• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEPSI DAN STRATEGI PENGENDALIAN NEMATODA PARASIT TANAMAN DI INDONESIA 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEPSI DAN STRATEGI PENGENDALIAN NEMATODA PARASIT TANAMAN DI INDONESIA 1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEPSI DAN STRATEGI PENGENDALIAN

NEMATODA PARASIT TANAMAN

DI INDONESIA

1)

Ika Mustika

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111

Telp. (0251) 8313083 Faks. (0251) 8336194, e-mail: criec@indo.net.id

1)Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor

Riset yang disampaikan pada tanggal 9 Maret 2005 di Bogor.

PENDAHULUAN

Program pembangunan pertanian periode 2005-2009 adalah peningkatan ketahanan pangan, pengembangan sistem dan usaha agribisnis, dan pemberdayaan masyarakat pertanian. Salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya produksi tanaman pangan, hortikultura, perke-bunan, dan peternakan (Departemen Perta-nian 2004).

Dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, terdapat beberapa kendala yang dihadapi, di antaranya serangan organis-me pengganggu tanaman (OPT) termasuk nematoda parasit. Dalam penanggulangan serangan OPT, seperti disebutkan dalam UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Kepmentan No. 887 tahun 1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT, ditegaskan bahwa perlindungan tanaman dilaksa-nakan dengan menerapkan sistem pengen-dalian hama terpadu (PHT), yaitu suatu cara pengendalian yang memerhatikan kelestarian lingkungan hidup.

Dalam sistem PHT, pengendalian OPT dilaksanakan dengan memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikem-bangkan dalam satu kesatuan. Melalui PHT, berbagai cara pengendalian yang kompatibel dilaksanakan dengan pertim-bangan secara teknis dapat dilaksanakan, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial budaya diterima masyarakat, dan se-cara ekologi dapat dipertanggungjawab-kan.

Nematoda merupakan salah satu jenis OPT penting yang menyerang berbagai jenis tanaman pertanian utama di Indo-nesia dan negara-negara tropis lainnya. Nematoda adalah cacing halus yang hidup sebagai saprofit di dalam air dan tanah, atau sebagai parasit pada tanaman dan hewan. Nematoda yang hidup sebagai parasit pada tanaman memiliki stilet yang berfungsi untuk mengisap sel-sel tanaman sehingga fungsi fisiologi tanaman ter-ganggu.

Saat ini, nematoda parasit dilaporkan telah merusak berbagai tanaman pertanian di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis. Kehilangan hasil akibat serangan nematoda di seluruh dunia mencapai US$80 miliar/tahun (Price 2000). Meskipun demikian, di Indonesia, kerusak-an tkerusak-anamkerusak-an karena nematoda parasit kurang disadari baik oleh petani maupun

(2)

petugas yang bekerja di bidang pertanian. Hal ini mungkin disebabkan gejala serang-an nematoda sulit diamati secara visual karena ukurannya sangat kecil. Selain itu, gejala serangan nematoda berkembang sangat lambat dan tidak spesifik, mirip atau bercampur dengan gejala kekurangan hara dan air atau kerusakan akar dan pembuluh batang. Gejala serangan nematoda pada tanaman tidak drastis, bahkan sering ter-tutup oleh gejala serangan hama atau pe-nyakit lain yang lebih spesifik dan mudah dibedakan.

Di Indonesia, nematoda parasit dilapor-kan terdapat pada berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan (Puskara 1994, 2000). Selama kurun waktu 50 tahun terakhir, pengen-dalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia (sintetis) masih meme-gang peran yang sangat penting. Hal ini karena cara-cara pengendalian lain belum mampu memberikan hasil yang memuas-kan. Namun, cara pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimiawi dapat menimbulkan dampak negatif karena beracun bagi manusia dan hewan peliha-raan, mencemari air dan tanah, serta mem-bunuh organisme bukan sasaran, termasuk musuh alami nematoda seperti jamur dan bakteri.

Sebagai bagian yang cukup penting dalam pengembangan PHT, pengendalian nematoda harus dilaksanakan berwawas-kan lingkungan. Oleh karena itu, strategi pengendalian nematoda harus didasarkan pada konsep pengendalian yang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi, ekonomi, dan sosial bu-daya. Dalam tulisan ini, diuraikan masalah nematoda parasit pada beberapa tanaman pertanian di Indonesia, status pengenda-lian saat ini, serta konsep strategi pengen-daliannya di masa depan.

EKONOMI PENYAKIT TANAMAN YANG DISEBABKAN NEMATODA

Peran nematoda parasit tanaman dalam penurunan produksi pertanian di Indo-nesia masih belum disadari, baik oleh para pembuat kebijakan maupun petani. Pada-hal, serangan nematoda dapat menye-babkan kehilangan hasil yang cukup ber-arti. Secara umum, serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar karena nematoda mengisap sel-sel akar. Akibat-nya, pembuluh jaringan terganggu sehing-ga translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat memenga-ruhi proses fotosintesis dan transpirasi (Evans 1982; Melakeberhan et al. 1987) sehingga pertumbuhan tanaman terham-bat, daun menguning seperti kekurangan hara, dan mudah layu. Karena pertum-buhan terhambat, produktivitas tanaman menurun.

Hasil pendugaan arti ekonomi penyakit yang disebabkan oleh nematoda yang dilakukan oleh FAO memberikan gambaran umum mengenai kerugian ekonomi yang disebabkan oleh nematoda. Menurut Sasser (1989), kerugian ekonomi akibat nematoda mencapai lebih dari US$77 miliar. Kerugian terbesar terjadi pada padi dan tebu yaitu masing-masing US$16 miliar, dan kerugian terkecil pada pisang yaitu US$178 juta. Selanjutnya, Price (2000) mengemu-kakan bahwa kerugian akibat nematoda di seluruh dunia mencapai US$80 miliar. Kerugian ekonomi akibat serangan nema-toda pada tanaman pertanian di Indonesia belum dapat diperkirakan, mengingat data kerusakan yang ada masih bersifat parsial, hanya berdasarkan hasil penelitian di rumah kaca dan lapangan dalam luasan yang sangat terbatas.

Masalah nematoda di Indonesia baru mendapat perhatian setelah ditemukannya

(3)

Globodera rostochiensis (golden cyst nematode) atau nematoda sista kuning

(NSK) di Dusun Sumber Brantas, Desa Tulung Rejo, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu, Jawa Timur pada bulan Maret 2003. Sebenarnya, keberadaan nematoda ter-sebut telah dicurigai sejak tahun 1989. Pada waktu itu, dilaporkan adanya sista nema-toda pada bibit kentang yang berasal dari Belanda. Namun, hasil identifikasi menun-jukkan bahwa sista yang ditemukan ter-sebut dalam keadaan kosong. Larva yang berada di dalam sista telah mati sehingga sulit diidentifikasi. Karena itu, bibit kentang tersebut dinyatakan bebas NSK. Sekitar 14 tahun kemudian, yaitu tahun 2003, prahara itu pun terjadi. NSK sudah ditemukan menyebar di tiga provinsi (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara), dan menyebabkan kehilangan hasil ken-tang 32-71% (Daryanto 2003).

Kehilangan hasil akibat serangan ne-matoda dapat terjadi di lapangan maupun di tempat penyimpanan sehingga mengu-rangi kualitas dan kuantitas produk. Ha-disoeganda (1991) melaporkan, serangan nematoda dapat menurunkan produksi sayuran sebesar 27% pada tomat, 15% pada kentang, dan 20% pada buncis. Pada lada, serangan nematoda dapat menim-bulkan kerusakan sekitar 32% (Sitepu dan Mustika 2000), pada nilam 45% (Mustika dan Nazarudin 1999), dan pada jahe dapat menurunkan produksi 65% (Mustika 1995). Pada tanaman kopi, selama tahun 1981-1986, serangan nematoda Pratylenchus

coffeae menyebabkan kehilangan hasil

rata-rata 56,84% atau 150 ton kopi/tahun (Wiryadiputra 1992). Kerugian tersebut diperkirakan akan meningkat mengingat beberapa faktor, seperti iklim tropis yang basah dan panas, jenis tanah, frekuensi penanaman sepanjang tahun, dan budi daya tanaman yang kurang intensif.

Selain mengurangi kuantitas, serangan nematoda juga dapat menurunkan kualitas produk. Sebagai contoh, pada tahun 1992 ekspor jahe segar Indonesia ke Jepang mengalami penolakan karena terkontami-nasi nematoda Radopholus similis. Serangan nematoda tersebut menyebabkan rimpang busuk sehingga menimbulkan kerugian bagi petani maupun negara sekitar US$6,8 juta (Puskara 1994). Selain itu, ditemukannya NSK di Indonesia pada tahun 2003 (Daryanto 2003) tidak hanya mengancam produksi kentang, tetapi juga menghambat ekspor kentang ke negara-negara bebas nematoda. Hal ini merupakan ancaman kerugian yang sangat mahal. Menurut rumusan sementara lokakarya NSK yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Desember 2003, diperkirakan keru-sakan tersebut secara ekonomi nilainya mencapai Rp2 triliun.

Kerugian lain yang disebabkan oleh nematoda adalah tidak dapat dimanfaat-kannya unsur hara yang diberikan kepada tanaman dalam upaya meningkatkan pro-duksi. Tanaman yang terserang nematoda sistem perakarannya rusak sehingga tanaman tidak mampu menyerap hara dan air meskipun keduanya tersedia cukup di dalam tanah. Menurut Wallace (1987), kerusakan akar karena nematoda menye-babkan pasokan air ke daun berkurang sehingga stomata menutup dan selanjut-nya laju fotosintesis menurun.

MASALAH NEMATODA PARASIT DAN STATUS PENGENDALIANNYA

Dalam upaya meningkatkan produksi per-tanian di Indonesia, serangan nematoda merupakan salah satu kendala yang tidak dapat diabaikan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan di perguruan

(4)

tinggi dan lembaga penelitian, di Indonesia infeksi nematoda ditemukan pada berbagai tanaman perkebunan, pangan, dan horti-kultura. Nematoda yang terdapat di Indo-nesia dan sudah diidentifikasi mencapai 26 spesies, dan yang paling merusak adalah

Meloidogyne, Pratylenchus, Radopholus,

dan Globodera. Masalah nematoda pada beberapa tanaman penting di Indonesia dan teknologi pengendalian yang sudah diperoleh sampai saat ini diuraikan berikut ini.

Lada

Serangan nematoda pada tanaman lada di Indonesia sudah dilaporkan sejak tahun 1950 (van der Vecht 1953). Beberapa spe-sies nematoda parasit telah ditemukan pada pertanaman lada di Indonesia, seperti di Bangka, Lampung, Jawa Barat, dan Kali-mantan Barat. Nematoda yang banyak ditemukan antara lain adalah R. similis,

Meloidogyne incognita, M. javanica, M. arenaria, P. coffeae, Macrophostonia ornata, Xiphinema insigne, X. australiae, Tylenchus, Aphelenchus sp., Ditylenchus

sp., dan Dorylaimus (Bridge 1978; Mustika 1990). Di antara nematoda parasit tersebut,

R. similis dan M. incognita adalah yang

paling merusak dan merupakan penyebab utama penyakit kuning pada tanaman lada di Bangka (van der Vecht 1953; Bridge 1978; Mustika 1990) dan Kalimantan Barat. Kerusakan akibat serangan nematoda pada lada mencapai 32% .

Saat ini, komponen teknologi pengen-dalian nematoda pada tanaman lada sudah diperoleh dan disosialisasikan ke petani. Komponen teknologi tersebut di antaranya adalah teknik budi daya, pemanfaatan agens hayati, pestisida nabati, dan pesti-sida kimia. Pengendalian dengan teknologi

budi daya dilakukan dengan cara sanitasi atau menjaga kebersihan kebun, mem-bongkar tanaman sakit, tidak menanam tanaman inang R. similis dan M. incognita, penggunaan mulsa ilalang atau serasah daun, serta menanam varietas tahan atau toleran nematoda seperti Petaling 1, Lampung Daun Lebar (LDL), Kuching dan Bangka (Hamid et al. 1989; Mustika 1990). Beberapa musuh alami dan pestisida nabati sangat potensial untuk digunakan dalam mengendalikan nematoda pada tanaman lada. Musuh alami tersebut adalah bakteri

Pasteuria penetrans, jamur Arthrobotrys, Dactylaria, dan Dactyella (Mustika 1998;

Harni et al. 2000; Mustika et al. 2003). Sebagai pestisida nabati dan bahan or-ganik dapat digunakan tepung biji mimba dan bungkil jarak (Mustika et al. 2003).

Nilam

Beberapa jenis nematoda parasit yang me-nyerang tanaman nilam adalah

Praty-lenchus brachyurus, M. incognita, M. hapla, Scutellonema, Rotylenchulus, Helicotylenchus, Hemicriconemoide, Xiphinema (Djiwanti dan Momota 1991),

dan Radopholus similis (Mustika et al. 1991; Mustika dan Nuryani 1993). Serang-an nematoda pada tSerang-anamSerang-an nilam dijumpai di Jawa Barat (Djiwanti dan Momota 1991), Sumatera Barat (Pupuk Iskandar Muda 1991), dan Aceh (Sriwati 1999). Kerusakan akibat serangan nematoda mencapai 75%. Serangan nematoda P. brachyurus dapat menurunkan kadar minyak dan kandungan klorofil (Sriwati 1999).

Saat ini, beberapa komponen pengen-dalian nematoda pada tanaman nilam telah tersedia, meliputi teknik budi daya, agens hayati, varietas toleran, serta pestisida nabati dan kimiawi. Takaran pupuk yang

(5)

tepat (Tasma dan Wahid 1988; Yudarsif et

al. 1994), penggunaan bahan organik dan

kapur pertanian ( Mustika et al. 1995; 2000) merupakan salah satu cara pengendalian nematoda melalui teknik budi daya yang cukup efektif pada tanaman nilam. Selain itu, saat ini di Balittro terdapat 28 nomor nilam aceh hasil eksplorasi plasma nutfah nilam di berbagai daerah terutama di sentra-sentra produksi. Namun, ketahanan nomor-nomor tersebut terhadap nematoda belum diketahui.

Ketahanan tanaman terhadap nema-toda dapat terjadi melalui beberapa me-kanisme, antara lain melalui prapemben-tukan molekul beracun, adanya pengha-lang fisik, reaksi hipersensitif, dan ter-bentuknya senyawa antimikroba atau fitoaleksin (Giebel 1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan nilam jawa terhadap nematoda disebabkan oleh ting-ginya kandungan fenol dan lignin dalam akar (Nuryani et al. 2001), seperti ketahanan tanaman pisang terhadap nematoda R.

similis (Fogain dan Gowen 1996; Volette et al. 1998). Untuk meningkatkan

keta-hanan tanaman nilam terhadap nematoda, Nuryani et al. (2001) telah melakukan fusi protoplas antara nilam aceh (kadar minyak tinggi, rentan nematoda) dengan nilam jawa (kadar minyak rendah, tahan terhadap nematoda). Berdasarkan kandungan fenol dan lignin pada 30 genotipe hasil fusi protoplas, diperoleh 17 nomor yang mem-punyai kandungan fenol atau lignin lebih tinggi dari tetuanya nilam jawa (tahan nematoda) sehingga kemungkinan toleran atau tahan terhadap nematoda

Penggunaan bakteri P. penetrans, ja-mur Arthrobotrys sp., Dactylaria dan

Dactylella sp. cukup efektif

mengenda-likan nematoda pada tanaman nilam. Upaya tersebut meningkatkan produksi terna (daun basah) 31-71% (Mustika et al. 2001).

Jahe

Pada pertanaman jahe di Indonesia di-temukan beberapa jenis nematoda parasit, seperti R. similis, M. incognita,

Roty-lenchulus reniformis, Scutellonema spp., Helicotylenchus dyhestera, Oitylenchus

sp., dan Aphelenchus sp. (Mustika 1992).

R. similis dan M. incognita merupakan

nematoda yang dominan karena populasi dan frekuensi keberadaannya pada tanam-an jahe lebih tinggi dibtanam-andingktanam-an dengtanam-an nematoda lainnya. Di Fiji, serangan R.

similis dapat menurunkan produksi jahe

hingga 40%, sedangkan di Queensland, serangan M. incognita mengurangi pro-duksi jahe sebesar 77% (Vilsoni et al. 1978; Koshy dan Bridge 1990). Di Indonesia, serangan nematoda pada jahe banyak dijumpai di Jawa Barat, Bengkulu, dan Sumatera Utara (Mustika 1992).

Pengendalian nematoda pada tanaman jahe saat ini masih dilakukan dengan menggunakan nematisida kimia. Beberapa musuh alami seperti bakteri P. penetrans, jamur Arthrobotrys, Dactylella dan

Dactylaria juga efektif untuk mengurangi

populasi nematoda pada akar dan rimpang jahe, terutama Meloidogyne spp. (Naza-rudin dan Mustika 1996).

Tembakau

Salah satu masalah penting dalam upaya meningkatkan produksi tembakau di In-donesia adalah serangan kompleks pa-togen bakteri Pseudomonas

solanace-arum dan jamur Phytophthora nicotianae

yang berasosiasi dengan nematoda

Meloi-dogyne spp. (Dalmadiyo et al. 1998a).

Ta-naman tembakau yang terserang penyakit kompleks tersebut, pada umur 30-45 hari mati. Kematian mencapai lebih dari 50%.

(6)

Dalam upaya mengendalikan nematoda pada tanaman tembakau, Dalmadiyo et al. (1998b) menemukan enam nomor aksesi yang tahan terhadap M. incognita, yaitu S. 2258/2/1/1, S.1976/M, S. 1032, S. 1019, S. 1968/M, dan S. 1012. Keenam aksesi ter-sebut sama tahannya dengan NC 2514, tetapi lebih tahan dibandingkan dengan NC 95 yang berasal dari Amerika. Galur S 2258/2/1/1 merupakan galur terbaik karena selain tahan terhadap nematoda puru akar, juga tahan terhadap P. nicotianae (Dalma-diyo et al. 1998b).

Kopi

Nematoda parasit merupakan kendala uta-ma pada tanauta-man kopi di Indonesia, ter-utama untuk jenis arabika. Spesies nema-toda penting yang dijumpai di Indonesia adalah Pratylenchus coffeae, R. similis, dan Meloidogyne spp. (Wiryadiputra 1992). Hampir semua provinsi sentra kopi di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Su-matera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan telah terinfeksi nematoda P. coffeae. Oleh karena itu, serangan nematoda merupakan kendala utama dalam pengembangan kopi, khusus-nya untuk jenis arabika yang dikenal rentan terhadap nematoda. Penurunan produksi akibat serangan P. coffeae pada kopi robusta berkisar antara 28,7% dan 78,4%. Pada kopi arabika, biasanya tanam-an htanam-anya bisa bertahtanam-an 2 tahun (Wirya-diputra dan Atmawinata 1998).

Pengendalian nematoda pada tanaman kopi sudah diarahkan pada pengendalian secara terpadu dengan menggunakan klon tahan, agens hayati, pestisida nabati, bahan organik, sanitasi, pergiliran tanaman, dan nematisida (Wiryadiputra 1997a,

1997b). Jenis kopi ekselsa (Coffea exelsa) dan robusta (C. canephora var. robusta) yang tahan terhadap nematoda P. coffeae adalah klon ekselsa Bgn. 121.09 dan klon kopi robusta BP 961 dan BP 308 (Wirya-diputra dan Hulupi 1997). Klon-klon ter-sebut dapat digunakan sebagai batang bawah untuk disambungkan dengan batang atas kopi robusta maupun arabika yang memiliki arti ekonomi tinggi.

Penggunaan ekstrak biji dan daun mim-ba (Azadirachta indica) dan mim-bahan organik (kulit kopi, pupuk kandang, dan kompos), juga mampu menekan populasi nematoda parasit pada tanaman kopi, baik di pem-bibitan maupun di pertanaman (Wirya-diputra et al. 1987; Wirya(Wirya-diputra 1997b). Pengendalian hayati nematoda pada ta-naman kopi masih dalam penelitian, antara lain dengan menggunakan jamur mikoriza

Gigaspora margarita, bakteri Pasteuria penetrans dan Paecilomyces lilacinus

(Wiryadiputra 2002)

Beberapa jenis tanaman seperti rumput guatemala (Trypsacum laxum), Tagetes

patula, Crotalaria anagyroides, C. striata, dan C. usaramoensis sangat

efek-tif menekan populasi nematoda parasit kopi sehingga dapat digunakan sebagai tanaman rotasi pada bekas areal serangan nematoda. Pergiliran tanaman dapat pula dilakukan dengan tanaman bukan inang P.

coffeae, seperti tebu, kakao terutama kakao

lindak (bulk cocoa), dan koro benguk (Mucuna sp.) (Wiryadiputra 1997b).

Berbagai jenis nematisida telah diuji keefektifannya terhadap P. coffeae baik di pembibitan maupun pada pertanaman kopi. Untuk sterilisasi media bibit, digunakan fumigan dazomet dan metamsodium. Untuk tanaman di pembibitan dan di lapangan digunakan nematisida sistemik dan kon-tak, seperti oksamil, karbofuran, etoprofos, dan kadusafos.

(7)

Padi

Salah satu masalah penting pada perta-naman padi di berbagai negara, antara lain Filipina, Myanmar, Bangladesh, Laos, Thailand, Vietnam, Cina, dan India adalah serangan nematoda Meloidogyne

gramini-cola (Bridge et al. 1990). Nematoda

ter-sebut juga dilaporkan menyerang tanaman padi di Indonesia (Mulyadi 1997). Rata-rata populasi M. graminicola pada pertanaman padi di DI Yogyakarta cukup tinggi, yaitu 3.548 ekor/g akar, bahkan di daerah tertentu populasinya mencapai 5.000 ekor/g akar padi (Mulyadi 1997). Menurut Plowright dan Bridge (1990), populasi awal M.

graminicola sebanyak 80 ekor/ml tanah

dapat menyebabkan kematian bibit padi IR36 pada umur 10 hari setelah sebar, dan 80% bibit mati pada 32 hari setelah sebar. Penggenangan dapat menekan perkem-bangan populasi M. graminicola dan menghambat penetrasi larva ke dalam akar. Menurut Mulyadi dan Triman (1997), padi varietas Mamberamo tahan terhadap serangan M. graminicola.

Nematoda lain yang juga sangat me-rusak tanaman padi adalah Hirschmaniella

oryzae. Nematoda ini dikenal sebagai

nematoda akar padi dan merupakan parasit pada tanaman padi dan rumput-rumputan. Nematoda dapat dijumpai di sawah atau pada tanah yang sangat basah. H. oryzae menyerang tanaman padi di Indonesia, India, Jepang, Malagasi, Malaysia, Nigeria, San Salvador, Sri Lanka, Thailand, Taiwan, Amerika Serikat, dan Venezuela.

Pisang

Pisang (Musa sapientum L.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan pen-ting di Indonesia yang diusahakan secara

meluas dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Salah satu penyakit penting pada tanaman pisang adalah layu fusarium

(Pa-nama disease) yang disebabkan oleh

cen-dawan tular tanah, Fusarium oxysporum Schlecht f.sp. cubense. Pada rizosfer tanaman pisang yang terserang layu fusa-rium, ditemukan beberapa jenis nematoda, antara lain R. similis, Meloidogyne spp.,

R . reniformis, Helicotylenchus spp., dan P. coffeae. Keberadaan nematoda tersebut

menyebabkan tanaman pisang lebih rentan terhadap fusarium. R. similis bersinergis dengan fusarium pada tanaman pisang yang menyebabkan penyakit layu (Lisna-wita et al. 1998). Pengendalian nematoda pada tanaman pisang dapat menggunakan varietas toleran terhadap R. similis, seperti pisang raja sere, tanduk, dan kepok (Jumjunidang et al. 2002).

Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) meru-pakan komoditas hortikultura penting di Indonesia. Dilaporkan, kentang sudah dibudidayakan di 20 provinsi yang terse-bar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Hasil kentang rata-rata di Indonesia berkisar antara 13,38-15,34 t/ha (rata-rata hasil di Indonesia tahun 1998-2001), sedangkan potensi hasil yang telah diuji di Indonesia di atas 20 t/ha.

Akhir-akhir ini, nematoda G.

rosto-chiensis (NSK) merupakan masalah yang

sangat penting pada tanaman kentang. Nematoda tersebut pertama kali dilaporkan pada bulan Maret 2003, menyerang perta-naman kentang di Dusun Sumber Brantas, Desa Tulung Rejo, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu, Jawa Timur. Saat ini, G.

rosto-chiensis sudah menyebar di empat

(8)

Barat, dan Sumatera Utara (Mulyadi 2003). Kerugian hasil kentang akibat NSK ber-kisar antara 32-71% (Daryanto 2003). Se-rangan NSK menyebabkan tanaman kerdil, umbi yang dihasilkan berukuran kecil dan sedikit, dan pada serangan berat tanaman tidak menghasilkan umbi sama sekali.

NSK merupakan patogen baru di In-donesia dan pada saat ini belum ada cara pengendaliannya. Penelitian pengenda-lian dengan agens hayati bakteri P.

penetrans, jamur Verticillium suchlas-porium, dan Paecilomyces lilacinus baru

mulai dilakukan. Pencegahan penyebaran dilakukan dengan sanitasi benih, umbi, dan alat transportasi dengan nematisida atau desinfektan yang lain (kloroks), serta tidak menggunakan benih dari daerah yang terserang NSK. Sertifikasi benih kentang bebas NSK dan pemberdayaan penangkar benih (pemerintah dan swasta) juga ber-peran penting dalam pengendalian NSK.

Tomat

Hasil rata-rata tomat di Indonesia masih rendah, yaitu 5,36 t/ha. Dibandingkan dengan Thailand, Taiwan, dan Belanda, produktivitas tomat di Indonesia tergolong yang paling rendah (Marwoto 1996). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain serangan nematoda parasit seperti

Meloidogyne spp., R. reniformis,, dan

Heli-cotylenchus multicintctus. Menurut

Sasser dan Freckman (1987), serangan nematoda parasit dapat mengurangi produksi tomat dunia 20,20%/tahun.

Dalam upaya pengendalian nematoda pada tanaman tomat, khususnya

Meloi-dogyne spp., penggunaan bakteri P. penetrans dikombinasikan dengan

pem-berian kapur pertanian dan bahan organik (pupuk kandang) dapat menekan populasi

nematoda dan meningkatkan hasil tomat 163-200% (Marwoto dan Mustika 1997; Mustika et al. 2001). Swibawa dan Ginting (1997) menggunakan sekam padi dan se-kam kopi sebelum tanam untuk mengen-dalikan nematoda puru akar.

STRATEGI PENGENDALIAN NEMATODA DI MASA DEPAN

Secara umum, strategi pengendalian ter-padu nematoda parasit dapat dilakukan melalui karantina, pemusnahan pusat se-rangan, sanitasi kebun, teknik budi daya, pengendalian hayati dan ekologi, pemi-lihan areal bebas nematoda, pengendalian kimia dan fisik secara langsung, pembe-raan, pergiliran tanaman, varietas tahan, dan varietas toleran (Oostenbrink 1972; McKenry dan Roberts 1985). Franco et al. (1992) telah menyusun strategi pengen-dalian nematoda (Nacobbus aberans) pada tanaman kentang secara terpadu, yang terdiri atas tiga bidang utama, meliputi penelitian, pelatihan dan pendidikan, serta transfer teknologi dan evaluasi di tingkat petani.

Berdasarkan komponen pengendalian nematoda yang ada saat ini dan sudah diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, strategi pengendalian nematoda akan lebih efektif bila dilakukan secara terpadu, yang didukung oleh kegiatan penelitian, pela-tihan dan pendidikan, serta transfer tek-nologi dan evaluasi di tingkat petani.

Penelitian

Penelitian merupakan dasar dalam upaya pengendalian hama dan penyakit tanam-an, termasuk nematoda. Penelitian yang diperlukan antara lain adalah yang

(9)

ber-kaitan dengan identifikasi, sifat-sifat eko-logi dan bioeko-logi (sebaran dan dinamika populasi) nematoda, teknik sampling dan pemantauan, sifat dan pewarisan gen, arah ekonomi, resistensi dan toleransi, budi daya, pendekatan secara fisik, kimia, agens hayati, pestisida nabati, dan karantina (Franco et al. 1992).

Selaras dengan program Badan Litbang Pertanian 2005-2009 yang berkaitan dengan rekayasa dan pemanfaatan teknik biologi molekuler dan rekayasa genetik untuk perbaikan tanaman dan ternak, serta pemanfaatan kultur in vitro untuk per-banyakan tanaman, perbaikan varietas dan produksi metabolit sekunder (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2004), penelitian pengendalian nematoda diarahkan pada bioteknologi dan pertanian berkelanjutan. Penelitian terutama dituju-kan untuk mengantisipasi tuntutan kon-sumen yang makin peduli terhadap ma-salah lingkungan, dan juga sejalan dengan sistem pertanian yang lestari (sustainable

agriculture). Beberapa komponen

bio-ekologi, seperti faktor biotik dan abiotik perlu dikaji sebagai dasar dalam penyu-sunan strategi pengendalian nematoda. Faktor-faktor biotik seperti tanaman inang alternatif, tanaman antagonis, dan agens hayati, diharapkan dapat diketahui melalui penelitian sehingga faktor-faktor tersebut dapat dimanipulasi untuk tujuan pengen-dalian.

Perbaikan tanaman dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain penyam-bungan, fusi protoplas, dan induksi keta-hanan sistemik (induced systemic

resist-ance). Teknik penyambungan telah

di-terapkan pada tanaman kopi, yaitu dengan menggunakan batang bawah tahan nema-toda dan batang atas yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Wiryadiputra 1997b). Teknik fusi protoplas, seperti pada

tanam-an nilam bertujutanam-an untuk memindahktanam-an sifat ketahanan terhadap nematoda dari nilam jawa (tahan nematoda, kadar minyak rendah) pada nilam aceh (rentan nematoda, kadar minyak tinggi) (Nuryani et al. 1999; Mariska dan Lestari 2003). Teknik induksi ketahanan sistemik dilakukan melalui pemanfaatan jamur endofit pada tomat (Hallimann 1994 dalam Amin et al. 1996) atau bakteri endofit pada kapas dan mentimun (Hallmann et al. 2001). Gommers dan Baker (1993), dengan menggunakan antibodi monoklonal, telah berhasil men-diagnosis virulensi dan penghambatan pertumbuhan nematoda, dan melalui re-kayasa genetik telah menemukan kultivar kentang yang memiliki sifat ketahanan dalam jangka waktu lama (durable

resis-tance) terhadap nematoda puru akar.

Penerapan Sistem PHT

Penerapan sistem PHT di Indonesia meru-pakan kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman, dengan dasar hukum UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pengendalian nematoda terpadu hakikatnya tidak ter-lepas dari kerangka PHT. Pengendalian nematoda terpadu yang ideal merupakan hasil pendekatan secara holistik dalam mengelola ekosistem. Setiap intervensi ke dalam ekosistem harus didasarkan pada pengetahuan tentang pengaruh interaksi antara tanaman dan komponen fisik dan biotik lingkungan, termasuk OPT lain. Pengendalian dilakukan dengan mengom-binasikan berbagai komponen yang ada dan kompatibel satu dengan lainnya.

Biasanya suatu kombinasi metode diperlukan untuk mengurangi populasi nematoda sampai ke tingkat yang tidak merugikan. Sekali nematoda terdapat di

(10)

dalam tanah, sangat sulit untuk dieradikasi dan tidak praktis (Sasser and Carter 1985). Bertitik tolak pada mekanisme keru-sakan oleh nematoda maka sasaran pe-ngendalian antara lain adalah:

a. Mengurangi daya rusak dan meng-hindari investasi OPT lain. Mengurangi daya rusak nematoda dapat dilakukan dengan memodifikasi sistem kehidup-annya agar populasinya turun sampai arah yang dapat ditolerir. Cara pengen-dalian ini dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan pestisida (kimia, nabati, hayati) atau bahan organik. Dengan cara tersebut, nematoda terbu-nuh oleh senyawa toksik dari pesti-sida atau senyawa yang dihasilkan oleh bahan organik selama proses de-komposisi (Sayre 1980a; Schmitt 1985). b. Mengurangi daya rusak melalui pen-dekatan genetik untuk meningkatkan ketahanan. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan atau toleran. Dengan menggunakan varietas tahan, nematoda tidak dapat berkembang biak atau perkembang-biakannya terhambat. Dengan meng-gunakan varietas tahan, faktor repro-duksi lebih kecil dari satu (Pf/Pi <1), di mana Pf = populasi akhir dan Pi = populasi awal (Pinochet 1992). c. Mengurangi daya rusak dan kerugian

melalui pendekatan fisiologis dan pemulihan (recovery). Cara ini dapat dilakukan secara terpadu dengan menggunakan varietas tahan (toleran), pestisida, dan teknik budi daya (pemu-pukan, pergiliran tanaman). Dengan pengendalian terpadu, selain populasi nematoda dapat ditekan, secara fisio-logis tanaman tumbuh normal sehingga potensi produksi tanaman tersebut tercapai karena kebutuhan hara ter-penuhi.

Komponen Pengendalian Nematoda Terpadu

Pengendalian nematoda terpadu dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa komponen pengendalian ke dalam suatu sistem. Komponen utama pengendalian nematoda terpadu adalah teknik budi daya (varietas tahan atau toleran, pergiliran ta-naman, tanaman perangkap, bahan orga-nik), agens hayati, pestisida nabati dan ki-mia, dan karantina.

Varietas Tahan atau Toleran

Cara yang paling efektif dalam mengen-dalikan penyakit tanaman, termasuk yang disebabkan oleh nematoda, adalah dengan menggunakan varietas tahan atau toleran. Di Indonesia, varietas tahan (toleran) ter-hadap nematoda baru tersedia untuk beberapa jenis tanaman, antara lain kopi, lada, nilam, tembakau, dan padi. Kopi ekselsa klon Bgn. 121.09 dan kopi robusta klon BP 961 dan BP 308 tahan terhadap P.

coffeae (Wiryadiputra dan Hulupi 1997).

Varietas lada Petaling l, Bangka, dan Kuching toleran terhadap R. similis dan

M. incognita (Hamid et al. 1989). Nilam

nomor 0003 tahan terhadap P. brachyurus dan Meloidogyne spp., sedangkan nomor 0007 dan 0013 tahan terhadap P.

brachy-urus (Nuryani et al. 2004). Enam nomor

aksesi kopi tahan terhadap M. incognita, yaitu S. 2258/2/1/1, S.1976/M, S.l 032, S. 1019, S. 1968/M, dan S. 1012 (Dalmadiyo

et al. 1998b). Pada tanaman padi, hanya

varietas Memberamo yang tahan terhadap nematoda M. graminicola (Mulyadi dan Triman 1997). Umumnya, kehilangan hasil akibat serangan nematoda dapat ditekan melalui pergiliran tanaman. Tanaman yang sangat peka hanya boleh ditanam sekali

(11)

dalam 2-8 tahun. Oleh karena itu, untuk menekan perkembangbiakan nematoda ter-tentu, kultivar tahan harus selalu tersedia.

Pergiliran Tanaman dan Tanaman Perangkap

Pergiliran tanaman merupakan salah satu teknik budi daya yang efektif untuk me-ngurangi populasi nematoda di dalam ta-nah. Untuk memperoleh hasil yang me-muaskan, tanaman yang tidak cocok bagi perkembangan nematoda (bukan inang ne-matoda) harus digunakan dalam pola per-giliran tanaman.

Di beberapa negara maju, khususnya di Eropa, untuk mengendalikan G.

rosto-chiensis, pergiliran tanaman merupakan

suatu keharusan (Schots 1988). Solanum

sisymbriifolium, sejenis tomat liar,

dila-porkan efektif untuk mengendaliakn G.

rostochiensis. Tanaman tersebut

memper-cepat penetasan telur nematoda dan se-telah dewasa akan menggerogoti akar to-mat liar tersebut dan siklus hidup nema-toda terputus (Duryatmo 2003). Oleh ka-rena itu, tanaman tersebut dapat digunakan dalam pola pergiliran tanaman sebagai ta-naman perangkap.

Beberapa jenis tanaman dapat ber-fungsi sebagai tanaman perangkap (trap

crop) yang diusahakan dalam bentuk pola

tanam seperti pergiliran tanaman atau tumpang sari, di antaranya adalah tagetes (Tagetes patula), jarak (Ricinus

commu-nis), dan wijen (Sesamum indicum). Jarak

dan wijen digunakan sebagai tanaman perangkap dalam pola pergiliran tanaman kacang tanah, kedelai, dan kapas untuk me-ngendalikan nematoda buncak akar

(Me-loidogyne spp.). Tanaman jarak dan wijen

sangat efektif dalam menekan populasi

Meloidogyne spp. karena mengeluarkan

eksudat akar yang toksik terhadap nema-toda (Rodriguez-Kabana 1992).

Bahan Organik

Penambahan bahan organik ke dalam tanah meningkatkan daya tanah menahan air dan kesuburan tanah sehingga pertumbuhan tanaman meningkat dan tanaman lebih tahan terhadap nematoda. Kegiatan musuh alami nematoda khususnya jamur dan invertebrata predator terpacu, sementara senyawa kimia yang bersifat racun ter-hadap nematoda, seperti amonia, nitrit, hidrogen sulfida dan asam-asam organik, dilepas ke dalam tanah selama proses dekomposisi (Stirling 1993).

Agens Hayati

Pemanfataan agens hayati (musuh alami) telah terbukti efektif untuk mengendalikan nematoda pada berbagai kasus (Triman dan Mulyadi 2001; Mustika et al. 2001; Cho et al. 2003; Mustika et al. 2003). Di antara agens hayati tersebut adalah jamur (Arthrobotrys oligospora, Dactylaria

bro-chopaga, Dactylella spp., Paecilomyces lilacinus, Catenaria spp. Nematophthora gynophila) dan bakteri P. penetrans. Di

Indonesia, pengendalian nematoda de-ngan menggunakan jamur dan bakteri tersebut saat ini baru pada tahap awal perkembangan, dan masih perlu diting-katkan terutama identifikasi parasit dan predator yang potensial, formulasi, serta cara praktis menggunakannya. Agar agens hayati tetap dalam keadaan hidup di dalam tanah, metode aplikasi dan formulasi agens hayati masih perlu dikembangkan.

(12)

Pestisida Nabati

Berbagai jenis tanaman mengandung se-nyawa toksik terhadap nematoda sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati. Di antara tanaman ter-sebut adalah mimba (A. indica), tagetes (T. erecta, T. minuta), srikaya (Annona

squamosa, A. glabra, A. montana, A. reticulata), jarak (Ricinus communis),

serai wangi (Cymbopogon nardus), serai dapur (C. citratus), lempuyang pahit (Zingiber americans), lempuyang wangi (Z. aromaticum), dan lempuyang gajah (Z.

zerumbet) (Grainge dan Ahmed 1988; Alam

dan Jairajpuri 1990). Mimba mengandung bahan aktif terutama azadirachtin (Scmu-terrer 1995). Bungkil jarak mengandung senyawa aktif ricin yang sangat beracun terhadap nematoda. Ekstrak biji mimba dan ekstrak bungkil jarak sangat efektif untuk mengurangi populasi nematoda (Mustika dan Harni 2001). Srikaya mengandung bahan aktif nematisidal utama asimisin dan anonin (Mustika 1999), sedangkan tagetes mengandung senyawa tiopenik (Gommers 1973 dalam Mustika 1999).

Pestisida Kimia

Pengendalian secara kimia dengan meng-gunakan nematisida tidak diragukan lagi sebagai cara yang paling efektif untuk me-ngurangi populasi nematoda. Meskipun demikian, penggunaan pestisida kimia harus merupakan alternatif terakhir apabila teknik pengendalian yang lain dinilai tidak berhasil dan harus dilakukan secara bijak-sana. Yang dimaksud dengan penggunaan nematisida secara bijaksana adalah: (1) nematisida yang digunakan adalah jenis yang terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian; (2) memenuhi kriteria

enam tepat, yaitu tepat jenis, mutu, waktu, sasaran (nematoda dan tanamannya), dosis dan konsentrasinya, serta cara dan alat aplikasinya; dan (3) tidak membaha-yakan manusia dan lingkungan. Dewasa ini telah terdaftar 12 formulasi nematisida yang dizinkan digunakan untuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Nematisida tersebut adalah dazomet 98%, karbofuran 3% (empat nama dagang), fenamifos 10%, natrium metam (tiga nama dagang), etoprofos 10%, kadusafos 10%, dan oksamil 100,6 g/l (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura 1996).

Karantina

Di Indonesia, sampai saat ini terdapat 67 spesies nematoda parasit tanaman yang tergolong ke dalam Organisme Penggang-gu Tumbuhan Karantina (OPTK) kelompok A1 (belum terdapat di Indonesia), dan OPTK A2 (sudah terdapat di Indonesia). Untuk mencegah masuk dan tersebarnya OPTK dari luar negeri (OPTK A1), dan mencegah masuk dan tersebarnya OPTK A2 dari areal yang tertular ke areal lain yang bebas di dalam negeri, telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 627/Kpts/PO.540/12/2003, tanggal 30 Desember 2003. Apabila peraturan ter-sebut diberlakukan secara ketat dan didukung dengan hasil-hasil penelitian, 67 jenis nematoda OPTK A1 tersebut tidak akan masuk ke Indonesia, dan nematoda yang sudah ditemukan di suatu tempat tidak menyebar ke tempat lain yang belum terinfeksi sehingga penyebaran penyakit yang disebabkan oleh nematoda dapat di-hindarkan.

Meskipun secara ekonomi mencegah penyebaran nematoda tidak mengun-tungkan secara langsung, pada keadaaan

(13)

tertentu, bila diintegrasikan dengan cara pengendalian lainnya akan mampu me-nekan populasi nematoda. Mencegah pe-nyebaran atau masuknya nematoda dari daerah terserang ke daerah lainnya di In-donesia dapat dilakukan dengan cara: (1) sanitasi benih, alat transportasi dan lain-lain dengan mencuci atau membersihkan-nya menggunakan nematisida atau des-infektan yang tidak mempengaruhi daya tumbuh benih; (2) tidak menggunakan benih dari daerah yang diketahui terserang nematoda tertentu; (3) pemberdayaan pe-nangkar benih, baik yang diusahakan oleh pemerintah maupun swasta.

Pelatihan dan Pendidikan

Pelatihan dan pendidikan dapat dilakukan dalam bentuk kunjungan lapang dan kur-sus singkat untuk para petugas lapang atau staf berbagai institusi. Pelatihan khusus dilaksanakan terutama mengenai teknik laboratorium nematologi serta penelitian untuk pembuatan tesis yang berkaitan dengan masalah nematoda pada berbagai tanaman khususnya di Indonesia.

Transfer Teknologi dan Evaluasi di Tingkat Petani

Transfer teknologi dan evaluasi di tingkat petani dapat dilakukan melalui on farm

research yang melibatkan petani andalan.

Untuk itu, semua komponen pengendalian yang sudah ada perlu dikaji di tingkat petani, disesuaikan dengan jenis tanaman dan spesies nematoda yang dominan pada tanaman tersebut. Dalam pengkajian ini, berbagai komponen pengendalian diapli-kasikan secara terpadu.

KEBIJAKAN MENDUKUNG STRATEGI PENGENDALIAN

NEMATODA Kebijakan Operasional

Nematoda parasit tanaman merupakan salah satu jenis OPT penting yang menye-rang berbagai jenis tanaman utama di Indonesia. Meskipun demikian, sampai saat ini nematoda dianggap kurang penting dibandingkan dengan OPT lainnya, seperti serangga hama, jamur, bakteri, dan virus sehingga pengendaliannya diabaikan. Setelah ditemukannya NSK yang menye-rang tanaman kentang pada tahun 2003 di Kota Batu, Jawa Timur, nematoda parasit tanaman, khususnya NSK, muncul sebagai masalah nasional yang memerlukan pena-nganan khusus. Bertitik tolak pada kasus tersebut, keberadaan nematoda parasit tanaman selain NSK perlu penanganan yang serius dengan berpedoman pada sistem PHT sebagai kebijakan operasional perlindungan tanaman.

Beberapa hasil penelitian pengendali-an nematoda ypengendali-ang telah diperoleh belum diterapkan secara maksimal, mengingat kurangnya tenaga teknis yang bekerja dalam bidang nematologi. Oleh karena itu, hasil-hasil penelitian tersebut perlu di-diseminasikan melalui pelatihan di unit-unit pelaksana teknis sebagai pelaksana ope-rasional, antara lain dengan melibatkan penyuluh, petani melalui Sekolah Lapang PHT (SLPHT), dan petugas karantina. Pelatihan bagi tenaga penyuluh lebih ditekankan pada pengenalan morfologi nematoda, gejala serangan, dan cara pe-ngendaliannya dengan pendekatan penge-lolaan ekosistem secara keseluruhan.

Pelatihan bagi petugas karantina me-liputi teknik isolasi, identifikasi jenis-jenis

(14)

nematoda penting, gejala serangan, daerah sebaran, dan tanaman inang termasuk gulma. Pendidikan dan pelatihan di tingkat perguruan tinggi, selain aspek-aspek ter-sebut di atas, juga mencakup aspek lain yang terkait, seperti hama dan penyakit, gulma, musuh alami, cuaca (iklim) dan fak-tor-faktor lingkungan fisik lainnya, sarana produksi, tindakan petani dalam mengelola lahan, sosial ekonomi, dan komponen lain yang terkait dengan usaha tani.

Kebijakan Teknis

Dalam rangka pengendalian nematoda pada tanaman sesuai dengan prinsip PHT, teknik pengendalian nematoda yang dapat diterapkan antara lain adalah penggunaan varietas tahan, pergiliran tanaman, peman-faatan agens hayati dan pestisida nabati, manipulasi faktor fisik, dan penggunaan pestisida kimia. Penetapan teknik pengen-dalian tersebut perlu disesuaikan dengan keadaan setempat, antara lain dengan memperhatikan jenis nematoda, komodi-tas, lingkungan biotik dan abiotik, sosial ekonomi masyarakat, dan ketersediaan sarana pendukung yang diperlukan.

Pengendalian dengan teknik budi daya di antaranya adalah dengan menggunakan bibit bebas nematoda, sanitasi, penanaman tanaman perangkap atau pemusnahan sisa tanaman, pemupukan, dan pola tanam dengan mengatur waktu tanam atau tanam serentak. Pergiliran tanaman atau varietas yaitu dengan menanam tanaman atau varietas secara tidak terus-menerus, ter-utama tanaman yang tidak disenangi nema-toda penting di daerah tertentu. Penggu-naan varietas tahan dengan menggunakan varietas tahan yang sudah ada di alam atau hasil rekayasa genetik. Pemanfaatan agens hayati berupa parasit, predator maupun

patogen, dan manipulasi faktor fisik de-ngan pengeride-ngan atau penggenade-ngan (bergantung habitat hidup nematoda).

Untuk mendukung kebijakan teknis tersebut, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pengawasan (surveillance) keberadaan dan perkembangan penyakit yang disebabkan oleh nematoda tertentu, serta pemetaan daerah sebarnya untuk mengantisipasi pengendalian. Dengan meningkatkan pengawasan, luas serangan dan besarnya kerugian ekonomi pada ko-moditas tertentu yang disebabkan oleh ne-matoda, dapat diketahui.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Nematoda parasit tanaman merupakan salah satu masalah dalam upaya me-ningkatkan produksi pertanian di In-donesia. Berbagai jenis tanaman pa-ngan, hortikultura, perkebunan, dan kehutanan dilaporkan telah terinfeksi nematoda. Kehilangan hasil akibat se-rangan nematoda pada tanaman pa-ngan (padi) mencapai 80%, pada ta-naman hortikultura (tomat, kentang, buncis) sekitar 15-71%, dan pada ta-naman perkebunan (lada, nilam, jahe, kopi) 32-75%.

2. Sebanyak 24 spesies nematoda parasit tanaman telah terdapat di Indonesia, dan 67 spesies belum terdapat di Indo-nesia. Nematoda yang sudah terdapat di Indonesia dan perlu mendapat per-hatian untuk mencegah penyebaran-nya dari daerah terinfeksi ke daerah yang masih bebas adalah Meloidogyne

hapla, Radopholus similis, Hirscma-niella oryzae, Heterodera glycine, dan Globodera rostochiensis. Nematoda

(15)

yang harus dicegah masuk ke Indonesia adalah Bursaphelenchus xylophilus pada tanaman pinus, Globodera

pallida pada tanaman kentang, dan Rhadinaphelenchus cocophillus pada

tanaman kelapa.

3. Teknik pengendalian nematoda pada beberapa tanaman penting telah di-peroleh, seperti pemanfaatan varietas tahan atau toleran, pergiliran tanaman, pengendalian hayati dengan menggu-nakan agens hayati dan pestisida na-bati, pencegahan penyebaran, pengen-dalian kimiawi, dan teknik budi daya. Strategi pengendalian nematoda di masa depan dilaksanakan dengan nerapkan sistem PHT, yaitu dengan me-madukan teknik pengendalian yang kompatibel.

Saran

1. Selaras dengan program Badan Litbang Pertanian 2005-2009, penelitian untuk menunjang strategi pengendalian ne-matoda diarahkan pada perbaikan varietas untuk memperoleh varietas ta-han atau toleran. Pelaksanaannya perlu melibatkan berbagai bidang seperti pemuliaan tanaman, nematologi, agro-nomi, biokimia, bioteknologi, dan pas-capanen.

2. Strategi pengendalian nematoda secara terpadu perlu didukung kebijakan ope-rasional maupun teknis. Kebijakan operasional meliputi program pelatihan di unit-unit pelaksana teknis, penelitian dan pengkajian melalui koordinasi berbagai pihak terkait, baik instansi pemerintah, swasta maupun petani. Untuk kebijakan teknis, perlu adanya pengawasan keberadaan dan

perkem-bangan penyakit yang disebabkan oleh nematoda, serta penyebarannya untuk antisipasi pengendalian.

DAFTAR PUST AKA

Alam, M.M. and M.S. Jairajpuri. 1990. Ne-matode control strategies: Principles and practices. p. 5-15. In M.S. Jairajpuri, M.M. Alam, and I. Ahmad (Eds.). Nematode Biocontrol (Aspects and Prospects). CBS Publishers & Distri-butors PVT Ltd. Delhi-11032, India. Amin, N. R.A. Sikora, dan R.P. Schuster.

1996. Pengendalian biologi nematoda pelubang Radopholus similis dengan jamur endofit. Proceedings Integrated Control of Main Diseases of Industrial Crops. Jonit Seminar of Agency for Agricultural Research and Department and Japan International Cooperation Agency. Bogor, 13-14 March 1996. hlm. 297-303.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005-2009. hlm. 5.

Bridge, J. 1978. Plant parasitic nematodes associated with clove and black pepper in Sumatera and Bangka. ODM Report of Science Liaison Officer. 19 pp. Unpublished.

Bridge, J., M. Luc, dan R.A. Plowright. 1990. Nematoda parasit pada padi. hlm. 83-137. Dalam M. Luc, R.A. Sikora and J. Bridge (Eds.). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Cho, M.R., H.Y. Yeong, and Y.M. Choi. 2003. Research on potential of Pasteuria

(16)

root-knot nematodes in Korea. Home. rda.go.kr/eng/new/Myoung% 20Rae% 20cho’s% 20. paper doc. 11 pp. Dalmadiyo, G., B. Hari Adi, Supriyono, dan

A. S. K. Rachman 1998a. Tingkat ke-tahanan beberapa aksesi tembakau ter-hadap nematoda puru akar

(Meloido-gyne incognita) (Kofoid dan White)

Chitwood. Jurnal Penelitian Tanaman Industri III(56): 163-168.

Dalmadiyo, G., S. Rahayuningsih, B. Hari Adi, dan Supriyono. 1998b. Ketahanan empat galur tembakau temanggung terhadap penyakit layu bakteri, puru akar dan lanas. Jurnal Penelitian Ta-naman Industri III(5-6): 181-185. Daryanto. 2003. Status penyebaran dan

kerugian nematoda sista kuning pada tanaman kentang. Lokakarya Nema-toda Sista Kuning, Yogyakarta 11-12 Desember 2003. 8 hlm.

Departemen Pertanian. 2004. Rencana Strategis Pembangunan Pertanian Ta-hun 2005-2009. Draft 3. Departemen Pertanian, Jakarta. 45 hlm.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Kebijaksanaan pe-ngelolaan nematoda pada tanaman pangan dan hortikultura. Makalah pada Seminar Perhimpunan Nematologi In-donesia, Jember, 23-24 Juli 1996. 12 hlm. Djiwanti, R.S. and Momota. 1991. Parasitic nematodes associated with patchouli disease in West Java. Indust. Crops Res. J. 3(2): 31-34.

Duryatmo, S. 2003. Di bawah lindungan tomat liar. Trubus 405 Agustus 2003/ XXXIV. hlm. 68-69.

Evans, K. 1982. Water use, calcium uptake and tolerance of cyst nematode attack in potatoes. Potato Res. 25: 71-88. Franco, J., R. Montecinos, and N. Ortuno.

1992. Management strategies of

Na-cobbus aberrans. p. 240-248. In F.J.

Gommers and P.W.Th. Maas (Eds). Nematology from Molecule to Eco-system. Proc. Second International Nematology Congress, Veldhoven, the Netherlands, 11-17 August 1990. Fogain, R. and S.R. Gowen. 1996.

In-vestigations on possible mechanisms of resistance to nematodes in Musa. Euphytica 92: 375-381.

Giebel, J. 1992. Mechanisms of resistance to plant nematodes. Ann. Rev. Phyto-pathol. 20: 257-279.

Gommers, F.J. and J. Baker. 1993. Bio-technology in nematology. p. 123-131.

In J.E. Zadoks (Ed.). Modern Crop

Protection Developments and Pers-pectives. Wageningen Press.

Grainge, M. and S. Achmed . 1988. Hand-book of Plant with Pest Control Pro-perties. John Willey & Sons, NY. 470 pp.

Hadisoeganda, A.W. 1991. Pencaran, iden-tifikasi dan prevalensi nematoda beng-kak akar di sentra daerah penanaman sayuran dataran tinggi di Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura XX(3): 62-71.

Hallman, J., Quadt-Hallmann, Rodriguez-Kabana, and J.W. Kloepper. 2001. Interaction between Meloidogyne

in-cognita and endophytic bacteria in

cotton and cucumber. Soil Biol. Bio-chem. 30(7): 925 -937.

Hamid, A., Y. Nuryani, R. Kasim, D. Sitepu, P. Laksmanahardja, dan P. Wahid. 1989. Natar-1, Natar-2, Petaling-1 dan Peta-ling 2 adalah varietas-varietas lada yang cocok untuk daerah Lampung dan Bangka. Media Komunikasi Pene-litian dan Pengembangan Tanaman In-dustri.

Harni, R. , I. Mustika, dan S.B. Nazarudin 2000. Kajian teknik formulasi jamur pemangsa nematoda untuk

(17)

mengen-dalikan nematoda penyebab penyakit kuning lada. Laporan Penelitian Tanam-an Rempah dTanam-an Obat Tahun 1999/2000. Jumjunidang, A.M. Adnan, I. Mustika, dan M.S. Sinaga. 2002. Respons beberapa plasma nutfah pisang terhadap nema-toda parasit akar Radopholus similis Cobb. Jurnal Hortikultura 12(3): 172-177.

Koshy, P.K. and J. Bridge. 1990. Nematodes parasite of spices. p. 557-582. In M. Luc, R.A. Sikora, and J. Bridge (Eds.). Plant Parasitic Nematodes in Sub-tropical and Tropical Agriculture. Wallingford, UK. CAB International. Lisnawita, M.S. Sinaga, S. Mulyati, dan I.

Mustika. 1998. Analisis potensi siner-gisme Radopholus similis Cobb. dan

Fusarium oxysporum Schlecht, f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyd. & Hans.

dalam perkembangan layu fusarium pada pisang. Buletin Hama dan Pe-nyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian IPB. 10(2): 11-17.

Mariska, I. dan E.G. Lestari. 2003. Pe-manfaatan kultur in vitro untuk me-ningkatkan keragaman genetik tanam-an nilam. Jurnal Penelititanam-an dtanam-an Pengem-bangan Pertanian 22(2): 64-69. Marwoto, B. 1996. Nematoda bentuk ginjal

(Rotylenchulus reniformis Linford & Olivera) patogen potensial pada tanam-an tomat di Indonesia. Program Pasca-sarjana Institut Pertanian Bogor. 138 hlm.

Marwoto, B. dan I. Mustika. 1997. Penga-ruh pupuk kandang dan kelembaban tanah terhadap patogenisitas

Pasteu-ria penetrans terhadap inang

nema-toda bengkak akar. Prosiding Kongres XIV dan Seminar Nasional Perhim-punan Fitopatologi Indonesia. Palem-bang, 27-29 Oktober 1997. II: 190-196.

McKenry, M.V. and P.A. Roberts. 1985. Phytonematology Study Guide. Co-operative Extension Univ. of California. Division of Agriculture and Natural Re-sources. Publication 4045. 56 pp. Melakeberhan, H., J.W. Webster, R.C.

Brook, J.M. D’Auria, and M. Cacckette. 1987. Effect of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its influence on plant physiology of bean. J. Nematol. 19: 324-330.

Mulyadi. 1997. Pengaruh populasi nema-toda puru akar (Meloidogyne

grami-nicola) terhadap pertumbuhan dan

hasil padi. Jurnal Perlindungan Tanam-an Indonesia 3(1): 17-22.

Mulyadi dan B. Triman. 1997. Pengaruh penggenangan dan pengeringan ter-hadap populasi dan siklus hidup ne-matoda puru akar padi (Meloidogyne

graminicola). Jurnal Perlindungan

Ta-naman Indonesia 3(1): 42-47.

Mulyadi. 2003. Pengendalian nematoda sista kuning (Globodera

rostochien-sis). Makalah Lokakarya Nematoda

Sista Kuning, Yogyakarta, 11-12 De-sember 2003. 13 hlm.

Mustika, I. 1990. Studies on the Interaction of Meloidogyne incognita,

Radopho-lus similis and Fusarium solani on

Black Pepper (Piper nigrum L.). Thesis, Wageningen Agricultural University, the Netherlands. 127 pp.

Mustika, I., Y. Nuryani, dan O. Rostiana, 1991. Nematoda parasit pada beberapa kultivar nilam di Jawa Barat. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 4(1): 9-14.

Mustika, I. 1992. Plant parasitic nematodes associated with ginger (Zingiber

offi-cinale Rosch.) in North Sumatera. J.

Spice and Medicinal Crops 1(1): 38-42.

(18)

Mustika, I. and Y. Nuryani. 1993. Screening for resistance of four patchouli culti-vars to Radopholus similis. J. Spice and Medicinal Crops 1(2): 11-17.

Mustika, I. 1995. Serangan nematoda pada tanaman rempah dan obat. Media Komunikasi Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri 15: 28-33. Mustika, I., A. Rachmat, dan Suyanto. 1995.

Pengaruh pupuk, pestisida dan bahan organik terhadap pH tanah, populasi nematoda dan produksi nilam. Media Komunikasi Penelitian Tanaman Indus-tri 15: 70-74.

Mustika, I. 1998. Pemanfaatan bakteri

Pasteuria penetrans untuk

pengen-dalian nematoda Meloidogyne

incog-nita dan Radopholus similis. Laporan

RUT. Dewan Riset Nasional, Jakarta. 82 hlm.

Mustika, I. 1999. Pestisida nabati untuk mengendalikan nematoda parasit ta-naman. Dalam Pemanfaatan Pestisida Nabati. Perkembangan Teknologi Ta-naman Rempah dan Obat XI(2): 47-57. Mustika, I. dan S.B. Nazarudin. 1999. Ne-matoda pada tanaman nilam. Monograf Tanaman Nilam. Balai Penelitian Ta-naman Rempah dan Obat, Bogor. Mustika, I., B. Marwoto, R. Harni, dan B.S.

Nazarudin. 2001. Pengendalian nema-toda pada tanaman tomat dengan menggunakan tepung, pelet dan kom-pos akar tomat diinokulasi dengan bak-teri Pasteuria penetrans. Jurnal Biologi Indonesia 111(1): 23-31.

Mustika, I. dan R. Harni. 2001. Pengaruh ekstrak jarak (Ricinus communis) dan mimba (Azadirachta indica) terhadap

Pratylenchus brachyurus pada

tanam-an nilam. Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar IImiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Bogor, 22-24 Agustus 2001. hlm. 433-437.

Mustika, I., R.S. Djiwanti, R. Harni, S. Yulia-ni, A. Darmanto, D. Sudradjat, dan Her-wan. 2003. Pemanfatan Agensia Hayati, Bahan Organik, dan Pestisida Nabati untuk Mengendalikan Nematoda pada Tanaman Lada. Laporan Akhir Peneliti-an Kerja Sama Peneliti-antara Balai PenelitiPeneliti-an Tanaman Rempah dan Obat, PT Prima-sid Andalan Utama dan Proyek Pengka-jian Teknologi Peranian Partisipatif Pusat Tahun Anggaran 2002. 31 hlm. Nazarudin, S.B. dan I. Mustika. 1996.

Peng-gunaan jamur penjerat untuk pengen-dalian hayati Meloidogyne spp. pada jahe. Proc. Integrated Control of Main Disease of Industrial Crops, Bogor, 13-14 March 1996. p. 193-197.

Nuryani, Y., Ch. Syukur, R. Harni, Yelnititis, Repianyo, dan I. Mustika. 1999. Tang-gap beberapa klon nilam (Pogostemon

cablin Benth.) terhadap nematoda

pelubang akar (Radopholus similis Cobb.). Jurnal Penelitian Tanaman In-dustri 5(3): 103-106.

Nuryani, Y., I. Mustika, dan Ch. Syukur. 2001. Kandungan fenol dan lignin ta-naman nilam hibrida (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 7(4): 104-108. Nuryani, Y., Ch. Syukur, dan R. Harni. 2004.

Evaluasi ketahanan nilam hasil fusi ter-hadap nematoda (Pratylenchus

brach-yurus). Tidak dipublikasikan. 12 hlm.

Oostenbrink, M. 1972. Evaluation and in-tegration of nematode control me-thods. p. 497-514. In Economic Nema-tology. Academic Press, London. Pinochet, J. 1992. Breeding bananas for

resistance against lesion forming nema-todes. p. 157-169. In F.J. Gommer and P.W.Th. Maas. Nematology from Mole-cule to Ecosystem. European Society of Nematologists Inc., Invergrowie, Dundee, Scotland.

(19)

Plowright, R. and J. Bridge. 1990. Effect of

Meloidogyne graminicola

(nema-tode) on the establishment, growth and yield of rice cv. IR36. Nematologica 36: 81-89.

Price, T.V. 2000. Plant-parasitic nematodes. Integrated Pest Management for Small-holder Estate Crops Project. Plant Qu-arantine Component-Nematology. p. 27-34.

Pupuk Iskandar Muda. 1991. Perkem-bangan dan permasalahan usahatani nilam dan tanaman atsiri lain di Aceh. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pe-ngembangan Atsiri di Sumatera. Bukit-tinggi, 31 Agustus 1991. hlm. 36-47. Puskara. 1994. Upaya peningkatan peran

serta karantina pertanian dalam PJPT-II. Makalah dalam Rapat Teknis Nasi-onal Karantina Pertanian, Jakarta, 17-19 Januari 17-1994.

Puskara. 2000. Daftar Organisme Peng-ganggu Tumbuhan Potensial yang Di-laporkan Telah Terdapat di Dalam Wi-layah Republik Indonesia. Puskara, Jakarta. 328 hlm.

Rodriguez-Kabana, R. 1992. Cropping systems for the management of phyto-nematodes. p. 219-233. In F.J. Gommers and P.W.Th. Maas (Eds.). Nematology from Molecule to Ecosystem. Proc. Second International Nematology Congress, Veldhoven, the Netherlands, 11-17 August 1990.

Sasser, J.N. and C.C. Carter. 1985. Overview of the international Meloidogyne Pro-ject. In J.N. Sasser and C.C. Carter (Eds.). An Advanced Treatise on

Me-loidogyne. Vol. I. Biology and Control.

p. 19-24.

Sasser, J.N. and Freckman. 1987. A world perspection on nematology. The role of society. p. 7-14. In J.A. Veech and D.W. Dickson (Eds.). Vistas on

Nemato-logy: A Commemoration of Twenty Fifth Anniversary of the Society of Nema-tology. E.O. Painter Printing Co. Deleon Springs, Florida.

Sasser, J.N. 1989. Plant parasitic nema-todes. The farmer’s hidden enemy. A cooperation publication of the Depart-ment of Plant Pathology and the Con-sortium for International Crop Pro-tection. North Carolina State Univer-sity.115 pp.

Sayre, R.M. 1980. Promising organism for biological control of nematodes. Plant Dis. 64: 527-532.

Schmitt, P.P. 1985. Preliminary and advan-ced evaluation of nematicides. In J.N. Sasser and C.C. Carter (Eds.). An Ad-vanced Treatise on Meloidogyne. Vol. I. Biology and Control. North Carolina State University. Graphics, Raleigh, North Carolina. p. 241-246.

Schots, A. 1988. A Serological Approach to the Identification of Potato Cyst Nematodes. Thesis, Wageningen Agri-cultural University, the Netherlands. 118 pp.

Schmuterrer. 1995. The Neem Tree

Aza-dirachtin indica A. Juss. and Other

Meliaceous Plants. VCH Verlagsgesll-schaft mbH, D69451 Weinheim. 696 pp. Sitepu, D. and I. Mustika. 2000. Disease of black pepper and their management in Indonesia. p. 297-308. In P.N. Ravindran (Ed.). Black Pepper Piper nigrum. Medicinal and Aromatic Plants-Industrial Profiles. Harwood Academic Publishers, USA.

Sriwati, R. 1999. Ketahanan beberapa kultivar nilam (Pogostemon cablin Benth.) terhadap Pratylenchus

brach-yurus (Godfrey) Filipjev & Stekhoven.

Program Pascasarjana Institut Perta-nian Bogor. 42 hlm.

(20)

Stirling, G.R. 1993. Strategies for managing plant-parasitic nematodes on perennial crops. In M.Y. Ibrahim, C.F.J. Bong, and I.B. Ipor (Eds.). The Pepper Industry. Problems and Prospects. Universiti Pertanian Malaysia. p. 111-117. Swibawa, I.G. dan C. Ginting. Pembakaran

dan penyebaran sekam padi dan kopi pratanam untuk pengendalian nema-toda puru akar pada tanaman tomat. Prosiding Kongres Nasional dan Se-minar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang, 27-29 Oktober 1997. hlm. 174-177.

Tasma, I M. dan P. Wahid. 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap per-tumbuhan dan hasil nilam. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri XVI(3): 31-34.

Triman, B. dan Mulyadi. 2001. Pengen-dalian nematoda puru akar

(Meloido-gyne spp.) pada buncis dengan bakteri Pasteuria penetrans dan solarisasi.

Jurnal Perlindungan Tanaman Indo-nesia 7(1): 49-54.

van der Vecht, J. 1953. Op planten para-siterende aaltjes. Dalam L.G.E. Kals-hoven and J. van der Vecht (Eds.). De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Vol. 1, N.V. Uitgeverij, W. van Hoeve, ‘s Gravennhage/Bandoeng. p. 16-42.

Vilsoni, F., M.A. McClure, and L.D. Butler. 1978. Occurrence, host range and histo-pathology of Radopholus similis in ginger (Zingiber officinale). Plant Dis. Rep. 60(5): 417-420.

Volette, C., C. Andary, J.P. Geiger, J.L. Sarah, and M. Nicole. 1998. Histo-chemical and cytoHisto-chemical investi-gation of phenols in roots of banana infected by burrowing nematode

Radopholus similis. The American

Phytopathological Society.

Wallace, H.R. 1987. Effects of nematode parasites on photosynthesis. Vistas on Nematology. A Commemoration of Twenty Fifth Anniversary of the Society of Nematology. E.O. Painter Printing Co. Deleon Springs, Florida. p. 253-259.

Wiryadiputra, S., E. Sulistyowati, dan Soe-naryo. 1987. Penggunaan bahan orga-nik dan abu sekam padi untuk mengen-dalikan nematoda parasit di pembibitan kopi. Pelita Perkebunan 2(4): 146-151. Wiryadiputra, S. 1992. Strategi dan hasil

penelitian nematoda parasit pada ta-naman kopi di Indonesia. Makalah pada Seminar Nematologi Se-Jawa, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 3-5 Agustus 1992. 13 hlm. Wiryadiputra, S. dan R. Hulupi. 1997. Uji ketahanan varietas kopi arabika intro-duksi terhadap nematoda

Pratylen-chus coffeae. Risalah Kongres Nasional

XIII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Mataram, 25-27 September 1995. hlm. 223-228. Wiryadiputra, S. 1997a. Pengaruh

nema-tisida karbofuran dan etoprofos terha-dap populasi Pratylenchus coffae pada kopi robusta. Risalah Kongres Nasio-nal XIII dan Seminar IImiah Perhim-punan Fitopatologi Indonesia, Ma-taram, 25-27 September 1995. hlm. 229-233.

Wiryadiputra, S. 1997b. Pengelolaan nema-toda parasit dalam produksi kopi or-ganik untuk meningkatkan agribisnis kopi di Indonesia. Prosiding Kongres XIV dan Seminar Nasional Perhim-punan Fitopatologi Indonesia Vol II. Palembang, 27-29 Oktober 1997. hlm. 170-173.

Wiryadiputra, S. dan O. Atmawinata. 1998. Kopi (Coffea spp.). Dalam Pedoman Pengendalian Hama Terpadu Tanaman

(21)

Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pe-ngembangan Tanaman Industri, Bogor. hlm. 53-59.

Wiryadiputra, S. 2002. Pengaruh bionema-tisida berbahan aktif jamur

Paecilo-myces lilacinus strain 251 terhadap

serangan Pratylenchus coffeae pada kopi robusta. Jurnal Perlindungan Ta-naman Indonesia 8(1): 18-26.

Yudarsif, A. Faisal, dan A. Denian. 1994. Pengaruh pupuk dan jarak tanam ter-hadap produksi tanaman nilam

(Po-gostemon cablin Benth.) pada tanah

Podzolik Merah Kuning. Prosiding Se-minar Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Subbalai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Solok. hlm. 7-14.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil non tes siklus I yang diperoleh melalui deskripsi perilaku, catatan harian guru, catatan harian peserta didik, wawancara, dan dokumen foto, diketahui bahwa

[r]

5.4.2.4 Hasil evaluasi, rencana tindak lanjut, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan koordinasi lintas program dan lintas sektor.. 5.5.1.1 SK Kepala Puskesmas dan

(2) Pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan jenis pemeriksaan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan hubungan antara birokrasi dan politik yang sangat erat akan menjadi alat kepentingan di dalam pelaksanaan

muista Jee- susta Kristus- ta, kuolleista herätettyä / ylösnoussutta herättää kuolleista, (med./pass.) nousta kuol- leista 2. nousee toinen pappi nousta esiin joukosta

Bundesministerium für Familie, Senioren, Frauen und Jungen Öffentliche Beteiligung der Bevölkerung in Organisationen und Institutionenteilnehmende Aktiv Monitor