• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini Anasya Firdha Intan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini Anasya Firdha Intan P"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini Anasya Firdha Intan P.

125120307111011

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu usaha individu untuk membina kepribadian agar sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan bukan hanya merupakan tanggung jawab sekolah saja melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua dan pemerintah. Pendidikan bukan baru dimulai setelah usia sekolah dasar, tetapi dapat dimulai sejak anak usia dini. Pendidikan seperti itu biasa disebut dengan pendidikan anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan untuk anak sejak lahir hingga usia enam tahun dengan upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak. Proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan cara memberikan pengalaman nyata agar anak mendapatkan konsep yang bermakna dari pengalaman tersebut. Melalui pengalaman nyatalah, anak dapat menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu secara optimal dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator.

Pendidik di sini bukan hanya diperankan oleh guru, tetapi orang tua juga dapat berperan sebagai pendidik anak-anaknya. Sebagaimana kita ketahui bahwa orang tua merupakan lingkungan pertama dan utama anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan tertua. Artinya, lingkungan keluarga adalah tempat utama dimulainya suatu proses pendidikan. Hal itu dikarenakan sebagian besar kehidupan anak ada dalam keluarga sehingga dari situlah banyak pendidikan yang diterima anak.

KAJIAN TEORITIS 1. Peranan Orang Tua

Menurut Teori Ekologi Brofenbrenner (Santrock, 2002), perkembangan anak dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks dengan berbagai tingkatan lingkungan sekitarnya yang mencakup interaksi yang saling berhubungan antara di dalam dan di luar rumah, sekolah, dan tetangga (masyarakat) dari kehidupan anak setiap hari dalam kurun

(2)

waktu yang sangat lama. Interaksi tersebut menjadi motor atau penggerak perkembangan anak yang merupakan pusat dari lingkaran, dikelilingi oleh berbagai sistem interaksi yang terdiri dari sistem mikro, sistem meso, seistem exo, dan sistem makro. Dalam hal ini, orang tua termasuk dalam sistem mikro, dimana orang tua berada lingkaran yang paling dekat dengan anak yang meliputi kegiatan dan pola interaksi langsung dari anak dengan lingkungan terdekatnya. Hubungan dua arah yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang dan intensif di lingkungan terdekat ini mempunyai dampak terbesar dan mendalam pada perkembangan anak.

Peranan orang tua sangat penting dalam membantu anak untuk menghadapi kehidupan di masa depan. Ketika memulai kehidupan di masa yang akan datang, anak diharapkan dapat menjadi lebih mandiri dan sudah seharusnya terlepas dari orang tua, dimana keputusan hidup mereka sudah harus dapat dilakukan sendiri. Pada saat itulah, peran orang tua sudah berkurang dan hanya dapat melihat hasil didikan mereka.

Menurut Hadisubrata (1994), kehidupan anak sangat tergantung pada orang tuanya, terlebih pada masa-masa awal kehidupannya. Oleh sebab itu, orang tua harus menyadari tugas-tugas pokok dalam hal sebagai berikut.

a. Orang tua sebagai pendamping

Anak membutuhkan orang tua yang lebih sensitif terhadap kebutuhannya, mau mendengarkan secara responsif, mampu memberikan perhatian bila anak mendapatkan kesulitan, mau diajak berbicara, dan tidak banyak tuntutan maupun larangan sejauh tidak membahayakan keselamatan anak. Orang tua juga harus bersedia menjadi teman bermainnya dan mau mebacakan buku untuknya.

Sebagai pendamping, orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak untuk memanfaatkan inderanya dan mengeksplor lingkungan sekitarnya. Orang tua tidak seharusnya menghalangi dan mematikan rasa ingin tahu anak untuk menggunakan pikirannya dalam menemukan sebab-sebab dari terjadinya sesuatu karena hal tersebut akan menghambat perkembangan anak sendiri.

b. Orang tua sebagai guru

Orang tua merupakan guru pertama dan terbaik bagi anak-anaknya karena orang tua mempunyai kesempatan paling besar dalam mempengaruhi kecerdasan anak pada saat anak-anak sangat peka teradap pengaruh luar, dan mengajarnya selaras dengan temponya

(3)

sendiri. Sebagai guru, tugas orang tua adalah menciptakan lingkungan yang dapat merangsang perkembangan anak, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan bahasa. Orang tua dapat memberikan kesempatan berlatih (menyediakan tempat bermain di rumah, menyediakan permainan, dll), memberikan motivasi dan bimbingan, dan menjadi model yang baik agar dapat ditiru anaknya dengan benar.

Ketidakmampuan orang tua dalam memberikan dasar-dasar perkembangan, maka akan mengakibatkan anak menjadi cenderung terhambat dalam proses belajar dan masa pendidikannya. Lebih mudah bagi orang tua untuk membiarkan anak mengenal lingkungan melalui panca inderanya. Dengan begitu, anak akan menjalani masa kecil yang menyenangkan dan orang tua sendiri lebih menikmati hubungan tersebut sehingga tidak perlu menekan atau memaksa anak untuk belajar.

2. Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak dengan usia 0 tahun sampai 6 tahun. Pada masa usia dini, berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa masa tersebut merupakan periode emas atau masa golden ages bagi perkembangan anak dimana pertumbuhan dan perkembangan otak anak telah mencapai 80% dan akan berkembang 20% saja ketika mereka dewasa. Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak. Perkembangan yang didapatkan pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan pada periode berikutnya hingga masa dewasa. Menurut Montessori, pada masa usia dini, anak dapat menyerap informasi apapun yang mereka dapatkan dari lingkungannya bagaikan sebuah spon. Meskipun begitu, secara prakteknya, anak-anak seringkali tidak sempurna dalam menunjukkan kemampuannya (Suyadi, 2010).

Masa usia dini disebut juga dengan masa peka, dimana pada masa ini, anak mulai peka dalam menerima berbagai rangsangan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda-beda seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Pada masa peka terjadi kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.

Menurut Catron dan Allen (1999), ada 6 aspek perkembangan anak usia dini, antara lain adalah kesadaran personal, kesehatan emosional, sosialisasi, komunikasi, kognisi, dan

(4)

keterampilan motorik. Pemahaman terhadap perkembangan anak tersebut dapat disimpulkan meliputi aspek kognitif, fisik-motorik, bahasa, dan sosio-emosional. Berikut adalah beberapa aspek perkembangan anak.

a. Aspek perkembangan kognitif

Menurut teori kognitif milik Piaget, anak usia dini berada pada tahap sensorimotor (0-2 tahun) dan tahap pra operasional (2-7 tahun). Tahap sensorimotor adalah tahap dimana kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks. Sedangkan pada tahap pra operasional, anak memiliki kemampuan dalam menerima rangsangan yang terbatas. Berbeda halnya dengan Vygotsky. Menurut Vygotsky, sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orang tua, guru, teman berinteraksi dan berkolaborasi dengan anak untuk mengembangkan suatu pengertian.

Belajar terjadi dalam konteks sosial dan muncul suatu istilah Zona Perkembangan Proximal atau Zona Proximal Development (ZPD). ZPD adalah tahap dimana kemampuan anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang lain yang lebih ahli (Papalia, 2008). Tahap selanjutnya adalah tahap scaffolding, dimana tahap ini anak membangun pengetahuan sebelumnya dan menginternaisasi informasi baru. Dengan demikian, anak belajar secara bertahap sesuai dengan kemampuannya.

b. Aspek perkembangan fisik-motorik

Keterampilan motorik anak terdiri dari motorik kasar dan motorik halus. Pada anak usia 4-5 tahun, keterampilan motoriknya lebih banyak berkembang pada motorik kasar. Sedangkan motorik halusnya berkembang setelah anak berusia 5 tahun. Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan oto terkoordinasi (Hurlock, 1998).

Papalia (2008) mengatakan bahwa tulang dan otot anak prasekolah semakin kuat dan kapasitas paru-paru mereka semakin besar sehingga memungkinkan merekan untuk berlari, melompat, dan memanjat dengan lebih cepat, lebih jauh, dan lebih baik. Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi lebih tepat. Sedangkan pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak semakin meningkat (Santrock, 1995). Tangan, lengan, dan tubuh bergerak bersama di bawah komando yang lebih baik dari mata.

(5)

Menurut Hart & Risley (Morrow, 1993), anak usia 2 tahun dapat memproduksi rata-rata dari 338 ucapan yang dapat dimengerti setiap jam, cakupan lebih luas adalah antara rentangan 42 sampao 672. Pada usia 4 tahun, anak-anak dapat menggunakan sekitar 134 kata-kata pada jam yang berbeda dnegan rentangan 18 untuk 286. Membaca dan menulis merupakan bagian dari belajar bahasa. Anak harus mengenal dan memahami kalimat agar dapat membaca dan menulis. Membaca membuat anak semakin banyak menambah kosakata. Anak dapat belajar bahasa melalui membaca buku cerita dengan suara yang nyaring. Hal tersbeut dilakukan untuk mengajarkan anak tentang bunyi bahasa.

Sedangkan menurut Seefeldt dan Barbour (1998), anak usia 5-6 tahun memiliki minat yang tinggi terhadao huruf-huruf dan angka, menyenangi alam, dapat mengingat kembali pengertian berdasarkan kata-kata, tulisan huruf tidak sama atau biasa saja, memiliki kosa kata lebih dari 2500 kata, mengalami kesulitan untuk mengucapkan huruf r atau sh diakhir kata, sering salah pengertian dalam penggunaan kata, dan bergerak ke dunia fantasi ke dunia nyata.

d. Aspek perkembangan sosio-emosional

Menurut teori psikososial miliki Erikson (Santrock, 2002), anak usia dini berada pada tahap Trust vs Mistrust (tahun pertama) hingga tahap Industry vs Inferiority (6 tahun-pubertas). Pada tahap pertama, Trust vs Mistrust (Kepercayaan dan Ketidakpercayaan), rasa kepercayaan menuntut perasaan nyaman secara fisik dan jumlah ketakutan minimal akan masa depan. Kebutuhan-kebutuhan dasar anak dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka. Tahap kedua, Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Malu dan Ragu-Ragu), terjadi pada tahun kedua dimana anak mulai menemukan bahwa mereka memiliki kemauan yang berasal dari diri mereka sendiri. Mereka menegaskan rasa otonomi atau kemandirian mereka dan menyadari kemauan mereka. Jika anak terlalu dibatasi atau dihukum terlalu keras, maka mereka akan cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu. Pada tahap ketiga, Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah), terjadi pada anak usia 3-5 tahun. Pada tahap tersebut, anak mulai menghadapi dunia sosial yang lebih luas, mereka lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang lebih bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak diharapkan menerima tanggung jawab yang lebih besar. Namun, perasaan

(6)

bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul jika anak tidak bertanggung jawab dan dibuat merasa terlalu cemas. Tahap keempat adalah tahap Industry vs Inferiority (Tekun dan Rasa Rendah Diri), terjadi pada usia 6 tahun sampai pubertas, dimana anak-anak mengerahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Tetapi, yang berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.

3. Pendidikan Anak Usia Dini

Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi, yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. Artinya, pendidikan harus dimulai dari usia dini, yaitu dengan mulai pada Pendidikan Usia Dini (PAUD). Dengan demikian, PAUD diselenggarakan sebelum jenjang Pendidikan Dasar. Sasaran dari layanan Pendidikan Anak Usia Dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun (Sutiyadi, 2010).

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14, Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan utnuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Disamping istilah pendidikan usia dini, terdapat pula terminologi pengembangan anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan masyarakat atau pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, gizi, maupun kesehatan (Direktorat PADU, 2002).

PEMBAHASAN

Pelaksanaan program pendidikan anak usia dini tidak akan berjalan lancar dan baik jika tidak ada peran dari orang tua. Pendidikan anak sebenarnya merupakan tanggung jawab penuh dari orang tua dan sudah seharusnya peran orang tua berada pada urutan pertama. Tanggung jawab orang tua diwujudkan dalam keterlibatannya secara langsung dalam pendidikan anak dari sejak lahir. Orang tualah yang paling memahami anak-anaknya. Mereka juga yang dapat mengetahui perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya. Oleh sebab

(7)

itu, orang tua dapat menjadi penentu kepribadian yang dimiliki anak, yaitu apakah akan menjadi seseorang yang memiliki kepribadian baik atau buruk.

Berdasarkan hasil penelitian (Henderson dan Mapp, 2002; National Standard For Parent/Family Involvement Programs, 2004), menunjukkan bahwa partisipasi orang tua dalam PAUD berhubungan dengan :

a. Prestasi anak

Ketika orang tua terlibat tanpa melihat status sosial ekonomi, latar belakang ras atau tingkat pendidikan orang tua, anak menunjukkan prestasi yang lebih tinggi. Dalam program yang dirancang untuk melibatkan orang tua dalam kemitraan yang penuh prestasi anak-anak dari keluarga tidak beruntung mampu mencapai level standard seperti yang dipersyaratkan. Selain itu, peran orang tua dalam pendidikan anak, mampu membuatn anak lulus dengan nilai yang lebih tinggi sehingga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk masuk ke perguruan tinggi.

b. Perilaku anak

Anak yang mendapatkan dukungan dari orang tua, memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dan cenderung melakukan sesuatu yang lebih baik. Anak-anak juga mempunyai perilaku yang lebih positif dan penurunan perilaku kekerasan, narkoba, dan antisosial.

c. Budaya

Sekolah yang berhasil adalah sekolah yang selalu melibatkan orang tua dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi-budaya, memusatkan diri membangun kemitraan yang menguntungkan antara para guru, keluarga, dan anggota masyarakat, mengembangkan pandangan kemitraan bahwa wewenang dan tanggung jawab adalah dipikul bersama-sama. d. Usia

Keterlibatan orang tua tidak terbatas pada anak usia dini tetapi bisa juga siswa SMP/SMA. Mereka diharapkan mampu melakukan peralihan yang lebih baik, memelihara kualitas kerja mereka, dan mengembangkan rencana-rencana realistis terkait masa depan mereka.

e. Kualitas sekolah

Sekolah yang memiliki kerja sama yang baik dengan orang tua, menunjukkan semanagat guru yang meningkat dan mendapat penilaian yang lebih tinggi dari para orang

(8)

tua dan masyarakat. Sekolah yang dinilai bagus dalam program kemitraan dengan orang tua memperlihatkan hasil ujian nasional yang lebih baik.

KESIMPULAN

Orang tua adalah sosok yang paling memahami anaknya. Mereka mengetahui perkembangan dan perubahan karakter serta kepribadian anak-anaknya. Peranan orang tua sangat penting dalam pendidikan anak, terutama saat pendidikan anak usia dini. Orang tua dapat berperan sebagai pendamping dan juga guru. Saat menjadi pendamping, orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak untuk memanfaatkan inderanya dan mengeksplor lingkungan sekitarnya agar dapat mengembangkan bakat atau potensi yang dimilikinya. Sedangkan saat berperan sebagai guru, orang tua harus dapat menciptakan lingkungan yang dapat merangsang perkembangan anak, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan bahasa. Akan tetapi, saat orang tua tidak mampu memberikan dasar-dasar perkembangan, maka akan mengakibatkan anak menjadi cenderung terhambat dalam proses belajar dan masa pendidikannya.

REFERENSI

Hadisubrata, M. (1994). Meningkatkan Intellegensi Anak Balita. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hurlock, E. B. (1998). Psikologi perkembangan, terj Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

John, S. W. (1995). Life Span Development. Jakarta: PT Erlangga.

Munandar, U. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

PADU, D. (2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Dini Usia (Menu Pembelajaran Generik). Jakarta: Direktorat PADU - Ditjen PLSP - Depdiknas.

Papalia, D. E. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan, terjemahan A.K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Santrock, J. W. (2002). Life Span Development. Jakarta: Erlangga. Suyadi. (2010). Psikologi Belajar PAUD. Jogjakarta: Pedagogia.

Referensi

Dokumen terkait

Warna merupakan salah satu unsur grafis dan dibagi menjadi 3 kelompok menurut jenisnya, yaitu warna primer (merah, kuning, biru), warna sekunder (hijau, kuning

Penjelasan :Halaman ini tampil ketika pengguna memilih menu baca dongeng yang terdapat pada menudaftar dongeng dan Selanjutnya pengguna memilih salah satu dongeng dari

High prevalence of hereditary cancer syndromes in adolescents and young adults with colorectal cancer. Hubungan faktor risiko,

Sehubungan dengan Evaluasi Pemilihan Langsung Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Bina Marga Kota Medan Tahun Anggaran 2016 Paket Pekerjaan Rehabilitasi/ Pemeliharaan

Dari beberapa permasalahan tersebut, dapat diasumsikan bahwa Perpustakaan STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh masih terdapat ketidakpuasan dan belum sesuai

[r]

1) Hal pertama yang bisa dilakukan perusahaan di sini adalah memastikan adanya kuota kerja untuk masyarakat setempat. Perusahaan bisa memulainya dengan memetakan

pembangunan fasilitas dan teknologi yang semakin menunjang sudah sepantasnya setiap sekolah atau yayasan menggunakan media internet untuk penyampaian kelulusan.