06 1,500E+06 2,000E+06 2,500E+06 3,000E+06

Kloron Klenggotan Putat

K o n s e n tr a s i (J P T / 1 0 0 m l) Lokasi Sampel

Parameter Fecal Coliform

Fecal colifor m

(47)

5. Sungai Gajah Wong

Pemantauan sungai Gajah Wong dilakukan pada bulan April 2014 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Bodon Jagalan Banguntapan dan sungai bagian tengah di Kanggotan Wonokromo Pleret. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Gajah Wong berturut-turut adalah BOD (100%), DO (50%), COD (100%), Total Fosfat (100), Bakteri total koli (100%), dan Koli tinja (100%), Nitrit (50%), Klorin Bebas (50%), dan Hidrogen sulfida (50%).

(48)

5.a. Parameter BOD, CODdan DO

Besarnya konsentrasi parameter-parameter BOD, COD dan DO di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 45. Grafik Parameter BOD di sungai Gadjah Wong

Berdasarkan grafik tersebut, konsentrasi untuk parameter BOD di titik pantau Bodon dan Kanggotan sama sebesar 12,040 mg/l dan 18,1 mg/l.

Gambar 46. Grafik Parameter DO di sungai Gadjah Wong

12,040 18,100 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 Bodon Kanggotan K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter BOD BOD Baku Mutu BOD 4,600 4,800 4,400 4,500 4,600 4,700 4,800 4,900 5,000 5,100 Bodon Kanggotan K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter DO DO Baku Mutu DO

(49)

Untuk parameter DO kedua titik pantau berada dibawah baku mutu. Konsentrasi terendah 4,6 mg/l di Bodon, sedangkan tertinggi di lokasi kanggotan sebesar 4,8 mg/L, seperti terlihat pada gambar 46.

Selanjutnya, parameter COD kedua titik pantau juga berada diatas batas baku mutu. Konsentrasi COD di Bodon dan Kanggotan adalah 27,6 mg/l dan 36,98 mg/l, seperti pada gambar 47.

.

Gambar 47. Grafik ParameterCOD di sungai Gadjah Wong

5.b. Parameter Total Fosfat

Berdasarkan hasil laboratorium konsentrasi total fosfat melebihi baku mutu air klas II di 2 (dua) lokasi titik pantau. kosentrasi di Bodon dan Kanggotan adalah o,5 mg/l dan 0,4 mg/l. Ilustrasi besarnya paramater total fosfat di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada Gambar 48. 27,600 36,980 25 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 Bodon Kanggotan K o n s e n tr a s i (m g /L ) Lokasi Sampel Parameter COD COD Baku Mutu COD

Gambar

Gambar 3. Peta Hutan Lindung di RTRW Kab. Bantul
Gambar 7. Kondisi salah sungai di Kabupaten Bantul (S. Bedog)
Gambar 11.  Grafik Parameter BOD di sungai Winongo5,86,97,25,45,150,01,02,03,04,05,06,07,08,0Parameter DO DO Baku MutuKonsentrasi (mg/L)DO20,315,38,218,316,20,035,010,015,020,025,0Parameter BODBODBaku MutuBODKonsentrasi(mg/L)41,931,417,839,32534,80,010,020
Gambar 12.Grafik Parameter Nitrit di sungai Winongo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penetapan, pelaksanaan dan pengendalian target penerimaan Retribusi Pasar pada Dinas Pasar Kota Paiembang Korwil

Dari analisis kesalahan pengukuran posisi pada garis lintang ( latitude ), bujur ( longitude ), dan ketinggian ( altitude ) terhadap variasi nilai indeks S 4 , dapat

Melalui item yang diukur, faktor persekitaran pembelajaran yang paling tinggi menyumbang kepada stres pelajar wanita ialah disebabkan oleh pencemaran (bunyi, udara, air) di

dumbo (Clari.as gariepinLts) melalui dua cara pemberian, yaitu penyuntikan intraperitoneal dan melalui pakan. Pada cara pemberian melalui pakan diterapkan tiga variasi

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Example non example dan menemukan peningkatan hasil belajar siswa pada subtema lingkungan

Gambar 4.4 Grafik hasil variasi tegangan keluaran untuk sampel bahan gigi tiruan yang tidak dilubangi dengan sampel bahan gigi tiruan yang telah dilubangi untuk untuk

Tujuan utama penelitian ini adalah memformulasikan debit aliran rembesan yang melalui pipa berpori dengan mencari hubungan dari spesifikasi pipa, tinggi muka air laut serta kedalam

Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Sambas dan Provinsi Kalimantan Barat untuk mempercepat terbangunnya Kawasan Industri Semparuk adalah