• Tidak ada hasil yang ditemukan

askep kegawatdaruratan Psikiatri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "askep kegawatdaruratan Psikiatri"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MAKALAH

PSIKIATRI

PSIKIATRI

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH :

1.

1. EKAWATI

EKAWATI

2.

2. NOVI TRI LESTARI

NOVI TRI LESTARI

3.

3. HANGGA ZIKO KURNIAWAN

HANGGA ZIKO KURNIAWAN

4.

4. AMANAH TRI AMALIA

AMANAH TRI AMALIA

5.

5. DEDI KURNIAWAN

DEDI KURNIAWAN

6.

6. RISCHA DESY PRATIWI

RISCHA DESY PRATIWI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2018

TAHUN 2018

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya makalah yang berjudul “

makalah yang berjudul “PsikiatriPsikiatri” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari  bantuan

 bantuan berbagai berbagai pihak. pihak. Untuk Untuk itu itu kami kami menyampaikan menyampaikan terima terima kasih kasih kepada kepada semuasemua  pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

 pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Pringsewu,

Pringsewu, Oktober Oktober 20182018

Penyusun Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan  penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa  baru. Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi

tanda dan gejala perilaku dan emosional.

Kondisi pada keadaan kegawat daruratan psikiatrik meliputi percobaan  bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.

Kegawat daruratan Psikiatrik mer upakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti  percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawat daruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental  pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

(5)

B. Rumusan Masalah

a. Konsep medis Psikiatri ?

 b. Konsep keperawatan psikiatri?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui dan mengerti konsep medis dan konsep keperawatan dari  psikiatri

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit atau kecelakaan.

Kondisi pada keadaan kegawat daruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.

Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan  pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat  berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan  pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang  bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun  bencana.

B. Faktor Penyebab Gadar Psikiatri

Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat berhak mendapat perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan, primer, spesialistik serta kronik. Perawatan GD harus dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk membayar. Semua petugas medis harus diberi kompensasi yang adekuat, adil dan tulus atas pelayanan kesehatan yang diberikannya. Diperlukan mekanisme pembayaran penggantian atas  pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga untuk setiap  pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang tidak

(7)

memiliki asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing. Semua pasien harus mendapat pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang diperlukan agar didapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang ditindak secara gawat darurat.

Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu  perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada  pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan

suatu prioritas sekunder dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis. Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai permasalahan  pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan pada  pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan

konseling lewat telepon. 1. Bunuh diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).

(8)

Dikutip dari situs kesehatan mental epigee.org, berikut ini adalah tanda-tanda bunuh diri yang mungkin terjadi:

1. Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri.

2. Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran  bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang  bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan  beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada

aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

3. Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa.

4. Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga.

5. Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri.

6. Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau  bertambahnya nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk  penambahan atau penurunan berat badan.

7. Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi. 8. Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui

emosi seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.

9. Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.

10. Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik.

(9)

Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri, memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan, hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.

2. Perilaku kekerasan

Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan  polisi. Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).

Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain  bahkan dapat merusak lingkungan.

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan  pengkajian dengan cara:

1. Observasi:

a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.

 b. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang

2. Wawancara

a. Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah sebagai berikut :

(10)

1. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.

2. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah. 3. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,

meremehkan.

4. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan,tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat. 5. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.

3. Gaduh/ Gelisah

Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya: 1. Gelisah 2. Mondar-mandir 3. Berteriak-teriak 4. Loncat-loncat 5. Marah-marah 6. Curiga +++ 7. Agresif 8. Beringas 9. Agitasi 10. Gembira +++ 11. Bernyanyi +++ 12. Bicara kacau

13. Mengganggu orang lain 14. Tidak tidur beberapa hari 15. Sulit berkomunikasi

(11)

C. Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri

Penaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat  berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan  pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum

yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Ketentuan tentang  pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam  pasal 5l UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian  pelayanan.

Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra- rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23

(12)

telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan  pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan  pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sektor kesehatan.

Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU  No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki  pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa  profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa “ pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan  berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu “. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang memelakukanngandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”. Pengaturan di atas

(13)

menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana  pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan  berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.

Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan  pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang  baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan

karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan.

Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misainya  petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan  pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat

cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka  perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah. An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a health care professional that the  patient’s life or well-being is not threatened.

(14)

Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam  penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.

D. Data Tentang Psikosis

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri.

Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian

(15)

diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat  penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke  psikiater dan psikolog.

Pasien dengan gejala psikosis sering ditemukan di bagian kegawatdaruratan psikiatrik. Menentukan sumber psikosis dapat menjadi sulit. Kadang pasien masuk ke dalam status psikosis setelah sebelumnya  putus dari perawatan yang direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan  psikiatrik tidak akan mampu menyediakan penanganan jangka panjang untuk pasien jenis ini, cukup dengan istirahat ringkas dan mengembalikan  pasien kepada orang yang menangani kasus mereka dan/atau memberikan

lagi pengobatan psikiatrik yang diperlukan. Suatu kunjungan pasien yang menderita suatu gangguan mental yang kronis dapat menandakan  perubahan dalam lifestyle dari individu atau suatu pergeseran kondisi

medis.

Pertimbangan ini dapat berperan dalam perencanaan  perawatan. Seseorang dapat juga sedang menderita psikosis akut. Kondisi seperti itu dapat disiapkan untuk diagnosis dengan memperoleh riwayat  psikopatologi pasien, melakukan suatu pengujian status mental,  pelaksanaan pengujian psikologis, perolehan neuroimages, dan memperoleh pengujian neurofisiologi lain. Berdasarkan ini, tenaga kesehatan dapat memperoleh suatu diagnosa diferensial dan menyiapkan  pasien untuk perawatan. Seperti pertimbangan penanganan pasien lainnya, asal psikosis akut dapat sukar ditentukan karena keadaan mental dari pasien.

(16)

BAB III KONSEP ASKEP

A. Pengkajian

Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan  pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik

segera, antara lain: (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010)

a. Kondisi gaduh gelisah

 b. Tindak kekerasan (violence)

c. Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri

d. Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat e. Delirium

B. Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis Dan Terapi 1. Diagnosis

Meskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan sesegera mungkin untuk keakuratan data , misalnya penapisan toksikologi ( tes urin untuk opioid, amfetamin), pemeriksaan radiologi, EKG dan tes laboratorium. Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya, informasi dari sumber luar juga dikumpulkan sebelum memulai tindakan.

2. Terapi

Pemberian terapi obat atau pengekangan harus mengikuti prinsip

terapi Maximum tranquilization with minimum sedation. Tujuannya adalah untuk:

a. Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya kembali b. Mengurangi/menghilangkan penderitaannya

(17)

Obat-obatan yang sering digunakan adalah:

a. Low-dose High-potency antipsychotics seperti haloperidol, trifluoperazine, perphenazine dsb

 b. Atypical antipsychotics, seperti risperidone, quetiapine, olanzapine. c. Injeksi benzodiazepine. Kombinasi benzodiazepine dan

antipsikotik kadang sangat efektif.

C. Evaluasi

Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat adalah tujuan utama dalam melakuka evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera yang harus dilakukan secara tepat adalah:

a. Menentukan diagnosis awal

 b. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera  pasien c. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai

Dalam proses evaluasi, dilakukan: 1. Wawancara Kedaruratan Psikiatrik

Wawancara dilakukan lebih terstruktur, secara umum fokus wawancara ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat. Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman atau polisi dapat melengkapi informasi, terutama  pada pasien mutisme, tidak kooperatif, negativistik atau inkoheren. Hubungan dokter-pasien sangat berpengaruh terhadapinformasi yang diberikan. Karenanya diperlukan kemampuan mendengar, melakukan observasi dan melakukan interpretasi terhadap apa yang dkatakan ataupun yang tidak dikatakan oleh pasien, dan ini dilakukan dalam waktu yang cepat.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwayat perjalanan  penyakit, pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oeh seorang dokter di unit

(18)

gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan dengan suatu gangguan psikiatrik. Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:

a. Keamanan pasien

Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien. Jika intervensi verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau pengekangan.  b. Medik atau psikiatrik?

Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik,  psikiatrik atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan  jauh berbeda. Kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi  berat dengan demam inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus menelusuri semua kemungkinan  penyebab gangguan fungsi mental yang tampak.

c. Psikosis

Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh ketidakmampuannya dalam menilai realita dan  buruknya tilikan. Hal ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap  pertolongan yang kita berikan serta kepatuhannya dalam berobat. d. Suicidal atau homicidal

Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi secara ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada pasien.

(19)

e. Kemampuan merawat diri sendiri

Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat inap.

Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:

a. Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain, b. Bila  perawatan di rumah tidak memadai, dan

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010.  Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Maramis. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.

Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007.  Kaplan & Sadock's Synopsis of  Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New

York: Lippincott Williams & Wilkins.

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai pengaturan tindak pidana perdaran obat secara ilegal yang sebelumnya diatur dalam Pasal 80 Ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) dijelaskan bahwa sehat memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) dijelaskan bahwa sehat memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

Bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE sangat diperlukan keberadaannya karena disamping ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, karena pengaturan di dalam UU ITE yang menggunakan

harus ditentukan secara spesifik. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 UU Jaminan Fidusia bahwa Akta Jaminan Fi- dusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

Dengan diberlakukannya UU ITE maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE ditentukan

a) Asas Legalitas. Asas ini dapat ditarik dari ketentuan Pasal 50 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas

Selain itu, upaya K3 juga telah diatur dalam UU No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kesehatan Kerja dan UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang secara jelas mengatur tentang