• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penggunaan Media pada Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Penggunaan Media pada Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah Dasar"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGGUNAAN MEDIA PADA PENDIDIKAN GIZI

TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK

KEBIASAAN SARAPAN SISWA SEKOLAH DASAR

NURLAELY FITRIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Penggunaan Media pada Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(4)

RINGKASAN

NURLAELY FITRIANA. Analisis Penggunaan Media pada Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan IKEU EKAYANTI.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan siswa Sekolah Dasar. Tujuan khususnya meliputi: (1) Menganalisis tingkat penerimaan contoh terhadap media pendidikan gizi (poster, leaflet, dan multimedia) dilihat dari tingkat kesukaannya; (2) Membandingkan akses informasi mengenai gizi, frekuensi sarapan, tipe sarapan, mutu gizi asupan sarapan, FFQ makanan sarapan, serta asupan pangan dan tingkat kecukupan zat gizi pada kelompok perlakuan; (3) Menganalisis efektivitas media pendidikan gizi terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan praktik sarapan (frekuensi sarapan, tipe sarapan, mutu gizi asupan sarapan, FFQ makanan sarapan, serta asupan pangan dan tingkat kecukupan zat gizi) pada kelompok perlakuan.

Penelitian ini menggunakan desain quasy experimental yang dilakukan pada empat SDN di Kota Brebes pada bulan November-Desember 2013. Kelompok intervensi pada penelitian ini adalah kelompok media poster, leaflet, multimedia, dan tanpa media. Secara acak terpilih SDN Brebes 07 sebagai kelompok tanpa media (TM), SDN Brebes 02 sebagai kelompok poster (P), SDN Brebes 08 sebagai kelompok leaflet (L), dan SDN Brebes 01 sebagai kelompok multimedia (M). Jumlah contoh yang berhasil mengikuti penelitian ini sebanyak 166 siswa. Intervensi pendidikan gizi diberikan selama 45-60 menit kepada contoh sebanyak dua kali pertemuan dalam satu bulan. Tahapan perlakuan terdiri dari baseline (sebelum intervensi), intervensi, dan endline (satu bulan setelah intervensi). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan instrumen kuesioner dan arsip data sekolah. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia (Kruskal Wallis, Wilcoxon, Paired Sample T-Test, one-way ANOVA, dan ANCOVA) menggunakan program komputer Microsoft Excel 2010 dan software SPSS versi 16.

Lebih dari separuh contoh (53.6%) berjenis kelamin perempuan dan sebesar 46.4% contoh berjenis kelamin laki-laki. Usia contoh berkisar antara 10-12 tahun dimana sebagian besar contoh (90%) berusia 10-11 tahun. Sebagian besar contoh (65.7%) memiliki uang saku antara >Rp 3.000-Rp 5.000 dan lebih dari separuh contoh (52.4%) memiliki uang jajan antara Rp 1.000-Rp 3.000.

Secara umum, mayoritas contoh memiliki ayah (53.0%) dan ibu (48.8%) yang berpendidikan SMA. Lebih dari sepertiga contoh memiliki ayah (38.0%) yang bekerja sebagai wiraswasta dan 47.6% contoh memiliki ibu yang tergolong sebagai ibu rumah tangga. Lebih dari separuh contoh (54.8%) pada seluruh kelompok memiliki jumlah keluarga yang termasuk kategori kecil (≤4 orang). Sebesar 44.6% contoh mempunyai orang tua yang berpendapatan sebesar Rp 1.000.000-Rp 2.999.999 dan sebagian besar contoh pada seluruh kelompok termasuk kategori tidak miskin (79.5%).

(5)

seluruh kelompok (p<0.05). Skor tingkat kesukaan contoh pada media leaflet lebih tinggi dibandingkan poster dan multimedia. Sumber informasi yang banyak diperoleh contoh adalah TV, orang tua, dan guru.

Hasil uji Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap sarapan contoh meningkat antara baseline dan endline pada seluruh kelompok. Hasil uji ANOVA berdasarkan perubahan skor pengetahuan sarapan contoh saat baseline dan endline menunjukkan tidak berbeda signifikan (p>0.05). Sementara, berdasarkan perubahan skor sikap sarapan contoh saat baseline dan endline menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antar media (p<0.05). Peningkatan skor sikap sarapan contoh tertinggi terdapat pada kelompok L (leaflet).

Praktik sarapan contoh menunjukkan adanya peningkatan saat endline, namun belum memenuhi kecukupan gizi secara keseluruhan. Frekuensi sarapan contoh selama seminggu meningkat saat endline. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pengelompokan sarapan tipe pertama dan kedua pada seluruh kelompok (p>0.05). Mutu gizi asupan sarapan contoh meningkat namun masih termasuk kategori sangat kurang. Berdasarkan FFQ makanan sarapan contoh menunjukkan bahwa saat endline contoh lebih banyak mengonsumsi karbohidrat, protein, dan minuman, meningkatkan konsumsi susu, serta mengurangi konsumsi makanan jajajan. Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh meningkat saat endline namun masih lebih rendah dibandingkan AKG, kecuali asupan vitamin A. Asupan dan kontribusi zat gizi sarapan contoh meningkat setelah intervensi (energi, protein, zat besi, kalsium, vitamin A, dan vitamin B1), namun asupan dan kontribusi kalsium, fosfor, dan vitamin C sarapan contoh belum memenuhi kecukupan zat gizi sarapan yang baik (15-25% AKE). Peningkatan mutu gizi asupan sarapan contoh, serta asupan dan kontribusi zat gizi sarapan contoh tertinggi terdapat pada kelompok L (leaflet), sedangkan peningkatan asupan pangan contoh tertinggi terdapat pada kelompok M (multimedia).

Terdapat perbedaan yang signifikan antara uang saku, uang jajan, pendidikan orang tua (tahun), pekerjaan dan pendapatan orang tua, serta pendapatan perkapita per bulan orang tua contoh pada seluruh kelompok (p<0.05), serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin, usia, dan besar keluarga contoh pada seluruh kelompok (p>0.05). Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa bahwa terdapat perbedaan yang signifikan proporsi kategori pengetahuan, sikap, frekuensi, dan mutu gizi asupan sarapan contoh saat baseline dan endline pada seluruh kelompok (p<0.05). Hasil uji ANCOVA menunjukkan bahwa sosial ekonomi (pendidikan dan pekerjaan ibu) dan intervensi pendidikan gizi berpengaruh terhadap sikap sarapan contoh, sementara usia contoh dan intervensi pendidikan gizi berpengaruh terhadap mutu gizi asupan sarapan contoh pada seluruh kelompok (p<0.05).

(6)

SUMMARY

NURLAELY FITRIANA. Analysis of Media Use in the Nutrition Education on Knowledge, Attitude and Practice of the Breakfast Habits on Elementary School Students. Supervised by SITI MADANIJAH and IKEU EKAYANTI.

The general objective of this study was to analyze the use of media in nutrition education on knowledge, attitude, and practice of breakfast habits on elementary school students. The specific objectives of this study were to: (1) Analyze of samples’ acceptance level to nutrition education media (poster, leaflet, and multimedia) seen from the preference level; (2) Compare access to information about nutrition, breakfast frequency, type of breakfast, nutritional quality of breakfast intake, FFQ (Food Frequency Questionnaire) of breakfast foods, and food intake and nutritional adequacy levels in the intervention group; (3) Analyze the effectiveness of nutrition education media to the changes in knowledge, attitude and practice of breakfast (breakfast frequency, type of breakfast, nutritional quality of breakfast intake, FFQ of breakfast foods, and food intake and nutritional adequacy levels) in the intervention group.

This study used quasy experimental design conducted on four public elementary schools (PES) in Brebes City on November-December 2013. The intervention groups in this study were poster media group, leaflet, multimedia, and without media. Using random selection, PES Brebes 07 was selected as without-media group (TM), PES Brebes 02 as a poster group (P), PES Brebes 08 as a leaflet group (L), and PES Brebes 01 as a multimedia group (M). The number of samples who successfully participated in this study were 166 students. Nutrition education intervention was given during 45-60 minutes in two meetings within one month. Stages of intervention consisted of baseline (before intervention), intervention, and endline (one month after the intervention). Types of data collected were primary and secondary data. Data collection was conducted through interview using a questionnaire instrument and school archives data. Data were processed and analyzed by descriptive and inferential (Kruskal Wallis, Paired Sample T-Test, one-way ANOVA, and ANCOVA) using Microsoft Excel 2010 computer program and SPSS version 16 software.

More than half of the samples (53.6%) were female and 46.4% of the samples were male. Age of samples ranged from 10-12 years old where the majority of samples (90%) aged between 10-11 years old. Most samples (65.7%) have pocket money between >Rp 3.000-Rp 5.000 and more than half of the samples (52.4%) have snack money between Rp 1.000-Rp 3.000.

In general, the majority of samples have fathers (53.0%) and mothers (48.8%) who were senior high school education. More than a third of the samples have fathers (38.0%) who were self-employed and 47.6% of samples have housewife mothers. More than half of the samples (54.8%) in all groups have

small number of families (≤4 people). 44.6% of the samples have parents with

income rates of Rp 1.000.000-Rp 2.999.999 and the majority of samples in all groups were categorized as non-poor (79.5%).

Kruskal Wallis test results showed that there were significant differences in

the samples’ level of preference from the aspects of images and colors in all

(7)

higher than poster and multimedia. Sources of information of the samples were mostly TV, parents, and teachers.

The results of Paired Samples T-Test showed that samples’ breakfast knowledge and attitudes were increased between baseline and endline in all

groups. ANOVA test results based on changes in the scores of samples’ breakfast knowledge at baseline and endline showed no significant difference (p>0.05).

While, based on the score changes in samples’ breakfast attitudes at the baseline and endline showed there were significant differences between the media (p<0.05). The highest score increase in samples’ breakfast attitudes was in the L (leaflet) group.

Samples’ breakfast practices showed an increase at the endline, but still categorized as “less” and have yet to meet the overall nutritional adequacy. The

frequency of samples’ breakfasts during the whole week increased at the endline. There were no significant differences in grouping first- and second-breakfast type in all groups (p<0.05). The nutritional quality of samples’ breakfast intakes at the baseline and endline was categorized as very inadequate. Based on FFQ (Food Frequency Questionnaire) of breakfast food showed that at the endline, samples consumed more carbohydrates, proteins, and drinks, increased milk consumption, and as well as reduced snacks food. Intake and nutritional adequacy level of samples were increased at endline, but it was still lower than RDA (Recommended Dietary Allowances), except for vitamin A intake. Intake and nutrients contribution of samples’ breakfasts were significantly increased at endline (energy, protein, iron, calcium, vitamin A, and vitamin B1), but intake and nutrients contribution of calcium, phosphorus, and vitamin C of samples’ breakfast have yet to meet the nutritional adequacy of a good breakfast (15-25% Energy Intake Adequacy/EIA). The highest increase in nutritional quality of

samples’ breakfast intakes, and intake and nutrients contribution of samples’ breakfast were in the L (leaflet) group, while the highest increase in samples’ food intakes was in the M (multimedia) group.

There were significant differences between samples’ pocket money, snack money, parents education levels (years), parents employment and income, and parents income percapita per month in all groups (p<0.05), while there were no significant differences in samples’ gender, age, and family sizes in all groups (p>0.05). Wilcoxon test results showed that there were significant differences on the proportion of category of knowledge, attitudes, frequency, and nutritional

quality of samples’ breakfast intakes at baseline and endline in all groups (p<0.05). ANCOVA test results showed that socioeconomic (mother’s education and employment) and nutrition education interventions affected on samples’ breakfast attitudes, while the age of samples and nutrition education interventions

affected on nutritional quality of samples’ breakfast intakes in all groups (p<0.05).

Keywords: breakfast, educational media, elementary school students, nutrition education

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

ANALISIS PENGGUNAAN MEDIA PADA PENDIDIKAN GIZI

TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK

KEBIASAAN SARAPAN SISWA SEKOLAH DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Penggunaan Media pada Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah Dasar

Nama : Nurlaely Fitriana NIM : I151114081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS Ketua

Dr Ir Ikeu Ekayanti, MKes Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah subhanahu

wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Penggunaan Media pada Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kebiasaan Sarapan Siswa Sekolah Dasar”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS dan Dr Ir Ikeu Ekayanti, MKes selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, serta senantiasa memberikan motivasi yang besar kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku moderator dalam ujian tertutup yang telah memberikan beragam masukan dan saran konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada orang tua tercinta (Ayahanda Drs Thoyib Thohirin dan Ibunda Dra Sri Rokhyatusunah) yang telah menghantarkan penulis hingga ke jenjang magister dengan segala kasih sayang, doa, dan motivasi yang diberikan, serta kepada adik-adikku tersayang (Rizqi, Yuni, Nova) atas keceriaan dan motivasi yang diberikan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim enumerator (Amalia, Anggun, Nurfi, Mas Muslih), Pak Wahib, UPTD Pendidikan Kota Brebes, Kepala Sekolah, Wali kelas dan dewan guru, serta adik-adik kelas 5 dari SDN Brebes 01, SDN Brebes 02, SDN Brebes 07, dan SDN Brebes 08 yang banyak membantu penulis dalam menyeselaikan penelitian dan memberikan keceriaan, semangat, serta motivasi kepada penulis.

Terima kasih kepada teman-teman serta sahabat tercinta: tim animator (Suprapti, Nada, Izal), Rindu, Diana, Ima, Sumi, Mery, Linda, Stefany, Yulia, Kak Ghaida, Mba Nurul, Annisa, Ai Kustiani, Ari, Alvianti, Siti Aisyah, Afni, Riri, Ibu Ina, Mba Nia, Mba Ajeng, Mba Pera, Mba Vitria, GMS’12, serta Kos Doi atas semangat dan motivasi yang diberikan.

Terima kasih juga kepada seseorang yang selalu memberikan semangat, saran, kritik, serta motivasi kepada penulis, serta kepada pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu dalam membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini dapat menjadi salah satu bagian bagi landasan ilmu pengetahuan dan dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Anak Sekolah Dasar 5

Perilaku Gizi 6

Akses Informasi 10

Kebiasaan Sarapan 10

Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP) 15

Konsumsi Pangan 16

Pendidikan Gizi 19

Media Pendidikan Gizi 20

3 KERANGKA PEMIKIRAN 24

4 METODE 27

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 27

Teknik Penarikan Contoh 27

Proses Pembuatan Media 28

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 32

Pelaksanaan Intervensi 33

Pengolahan dan Analisis Data 35

Definisi Operasional 41

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 42

Gambaran Umum Sekolah 42

Karakteristik Individu 44

Karakteristik Keluarga 46

Tingkat Kesukaan Contoh terhadap Media 51

Sumber dan Akses Informasi 54

Pengetahuan Sarapan 56

Sikap Sarapan 62

Praktik Sarapan 66

Frekuensi Sarapan 66

Tipe Sarapan 69

Mutu Gizi Asupan Sarapan 73

FFQ Makanan Sarapan 75

Asupan Pangan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi 76

(15)

DAFTAR ISI (lanjutan)

6 SIMPULAN DAN SARAN 90

Simpulan 90

Saran 91

DAFTAR PUSTAKA 91

LAMPIRAN 106

(16)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi bahan pangan per 100 g 15

2 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah 18

3 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data 33

4 Pengkategorian variabel penelitian 39

5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu 46 6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga 50 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesukaan terhadap media 52 8 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi 55 9 Sebaran contoh berdasarkan akses informasi 56 10 Sebaran contoh berdasarkan kesediaan memberi informasi

sarapan (endline) 56

11 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan sarapan

(baseline) 58

12 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan sarapan

(endline) 59

13 Rata-rata dan perubahan skor pengetahuan sarapan contoh

(baseline dan endline) 59

14 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap sarapan (baseline) 63 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap sarapan (endline) 64 16 Rata-rata dan perubahan skor sikap sarapan contoh (baseline

dan endline) 64

17 Rata-rata dan perubahan frekuensi sarapan contoh (baseline dan

endline) 67

18 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sarapan (baseline) 67 19 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi sarapan (endline) 68 20 Sebaran contoh berdasarkan pengelompokan sarapan tipe-1

(baseline dan endline) 70

21 Sebaran contoh berdasarkan pengelompokan sarapan tipe-2

(baseline dan endline) 71

22 Rata-rata dan perubahan skor mutu gizi asupan sarapan contoh

(baseline dan endline) 73

23 Sebaran contoh berdasarkan mutu gizi asupan sarapan

(baseline) 74

24 Sebaran contoh berdasarkan mutu gizi asupan sarapan (endline) 74 25 Rata-rata dan perubahan asupan zat gizi contoh (baseline dan

endline) 77

26 Rata-rata dan perubahan tingkat kecukupan zat gizi contoh

(baseline dan endline) 79

27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi

(baseline) 80

28 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi

(endline) 81

29 Rata-rata dan perubahan asupan zat gizi sarapan contoh

(baseline dan endline) 84

30 Kontribusi zat gizi sarapan terhadap AKG (baseline dan

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan praktik

kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar 26

2 Skema penarikan contoh 28

3 Skema pelaksanaan penelitian 35

4 Aspek penilaian tingkat kesukaan yang paling disukai contoh

pada masing-masing media 53

5 Rata-rata skor tingkat kesukaan contoh terhadap media secara

keseluruhan 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran contoh (%) berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan sarapan (baseline dan endline) 107 2 Sebaran contoh (%) berdasarkan sikap positif terhadap

pernyataan sarapan (baseline dan endline) 108 3 Rata-rata frekuensi konsumsi (baseline) 109

4 Rata-rata frekuensi konsumsi (endline) 111

5 Hasil uji Kruskal Wallis variabel karakteristik individu dan keluarga, tingkat kesukaan contoh terhadap media, serta tipe

sarapan 113

6 Hasil uji Wilcoxon variabel pengetahuan, sikap, frekuensi, dan

mutu gizi asupan sarapan 113

7 Hasil uji ANOVA variabel penelitian 113

8 Hasil uji Paired Sample T-Test variabel penelitian 115 9 Hasil uji ANOVA berdasarkan rata-rata perubahan skor

perilaku sarapan 116

10 Hasil uji ANCOVA antara akses informasi dan karakteristik sosial ekonomi terhadap rata-rata perubahan skor pengetahuan, sikap, frekuensi, dan mutu gizi asupan sarapan 117

11 Poster “Ayo Sarapan Sehat!” 118

12 Leaflet “Ayo Sarapan Sehat!” 119

13 Multimedia “Ayo Sarapan Sehat!” 120

(18)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan. Kualitas SDM yang baik harus didukung dengan status gizi yang dapat dicapai melalui konsumsi pangan beragam, bergizi, dan berimbang (Depkes 2005). Upaya mewujudkan SDM yang berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaan manusia sejak usia dini yaitu sejak masa anak-anak (Villarreal-Calderon et al. 2002; Choi et al. 2008).

Anak usia sekolah merupakan sumberdaya manusia yang kelak akan meneruskan pembangunan di Indonesia. Sumberdaya manusia yang berkualitas dicirikan oleh tumbuh kembang anak yang baik, sehingga terbentuk generasi yang sehat dan cerdas baik secara intelegensia maupun emosi dan spritualnya (Health dan Panaretto 2005). Semua ini tidak terlepas dari peran gizi dan pengasuhan optimal yang berkontribusi penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak (Nasir et al. 2012). Namun pada kenyataannya, seringkali asupan pangan pada anak tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna akibat kurangnya ketersediaan pangan rumah tangga dan pengetahuan gizi yang rendah. Rendahnya asupan pangan salah satunya karena kontribusi sarapan yang masih rendah.

Sarapan merupakan makanan yang paling penting pada pagi hari namun sering terlewat (Affenito 2007; Alexy et al. 2010). Sarapan penting dilakukan karena dianggap sebagai penentu perilaku dan gaya hidup sehat (Affenito 2007; Hoyland et al. 2009; Gibson dan Gunn 2011). Bagi anak-anak yang masih dalam pertumbuhan sarapan sangat penting sebagai sumber energi untuk memulai padatnya aktivitas dari pagi hingga siang hari. Menurut Khomsan (2005) dan Dehdari et al. (2013), sarapan sebaiknya menyumbangkan energi sebesar 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan sebaiknya memenuhi 300-500 kkal dan 6-10 gram protein (Hardinsyah 2012). Sarapan secara teratur pada anak sekolah terbukti dapat meningkatkan konsentrasi, kemampuan belajar, stamina anak, dan kehadiran di sekolah (Bruening et al. 2011; Gibson dan Gunn 2011; Arora et al. 2012; Corder et al. 2014).

Data Survei Kesehatan Nasional di Amerika Serikat tahun 1999-2006 yang dilakukan pada 4.320 anak sekolah dasar dan 5.339 remaja menunjukkan sebesar 20% anak sekolah dan 31.5% remaja melewatkan sarapan (Taskar et al. 2010). Di Indonesia, berdasarkan hasil analisis data konsumsi pangan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa masih banyak anak yang tidak terbiasa sarapan sehat, diketahui dari 35.000 anak usia sekolah sekitar 26.1% sarapan hanya dengan air minum dan 44.6% memperoleh asupan energi kurang dari 15% kebutuhan energi per hari (Hardinsyah 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murniati (2011) menunjukkan bahwa sebesar 19.7% praktik sarapan anak SD di Kota Bogor tergolong kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2012) menunjukkan bahwa sebesar 15.9% anak SD tidak pernah melakukan sarapan. Selain itu, hasil penelitian Mariza dan Kusumastuti (2013) menunjukkan bahwa sebesar 43.8% anak SD di Kota Semarang tidak biasa melakukan sarapan.

(19)

2

pagi, belum lapar, dan tidak suka makanan yang disediakan (Reddan et al. 2002; Almatsier et al. 2011). Anak-anak yang melewatkan sarapan lebih cenderung mengonsumsi makanan di luar rumah dan mempunyai perilaku diet yang tidak sehat yaitu dengan mengonsumsi snack yang rendah zat gizi yang berpotensi memiliki efek buruk terhadap peningkatan berat badan anak (Utter et al. 2007; Kral et al. 2011). Hasil penelitian pada anak sekolah di Selandia Baru menunjukkan bahwa anak yang melewatkan sarapan akan mengakibatkan penurunan total energi dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi, penurunan tingkat kehadiran dan performa akademik di sekolah, serta menimbulkan masalah perilaku pada anak (Gross et al. 2004).

Perilaku kebiasaan sarapan yang masih kurang dikarenakan rendahnya pengetahuan anak tentang gizi dan kesehatan. Anak-anak yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik, akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya terkait dengan pangan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Pendidikan atau penyuluhan gizi merupakan suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam perbaikan pangan dan gizi untuk mendapatkan kesehatan yang lebih baik (Contento 2007).

Kelompok anak sekolah merupakan kelompok yang mudah menerima program pendidikan gizi di sekolahnya (Rosario et al. 2013). Menurut teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, anak usia sekolah dasar memasuki tahap operasional konkrit dimana anak mampu berpikir tentang hal-hal yang konkrit dan kemampuan intektual anak sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan daya nalarnya dan mampu mengisi kuesioner dengan baik (Davis 2014). Oleh karena itu, pemberian pendidikan gizi khususnya mengenai sarapan sangat tepat dilakukan pada anak sekolah dasar. Pada penelitian ini pendidikan gizi tidak diberikan kepada orang tua khususnya ibu, namun diharapkan informasi yang diberikan kepada anak sekolah dasar dapat menjadi pengetahuan bagi anak dalam menilai pangan yang sehat untuk sarapan dan diharapkan anak-anak dapat menjadi agent of change dalam penyampaian pesan-pesan kebiasaan sarapan bagi keluarga dan teman sebaya.

Program pendidikan gizi yang diberikan pada anak sekolah mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan keyakinan siswa mengenai pemilihan makanan anak yang lebih baik (Prelip et al. 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cueto dan Chinen (2007) untuk mengetahui dampak pendidikan dari program sarapan sekolah menunjukkan bahwa program sarapan sekolah memiliki efek positif terhadap tingkat kehadiran sekolah dan secara signifikan berpengaruh terhadap memori jangka pendek anak sekolah. Salah satu bentuk pendidikan gizi yang dapat dilakukan adalah pendidikan gizi mengenai sarapan yang disampaikan dengan menggunakan berbagai media pendidikan gizi.

(20)

3 Pada penelitian ini media yang digunakan terdiri dari poster, leaflet, dan multimedia. Poster dan leaflet merupakan media visual yang banyak digunakan dalam pendidikan gizi (Siagian et al. 2010; Trepka et al. 2010). Teknologi komputer dan interaktif multimedia telah berkembang dalam dua dekade terakhir sebagai alat edukasi gizi (Hermina dan Afriansyah 2010). Namun, penggunaan multimedia dalam pendidikan gizi di Indonesia masih jarang digunakan. Menurut Serrano dan Anderson (2004), teknologi multimedia menggabungkan kemampuan animasi, video, dan musik, serta menyediakan peluang untuk meningkatkan keinginan belajar dan perubahan perilaku pada anak. Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa intervensi pendidikan gizi pada anak sekolah dasar dengan interaktif multimedia terbukti efektif meningkatkan perilaku gizi (Morgan et al. 2014).

Mengingat pentingnya kebiasaan sarapan terutama di kalangan anak sekolah, menuntut siswa untuk mendapatkan pendidikan gizi dengan media yang sesuai dan efektif. Media yang baik dapat menyampaikan pesan, diterima, dan mencapai sasaran yang baik. Penyampaian pesan-pesan kebiasaan sarapan melalui poster, leaflet, dan multimedia diharapkan dapat menjadi salah satu cara efektif dalam meningkatkan perilaku kebiasaan sarapan anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan setelah diberikan intervensi melalui berbagai media pendidikan yang digunakan.

Rumusan Masalah

Sarapan merupakan salah satu perilaku penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Sarapan sangat penting sebagai sumber energi untuk memulai padatnya aktivitas hingga siang hari. Sarapan diperlukan untuk berpikir, bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi. Sarapan sangat diperlukan khususnya bagi anak-anak yang masih dalam pertumbuhan. Anak yang mengonsumsi sarapan terbukti memiliki indeks massa tubuh yang lebih baik, serta dapat meningkatkan stamina dan konsentrasi belajar anak yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia di masa depan (Taskar et al. 2010). Sayangnya, masih banyak anak sekolah yang tidak melakukan sarapan.

(21)

4

1. Apakah perbedaan media dalam pendidikan gizi berpengaruh terhadap tingkat penerimaan contoh dilihat dari tingkat kesukaannya?

2. Apakah perbedaan media dalam pendidikan gizi berpengaruh terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan dapat diimplementasikan pada praktik kebiasaan sarapan?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat penerimaan contoh terhadap media pendidikan gizi (poster, leaflet, dan multimedia) dilihat dari tingkat kesukaannya.

2. Membandingkan akses infomasi mengenai gizi, frekuensi sarapan, tipe sarapan, mutu gizi asupan sarapan, FFQ makanan sarapan, serta asupan pangan dan tingkat kecukupan zat gizi pada kelompok perlakuan.

3. Menganalisis efektivitas media pendidikan gizi (poster, leaflet, dan multimedia) terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan praktik sarapan (frekuensi sarapan, tipe sarapan, mutu gizi asupan sarapan, FFQ makanan sarapan, serta asupan pangan dan tingkat kecukupan zat gizi) pada kelompok perlakuan.

Hipotesis Penelitian

Terdapat beberapa hipotesis yang mendasari penelitian ini, yaitu:

1. Ada perbedaan efek penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap pengetahuan sarapan siswa pada kelompok perlakuan.

2. Ada perbedaan efek penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap sikap sarapan siswa pada kelompok perlakuan.

3. Ada perbedaan efek penggunaan media pada pendidikan gizi terhadap praktik sarapan siswa pada kelompok perlakuan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan gambaran secara umum mengenai pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar. Penelitian ini juga mengungkapkan mengenai media pendidikan gizi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar sehingga dapat membantu anak dalam membangun kebiasaan sarapan secara teratur.

(22)

5 pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu program kebijakan dalam pangan dan gizi bagi anak sekolah dalam rangka menunjang perbaikan gizi masyarakat dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam meningkatkan efektivitas media pendidikan gizi dalam rangka perbaikan perilaku dan konsumsi pangan anak usia sekolah.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Anak usia sekolah merupakan sumberdaya manusia yang kelak akan meneruskan pembangunan di Indonesia. Sumberdaya manusia yang berkualitas dicirikan oleh tumbuh kembang anak yang baik, sehingga terbentuk generasi yang sehat dan cerdas baik secara intelegensia maupun emosi dan spritualnya. Semua ini tidak terlepas dari peran gizi yang sejauh ini diyakini berkontribusi penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak (Nasir et al. 2012).

Anak usia sekolah merupakan periode tenang sebelum beralih pada masa remaja yang lebih keras, perubahan yang terjadi pada masa ini dapat dilihat pada ukuran dan keahlian selama umur 6 sampai 12 tahun. Pertumbuhan terhadap tinggi badan dan berat badan berlangsung perlahan dibandingkan dengan masa bayi dan remaja (Edelman dan Mandle 2006). Pada usia 8-12 tahun daya ingat anak mencapai intensitas terbaik dan pada masa usia ini daya menghafal/memorisasi anak dapat memuat sejumlah materi hafalan sebanyak mungkin (Ahmadi dan Soleh 2005).

Golongan anak usia sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas diluar rumah, sehingga waktu makan pagi (sarapan) sering dilupakan. Sarapan sangat perlu diperhatikan untuk mencegah hipoglikemia dan agar anak lebih mudah untuk menerima pelajaran (Almatsier 1994). Anak-anak yang melewatkan sarapan lebih cenderung mengonsumsi makanan di luar rumah dan mempunyai perilaku diet yang tidak sehat yaitu dengan mengonsumsi snack yang rendah zat gizi yang berpotensi memiliki efek buruk terhadap peningkatan berat badan anak (Utter et al. 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Guinn et al. (2002) pada 357 anak sekolah dasar di Georgia menunjukkan bahwa sebesar 66% anak berpartisipasi dalam program sarapan sekolah dan anak-anak yang berpartisipasi dalam program sarapan sekolah lebih banyak mengonsumsi energi, vitamin, dan mineral dibandingkan mereka yang tidak berpartisipasi dalam program sarapan sekolah, serta secara keseluruhan mereka memiliki pola makan yang lebih baik.

(23)

6

2013). Pada masa ini, anak sudah mencoba makan makanan baru seperti sayuran, makanan berkuah, kaserol, dan lainnya yang sebelumnya belum pernah dicoba dan anak biasanya akan memperlihatkan rasa tidak suka, serta lebih memilih makanan seperti roti kacang dan coklat pada setiap waktu makannya. Anak lebih menyukai jajanan disekolah sehingga dibutuhkan pengawasan yang baik dari anggota keluarga (Edelman dan Mandle 2006).

Masalah-masalah yang timbul pada kelompok usia sekolah antara lain berat badan rendah, defisiensi zat besi (kurang darah), dan difesiensi vitamin E. Masalah ini timbul karena pada umur-umur ini anak sangat aktif bermain dan banyak kegiatan baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya. Dipihak lain, anak kelompok ini kadang-kadang nafsu makan mereka menurun, sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan energi yang dibutuhkan (Notoatmodjo 2007).

Anak usia sekolah suka mengonsumsi minuman bersoda dan jarang mengonsumsi susu sehingga mereka rentan untuk kekurangan kalsium dan vitamin D sesuai yang dianjurkan untuk mereka. Anak suka mengkonsumi jajanan seperti keripik, kue-kue, donat, makanan gorengan, dan minuman bersoda, dimana jajanan tersebut hanya menyuplai energi (Walker 2005).

Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi dengan baik dan cukup, ternyata ada beberapa masalah yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi untuk anak. Seorang anak juga dapat mengalami defisiensi zat gizi tersebut yang berakibat pada berbagai aspek fisik maupun mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara cepat, jangka pendek dan jangka panjang, serta dapat dicegah oleh masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi dampak defisiensi zat gizi antara lain melalui pengaturan makan yang benar (Santoso 2004).

Perilaku Gizi

Perilaku seseorang merupakan respon terhadap stimulus yang ada, baik stimulus sebagai faktor internal maupun sebagai faktor eksternal dari perilaku. Perilaku tersebut, dapat berupa perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan perilaku yang belum dapat diamati oleh orang lain seperti pengetahuan, sikap, perhatian, persepsi, dan perasaan. Bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Perilaku terbuka merupakan perilaku yang sudah dapat diamati oleh orang lain seperti tindakan atau praktik kesehatan (Notoatmodjo 2007). Perilaku gizi dan kesehatan merupakan kegiatan individu yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan, mencegah penyakit, deteksi dini, dan mengontrol terhadap gejala penyakit yang timbul. Peran petugas kesehatan dan ketersediaan sarana kesehatan dalam mengubah perilaku sehat individu sangat berpengaruh (Edelman dan Mandle 2006).

(24)

7

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek tertentu melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, yang diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh guru, orangtua, teman, buku, surat kabar, serta dapat ditelusuri kebenarannya dengan bertanya atau menggali informasi itu sendiri (Notoatmodjo 2007; Maulana 2009; Fitriani 2011). Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, dan interaksi zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan dari konsumsi pangan yang salah (Suhardjo 2003).

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan diantaranya, yaitu:

1. Tahu (know)

Tingkatan tahu (know) ini merupakan tingkatan dari pengetahuan yang terendah. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari termasuk ke dalam tingkat ini. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami merupakan kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu objek serta dapat menginterpretasikannya dengan benar. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja seperti menjelaskan, menyebutkan contoh, meramalkan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menerapkan materi yang pernah dipelajarinya seperti penggunaan rumus, metode, dan prinsip.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen secara berkaitan dan terstruktur. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja seperti menambahkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis mengarah kepada kemampuan seseorang dalam membentuk formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja seperti menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan seseorang melakukan penilaian terhadap suatu objek yang didasari dengan kriteria-kriteria tertentu.

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, serta sumber-sumber zat gizi pada makanan (Notoatmodjo 2007). Penanaman pengetahuan merupakan salah satu tujuan utama pendidikan kesehatan. Melalui penanaman pengetahuan diharapkan pengetahuan tersebut dapat membentuk sikap yang pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku. Upaya pendidikan kesehatan yang didesain dengan baik akan meningkatkan status gizi dan memperbaiki perilaku sehat seseorang (Pickett dan Hanlon 2009).

(25)

8

belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan dan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi (Sukandar 2009).

Suatu program yang komprehensif dapat berpengaruh penting terhadap pengetahuan gizi dan kebiasaan makan anak sekolah dasar yang juga dapat mempengaruhi anggota keluarga lain (Gibney et al. 2009). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes objektif yang paling sering digunakan. Kelebihan multiple choice test ini adalah bahwa bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi (Khomsan 2000).

Sikap Gizi

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo 2007; Maulana 2009; Fitriani 2011).

Newcomb, salah seorang ahli psikolog sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo 2007; Maulana 2009; Fitriani 2011).

Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1) kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu subjek; dan 3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo 2007). Sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya yang terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang atau subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding), diartikan memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuting), diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible), diartikan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang yang paling tinggi. Misalnya seorang ayah harus bertanggung jawab terhadap keluarganya.

(26)

9 atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung, dilakukan dengan memberikan kuesioner (Notoatmodjo 2007).

Praktik Gizi

Praktik adalah respon seseorang terhadap suatu rangsangan (stimulus). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik) (Notoatmodjo 2007).

Praktik memiliki beberapa tingkatan yatu: a) persepsi (perception), ialah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; b) respon terpimpin (guide response), ialah dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh; c) mekanisme (mechanism), ialah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan; dan d) adaptasi (adaptation), ialah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik (Notoatmodjo 2007).

Winkel (1996) menjelaskan bahwa sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sikap yang negatif menumbuhkan perilaku yang negatif. Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang nantinya dapat membentuk sikap, kemudian sikap akan dicerminkan dalam bentuk praktik yang sesuai dengan yang diharapkan, tetapi menurut Sumintarsih et al. (2000), meskipun didukung oleh pengetahuan yang kemudian menumbuhkan suatu sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi individu maupun kelompok dalam berperilaku, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mampu mempermudah untuk berperilaku sehat disebut sebagai faktor predisposisi (predisposing factors) yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keyakinan atau persepsi tentang kesehatan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku sehat seseorang adalah faktor pemungkin. Faktor pemungkin (enabling factors) individu berperilaku sehat harus didukung oleh ketersediaan dan keterjangkauan dari sumber-sumber kesehatan seperti puskesmas, posyandu, serta ketersediaan tenaga kesehatan. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang menguatkan perilaku. Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia belum menjamin terbentuknya perilaku seseorang atau kelompok, sehingga faktor penguat dibutuhkan. Termasuk dalam faktor penguat adalah pengaruh keluarga, teman sebaya, guru, tokoh masyarakat, pengambil kebijakan/pejabat pemerintah setempat, umpan balik, dan penghargaan dari berbagai pihak (Notoatmodjo 2007; Hermina et al. 2009).

(27)

10

tergolong kurang sebesar 19.7%. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap, pengetahuan dengan praktik, serta sikap dengan praktik kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin et al. (2007) mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi dari 2.398 anak sekolah dasar di Taiwan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi anak sekolah dengan skor kualitas makanan. Pada penelitian ini pengetahuan gizi anak sekolah dasar masih jauh dari konsep dasar gizi, mereka kurang mengetahui fungsi fisiologis dari zat gizi, hubungan antara gizi dan penyakit, serta kebutuhan makanan harian untuk setiap kelompok makanan yang berbeda. Anak-anak pada umumnya mengetahui pentingnya gizi namun mereka tidak mempedulikan manfaat sehat dari makanan dalam pemilihan makanan. Mayoritas anak tidak memenuhi dari persyaratan porsi yang dianjurkan untuk kelompok susu, sayur, buah, sereal, dan biji-bijian (Lin et al. 2007).

Akses Informasi

Informasi digunakan untuk memberikan pemahaman tentang suatu hal. Informasi juga diperlukan untuk mendukung program promosi gizi dan kesehatan pada anak-anak di sekolah (Nyapera 2012). Strasburger et al. (2010) membagi media dalam dua kategori, yaitu media lama (televisi, majalah/koran, buku) dan media baru (internet, video game, ponsel) yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan dan perilaku anak. Saat ini, seseorang dapat memperoleh informasi khususnya mengenai kesehatan melalui beragam sumber, yaitu internet, penyedia layanan kesehatan, keluarga, teman, televisi, radio, dan surat kabar (Harmsen et al. 2013).

Media massa dapat memicu respon yang akan berdampak pada tindakan nyata seseorang. Namun, pengaruh dari media massa sulit diidentifikasi karena banyak faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan. Media massa saja tidak dapat membuat perubahan perilaku yang bertahan dalam jangka panjang pada seseorang (Ewles dan Simnett 1994). Diskusi tatap muka penting dilakukan karena lebih efektif untuk membuat perubahan perilaku pada seseorang. Diskusi tatap muka yang dapat dilakukan adalah konsultasi atau diskusi dengan tenaga medis dan paramedis, kader, dan lainnya (Ewles dan Simnett 1994).

Kebiasaan Sarapan

Pengertian Sarapan

(28)

11 memenuhi 15-25% kebutuhan gizi harian sebagai bagian gizi seimbang dalam rangka mewujudkan hidup sehat, bugar, aktif, dan cerdas. Alasan anak tidak sarapan, yaitu tidak sempat atau terburu-buru, merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, tidak ada selera makan, tidak tersedia pangan untuk disantap, maupun ingin diet supaya berat badan bisa cepat turun (Khomsan 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reddan et al. (2002) pada anak sekolah dasar di Minnesota juga menunjukkan bahwa alasan siswa melewatkan sarapan karena kurangnya waktu dan merasa tidak lapar pada pagi hari.

Menurut berbagai kajian, frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari. Tidak mungkin seseorang apalagi anak-anak, memenuhi kebutuhan gizinya hanya dari satu atau dua kali makan setiap hari. Secara kuantitas dan kualitas kalau hanya satu atau dua kali makan setiap hari, maka konsumsi pangan anak-anak mungkin sekali kurang, karena keterbatasan kapasitas lambungnya. Namun demikian pada kenyataannya masih banyak anak-anak yang frekuensi makannya kurang dari tiga kali sehari. Waktu makan yang sering ditinggalkan oleh anak pada umumnya adalah makan pagi (Madanijah 1994).

Berdasarkan hasil penelitian gizi pada anak SD di Bogor dan Jakarta tahun 1998, sebesar 90% anak SD menyatakan dirinya melakukan sarapan pagi sebelum berangkat kesekolah. Akan tetapi setelah ditanya ulang dengan pertanyaan yang lebih rinci, ternyata hanya 55% dari anak yang menyatakan dirinya melakukan sarapan. Mereka mengartikan makan pagi apabila makan nasi dengan lauk pauk yang diperkirakan memberikan 20-30% kebutuhan energi untuk sehari (Soekirman 2000).

Data Survei Kesehatan Nasional yang dilakukan pada 4.320 anak sekolah dasar dan 5.339 remaja di Amerika Serikat tahun 1999-2006 menunjukkan sebesar 20% anak sekolah dan 31.5% remaja melewatkan sarapan (Taskar et al. 2010). Di Indonesia, berdasarkan hasil analisis data konsumsi pangan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa masih banyak anak yang tidak terbiasa sarapan sehat, diketahui dari 35.000 anak usia sekolah sekitar 26.1% sarapan hanya dengan air minum dan 44.6% memperoleh asupan energi kurang dari 15% kebutuhan energi per hari (Hardinsyah 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murniati (2011) pada 66 anak SD di Kota Bogor menunjukkan bahwa sebesar 19.7% praktik sarapan anak tergolong kurang. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2012) pada 88 anak SD di Kota Bogor menunjukkan bahwa sebesar 15.9% anak SD tidak pernah melakukan sarapan. Setelah satu bulan diberikan intervensi pendidikan gizi

berupa komik “Ayo Sarapan”, rata-rata skor dan kategori pengetahuan sarapan kelompok intervensi (n=40) meningkat menjadi termasuk dalam kategori baik dibandingan kelompok kontrol (n=48). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian komik “Ayo Sarapan” berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan gizi dalam 3 hari dan 3 minggu (Nababan 2012).

(29)

12

keluarga, berhubungan dan berpengaruh terhadap kebiasaan makan pagi anak sekolah. Hal ini karena biasanya anak mencontoh perilaku makan yang biasa dilakukan dalam keluarganya (Madanijah 1994).

Peranan dan Manfaat Sarapan

Seseorang sebaiknya makan utama beberapa kali dalam sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila hanya dari 1 kali atau 2 kali makan sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Hal inilah yang menyebabkan makan dilakukan secara frekuentif yakni 3 kali sehari termasuk makan pagi (Khomsan 2005). Sarapan sebaiknya memenuhi 300-500 kkal dan 6-10 gram protein. Sarapan sangat penting bagi anak-anak yang masih dalam pertumbuhan sebagai sumber energi untuk memulai padatnya aktivitas hingga siang (Hardinsyah 2012).

Menurut Khomsan (2005), sarapan sebaiknya menyumbangkan energi sebesar 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00 namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi hari. Sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja, dan meningkatkan produktivitas kerja. Sarapan juga dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan menyerap pelajaran sehingga prestasi belajarnya pun menjadi lebih baik (Depkes 1996).

Ada dua manfaat dari sarapan. Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah, sehingga tenaga dan konsentrasi menjadi lebih baik. Kedua, sarapan memberikan kontribusi zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral dari beragam pangan yang dikonsumsi saat sarapan. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2005).

Sarapan merupakan makanan yang paling penting pada pagi hari namun sering terlewat (Affenito 2007; Alexy et al. 2010). Sarapan berkontribusi terhadap energi dan memberikan persentase mikronutrien yang lebih tinggi dibandingkan dengan makan siang dan malam (Affenito 2007; Alexy et al. 2010). Konsumsi sarapan secara teratur pada anak sekolah dikaitkan dengan peningkatkan performa akademik, fungsi psikososial, serta kognitif anak. Selain itu, konsumsi sarapan dianggap penting sebagai penentu perilaku dan gaya hidup sehat yang dapat mempengaruhi status gizi (Affenito 2007; Hoyland et al. 2009; Gibson dan Gunn 2011).

(30)

13 terhadap daya pikir dan tubuh menjadi lemas, serta dapat menyebabkan kejang pada perut, pusing, bahkan pingsan pada anak usia sekolah (Widjaja 2002).

Anak-anak yang melewatkan sarapan lebih cenderung mengonsumsi makanan di luar rumah dan mempunyai perilaku diet yang tidak sehat yaitu dengan mengonsumsi snack yang rendah zat gizi yang berpotensi memiliki efek buruk terhadap peningkatan berat badan anak (Utter et al. 2007; Kral et al. 2011). Hasil penelitian pada anak sekolah di Selandia Baru menunjukkan bahwa anak yang melewatkan sarapan akan mengakibatkan penurunan energi total dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi, penurunan tingkat kehadiran dan performa akademik di sekolah, serta menimbulkan masalah perilaku pada anak (Gross et al. 2004).

Menurut Hardinsyah (2012), alasan mengapa sarapan penting dilakukan karena tubuh setelah bangun pagi perlu kesiapan untuk energi otak dan stamina untuk memulai aktifitas; sarapan meningkatkan stamina, konsentrasi dan kenyamanan belajar, serta kenyamanan kerja; sarapan mencegah hipoglikemia, pusing, loyo, kerakusan, kegemukan, serta gangguan stamina dan konsentrasi; dengan melakukan sarapan dapat menanamkan perilaku dan budaya makan sehat sebagai salah satu pilar gizi seimbang.

Membiasakan sarapan pada usia 8-11 tahun dengan kondisi gizi yang baik akan mempengaruhi kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan konsentrasi membaik, sikap dan prestasi lebih baik. Di Indonesia, 18.05% anak SD tidak sarapan dan umumnya terjadi pada kelas yang lebih tinggi dimulai pada kelas 3. Sarapan menyumbang 400-500 kkal dan minimal makan pagi adalah 300 kkal (Auliana 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taskar et al. (2010) pada anak sekolah dasar dan remaja di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak dan remaja yang melakukan sarapan secara teratur mempunyai profil asupan gizi, lingkar pinggang, dan indeks massa tubuh yang lebih baik dibandingkan anak yang melewatkan sarapan.

Manfaat lain dari sarapan, menurut Auliana (2010) adalah memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh, meningkatkan produktifitas kerja, dan meningkatkan konsentrasi belajar pada anak sekolah. Kebiasaan sarapan membantu memenuhi gizi sehari-hari. Sedangkan resiko tidak membiasakan sarapan adalah gangguan kesehatan yang berupa menurunnya kadar glukosa darah. Selama 3 tahun tidak membiasakan sarapan maka secara berangsur-angsur kecerdasan anak akan menurun.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Cueto dan Chinen (2007) untuk mengetahui dampak pendidikan gizi dari program sarapan sekolah di pedesaan Peru. Sebanyak 300 anak sekolah kelompok perlakuan yang mengikuti program sarapan sekolah dan 290 anak sekolah yang tidak mengikuti program sarapan sekolah diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak sekolah yang mengikuti program sarapan sekolah memiliki efek positif terhadap tingkat kehadiran sekolah dan menurunkan angka putus sekolah. Selain itu, program sarapan sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap memori jangka pendek, aritmatika, dan pemahaman membaca pada anak dibandingkan dengan anak yang tidak mengkuti program sarapan sekolah (Cueto dan Chinen 2007).

(31)

14

tidak diberi intervensi sarapan di sekolah selama 4 bulan) dan kelompok intervensi (kelompok yang diberi intervensi sarapan di sekolah selama 4 bulan), menunjukkan bahwa kelompok intervensi memiliki status gizi (indeks massa tubuh) yang lebih baik setelah diberi intervensi sarapan dibandingkan dengan kelompok kontrol, selain itu frekuensi asupan makan siang pada kelompok kontrol khususnya laki-laki mengalami kenaikan, dan para guru melaporkan bahwa pada kelompok intervensi perilaku sosial, serta perhatian terhadap mata pelajaran yang diberikan mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa kebiasaan sarapan memiliki dampak besar terhadap kesehatan (Anne et al. 2006).

Jenis Makanan Sarapan

Jenis makanan sarapan yang baik harus mengandung tiga unsur, yaitu sumber tenaga yang terdapat pada karbohidrat, zat pembangun yang terdapat pada protein hewani dan nabati, serta zat pengatur yang terdapat pada sayur dan buah (Depkes 2008). Makan pagi seyogyanya mengandung unsur empat sehat lima sempurna. Ini berarti kita benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan amunisi yang lengkap. Hanya saja masalahnya seringkali sayur tidak bisa tersedia secara instan, sehingga makan pagi yang disediakan tanpa sayuran. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena fungsi sayuran sebagai penyumbang vitamin dan mineral bisa digantikan oleh buah (Khomsan 2005). Sarapan dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu pertama, full/complete breakfast merupakan sarapan yang terdiri dari makanan sumber karbohidrat, hidangan pendamping, sayur/buah, dan minuman. Kedua, partial/incomplete breakfast terdiri dari simple breakfast (makanan sumber karbohidrat, hidangan pendamping, minuman) dan very simple breakfast (minuman atau makanan pokok) (Hardinsyah 2012).

Hasil penelitian Hermina et al. (2000) di desa Ciheuleut, menyebutkan ada sebagian murid (35.0%) membeli sendiri makanan jajanan disekolah dan dikonsumsi sebelum masuk kelas (pukul 06.00-07.00), jenis makanan yang dikonsumsi untuk sarapan biasanya berupa bubur nasi, nasi uduk, bihun goreng, buras/lontong, dan gorengan. Namun bagi murid yang tidak tahu memilih makanan jajanan untuk sarapannya, makanan yang mereka pilih pada pagi hari adalah cilok, es atau chiki, dan sejenisnya yang kandungan energinya sangat rendah dan kurang baik bagi kesehatan anak.

Menurut Hardinsyah (2012), masalah sarapan yang terjadi saat ini adalah masih banyak penduduk terutama anak sekolah, remaja, dewasa tidak melakukan sarapan, selain itu banyak yang salah memaknai sarapan yaitu dengan makan saat pagi atau minum saja sudah dianggap sarapan, serta masalah lainnya adalah banyak orang yang belum mengetahui manfaat melakukan sarapan. Pola pangan sarapan anak Indonesia usia 6-12 tahun menunjukkan bahwa sebesar 34.41% anak mengonsumsi sarapan dengan karbohidrat, lauk, dan minum. Sebesar 23.73% anak mengonsumsi sarapan dengan karbohidrat dan minum, dan hanya sebesar 0.6% anak yang mengonsumsi sarapan dengan menu lengkap terdiri dari karbohidrat, lauk, sayur, buah, dan minum (Hardinsyah 2012).

(32)

15 terdiri dari nasi, sayur/buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral. Berikut disajikan daftar kandungan gizi beberapa jenis makanan sarapan (Khomsan 2005).

Tabel 1 Kandungan gizi bahan pangan per 100 g Bahan Pangan Energi (Kal) Protein (g)

Beras 335 6.2

Mie 339 10.0

Ayam goreng 300 34.2

Abon 212 18.0

Telur dadar 251 16.3

Burger 276 12.8

Korned 241 16.0

Sosis 452 14.5

Tahu 68 7.8

Tempe 149 18.3

Pada saat sarapan sebaiknya mengonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Menurut Depkes (2001), konsep makan pagi yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai berikut:

1. Sumber karbohidrat, yaitu nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong, dan ubi.

2. Sumber protein, yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.

3. Sumber vitamin dan mineral, yaitu dari sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu siam, buncis, buah-buahan misalnya pepaya, jambu biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain.

Fungsi-fungsi dari zat gizi antara lain sebagai berikut (Depkes 2001): 1. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga.

2. Protein berfungsi sebagai sumber pembangun.

3. Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan pelarut vitamin A, D, E, K. 4. Vitamin berfungsi sebagai sumber pengatur.

5. Mineral berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun. 6. Air berfungsi dalam proses pencernaan makanan.

Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP)

(33)

16

berubah menjadi tingkat kecukupan semua zat gizi yaitu persentase asupan zat gizi terhadap kecukupan atau kebutuhannya (Hardinsyah 2001).

Salah satu ukuran mutu gizi pangan adalah kandungan gizi makanan. Penilaian kandungan gizi pangan dapat dilakukan melalui analisis dengan menggunakan data kandungan gizi pangan berupa Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Asupan zat gizi tertentu per hari yang diperoleh dari mengonsumsi aneka makanan adalah penjumlahan dari zat gizi yang sama yang diperoleh dari aneka makanan tersebut (Hardinsyah 2001).

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2009). Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga. Sediaoetama (2006) menyatakan bahwa konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang.

Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2006), konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, informasi tentang jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto dan Sa’adiyah 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah a) karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pegetahuan gizi, kesehatan), b) karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, harga, bumbu, kombinasi makanan), dan c) karakteristik lingkungan (musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga, tingkat sosial pada masyarakat). Selain itu, faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan adalah pengalaman dari pendidikan gizi serta pengetahuan dan sikap terhadap makanan (Khomsan et al. 2009). Perilaku konsumsi makan seperti halnya perilaku lainnya pada diri seseorang, satu keluarga atau masyarakat dipengaruhi oleh wawasan dan cara pandang, serta faktor lain yang berhubungan dengan tindakan yang tepat. Oleh karena itu apabila ditelusuri lebih lanjut, sistem nilai tindakan itu dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu dan berkaitan dengan informasi tentang makanan dan gizi yang diterimanya dari berbagai sumber (Notoatmodjo 2007).

(34)

17 pangan (Food Frequency Questionnaire/FFQ), dapat dilihat selama satu minggu maupun satu bulan.

FFQ merupakan frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits), serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode FFQ digunakan untuk memperoleh data tentang asupan zat-zat gizi seseorang dengan menanyakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi yang merupakan sumber utama zat gizi yang diteliti. Metode ini menggunakan rata-rata jangka waktu asupan, yaitu minggu, bulan, ataupun tahun (Gibson 2005). Kuesioner memuat daftar bahan makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting terhadap asupan zat gizi. Metode ini relatif murah dan sederhana, yang dapat dilakukan sendiri oleh responden. Kelemahan metode ini adalah tidak bersifat kuantitatif, dibutuhkan kejujuran dan motivasi yang tinggi dari responden, serta memerlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan dimasukkan ke dalam kuesioner (Almatsier et al. 2011).

Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (Supariasa et al. 2002).

Salah satu metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu yang bersifat kuantitatif adalah metode mengingat-ingat 24 jam (recall method). Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu (Supariasa et al. 2002). Metode food recall adalah metode penilaian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam, dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2006). Menurut Almatsier et al. (2011), keberhasilan recall 24 jam bergantung daya ingat responden, kemampuan responden memperkirakan porsi yang dikonsumsi, tingkat motivasi responden, dan kegigihan wawancara.

Gambar

Tabel 2  Angka kecukupan gizi anak usia sekolah
Gambar 1  Kerangka pemikiran analisis penggunaan media pada pendidikan gizi
Gambar 2  Skema penarikan contoh
Tabel 3  Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan Normalisasi yang diusulkan pada Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas yaitu normalisasi Penerimaan Barang dapat dilihat pada gambar

Bab IV berisi analisis dan pembahasan mengenai representasi isu budaya dalam kartun “Pr buat Presiden” karya Benny Rachmadi yang dikaji dengan pendekatan budaya yang

Masyarakat sasaran pada program PKMM ini yaitu pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan dasar pembuatan kue buah fantasi kacang hijau adalah ibu-ibu rumah tangga di

Apakah pimpinan anda ikut campur tangan dalam memecahkan masalah yang ada di kantor?jika ia, pimpinan anda perna ikut campur tangan dalam memecahkan masalah apa?. K : Ya,

Pertumbuhan tanaman akan menjadi baik jika ditanam di tanah yang.. memiliki tata

b. Aspergillus flavus merupakan jenis jamur yang diduga mengkontaminasi saus tomat jajanan salome yang dijual di Taman Nostalgia Kota Kupang. Identifikasi Aspergillus flavus

berapa ban&amp;ak petugas &amp;ang akan anda tugaskan di bagian check in untuk menjamin bah(a penumpang berada dalam sistem 7rata)rata9 tidak lebih dari 1&gt; menit Q

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja perawat dengan angka kejadian low back pain pada perawat di lingkup kerja ruang operasi RSUD Kota