• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Oleh sebab itu, hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Oleh sebab itu, hutan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Oleh sebab itu, hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai berteluk dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).

Hutan mangrove juga dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh terutama di laguna maupun muara sungai yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, 2009). Sementara itu, Noor, Khazali dan Suryadiputra mendefinisikan bahwa “Hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,

Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa” (Noor, Khazali dan Suryadiputra, 2012).

Hutan mangrove dan ekosistem di sekitarnya telah mengalami perusakan dan degradasi seiring dengan bertambahnya penduduk dan kebutuhan akan peningkatan ekonomi yang didapat dari hutan mangrove. Subhan menjelaskan

(2)

6

bahwa “Kerusakan dan ketidaktahuan akan fungsi hutan mangrove oleh manusia, telah menyebabkan kerusakan hutan mangrove hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia” (Subhan, 2014).

Mangrove merupakan jenis vegetasi yang tumbuh di daerah pasang surut dan mampu menyesuaikan diri dan tumbuh di daerah berlumpur atau daerah tergenang. Ekosistem yang tercipta bersifat khas, berkaitan dengan habitat tumbuhnya dalam perlumpuran, sehingga mengakibatkan kurangnya aerasi tanah, salinitas tanah tinggi, serta mengalami daur genangan oleh air pasang surut (Ramadhan, 2009).

Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis. Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan hutan seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasarkan hasil interpretasi citra landsat (1992) luasnya tersisa 3,812 juta ha (Martodiwirjo, 1994). Data Ditjen RRL menyatakan bahwa “Luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam kondisi rusak parah, di antaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan. Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th” (Ditjen RRL, 1999).

Upaya merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis mangrove sebenarnya sudah dimulai sejak tahun sembilan-puluhan. Kegiatan

(3)

7

penanaman mangrove oleh Departemen Kehutanan selama tahun 1999 hingga 2003 baru terealisasi seluas 7.890 ha, namun tingkat keberhasilannya masih sangat rendah. Data tersebut menunjukkan laju rehabilitasi hutan mangrove hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Seperti yang dijelaskan oleh Anwar dan Hendra bahwa “Masyarakat juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya rehabilitasi mangrove, dan bahkan dilaporkan adanya kecenderungan gangguan terhadap tanaman mengingat perbedaan kepentingan” (Anwar dan Hendra, 2006).

2.2 Fungsi dan Manfaat Mangrove

Saru menyatakan bahwa “Mangrove merupakan vegetasi unik yang sering terabaikan. Tidak hanya unik, tetapi vegetasi ini memberikan manfaat yang cukup besar bagi sekitarnya, khususnya dalam kegiatan pertambakan” (Saru, 2014). Adapun fungsi hutan mangrove dibagi atas tiga yaitu sebagai berikut.

a) Fungsi fisik yang dapat melindungi lingkungan dari pengaruh oseanografi (pasang-surut, arus, angin topan, dan gelombang), mengendalikan abrasi, dan mencegah intrusi air laut ke darat.

b) Fungsi biologi sangat berkaitan dengan perikanan sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) dari beberapa jenis ikan, udang, dan merupakan penyuplai unsur-unsur hara utama di pantai, khususnya daerah lamun, dan terumbu karang.

c) Fungsi ekonomi sebagai sumber kayu kelas satu, bubur kayu, bahan kertas,

(4)

8

Dilaporkan oleh Lugo dan Suhendar bahwa “Dalam satu hektar lahan mangrove dapat menghasilkan seresah 7,1-8,8 ton per tahun. Hasil seresah tersebut dapat meningkatkan produktifitas perairan dan produksi perikanan. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi mangrove sebagai tempat bertelur, pemijahan, dan mencari makan bagi banyak organisme perairan, serta membuka peluang bagi pengusaha dan masyarakat setempat untuk mengembangkan pertambakan, sehingga berakhir pada peningkatan devisa negara dalam sektor nonmigas” (Lugo dan Suhendar, 1974).

Hasil penelitian Riviana, Kusmana, dan Agus menjelaskan bahwa “Komposisi tegakan mangrove ternyata berpengaruh terhadap keberadaan jenis plankton. Peranan hutan manggrove sebagai sumber makanan organisme perairan dapat melalui dua rantai yang berbeda sebagai berikut.

1) Serasah akan memberikan masukan unsur hara utama bagi pertumbuhan organisme autotrof yaitu fitoplankton.

2) Serasah yang belum mengalami dekomposisi sempurna dan masih dalam bentuk detritus, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan bagi organisme herbivora dan detrivora” (Riviana, Kusmana, dan Agus, 1999). 2.3 Silvofishery

Silvofishery sebagai sebuah konsep terpadu antara hutan mangrove dan

perikanan yaitu budidaya di tambak menjadi alternatif usaha yang prospektif dan sejalan dengan prinsip blue economy. Pendekatan terpadu terhadap konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove memberikan kesempatan untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan tetap baik, di samping itu budidaya

(5)

9

perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi. Hal yang paling penting adalah bahwa konsep ini menawarkan alternatif teknologi yang aplikatif berdasarkan prinsip keberlanjutan (Anonim, 2015).

Pada dasarnya silvofishery ialah perlindungan terhadap kawasan mangrove dengan cara membuat tambak yang berbentuk saluran yang mampu bersimbiosis, sehingga diperoleh keuntungan ekologi dan ekonomi dengan pertimbangan kepedulian terhadap ekologi (ecologycal awareness). Fungsi mangrove sebagai

nursery ground sering dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan perikanan.

Keuntungan ganda telah diperoleh dari simbiosis ini, selain memperoleh hasil perikanan yang lumayan, biaya pemeliharaannya murah tanpa harus memberikan pakan setiap hari. Hal ini disebabkan oleh produksi fitoplankton sebagai energi utama perairan telah mampu memenuhi kebutuhan untuk usaha budidaya tambak yang efisien.

Jenis mangrove yang biasanya ditanam pada tanggul adalah Rhizophora sp. dan Xylocarpus sp., sedangkan pada bagian tengah atau pelataran tambak hanya jenis Rhizophora sp. Jarak tanam mangrove di pelataran umumnya 1 x 2 m2 pada saat semai mangrove. Mangrove usia 4-5 tahun harus dilakukan kegiatan penjarangan. Tujuannya untuk memberi ruang gerak yang lebih luas bagi komoditas budidaya. Selain itu, sinar matahari dapat lebih banyak masuk ke dalam tambak dan menyentuh dasar pelataran, untuk meningkatkan kesuburan tambak.

Sualia, Eko, dan Suryadiputra menjelaskan bahwa “Silvofishery merupakan pola pendekatan teknis yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu

(6)

10

antara kegiatan budidaya ikan, udang atau usaha kepiting, dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove“ (Sualia, Eko, dan Suryadiputra, 2010). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menerapkan silvofishery yaitu sebagai berikut.

1) Konstruksi pematang tambak menjadi kuat karena tanah tanggul akan terpegang akar-akar dari pohon mangrove yang ditanam pada sepanjang pematang tambak dan pematang dirimbuni oleh tajuk tanaman mangrove, sehingga nyaman dilewati para pejalan kaki.

2) Hasil penelitian ahli perikanan, Martosubroto dan Naamin pada tahun 1977 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara luas kawasan mangrove dengan produksi budidaya perikanan, semakin luas kawasan mangrove, maka produksi tambak turut meningkat.

3) Mangrove sebagai pengolah limbah cair sejak 1990, percobaan lapangan dan eksperimen rumah hijau menunjukkan bahwa ekosistem mangrove dapat digunakan untuk mengolah limbah.

4) Peningkatan produksi ikan akan meningkatkan pendapatan masyarakat petani tambak.

5) Pencegah erosi pantai dan intrusi air laut ke darat, sehingga pemukiman dan sumber air tawar dapat dipertahankan.

6) Mangrove sebagai sabuk hijau di pesisir (coastal green belt) serta ikut mendukung program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global, karena dapat mengikat karbondioksida dari atmosfer dan melindungi kawasan pemukiman dari kecenderungan naiknya muka air laut.

(7)

11

7) Mangrove akan mengurangi dampak bencana alam, seperti badai dan gelombang air pasang, sehingga kegiatan usaha dan lokasi pemukiman di sekitarnya dapat terselamatkan.

Berdasarkan hasil penelitian di daerah Subang, ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengelola tambak antara lain: menjaga perbandingan hutan dan tambak sebesar 80% hutan dan 20% tambak. Jika perbandingan antara hutan dan tambak 50-80% : 20-50%, pengelola tambak diberi peringatan dan jika perbandingan hutan dan tambak mencapai 50% : 50% izin pengelola akan dicabut (Handayani dan Wibowo, 2006).

2.4 Biota Perairan

Purwandani menyatakan bahwa “Kondisi lingkungan perairan dan kaitannya dengan keberadaan suatu organisme tertentu adalah suatu topik riset yang unik. Keunikan tersebut terlihat dari respon suatu spesies biota perairan pada setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya” (Purwandani, 2016). Sering kali kegiatan yang ada menurunkan kualitas air yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan biota air (Wardhana, 1999).

Komponen biologi perairan (plankton, bentos, perifiton dan nekton) dapat digunakan sebagai penduga kualitas perairan secara efisien melalui teknik indikator biologi (biological indicator). Pada dasarnya yang dimaksud dengan biota akuatik adalah kelompok organisme, baik hewan atau tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya berada pada perairan. Salah satu jenis biota yaitu kepiting bakau, merupakan biota yang langsung berasosiasi dengan kawasan mangrove. Jenis ini merupakan biota ekologis utama dan bernilai ekonomi dalam ekosistem mangrove. Menurut Triyanto, Nirmalasari, Tri, Ivana, Fajar, Fajar

(8)

12

mengatakan bahwa “Rusak dan hilangnya habitat dasar serta fungsi utama ekosistem mangrove dapat menghilangkan habitat alami dari kepiting bakau ini, akhirnya menurunkan jumlah populasi salah satu jenis crustacea yang bernilai ekonomi tinggi. Penangkapan (eksploitasi) secara berlebihan oleh nelayan juga menjadi penyebab menurunnya populasi kepiting ini, sehingga menghilangkan kesempatan bagi kepiting bakau untuk berkembang dan tumbuh dengan baik” (Triyanto, Nirmalasari, Tri, Ivana, Fajar, Fajar, 2012).

2.5 Kualitas Air

Air merupakan habitat untuk spesies mikroorganisme, tumbuhan, hewan. Air memberikan media tempat terjadinya interaksi makhluk hidup (Wati, 2014). Air memegang peranan penting bagi segala hal, semisal dalam kegiatan pertambakan. Dalam kegiatan tersebut, kualitas air sangat mempengaruhi tumbuh kembang ikan dan biota lainnya. Akan tetapi, kegiatan pertambakan ini justru memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan lahan yang digunakan merupakan lahan mangrove yang terkonversi.

Effendi menjelaskan bahwa “Dalam mengembangkan silvofishery, air juga mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Kebutuhan kuantitas air yang terus meningkat tanpa diiringi dengan kualitas perairan yang memadai menjadi kendala dalam sumber daya air. Semakin menurunnya kualitas perairan disebabkan oleh kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lainnya” (Effendi, 2003). Lebih lanjut dijelaskan oleh Ario, Petrus, dan Gentur (2015) bahwa penentuan kualitas air yang ideal disajikan dalam tabel 1 sebagai berikut.

(9)

13

Tabel 1. Kualitas Air untuk Habitat Mangrove (Ario, Petrus, dan Gentur, 2015)

No. Parameter Baku Mutu

1. pH 6-9

2. DO (mg/L) > 4

3. Suhu (°C) > 20

4. Salinitas (ppt) ± 35

2.6 Unsur Hara Tanah

Vegetasi mangrove dapat berfungsi sebagai pendaur ulang hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Penelitian di Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang, Sumatera Utara menyebutkan seresah daun Avicennia marina mengandung unsur hara Karbon, Nitrogen dan Phospat. A. marina mengandung bahan organik C 47,93%, N 0,35%, P 0,083%, K 0,81% dan Mg 0,49%, sedangkan daun

Rhizopora apiculata mengandung bahan organik C 50,83%, N 0,83%, P 0,025%,

K 0,35%, Ca 0,75% dan Mg 0,80% (Naibahu, 2015).

Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik (Zamroni dan Rohyani ,2008)

Helald mengatakan bahwa “Daun bakau (Rhizopora spp.) pada awal pertumbuhannya mengandung protein sekitar 3,1% dan setelah satu tahun meningkat menjadi 21%. Kadar N dalam daun mangrove kering sekitar 0,55%” (Helald, 1971). Diperkirakan setelah satu tahun meningkat menjadi 47% (Brotonegoro dan Abdulkadir, 1978).

(10)

14

Tanah merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi laju pertumbuhan suatu vegetasi. Tanah tambak yang didominasi oleh mineral liat dari jenis kaolinit dan gibsite, mempunyai kesuburan relatif rendah. Yossita mengatakan bahwa “Tingginya kandungan mineral dilihat dari jenis kaolinit dan gibsite akan menyulitkan dalam pengelolaan tambak, karena Cation Exchange

Capacity (CEC) dan kapasitas mengatur kelembaban hampir tidak ada, sehingga

penggunaan phospat menjadi meningkat. Pada umumnya tanah tambak yang banyak mengandung mineral liat dari jenis smectite memungkinkan untuk menjaga kation seperti K, NH4, Mg, dan Ca, sehingga tambak memiliki tingkat kesuburan lebih tinggi” (Yossita, 2004).

Tanah yang baik tidak hanya mampu menahan air, tetapi juga harus mampu menyediakan berbagai unsur hara untuk pakan alami ikan dan udang. Kemampuan tanah menyediakan berbagai unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan pakan alami dipengaruhi oleh kesuburan tambak dan ditentukan pula oleh komposisi kimiawi tanah. Menurut Pantjara, Aliman, Markus, Daud, dan Utojo menjelaskan bahwa “Kesuburan tambak ditentukan oleh unsur hara yang terdapat dalam air dan tanah dasar tambak. Unsur hara berasal dari proses dekomposisi serasah vegetasi mangrove yang ada menjadi sumber detritus bagi biota yang berasosiasi di dalamnya, seperti ikan, udang, dan kepiting” (Pantjara, Aliman, Markus, Daud, dan Utojo, 2006).

Faridah, Haryono, Muhammad, Kristinawati, Dwi, dan Dian dalam jurnalnya menjelaskan bahwa “Karakteristik tanah dasar tambak sangat penting untuk pertumbuhan alga maupun plankton. Ketersedian unsur-unsur hara seperti

(11)

15

N, P, K, Mg, serta unsur micro trace element sangat diperlukan untuk tanah pertambakan. Sebagai media pertumbuhan tanaman, jenis, sifat, potensi dan kemampuan tanah menentukan keberhasilan dan produktivitas suatu lahan. Jenis tanah, seperti mediteran, grumusol dan regosol, umumnya memiliki ketersediaan unsur hara yang beragam ikut menentukan keberhasilan penyerapan hara yang tersedia” (Faridah, Haryono, Muhammad , Kristinawati, Dwi, Dian, 2012).

Gambar

Tabel 1. Kualitas Air untuk Habitat Mangrove (Ario, Petrus, dan Gentur, 2015)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Resiko audit merupakan resiko yang dapat terjadi pada auditor yang tanpa. disadari tidak memodifikasi pendapatnya atas laporan keuangan

Dengan senantiasa mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan ini peneliti

Selain itu hal lain yang dapat disarankan yaitu perlu pengamatan tingkat kesukaan panelis terhadap irisan bit sebelum uji organoleptik dilakukan serta koefisien

memungkinkan termasuk kegunaan dari tugas tersebut. Peserta didik tipe guardian sangat patuh kepada guru. Segala pekerjaan yang diberikan kepada guardian dikerjakan

Salah satu fenomena baru dari keragaman Islam yang kini muncul secara relatif meluas di Indonesia ialah gerakan yang memperjuangkan penerapan syari’at Islam

[r]

Langkah kerja menutup outdoor unit seperti posisi semula memiliki hasil yang lebih baik dengan peserta didik 3, 4, 5 dan 6 memiliki rata-rata waktu yang