• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

http://digilib.unimus.ac.id | 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkiraan Waktu Kematian

Perkiraan waktu kematian dapat bermanfaat dalam kasus kriminal pada kasus pembunuhan tanpa saksi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya pembunuhan dan memastikan alibi tersangka.11 Hingga saat ini belum ditemukan cara memperkirakan waktu kematian secara absolut, semakin cepat pemeriksaan dilakukan pada tubuh jenazah, semakin akurat hasil yang didapatkan. Demikian pula sebaliknya, semakin terlambat pemeriksaan, hasilnya akan semakin melenceng dari waktu kematian yang sebenarnya. Oleh karena itu harus digunakan kombinasi cara perkiraan waktu kematian dari perubahan tubuh postmortem sehingga didapatkan hasil yang akurat.12

Gambar 2.1. Grafik rangkaian perubahan postmortem pada suhu lingkungan tertentu.6

(2)

http://digilib.unimus.ac.id | 6 Perubahan tubuh postmortem dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, yakni perubahan awal postmortem, pembusukan, dan skeletonisasi. Masing masing mempunyai karakter tersendiri sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian.13 Beberapa kondisi perubahan tubuh postmortem yang dapat memperkirakan waktu kematian dengan reliabel antara lain:11,12

1. Lebam mayat (livor mortis)

Ketika terjadi kematian, jantung tidak lagi memompa darah keseluruh tubuh dan tonus muskuler pembuluh darah menghilang. Akibatnya darah mengalami hipostasis (penurunan) menuju daerah tubuh terendah akibat pengaruh gravitasi.12,13 Keadaan ini menimbulkan lebam berwarna merah kebiruan yang hilang dengan penekanan. Peristiwa ini dikenal dengan nama lebam mayat.6,14

Kemunculan lebam mayat dapat menjadi indikator perkiraan lama waktu kematian, yakni 20 menit hingga 2 jam paska kematian. Lebam akan terus bertambah dan menetap pada 8-12 jam paska mati.11,12,15,16,17 Berikut disajikan tabel perkiraan lama kematian lebam mayat dari para penulis terdahulu (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Waktu munculnya lebam mayat dari berbagai referensi.11,12,15,16,17

Referensi Onset Maksimum

Dahlan15 1-2 jam 12 jam

Budiyanto16 20-30 menit 8-12 jam

Mun’im17 30 menit 8-12 jam

Dix12 20-30 menit 8-10 jam

Dimaio11 30 menit-2 jam 8-10 jam

Lebam mayat tidak selalu terlihat pada kondisi tertentu, bergantung pada usia, kondisi darah, dan keadaan lain.6 Warna lebam mayat berbeda-beda sesuai penyebab keracunan, seperti pada kasus keracunan karbon monoksida, sianida, dan hipotermia, lebam berwarna merah terang atau

(3)

http://digilib.unimus.ac.id | 7 merah muda. Warna coklat menunjukkan keracunan nitrobenzen atau potasium klorat.12

2. Kaku mayat (rigor mortis)

Saat kematian, tonus otot akan mulai menghilang, namun tetap dipertahankan oleh aktivitas pemecahan cadangan glikogen otot. Kaku mayat terjadi akibat habisnya cadangan glikogen otot sehingga aktin dan miosin menggumpal.12,15,16

Seluruh otot tubuh mulai kaku secara bersamaan setelah kematian, namun kekakuan ditandai dari kelompok otot kecil ke kelompok otot besar.12 Perkiraan saat kematian dari kaku mayat dapat ditentukan berdasarkan hal tersebut, yakni muncul 30 menit hingga 6 jam paska kematian dan maksimal pada 6-12 jam paska mati. Kaku mayat akan hilang pada 12 jam hingga 6 hari paska mati.11,12,15,16,17 Perkiraan lama kematian kaku mayat dari para penulis terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Waktu munculnya kaku mayat dari berbagai referensi. 11,12,15,16,17

Referensi Onset Maksimum Hilang Dahlan15 6 jam 12 jam 48-54 jam

Budiyanto16 2 jam 12 jam 12 jam

Mun’im17 2 jam 10-12 jam 36 jam

Dix12 1-3 jam 10-12 jam 24-36 jam

Dimaio11 30 menit-2 jam 6-12 jam 36 jam-6 hari

Dibawah ini adalah indikator pemeriksaan yang digunakan pada temperatur rata-rata: 14

a. Jika tubuh terasa hangat dan lemas, kematian terjadi kurang dari 3 jam. b. Jika tubuh terasa hangat dan kaku, kematian terjadi 3 hingga 8 jam. c. Jika tubuh terasa dingin dan kaku, kematian terjadi 8 hingga 36 jam. d. Jika tubuh terasa dingin dan lemas, kematian terjadi lebih dari 36 jam.

(4)

http://digilib.unimus.ac.id | 8 Faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain umur, aktivitas fisik sebelum mati, persediaan glikogen, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot kecil dan suhu lingkungan tinggi.15,16

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Menurut Hukum Newton, penurunan suhu tubuh terjadi karena energi dari tubuh yang hangat berpindah ke lingkungan yang lebih dingin. Namun, tubuh bukanlah struktur yang sama dengan benda lain. Suhu jenazah tidak turun secara datar dan sulit diperkirakan karena bergantung pada lingkungan tempatnya ditemukan, sehingga suhu tubuh menurun dalam kecepatan yang berbeda.6,14 Penurunan suhu tubuh bergantung pada beberapa faktor, antara lain suhu tubuh awal, dimensi tubuh, postur tubuh, pakaian dan penutup, temperatur lingkungan, pergerakan udara dan kelembaban, medium di sekitar tubuh, dan perdarahan.14

Gambar 2.2. Grafik penurunan suhu tubuh.14

Penurunan suhu tubuh dapat digunakan dalam memperkirakan waktu kematian dengan asumsi suhu tubuh mengalami penurunan sekitar 1,5oF per jam atau kurang dari 1oC per jam. Dengan beragamnya faktor yang mempengaruhi penurunan suhu tubuh tersebut, maka dibutuhkan metode

Keterangan: Tubuh dalam keadaan: (A) normal (B) obesitas (C) berpakaian tebal (D) tubuh kurus (E) telanjang (F) hipotermi (G) demam

(5)

http://digilib.unimus.ac.id | 9 yang mendekati akurat dalam memperkirakan waktu kematian. Metode yang sering digunakan antara lain metode termometri, metode nomogram, dan Multiple-site serial measurement methods.14

4. Pembusukan (Decomposition)

Gambar 2.3. Tahap jenazah setelah kematian.14

Tubuh paska kematian mengalami proses penguraian menjadi beberapa komponen yang disebut pembusukan.6 Proses pembusukan secara umum terdiri dari tiga proses, yakni autolisis, putrefaksi, dan diagenesis (skeletonisasi).6,14 Pada autolisis, tubuh terdigesti oleh enzim seperti lipase, protease, dan karbohidrase. Proses ini membutuhkan kecepatan yang berbeda-beda bergantung jenis organnya. Nutrien hasil dari proses ini akan menjadi sumber makanan bagi bakteri.12,14

Beberapa gas seperti hidrogen sulfida, sulfur dioksida, karbon dioksida, metana, amonia, dan hidrogen, beserta hasil fermentasi anaerobik seperi volatil propionat dan asam butirat adalah hasil proses putrefaksi.6,14 Tubuh yang mengalami pembusukan oleh bakteri dirombak

(6)

http://digilib.unimus.ac.id | 10 menjadi asam lemak. Produk-produk hasil pembusukan antara lain asam lemak, skatole, purtresin, dan kadaverin. Saat jaringan lunak menghilang, material tulang dihancurkan oleh kondisi lingkungan menjadi tanah.14 Kecepatan pembusukan bergantung pada suhu. Rumus yang digunakan untuk menghitung waktu pembusukan tubuh menjadi tulang berdasarkan suhu adalah: 14

Keterangan:

Y : jumlah hari dalam mumifikasi atau skeletonisasi X : rata-rata suhu sebelum mayat ditemukan

B. Pembusukan Mayat 1. Pendahuluan

Pembusukan adalah campuran dari proses internal dan proses eksternal. Proses internal yakni ketika autolisis yang berlangsung dalam sel atau jaringan itu sendiri. Proses eksternal terjadi dengan peranan bakteri dan jamur. Proses pembusukan ini mengundang serangga mendatangi mayat.6,14,18

Kecepatan pembusukan bervariasi dalam keadaan dan iklim yang berbeda. Proses pembusukan dipengaruhi oleh faktor interna dan eksterna. Faktor interna yang berpengaruh antara lain umur, sebab kematian dan keadaan mayat. Sedangkan faktor eksterna yang berpengaruh adalah mikroorganisme, suhu di sekitar jenazah, kelembaban udara dan medium tempat jenazah berada.18

(7)

http://digilib.unimus.ac.id | 11 Tabel 2.3. Faktor yang mempercepat atau memperlambat kecepatan

pembusukan.18

Faktor yang mempengaruhi pembusukan Mempercepat Memperlambat

Suplai oksigen Lancar Terbatas

Suhu Hangat (15-37oC) Dingin (<10oC)

Kelembaban udara Tinggi Rendah

Keberadaan detritivora invertebrata Ada Tidak

Keberadaan predator Memakan mayat Memakan detritivora

Adanya perlukaan Ada Tidak

Bentuk luka bakar Rekahan kulit Kulit terkarbonisasi

Obesitas Ya Tidak

Septikemia / myasis sebelum kematian Ya Tidak

Lokasi Terekspos udara Terkubur dalam

tanah atau tenggelam

Keadaan lain Tergeletak di tanah Mumifikasi, Adiposera, Tergantung

2. Tahap pembusukan a. Pembusukan di darat

Tubuh jenazah mengalami lima tahap pembusukan postmortem. Tidak ada perbedaan yang nyata dan tidak ada durasi yang jelas antar tahap dengan tahap yang lain. Jenis serangga yang terdapat dalam penelitian ini adalah serangga yang berasal dari Amerika Utara. Tahap perubahan postmortem tersebut antara lain: 8,18,19

1) Tahap 1: Fresh stage

Tahap ini dimulai dari saat awal kematian hingga kemunculan tanda bloating. Tanda-tanda awal kematian seperti kaku mayat maupun lebam mayat mungkin terlihat.18 Organisme pertama yang mendatangi jenazah adalah blowflies (Calliphoridae).19

(8)

http://digilib.unimus.ac.id | 12 2) Tahap 2: Bloated Stage

Penguraian tubuh berlanjut akibat aktivitas bakteri atau putrefaksi sehingga tahap ini mudah dibedakan dengan tahap lainnya.18,19 Gas yang menyebabkan jenazah menggembung dihasilkan oleh metabolisme bakteri anaerob. Tahap ini diawali dengan pembengkakan abdomen dan kemudian seluruh tubuh menjadi membengkak. Pada tahap ini semakin banyak blowflies yang tertarik karena bau gas yang dihasilkan jenazah.19 Vass et al. (1992, 2004) menemukan bahwa beberapa serangga tertarik karena bau makanannya. Rove beetle (Staphylinidae) misalnya, tertarik pada jenazah karena ia adalah predator telur dan larva lalat. 20,21

3) Tahap 3: Active decay stage

Pada tahap ini ditemui kulit-kulit terlepas. Hal ini disebabkan karena gas pembusukan yang mulai keluar dari tubuh. Gas-gas ini menyebabkan beberapa serangga tertarik, antara lain silphid beetle, seperti Nicrophorus humator, Hister cadaverinus, dan Saprinus rotundatus, serta lalat kelas Muscidae, Hydrotaea capensis.18,19

4) Tahap 4: Post-decay / Advanced decay stage

Pada tahap pembusukan selanjutnya, yang tersisa adalah bagian tubuh seperti kulit, tulang rawan, tulang, dan usus sementara jaringan tubuh lain mengering. Indikator utama tahap ini adalah bertambahnya kemunculan kumbang dan berkurangnya dominasi lalat (Diptera) pada mayat.19

5) Tahap 5: Dry or remain stage/ Putrid dry remains/ Skeletonization Pada tahap ini, pada mayat hanya tersisa rambut dan tulang. Tidak ada serangga yang khas pada tahap ini, meskipun dalam beberapa kasus dapat ditemukan kumbang dari famili Nitidulidae.

(9)

http://digilib.unimus.ac.id | 13 Proses pembusukan berjalan lambat karena telah memasuki tahap akhir pembusukan.18 Beberapa komponen yang ditinggalkan antara lain tulang tungkai dan kaki, tengkorak, dan tulang iga.19

Tabel 2.4. Koloni serangga di setiap tahap pembusukan.18

Tahap Pembusukan Koloni serangga

Fresh stage Telur dan 1st instar larva blowfly 1st instar larva fleshfly

Burying beetle dewasa

Bloat stage Telur + 1st, 2nd, 3rd instar larva blowfly 1st, 2nd, 3rd instar larva fleshfly

Burying beetle larva dan dewasa Histerid beetle larva dan dewasa

Active decay dan Advance decay Tidak ada telur blowfly

2nd, 3rd instar larva blowfly 2nd, 3rd instar larva fleshfly

Larva blowfly dan fleshfly meninggalkan mayat untuk berubah menjadi pupa

Histerid beetle larva dan dewasa

Larva Eristalid fly Larva Phorid fly Larva Piophilid fly

Skeletonization Tidak ada larva blowfly Larva Stratiomyid fly

Dermestid beetle larva dan dewasa

Larva ngengat Tineid Larva ngengat Pyralid

b. Pembusukan di air

Pada jenazah yang tenggelam di air, pembusukan yang terjadi berkecepatan setengah dari pembusukan di udara karena suhu yang lebih dingin sehingga terjadi penghambatan aktivitas serangga.14 Di air, terjadi lima tahap pembusukan dengan tambahan tahap floating decay. Tahap ini terjadi ketika jenazah muncul di permukaan air,

(10)

http://digilib.unimus.ac.id | 14 sehingga tanda tahap ini sangat khas. Tidak hanya serangga akuatik saja yang berperan dalam tahap ini, namun ada juga serangga darat yang berkoloni di tubuh jenazah.19

Berdasarkan penelitian pada babi (Sus scrofa) yang tenggelam pada bulan Juni hingga November, Payne and King (1972) mengelompokkan pembusukan di lingkungan air menjadi enam tahap, yakni submerged fresh, early floating, floating decay, bloated deterioration, floating remains, dan sunken remains. 3,6,8,14,19,22

Gambar 2.4. Perbedaan tahap pembusukan di darat dan di air.3

1) Tahap 1: Submerged Fresh

Tahap ini dimulai saat bangkai mulai tenggelam hingga menggembung dan muncul ke permukaan. Bangkai mulai muncul ke permukaan dalam waktu 2 hingga 13 hari. Serangga akuatik seperti hydropsychid caddisflies (Trichoptera: Hydropsychidae), chironomid midges (Diptera: Chironomidae), dan heptageniid mayflies (Ephemeroptera: Heptageniidae) ditemukan pada bangkai saat tahap ini berlangsung.

(11)

http://digilib.unimus.ac.id | 15 2) Tahap 2: Early Floating

Akibat dorongan yang berasal dari pertambahan jumlah gas yang diproduksi bakteri di abdomen, bangkai mengapung dipermukaan air. Bangkai yang muncul di permukaan air akan di datangi oleh serangga-serangga darat, seperti lalat dari famili Calliphoridae, Muscidae, dan Sarcophagidae yang menaruh telur-telur mereka. Predator seperti kumbang dari famili Silphidae dan Staphylinidae akan datang unuk memangsa telur dan larva lalat. Famili Vespidae umumnya memangsa larva dan lalat dewasa. Beberapa serangga akuatik juga dapat ditemukan pada bangkai. Tahap ini terjadi selama 6 hingga 8 hari. Pada tahap ini bau busuk sangat tercium dan menyebar. Jaringan berubah dari warna merah muda menjadi hijau kebiruan. Cairan kuning dan gas keluar dari anus. Alga dan periphyton tumbuh secara signifikan pada bangkai.

3) Tahap 3: Floating Decay

Aktivitas makan yang besar dari larva Calliphoridae pada bangkai yang mengapung menyebabkan banyak kulit terbuka. Beberapa koloni kumbang silphid, staphylinid, dan histerid banyak berdatangan untuk memangsa. Dapat ditemukan juga beberapa serangga akuatik pada tahap ini. Tahap ini berlangsung 8 hari pada habitat kolam dan 24 hari pada habitat sungai.

4) Tahap 4: Bloated Deterioration

Pada tahap ini jaringan yang terekspos di permukaan air telah hilang akibat aktivitas makan larva blow fly. Sebaliknya, bangkai yang tenggelam banyak didatangi oleh koloni serangga akuatik seperti chironomid dan larva black fly. Terjadi disartikulasi pada kaki belakang, darah dan cairan lain keluar dari lubang tubuh,

(12)

http://digilib.unimus.ac.id | 16 sebagian besar belahan daging terlepas, dan terjadi ulserasi berat pada dinding abdomen. Tahap ini berlangsung selama 8 hingga 12 hari.

5) Tahap 5: Floating Remains

Pada tahap ini, bagian bangkai yang terapung di permukaan air terlihat aktivitas larva lalat famili Calliphoridae. Hal ini mungkin disebabkan oleh migrasi larva, kematian karena tenggelam, pemangsaan larva lalat dari organisme air atau serangga darat yang lain. Pada bangkai terlihat pengelupasan total jaringan dan disartikulasi jari dan tulang anggota gerak. Organisme akuatik yang terdapat dalam tahap ini antara lain larva chironomid midge, beberapa larva black fly, dan beberapa predator vertebrata seperti sunfish (Centrarchidae), dace (Cyprinidae), dan sculpin (Cottidae), yang memakan bangkai atau macroinvertebrata disekitar bangkai. Beberapa organisme lain seperti amfibi, ikan dan cerpelai (Mustela vison) juga terlihat memangsa bangkai. Tahap ini berlangsung selama 4 hingga 20 hari.

6) Tahap 6: Sunken Remains

Lama tahap ini cukup variatif, namun dapat diidentifikasi dari penampilan yang hanya menyisakan tulang dan sedikit kulit. Pembusukan dilanjutkan oleh bakteri dan jamur, serta ditemukan tengkorak yang telah terdisartikulasi. Beberapa organisme akuatik juga terlihat disekitar bangkai.

(13)

http://digilib.unimus.ac.id | 17 C. Lalat

Lalat masuk dalam ordo Diptera, kelas Insecta dan filum Arthropoda. Mereka dibedakan dari serangga lainnya dari sepasang sayapnya yang menempel di mesothorax dan sepasang sayap belakang yang berupahalter.23 Peranan lalat dalam ekosistem antara lain sebagai agen penyerbukan, agen pembusukan, dan makanan bagi hewan lain. Namun karena modifikasi lingkungan oleh manusia, lalat berubah menjadi sumber penyakit dan parasit. Beberapa lalat menyerang manusia dengan menghisap darah atau menyerang jaringan tubuh dengan parasit yang dibawanya. Invasi jaringan yang disebabkan oleh larva lalat disebu myasis.8

1. Klasifikasi

Lalat (Diptera) memiliki beberapa subordo, yaitu Nematocera, Brachycera, Cyclorapha, Acalyptratae, dan Calyptratae. Beberapa famili yang memiliki peran penting dalam entomologi forensik adalah Calliphoridae, Sarcophagidae dan Muscidae. Ketiganya tergolong dalam subordo Cyclorapha.8,9

a. Famili Sarcophagidae

Anggota famili ini sering disebut flesh flies, dua genus yang umumnya menyebabkan myasis adalah Sarcophaga dan Wohlfahrtia. Lalat betina pada famili ini larvipara, yakni lebih sering meletakkan larva 1st instar daripada bertelur.8,9

(14)

http://digilib.unimus.ac.id | 18 Gambar 2.5. Famili Sarcophagidae.8

(A)Larva matur Sarcophaga haemorrhoidalis, (B) Spirakel posterior dari famili

Sarcophagidae, (C) Lalat Sarcophaga haemorrhoidalis.

Spesies pada genus Sarcophaga berkembang biak pada kotoran, bangkai, dan benda lain yang membusuk. Beberapa lalat menyebabkan myiasis, namun sangat jarang ditemui. Sarcophaga haemorrhoidalis adalah salah satu spesies paling umum yang berkembang biak pada kotoran manusia.8

b. Famili Calliphoridae

Famili ini memegang peranan penting di bidang entomologi forensik, terutama dalam memperkirakan waktu kematian. Terdapat lebih dari 1000 spesies yang tersebar diseluruh dunia.14 Pada beberapa sumber, disebutkan bahwa lalat yang berasal dari famili Calliphoridae merupakan lalat yang paling awal mendatangi mayat.14,24,25

(15)

http://digilib.unimus.ac.id | 19 Gambar 2.6. Famili Calliphoridae.8

(A) Larva matur Chrysomya, (B) Larva matur ‘hairy maggot’ Chrysomya albiceps, (C) Spirakel posterior dari famili Calliphoridae, (D) Lalat Chrysomya megacephala.

c. Famili Muscidae

Famili Muscidae mempunyai penyebaran di seluruh dunia. Beberapa spesies lalat Muscidae memiliki kepentingan medis karena mempunyai hubungan erat dengan tempat tinggal manusia. Larva ini hinggap di tempat yang kotor dan membawa bibit penyakit yang ditularkan secara mekanik ketika hinggap di makanan yang dikonsumsi manusia.8

(16)

http://digilib.unimus.ac.id | 20 Gambar 2.7. Famili Muscidae.8

(A)Larva matur Musca domestica, (B) Spirakel posterior dari famili Muscidae, (C) Lalat Musca domestica.

Beberapa kasus forensik sering berhubungan dengan famili Muscidae. Hal ini dikarenakan habitat lalat yang berada disekitar manusia. Famili ini menyukai kotoran manusia, oleh karena itu lalat ini sering ditemukan pada mayat dengan isi usus terbuka. Salah satu spesies, Musca domestica, bertelur 100-150 buah per hari. Pertumbuhan larva Musca domestica sangat dipengaruhi oleh faktor suhu lingkungan sekitarnya.8,9

Tubuh larva Muscidae terdiri dari bilobed pseudocephalon, tiga segmen toraks (TI-TIII), tujuh segmen abdomen (AI–AVII), dan anal division (AD). Larva 3rd instar dibedakan dari keberadaan spirakel anterior.26

(17)

http://digilib.unimus.ac.id | 21 Gambar 2.8. Struktur larva 3rd instar Musca domestica.27

A – spirakel posterior, B – spirakel anterior, C – lokomotor, 1,2,dst. – segmen tubuh

1) Genus Ophyra

Genus ini muncul pada jenazah saat periode fermentasi amonia, yaitu sekitar 4 hingga 8 bulan paska kematian. Telurnya berukuran panjang 1 mm dan lebar 0,3 mm, berbentuk oval ramping dengan sepasang tonjolan longitudinal pada permukaan ventral dan mempunyai tekstur heksagonal. Larvanya berukuran panjang 12,5 mm dan lebar 2 mm, berwarna putih dengan kulit tebal dan keras. Larva Ophyra tumbuh pada kotoran, feses, sampah, dan mayat. Larva 2rd dan 3rd instar sering menjadi kanibal dan menyerang larva lain yang hidup di medium tersebut, termasuk larva Musca domestica dan Muscidae lain.

Beberapa spesies yang masuk ke dalam genus ini adalah Ophyra capensis, Ophyra leucostoma, dan Hydrotaea dentipes.8

2) Genus Muscina

Genus ini mempunyai kemiripan dengan Musca, perbedaannya adalah ia mempunyai ujung vena sayapnya yang melingkar. Lalat berwarna biru dengan abdomen bersisik dan pucuk kemerahan pada skutelumnya.

Umumnya, lalat dari genus ini menyukai feses dan bangkai hewan atau manusia. Keistimewaan spesies Muscina adalah ia bertelur tanpa terpengaruh ketebalan tanah yang menutupi mayat.

(18)

http://digilib.unimus.ac.id | 22 Telur diletakkan di permukaan tanah dan ketika menetas dan larva akan berpindah ke bawah hingga mencapai mayat.

Beberapa spesies yang masuk ke dalam genus ini adalah Muscina stabulans dan Muscina pabulorum.8

3) Genus Musca

Genus ini memiliki dua spesies yang berperan dalam entomologi forensik, yakni Musca domestica dan Musca autumnalis.8

a) Musca domestica

Musca domestica dikenal sebagai lalat rumah (housefly). Ia adalah spesies yang tinggal di sekitar manusia di seluruh dunia. Lalat dewasa berukuran 6-7 mm dan berwarna abu-abu. Umumnya lalat ini ditemui pada manusia, makanan, sampah, dan feses.

Musca domestica jarang bertelur pada jenazah yang masih baru karena biasanya baru akan tertarik saat cairan tubuh jenazah mulai keluar, misalnya saat isi usus terekspos. Telur yang diletakkan lalat betina berkisar antara 100-150 telur per hari dengan total 1000 telur. Laju pertumbuhan larva bervariasi bergantung pada temperatur sekitar.8 Pada suhu yang optimal, pertumbuhan larva dapat terjadi dalam waktu delapan hari. Pertumbuhan larva paling lama terjadi dalam waktu 10-14 hari.27

(19)

http://digilib.unimus.ac.id | 23 Gambar 2.9. Siklus hidup Musca domestica.27

b) Musca autumnalis

Musca autumnalis dikenal juga sebagai lalat wajah (face-fly). Lalat ini dikenal sebagai parasit pada hewan ternak karena tertarik pada sekresi tubuh dan seringkali menimbulkan iritasi pada mata dan moncong ternak.

Lalat ini mirip dengan Musca domestica, sehingga sulit dibedakan. Pada akhir musim dingin, lalat dewasa sering menarik perhatian karena bergerombol dalam jumlah besar di tempat tertentu. Larvanya sering ditemukan pada gelombang kedatangan serangga pertama, biasanya pada jenazah yang masih baru.8

(20)

http://digilib.unimus.ac.id | 24 2. Siklus hidup

Penelitian tentang serangga imatur sangat penting didalam entomologi forensik. Identifikasi spesies serangga menjadi langkah krusial dalam perkiraan waktu kematian karena tiap serangga mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda. Siklus hidup lalat terdiri dari telur, larva, pupa, dan lalat dewasa.19,24

a. Telur

Umumnya ketika bertelur, jumlah telur yang dikeluarkan lalat adalah sekitar 150–200 buah.28 Waktu yang dibutuhkan hingga telur menetas adalah satu hari.29 Telur lalat mempunyai struktur sebagai berikut: 28 1) Chorion: Melapisi bagian luar telur.

2) Micropyle: lubang pada ujung anterior telur yang berungsi sebagai tempat masuknya spermatozoa.

3) Plastron: membran sel di dalam korion dan di sekeliling sitoplasma.

4) Hatching line: garis longitudinal tempat pecahnya telur sebagai tempat keluarnya larva.

b. Larva

Larva lalat adalah larva yang tidak memiliki kaki (apodous).30 Larva lalat memiliki tiga tahap instar. Pada masing-masing tahap, larva akan mengalami perubahan dalam ukuran tubuhnya. Ciri yang dapat membedakan tiap tahap instar larva adalah jumlah belahan spirakel posterior, yang digunakan larva untuk respirasi.29

(21)

http://digilib.unimus.ac.id | 25 Gambar 2.10 Perkembangan larva lalat.31

1) 1st instar

Pada tahap ini, spirakel posterior larva memperlihatkan satu belahan. Ukuran larva kurang dari 2 mm. Larva mulai memakan bagian yang berair dari mayat. Tahap ini berlangsung dalam satu hari.28,29

2) 2nd instar

Terlihat dua belahan pada spirakel posterior. Tahap ini berlangsung dalam satu hari. Larva berukuran 2–9 mm dan mulai membentuk koloni larva yang disebut maggot mass.29 Maggott mass mengakibatkan peningkatan temperatur disekitar akibat pergerakan dari larva. Pada beberapa penelitian, temperatur pada maggot mass mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi lebih cepat.32

3) 3rd instar

Larva pada tahap ini mempunyai ukuran terbesar, yakni sekitar 9– 22 mm.29 Terdapat tiga belahan spirakel posterior yang terlihat pada tahap ini. Pada pertengahan tahap ini, sekitar dua hari, larva akan berhenti makan dan bermigrasi ketempat gelap dan dingin untuk menjadi pupa, yang disebut juga tahap post-feeding larva.

(22)

http://digilib.unimus.ac.id | 26 Migrasi larva dapat terjadi sejauh 6,4-30 meter dari bangkai dan berlangsung selama empat hari.26

Gambar 2.11. Struktur larva secara umum.31

c. Pupa

Gambar 2.12. Fase pupa.31

(A) Permukaan dorsal, (B) Struktur bagian dalam pupa, (C) Pupa yang terbuka di bagian anterior setelah keluarnya imago.

Pupa merupakan tahap transformasi dari bentuk larva menjadi lalat dewasa.29 Kulit pupa dapat berubah warna dan bentuknya seiring waktu. Pupa yang berbentuk oval pada awalnya dapat berubah menjadi

(23)

http://digilib.unimus.ac.id | 27 bentuk cerutu. Warna pupa juga berubah dari warna merah kecoklatan menjadi warna coklat gelap/ kehitaman. Perubahan warna pupa dapat menjadi indikator perkiraan waktu kematian namun tidak akurat. Tahap pupa berlangsung selama 10 hari.26

d. Dewasa

Setelah menetas dari pupa, lalat dewasa akan memulai siklus hidupnya lagi dengan bertelur.29

D. Pengaruh Lingkungan pada Pertumbuhan Larva Lalat

Ketika serangga digunakan untuk indikator perkiraan waktu kematian, terdapat dua hal yang mempengaruhi. Hal pertama berkaitan dengan waktu peletakan telur dan yang kedua berkaitan dengan pertumbuhan tiap spesies. Pertumbuhan serangga dipengaruhi banyak faktor eksternal seperti suhu, paparan cahaya, kelembaban, dan lokasi penemuan serta kondisi jenazah.33,34 a. Temperatur dan Kelembaban

Pertumbuhan dan perkembangan setiap organisme tentu dipengaruhi oleh temperatur. Pada penelitian Ismail (2007), pembiakan larva lalat pada suhu 33oC menunjukkan pertumbuhan yang optimal. Waktu pertumbuhan pun lebih pendek dari 8-9 hari menjadi 5 hari.35

Faktor lain seperti maggott mass mengakibatkan peningkatan temperatur disekitar akibat pergerakan dari larva. Peningkatan suhu pada maggot mass mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi lebih cepat.32,34

Kelembaban udara juga berperan penting dalam pertumbuhan larva lalat. Ismail (2007) membuktikan bahwa pertumbuhan larva optimal ketika kelembaban udara mencapai 76%.35

b. Paparan cahaya

Perilaku lalat betina dipengaruhi oleh paparan cahaya dalam meletakkan telurnya. Pertumbuhan larva lalat juga dipengaruhi paparan cahaya. Masing-masing spesies mempunyai karakteristik yang berbeda.

(24)

http://digilib.unimus.ac.id | 28 Sebagai contoh, Calliphora menyukai kondisi gelap, sedangkan Lucilia dan Sarcophaga lebih menyukai paparan cahaya matahari.34

c. Lokasi penemuan dan kondisi jenazah

Lingkungan dan kondisi mayat mempengaruhi suksesi serangga pada mayat. Ketika mayat tergeletak di tanah, serangga mudah mendatangi mayat. Apabila mayat dalam keadaan terkubur di dalam tanah atau tenggelam di air, keberadaan mayat menjadi tersembunyi sehingga serangga sulit menemukanya. Perbandingan derajat pembusukan di udara:air:tanah adalah 1:2:8.3,16,34,36

Lingkungan darat (terestrial) memiliki ciri adanya aliran udara, keadaan tanah, kondisi cuaca dan organisme yang beragam. Lingkungan terestrial pantai mempunyai karakter: 37

a. Angin kencang dengan hembusan garam b. Kadar garam tinggi dalam tanah

c. Porositas tinggi

d. Pergerakan pasir yang bebas

Wilayah pantai berpasir merupakan batas antara daratan dan lautan. Daerah sejauh 1 km dari garis pantai pada saat pasang air laut masih dipengaruhi oleh proses laut dan menghasilkan sistem ekologi yang unik.37 Lingkungan air tawar memiliki konsentrasi garam yang rendah (kurang dari 1%). Habitat air tawar dibedakan menjadi habitat kolam/danau, sungai, dan rawa. Habitat sungai adalah perairan yang mengalir menuju satu arah. Air sungai berkarakteristik bersih, berkadar oksigen tinggi, dan mengandung beragam organisme air tawar.38

Penemuan kasus kematian di laut sangat jarang. Biasanya mayat ditemukan dengan anggota tubuh terpisah karena peranan dari organisme laut. Kondisi ini sering menyulitkan dalam proses identifikasi.3 Lingkungan laut mempunyai suhu permukaan maksimal 27oC dan derajat salinitas 36,5%.39

(25)

http://digilib.unimus.ac.id | 29 Pembusukan di lingkungan akuatik dua kali lebih lambat daripada pembusukan di daratan.6 Jenazah di air tawar lebih cepat membusuk daripada pembusukan jenazah di air laut.8,40

Penelitian Wahyu et al (2009) menunjukkan genus larva lalat yang ditemukan pada bangkai tikus wistar diletakan di air tawar adalah Cochliomyia (31,6%) dan Chrysomya (1,8%). Sedangkan genus larva lalat di air laut adalah Cochliomyia (32%) dan Chrysomyia (1,3%). Hal ini dipengaruhi faktor eksterna seperti cuaca, musim dan temperatur.41

Pertumbuhan larva lalat juga dipengaruhi oleh kontaminan. Beberapa penelitian seperti Faizal et al (2011) menunjukkan bahwa pada media tumbuh yang dipapar morfin dosis letal menunjukkan hasil pertumbuhan larva baik panjang maupun berat lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pertumbuhan larva pada media tumbuh yang tidak dipapar morfin dosis letal dengan durasi pencapaian stadium lebih cepat.42

Variabel utama yang mempengaruhi pembusukan jenazah yang ditemukan di lingkungan akuatik dapat dilihat pada Tabel 2.3. Beberapa parameter fisika dan kimia air seperti suhu, arus air, konsentrasi oksigen, serta faktor lain dari jenazah itu sendiri, tidak hanya berperan dalam proses pembusukan, namun juga mempengaruhi arah pembusukan. Pembusukan ini di perantarai oleh mekanisme biologi seperti interaksi mikroba dan makroinvertebrata.3

Tabel 2.5. Faktor lingkungan dan faktor mayat yang mempengaruhi pembusukan postmortem pada bangkai yang ditemukan di air tawar dan

air laut.3

Faktor Lingkungan Faktor Mayat

Suhu air Pakaian

Arus atau gelombang Trauma

Lumpur Berat badan

Salinitas Tenggelam atau terapung

Konsentrasi oksigen Organisme akuatik

(26)

http://digilib.unimus.ac.id | 30 E. KERANGKA TEORI

F. KERANGKA KONSEP

Daging sapi yang diletakkan di darat

Daging sapi yang diletakkan di air tawar

Daging sapi yang diletakkan di air laut Pertumbuhan

Larva Lalat

Pertumbuhan Larva Lalat Pembusukan (Decomposition) Pertumbuhan Larva Lalat Pertumbuhan Larva Lalat Waktu Kematian Faktor yang mempengaruhi

Pertumbuhan Larva Lalat Perkiraan Waktu Kematian

(Post Mortem Interval)

Pertumbuhan Larva Lalat Penurunan Suhu Mayat

(Algor Mortis) Pembusukan (Decomposition) Lebam Mayat (Livor Mortis) Faktor Eksterna : - Kelembaban - Temperatur - Paparan cahaya - Keberadaan

Mayat: darat, air tawar, air laut

Kaku Mayat (Rigor Mortis)

Faktor Interna : Karakter Genus Lalat

(27)

http://digilib.unimus.ac.id | 31 G. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab pendahuluan dan tinjauan pustaka, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :

Ada perbedaan pertumbuhan larva Musca sp. pada beberapa medium dengan asumsi pertumbuhan larva Musca sp. di darat > air tawar > air laut.

Gambar

Gambar 2.1. Grafik rangkaian perubahan postmortem pada suhu lingkungan  tertentu. 6
Tabel 2.1. Waktu munculnya lebam mayat dari berbagai  referensi. 11,12,15,16,17
Tabel 2.2. Waktu munculnya kaku mayat dari berbagai referensi.
Gambar 2.2. Grafik penurunan suhu tubuh. 14
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya buku-buku yang ada diletakkan di rak tanpa diatur sesuai aturan perpustakaan, belum dibuatkan nomor inventaris/registrasi buku sesuai aturan perpustakaan,

--- Bahwa mereka terdakwa I FERY WANDI MARPAUNG Alias CHIES, terdakwa II ROLES SIMANJUNTAK Alias ROLES, terdakwa III ROCKY IRAWAN ARITONANG, terdakwa IV HENDRA

 Guru membimbing siswa dengan cara scaffolding, hingga siswa menemukan keterhubungan antara kedua matriks jika hasil kali kedua matriks merupakan matriks Identitas.. 

Karena pelanggan di pasar tradisional menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang memiliki struktur yang berbeda dengan bahasa Inggris ketika mereka

a) Fungsi gudang (merupakan fungsi penyimpanan): mengajukan permintaan pembelian dan menyimpan barang yang telah diterima oleh fungsi penerimaan. b) Fungsi pembelian

tenaga surya saat muatan yang diangkut terlalu berat... 2) Proyek Superbus Beralih ke transportasi umum. Sebuah inovasi baru telah diciptakan dengan nama proyek

Atau bisa dikatakan ketika pemerintah daerah memiliki respon Belanja Daerah (BD) yang lebih banyak dari dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada

Hasil pengujian pada identifikasi kandungan senyawa kimia bunga waru ( Hibiscus tiliaceus L.), bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), bunga wera ( Malvaviscus