• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN, PROPORSI KOMITE AUDIT INDEPENDEN, DAN FREE CASH FLOW TERHADAP HONOR AUDIT DI BUMN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN, PROPORSI KOMITE AUDIT INDEPENDEN, DAN FREE CASH FLOW TERHADAP HONOR AUDIT DI BUMN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN,

PROPORSI KOMITE AUDIT INDEPENDEN, DAN

FREE CASH FLOW TERHADAP

HONOR AUDIT DI BUMN

Andina Juliani Suranta Manalu

Alumni Prodi Akuntansi FEB UKSW

Ronny Prabowo

Staf Pengajar Prodi Akuntansi FEB UKSW

ABSTRACT

This paper examines whether the proportion of independent commissioner, proportion of independent audit committee, and free cash flow influence the audit pricing for Indonesian state-owned enterprises (SOE). The paper first reviews the prior literatures and identifies factors that affected the audit fee, which are proportion of independent board of commissioner, proportion of independent members of audit committee, and free cash flow. These variables are then regressed on audit fee using multiple regression analysis.

The results of this paper find that board of commissioner independence, audit committee independence, and free cash flow are positively and significantly associated to the external audit fees. The results are consistent with the findings of prior studies.

Keywords : audit fee, state-owned enterprises, commissioner independence, audit committee

independence, free cash flow

1.

Latar Belakang

Penelitian tentang honor audit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dimulai pada tahun 1980 (Simunic, 1980). Sejak saat itu, sudah banyak penelitian yang mengikuti jejak Simunic untuk meneliti topik ini. Di Indonesia sendiri, topik ini (sepengetahuan penulis) masih sangat jarang diangkat karena adanya kesulitan untuk memperoleh data. Meskipun demikian, pada tahun 2004, Basidous dan Fifi berhasil melakukan penelitian mengenai topik tersebut di Indonesia. Sayangnya penelitian yang dilakukan Basidious dan Fifi ini dapat menimbulkan bias. Pasalnya mereka menggunakan professional fee yang mencakup tidak hanya honor audit untuk jasa atestasi, tetapi juga jasa nonatestasi, sebagai proksi honor audit.

Pada tahun 2002, Menteri BUMN menerbitkan Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha

Milik Negara. Pada pasal 28 ayat 2, BUMN disarankan untuk memberikan informasi mengenai

sistem pemberian honorarium untuk auditor eksternal BUMN. Dengan diberlakukannya peraturan ini, peluang untuk melakukan penelitian mengenai honor audit, khususnya di BUMN semakin lebar. Meskipun peraturan tersebut hanya menghendaki inisiatif dari BUMN untuk

(2)

melaporkan honor auditnya, tidak sedikit BUMN yang berinisiatif untuk mencantumkan honor auditor eksternalnya. Sehubungan dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN tersebut, penelitian ini bermaksud untuk menguji pengaruh proporsi komisaris independen, proporsi komite audit independen, dan free cash flow terhadap honor (fee) audit pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Komisaris adalah orang yang bertanggung jawab dan berwenang untuk mengawasi tindakan Direksi serta membentuk komite audit. Oleh sebab itu, independensi Komisaris sangat diperlukan. Dalam surat Keputusan Menteri BUMN, ada kewajiban bahwa proporsi Komisaris yang berasal dari luar perusahaan, dibandingkan terhadap total Komisaris minimal adalah 20%. Karena tanggung jawabnya yang besar, Komisaris yang independen akan menuntut kualitas audit yang lebih baik. Hal ini dikarenakan keharusan mereka untuk menjaga reputasi mereka (Hay et

al., 2008).

Komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab, diantaranya mengevaluasi internal audit perusahaan dan laporan keuangannya, menganalisis laporan keuangan sesuai ruang lingkup internal audit sehingga akan mendapatkan daftar temuan dan rekomendasi, dan melaporkan risiko-risiko yang dimiliki perusahaan. Dalam penelitian Beasley et al., pada tahun 2000 (dalam Abbot et al., 2003), mereka menemukan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan dalam laporan keuangannya memiliki proporsi komite audit independen yang lebih kecil daripada industri acuan yang tidak melakukan kecurangan. Komite audit yang independen diharapkan akan menuntut kualitas audit yang lebih tinggi dan menginginkan prosedur audit tambahan untuk menaikkan tingkat keyakinan yang akan diberikan auditor eksternal (Abbot et al., 2003).

Free cash flow adalah variabel yang sering digunakan untuk mewakili agency theory (teori

keagenan). Dalam teori keagenan, ada istilah yang dikenal dengan agency costs. Agency costs adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Penelitian mengenai

agency theory dilakukan oleh Nikkinen dan Sahlström (2004). Dalam penelitian tersebut, mereka menggunakan variabel kepemilikan saham oleh manajer dan free cash flow untuk menguji pengaruh teori keagenan terhadap honor audit. Dalam Gul dan Tsui (2001) manajer dalam perusahaan yang kurang berkembang cenderung akan memaksimalkan aktivitas-aktivas yang tidak bernilai tambah. Hal ini mengakibatkan auditor pun cenderung untuk menilai lebih tinggi risiko inheren perusahaan tersebut, yang kemudian menyebabkan upaya audit yang lebih besar, dan tentunya honor audit yang lebih besar pula.

Dengan adanya karakteristik dan sistem yang diterapkan dalam BUMN di Indonesia yang berbeda dengan sampel-sampel sebelumnya, maka diharapkan akan memberikan referensi baru dalam penelitian mengenai honor audit. Selain memperkaya literatur dengan konteks Indonesia, penelitian ini juga diharapkan akan memperkaya literatur mengenai honor audit yang kebanyakan menggunakan perusahaan go public sebagai sampel. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk menemukan pengaruh proporsi komisaris independen, proporsi komite audit independen, dan free cash flow terhadap honor (fee) audit terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdapat di Indonesia.

Penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Setelah bagian pendahuluan, bagian telaah teoritis dan pengembangan hipotesis menyusul dan dilanjutkan dengan metode penelitian. Paparan dan diskusi hasil analisis merupakan bagian keempat. Bagian penutup atau kelima merupakan kesimpulan.

(3)

2.1 Peraturan Mengenai Honor Audit dan Pengungkapannya

BAPEPAM melalui Keputusan Ketua BAPEPAM LK Kep-134/BL/ 2006 tentang

Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik hanya

mewajibkan perusahaan publik untuk mengungkapkan informasi tentang nama dan alamat KAP yang mengauditnya, sebagai salah satu lembaga penunjang pasar modal. Dengan kata lain, perusahaan publik tidak diwajibkan untuk mengungkapkan honor audit yang mereka bayarkan kepada auditor. Inilah penyebab utama mengapa penelitian tentang honor audit tidak bisa berkembang di Indonesia.

Pada tahun 2002, Menteri BUMN menerbitkan Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha

Milik Negara. Pada pasal 28 ayat 2, BUMN disarankan untuk memberikan informasi mengenai

sistem pemberian honorarium untuk auditor eksternal BUMN. Dengan diterbitkannya keputusan ini, peluang untuk meneliti honor audit semakin terbuka, setidaknya untuk konteks BUMN.

2.2 Penelitian-penelitian Sebelumnya

Pada tahun 1980, Simunic mempelopori penelitian mengenai honor audit. Dari penelitiannya tersebut, variabel-variabel independen yang digunakan, antara lain: ukuran dan kompleksitas perusahaan yang diaudit, piutang dan persediaan, kerugian yang terjadi pada periode sebelumnya, dan ketidakpastian usahanya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap honor audit.

Walaupun Simunic adalah pelopor dalam penelitian mengenai honor audit, tidak semua peneliti-peneliti selanjutnya mengikuti persis seperti yang dilakukan oleh Simunic. Misalnya, Simunic menggunakan total honor audit terhadap total asset sebagai proksi honor audit, sementara penelitian-penelitian lainnya setelah itu (misalnya Nikkinen dan Sahlström ,2004; Gul dan Tsui,1998; Hay, et al., 2008), termasuk penelitian ini, menggunakan log natural honor audit sebagai proksi honor audit.

Setelah Simunic, pada tahun 1988, Simon dan Francis juga melakukan penelitian mengenai honor audit. Mereka membuktikan bahwa ada perbedaan besar honor audit saat perusahaan melakukan penggantian auditor. Penelitian mereka menunjukkan ada potongan (discount) honor audit yang terjadi pada tahun pertama perikatan dan berlanjut hingga dua tahun kemudian. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Walker dan Casterella (2000). Mereka menemukan bahwa profitabilitas klien juga turut mempengaruhi besar honor yang diajukan pada awal perikatan. Walaupun begitu, penelitian yang dilakukan Craswell dan Francis (1999) di Australia tidak menemukan adanya potongan honor audit, kecuali jika perusahaan melakukan peningkatan kualitas audit dari auditor non-Big 8 ke auditor Big 8 (sekarang Big 4).

Pada tahun 1994, Brinn et al. melakukan penelitian terhadap variabel-variabel yang menentukan besarnya honor audit pada perusahaan-perusahaan di Inggris. Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan bahwa ukuran dan kompleksitas operasi perusahaan adalah penentu yang pengaruhnya paling signifikan. Tingkat kompleksitas perusahaan auditee yang semakin rumit akan menyebabkan auditor harus melakukan pengujian yang lebih dalam dan luas agar dapat mengeluarkan opini yang lebih akurat.

Penelitian yang dilakukan oleh Nikkinen dan Sahlström (2004) menguji apakah agency

theory memberikan kontribusi dalam penetapan honor audit. Hasil penelitian ini menegaskan

(4)

hubungan yang positif antara honor audit dengan free cash flow. Hal ini menunjukkan bahwa

Agency Theory dapat digunakan untuk menjelaskan honor audit, setidaknya dalam beberapa hal.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Boo dan Sharma (2008), mereka membagi faktor-faktor yang mempengaruhi honor audit menjadi dua pendekatan. Dua pendekatan tersebut adalah pendekatan berdasarkan permintaan (demand-based perspective), dan pendekatan berdasarkan risiko (risk-based perspective). Hal yang mendasari adanya pendekatan berdasarkan permintaan adalah adanya permintaan dari dewan direksi dan komite audit agar auditor eksternal memberikan tambahan kepastian, untuk melindungi reputasi, menghindari pertanggungjawaban, dan untuk menaikkan minat pemegang saham (Carcello et al., 2002). Selain itu, semakin tinggi risiko perusahaan yang diaudit tersebut menurut pandangan auditor, semakin besar pula usahanya dalam melaksanakan audit, sehingga akan diikuti oleh honor audit yang semakin tinggi pula. Hal inilah yang mendasari munculnya pendekatan berdasarkan risiko. Penelitian-penelitian sebelumnya (e.g. Abbot et al., 2004; Hay et al., 2008) menemukan bahwa kekuatan dewan direksi dan komite audit memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas pengendalian internal dan laporan keuangan (Boo dan Sharma, 2008).

2.3 Pengembangan Hipotesis

Komisaris dan Honor Audit

Dalam Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan

Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara pasal 9, disebutkan

bahwa Komisaris/Dewan Pengawas harus memantau efektifitas praktek good corporate

governance di BUMN. Komisaris/Dewan Pengawas juga bertanggung jawab dan berwenang

untuk mengawasi tindakan Direksi serta membentuk komite Audit. Oleh sebab itu, independensi Komisaris/Dewan Pengawas sangat diperlukan. Pada pasal 10 ayat 2, dikatakan bahwa paling sedikit 20% dari anggota Komisaris/Dewan Pengawas harus berasal dari kalangan luar BUMN, dengan ketentuan bahwa anggota yang bersangkutan tidak menjabat sebagai Direksi di perusahaan terafiliasi, dan tidak bekerja pada Pemerintah termasuk di departemen, lembaga, dan kemiliteran dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Penelitian yang dilakukan oleh Hay et al. (2008) salah satunya mencoba untuk melihat hubungan antara Dewan Direksi yang berasal dari luar perusahaan dengan besarnya permintaan jasa audit. Dalam penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa besarnya kelalaian Dewan Direksi yang berasal dari luar untuk mengawasi kinerja perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan banyaknya jasa audit yang diinginkan. Hal ini dikarenakan keharusan mereka untuk menjaga reputasi mereka. Selain Hay et al. (2008), Carcello et al. (2002) juga menemukan hal yang sama pada penelitiannya yang dilakukan di Amerika Serikat. Pada penelitian tersebut, mereka mencoba untuk menemukan hubungan antara karakteristik dewan dengan honor audit. Salah satu karakteristik yang diuji adalah independensi dewan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara independensi dewan dengan honor audit perusahaan.

Komisaris yang independen memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengawasi kinerja perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah menjamin kualitas pelaporan keuangan. Diharapkan bahwa proporsi Komisaris independen yang semakin besar akan mengakibatkan mereka menginginkan upaya audit yang lebih besar.

(5)

H1 : Semakin tinggi proporsi anggota Komisaris yang independen, semakin

tinggi honor audit.

Karakteristik Komite Audit dan Honor Audit

Dalam Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan

Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara pasal 14, disebutkan

bahwa untuk BUMN dengan kriteria tertentu, komisaris/Dewan Pengawas wajib membentuk suatu komite audit untuk membantu Komisaris/Dewan Pengawas dalam memastikan efektifitas sistem pengendalian intern dan efektifitas pelaksanaan tugas eksternal auditor dan internal auditor.

Karakteristik komite audit menentukan honor audit dari sudut pandang pendekatan berdasarkan risiko. Komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab, diantaranya mengevaluasi internal audit perusahaan dan laporan keuangannya, menganalisis laporan keuangan sesuai ruang lingkup internal audit sehingga akan memdapatkan daftar temuan dan rekomendasi, dan melaporkan risiko-risiko yang dimiliki perusahaan. Hal tersebut menjadikan karakteristik komite audit dapat menjadi pertimbangan bagi auditor eksternal untuk menilai risiko audit perusahaan tersebut.

Penelitian yang dilakukan Abbot et al. (2003) menunjukkan bahwa independensi komite audit mempengaruhi besarnya honor audit. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Vafeas dan Waegelein (2007) yang menemukan bahwa perusahaan dengan lebih banyak anggota komite audit independen akan membayar honor audit yang lebih tinggi. Komite audit yang independen diharapkan akan menuntut kualitas audit yang lebih tinggi dan menginginkan prosedur audit tambahan untuk menaikkan tingkat keyakinan yang akan diberikan auditor eksternal. Hal ini akan menyebabkan honor audit yang harus dibayarkan menjadi lebih besar, sehingga hipotesis yang kedua menjadi:

H2 : Semakin tinggi proporsi anggota komite audit yang independen, semakin

tinggi honor audit.

Free Cash Flow dan Honor Audit

Penelitian yang dilakukan oleh Nikkinen dan Sahlström (2004) menemukan adanya hubungan yang positif antara honor audit dengan free cash flow. Menurut Jensen dan Meckling (1976), dan Jensen (1986, 1989), dalam Nikkinen dan Sahlström (2004) dikatakan bahwa perusahaan yang memiliki Free Cash Flow (FCF) lebih tinggi menghadapi masalah keagenan yang lebih berat. Penyebabnya adalah perusahaan memiliki lebih banyak cadangan sehingga manajer memiliki lebih banyak pilihan untuk menggunakan dana tersebut (Nikkinen dan Sahlström, 2004). Berdasarkan observasi yang dilakukan Gul dan Tsui (1998) manajer tersebut cenderung untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah, sehingga akan meningkatkan risiko inheren perusahaan. Risiko yang semakin tinggi akan membuat auditor meningkatkan upayanya untuk menurunkan risiko yang ada, dan kemudian menyebabkan auditor meminta honor audit yang lebih besar pula. Hal ini sesuai dengan pendekatan berdasarkan risiko, dimana risiko yang lebih besar akan mengakibatkan upaya yang dilakukan auditor bertambah, yang pada akhirnya akan meningkatkan besar honor audit.

(6)

3. Data dan Metode Penelitian

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang telah melaksanakan good corporate governance dan tidak bergerak di bidang keuangan. Penelitian ini tidak menggunakan BUMN yang bergerak di bidang keuangan karena penggunaan

free cash flow sebagai variabel tidak relevan jika diterapkan pada perusahaan yang bergerak di

bidang keuangan. Saat ini BUMN di Indonesia seluruhnya berjumlah 139 buah. Data diperoleh dari laporan tahunan BUMN yang diunduh dari situs BUMN. Daftar situs BUMN dapat diperoleh di www.bumn.go.id.

Dalam Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 pasal 28 ayat 2, BUMN diharuskan untuk mengambil inisiatif dalam pengungkapan sistem pemberian honor audit pada auditor eksternal (poin f). Akibat dari pernyataan ini, tidak semua BUMN mengungkapkan jumlah honor audit yang dibayarkannya. Oleh sebab itu, sampel dalam penelitian ini hanya mencakup BUMN yang mengungkapkan honor audit dalam laporan tahunannya. Tahun amatan adalah 2003-2008, yaitu tahun setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN tersebut.

Variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain: honor audit sebagai variabel dependent;

free cash flow (FCF), dan proporsi komite audit sebagai variabel independen. Free cash flow

(FCF) adalah laba operasi sebelum depresiasi dikurangi dengan bunga, pajak, dan pembayaran dividen, dan dibagi dengan total aset pada tahun sebelumnya (Gul dan Tsui, 1998,2001). Proporsi anggota komite audit independen diperoleh dari perbandingan antara jumlah anggota komite audit yang independen terhadap jumlah anggota komite audit secara keseluruhan. Indepensi Komisaris diukur dengan membandingkan jumlah anggota yang independen dengan jumlah anggota komisaris keseluruhan. Adapun proksi yang digunakan untuk menilai honor audit adalah logaritma natural honor audit. Hal ini dilakukan agar tidak ada variasi yang terlalu tinggi antara variabel honor audit dengan variabel lainnya.

Atas dasar itu, maka model penelitian ini adalah:

LNFEEit = β0 + β1 COMMINDit + β2 AUDCOMMINDit + β3FCFit + ε

dengan:

LNFEE = logaritma natural honor audit

COMMIND = proporsi anggota Komisaris terhadap seluruh anggota Komisaris AUDCOMMIND = proporsi anggota komite audit yang independen terhadap seluruh

anggota komite

FCF = free cash flow dibagi dengan total aset (t-1)

(INC-TAX-INTEXP-PREDIV-ORDIV)/BA i, t = klien dan tahun

dimana:

INC = pendapatan operasi sebelum depresiasi TAX = total pajak

INTEXP = beban bunga dari utang jangka panjang dan utang jangka pendek PREDIV = total dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham preferen ORDIV = total dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa BA = total aset tahun sebelumnya

(7)

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Sebelum melakukan pengujian itu, data akan melalui beberapa tahapan pengujian yaitu uji normalitas, uji heteroskedasitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.

4. Analisis Data

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan tahunan yang diperoleh dari website masing-masing BUMN. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Jumlah sampel yang memenuhi syarat dalam penelitian ini adalah 18 BUMN, dengan jumlah firm year data sebanyak 46 buah. Hasil pemilihan sampel disajikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1

Hasil Pemilihan Sampel

Kriteria

Jumlah Perusahaan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia 139 Bergerak di bidang keuangan (20) Tidak mencantumkan besar honor audit (95) Memiliki missing value (6) Jumlah Perusahaan yang digunakan 18

Sumber: data sekunder yang diolah (2010)

4.2 Statistik Deskriptif

Berikut ini adalah hasil statistik deskriptif variabel independen, yaitu proporsi komisaris independen, proporsi komite audit independen, dan free cash flow ;dan variabel dependen yaitu honor audit (logaritma natural honor audit).

Tabel 2

Statistik Deskriptif Rata-rata Variabel Penelitian (n=46)

Variabel Minimum Maximum Mean Honor audit 18,721 24,8034 20,6777 Proporsi komisaris independen 0,00 0,60 0,2548 Proporsi komite audit

independen 0,25 1,00 0,5465

Free cash flow -0,013 0,24396 0,10387

Sumber: data sekunder yang diolah (2010)

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata untuk free cash flow sebesar 0,10387. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Gul dan Tsui (1998) atas 46 perusahaan yang go public di Hongkong, yaitu 0,116. Tetapi nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Gul dan Tsui (2001), yaitu -0,006 untuk perusahaan yang tergolong low growth firms, dan -0,302 untuk perusahaan yang termasuk high growth firms.

(8)

Untuk komite audit BUMN, secara rerata lebih dari setengah anggotanya (55%) memiliki berasal dari luar BUMN atau independen. Sedangkan jumlah komite audit independen dalam BUMN paling sedikit berjumlah 1 orang, dan bahkan ada BUMN yang memiliki anggota komite audit yang seluruhnya independen. Ini menunjukkan BUMN memberikan kesempatan yang cukup besar bagi orang yang independen untuk menduduki posisi anggota komite audit.

Dilihat dari proporsi komisaris independen, ternyata ada 7 BUMN (16 firm-year data) yang tidak memiliki komisaris independen. Hal ini menandakan bahwa ada BUMN yang belum menerapkan good corporate governance sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 pasal 10 ayat 2, yang menerangkan bahwa paling sedikit 20 persen dari anggota Komisaris harus berasal dari kalangan di luar BUMN (Independen). Secara rata-rata, proporsi komisaris BUMN yang independen sudah memenuhi batas minimal yang diwajibkan dalam keputusan tersebut, yaitu 20%. Walaupun begitu, rata-rata ini belum memenuhi proporsi komisaris independen yang ideal, yaitu 40%.

4.3 Analisis Uji Hipotesis

Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan model regresi sudah layak. Dari hasil uji asumsi klasik tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah multikolonieritas, dan gejala heteroskedastisitas. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Sedangkan untuk masalah autokorelasi, peneliti mengasumsikan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar residual dalam penelitian ini (hasil uji asumsi klasik tidak ditampilkan).

Tabel 3

Hasil Regresi Linier Berganda

Keterangan Koefisien Regresi (B) T Sig. (Constant) 17,519 43,347 0,000 Proporsi komisaris independen 2,708 4,087 0,000 Proporsi komite audit 2,484 3,425 0,001

Free cash flow 10,693 5,230 0,000

R2=0,690; Adj R2=0,668

F=31,195 0,000

Sumber: data sekunder yang diolah (2010)

4.3.1 Pengaruh Proporsi Komisioner Independen Terhadap Honor Audit

Berdasarkan analisis regresi, diketahui nilai t-hitung proporsi dewan pengawas/komisioner sebesar 4,087 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dimana lebih kecil daripada 0,05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa proporsi komisaris yang independen berpengaruh secara

(9)

signifikan terhadap honor audit di BUMN. Karena pengaruh yang diberikan adalah positif, semakin besar proporsi dewan pengawas/komisaris yang independen maka semakin besar honor audit, dan begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hay et al. (2008), dan Carcello et al. (2002) yang melakukan penelitiannya di Amerika Serikat.

4.3.2 Pengaruh Proporsi Komite Audit Independen Terhadap Honor Audit

Berdasarkan analisis regresi diketahui nilai t-hitung proporsi komite audit yang independen adalah sebesar 3,425 dengan tingkat signifikansi 0,001 (lebih kecil daripada 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa proporsi komite audit yang independen berpengaruh secara signifikan terhadap honor audit pada BUMN. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Vafeas dan Waegelein (2007), dan Abbot et al. (2003), yang menemukan bahwa proporsi anggota komite audit yang independen mempengaruhi honor audit secara positif dan signifikan. Karena pengaruhnya positif, semakin tinggi proporsi komite audit yang independen, semakin besar pula honor audit.

4.3.3 Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Honor Audit

Berdasarkan analisi regresi, diketahui nilai t-hitung free cash flow sebesar 5,230 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil daripada 0,05). Dapat disimpulkan dari hasil tersebut bahwa free cash flow memiliki pengaruh yang signifikan terhadap honor audit di BUMN. Pengaruh yang diberikan free cash flow pada honor audit tersebut adalah pengaruh yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai free cash flow BUMN tersebut, semakin besar honor auditnya, dan juga sebaliknya. hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nikkinen dan Sahlström (2004), yang menemukan adanya hubungan yang positif antara honor audit dengan free cash flow.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil bahwa proporsi komisaris independen, proporsi komite audit independen, dan free cash flow memiliki pengaruh yang signifikan terhadap honor audit di BUMN, baik secara keseluruhan ataupun secara parsial. Ketiga variabel independen tersebut mempengaruhi honor audit secara positif. Variabel independen yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap honor audit adalah free cash flow. Hal ini mengimplikasikan bahwa proporsi komisaris dan komite audit yang independen, nilai free cash flow mempengaruhi upaya auditor dalam melaksanakan audit, dan pada akhirnya akan mempengaruhi besar honor audit. Dengan demikian hal ini dapat sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hay et al. (2008), dan Carcello et al. (2002) mengenai komisaris independen; Vafeas dan Waegelein (2007), dan Abbot

et al. (2003) mengenai komite audit yang independen; dan Nikkinen dan Sahlström (2004) serta Gul dan Tsui (1998, 2001) mengenai free cash flow.

Dengan adanya bukti bahwa FCF dapat digunakan untuk menilai risiko perusahaan, maka manajer sebaiknya semakin berhati-hati dalam mengelola dana lebih yang dimiliki perusahaan, karena hal ini akan berdampak pada reaksi auditor eksternal. Dari penelitian ini, terbukti pula bahwa perusahaan juga sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan perusahaan akan komisaris dan komite audit independen, dimana komisaris dan komite audit yang independen memiliki kecenderungan untuk menuntut kualitas audit yang lebih tinggi, tetapi masih mematuhi peraturan yang ada.

(10)

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) kemungkinan tidak hanya melakukan audit laporan keuangan pada BUMN yang bersangkutan, tetapi juga jasa atestasi lainnya (Prabowo, 2010). Sebagai contoh, dalam laporan tahunan Garuda Indonesia tahun 2008, disebutkan bahwa selain melakukan audit atas laporan keuangan konsolidasian, KAP yang ditunjuk juga melakukan evaluasi kinerja, Laporan Keuangan PKBL, Excess Cash Report, dan kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Pengendalian Intern Garuda Indonesia. Hal ini mengakibatkan peneliti mengasumsikan bahwa besar honor audit yg tercantum tersebut hanya untuk jasa audit atas laporan keuangan. Adapun jasa lain yang sering kali diminta oleh klien adalah audit kepatuhan, evaluasi kinerja, konsultasi, dan sebagainya. Selain itu, karena tahun pelaporan yang diamati dalam penelitian ini terentang antara 2003-2008, ada kemungkinan besar honor audit juga dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, Lawrence J., S. Parker, G. F. Peters dan K. Raghunandan, 2003, “The Association between Audit Committee Characteristics and Audit Fees”, Auditing: A Journal of

Practice and Theory, Vol. 22, No.2, pp.17-32.

Basioudis, Ilias G. dan Fifi Fifi, 2004, ”The Market for Professional Services in Indonesia”,

International Jurnal of Auditing, Vol. 8, pp.153-164.

Boo, El’Fred dan Divesh Sharma, 2008, The Association between Corporate Governance and Audit Fees of Bank Holding Companies”, Corporate Governance, Vol. 8 No.1, pp.28-45.

Brinn, T., M. J. Peel dan R. Roberts, 1994, “Audit Fee Determinants of Independent and Subsidiary Unquoted Companies in the UK─an Exploratory Study”, British

Accounting Review 26, pp.101-121.

Carcello, J. V., D. R. Hermanson, T. L. Neal dan R. A. Riley.Jr., 2002, “Board Characteristics and Audit Fees”, Contemporary Accounting Research; Fall 2002; 19, 3; pp. 365. Craswell, Allen T. dan Jere R. Francis, 1999, “Pricing Initial Audit Engagements: A Test of

Competing Theory”, The Accounting Review, Vol. 74, No. 2, pp.210-216.

Gul, Ferdinand A. dan Judy S. L. Tsui, 1998, “A Test of the Free Cash Flow and Debt Monitoring Hypotheses: Evidence from Audit Pricing”, Journal of Accounting and

Economics 24), pp.219-237.

Gul, Ferdinand A. dan Judy S. L. Tsui, 2001, “Free Cash Flow, Debt Monitoring, and Audit Pricing: Further Evidence on The Role of Director Equity Ownership”, Auditing: A

Journal of Practice and Theory, Vol. 20, No.2, pp.71-85.

Hay, D., W. R. Knechel dan H. Ling,2008, “Evidence on the Impact of Internal Control and Corporate Governance on Audit Fees”, International Jurnal of Auditing, Vol. 12, pp.9-24.

Nikkinen, Jussi dan Petri Sahlström, 2004, ”Does Agency Theory Provide a General Framework for Udit Pricing?”, International Jurnal of Auditing, Vol. 8, pp.253-262.

Prabowo, Ronny, 2010, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Honor Audit: Studi Empiris pada BUMN Indonesia”, Kertas Kerja FEB UKSW.

Simon, Daniel T. dan Jere R. Francis, 1988, ”The Effects of Auditor Change on Audit Fees: Test of Price Cutting and Price Recovery”, The Accounting Review, Vol. 63, No. 2, pp.255-269.

Simunic, Dan A., 1980. ”The Pricing of Audit Services: Theory and Evidence”, The Journal of

Accounting Research, Vol. 18, No. 1 (Spring), pp. 161-190.

Vafeas, Nikos dan James F. Waegelein, 2007, “The Association Between Audit Committees,

Compensation Incentives, and Corporate Audit Fees”, Review of Quantitative

Financial and Accounting, No. 28, pp.241–255.

Walker, Paul L. dan Jeffrey R. Casterella, 2000, ”The Role of Auditee Profitability in Pricing New Audit Engagements”, Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 19, No.1, pp.157-167.

Referensi

Dokumen terkait

knowledge sharing enablers yaitu teknologi informasi, struktur organisasi, dukungan pemimpin, kepercayaan dan kemampuan belajar secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pranata et all, (2012) menyebutkan bahwa, Komite Audit memiliki pengaruh yang positif terhadap penghindaran pajak, sedangkan menurut

Miskonsepi terakhir pada tabel ini sesuai dengan data menunjukan bahwa pada mahasiswa tingkat awal mengalami miskonsepsi dengan konsep bahwa Teori kinetik tidak

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan dan petunjukNya sehingga Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kecamatan Teras Tahun

(2) Strategi distribusi melalui roadshow film dilakukan dengan bekerjasama dengan Pusbang Film, (a) memaksimalkan program Pusbang Film untuk mendukung film nasional

Durasi pekerjaan adalah total volume dibagi kapasitas perhari, jumlah tenaga kerja dalam 1 grup terdiri dari 0,5 mandor, 1 tukang beton, 2 buruh lapangan

Dengan meneliti keberadaan air tanah dangkal yang memanjaatkan data muka air tanah dibawah permukaan tanah pada sumur penduduk di Pulau Bawean, maka dapat diketahui

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatuhui berapa besar kontribusi total pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan penyadapan getah pinus terhadap total