• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Natrium Silikat (Na2SiO3) Hasil Ekstraksi Dari Lumpur Lapindo Sebagai Inhibitor Korosi Pada Pipa Ductile Cast Iron Di Lingkungan Air Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efisiensi Natrium Silikat (Na2SiO3) Hasil Ekstraksi Dari Lumpur Lapindo Sebagai Inhibitor Korosi Pada Pipa Ductile Cast Iron Di Lingkungan Air Laut"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak — Lumpur lapindo sudah terjadi sejak tahun 2006 dengan semburan mencapai 35 m3 perharinya, sehingga lumpur lapindo banyak menggenangii perumahan warga dan banyak merugikan warga disekitar pusat semburan lumpur. Setelah dilakukan penelitian ternyata lumpur lapindo mempunyai banyak kandungan silika, dimana silika ini bisa dibuat menjadi inhibitor korosi natrium silikat (Na2SiO3) dengan mencampurkan lumpur sidorjo dengan natrium hidroksida (NaOH). Dalam penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan ada 2. Metode pertama mengacu pada penelitian (Aditya, 2014) dan metode kedua mengacu pada penelitian (Mustofa, 2013). Pengujian korosi dilakukan dengan menggunakan 3 inhibitor yaitu inhibitor komersil, inhibitor sintesis 1 dan inhibitor sintesis 2 yang diuji pada 2 larutan uji yaitu larutan air laut dan larutan air laut + lumpur. Dari hasil pengujian korosi didapatkan hasil bahwa inhibitor sintesis 1 dapat mencegah laju korosi pada air laut sebesar 62,75%, sedangkan inhibitor sintesis 2 dapat mencegah korosi pada air laut sebesar 69,46% dan inhibitor komersil dapat mencegah korosi sebesar 74,21%, sedangkan pada larutan uji air laut + lumpur maka inhbitor sintesis 1 dapat mencegah korosi sebesar 83,26%, untuk inhibitor sintesis 2 sebesar 81,63% dan inhibitor komersil sebesar 77,92%. Berdasarkan hasil XRD pada produk korosi, maka produk korosi yang terjadi baik pada larutan air laut maupun larutan air laut + lumpur sama yaitu Fe3O4, α-Fe2O3 dan γ-Fe2O.

Kata Kunci — inhibitor korosi, natrium silikat, sintesis dan lumpur lapindo.

I. PENDAHULUAN

Bencana lumpur lapindo di porong sidoarjo sudah terjadi sejak 2006 sampai sekarang masih belum bisa dihentikan, rata – rata volume lapindo yang dikeluarkan setiap harinya mencapai 35 m3 perharinya, dengan volume semburan sebanyak itu maka lumpur lapindo menyebabkan tergenangnya rumah penduduk, sekolah, perkantoran pemerintahan, perindustrian dan fasilitas umum lainnya di tiga kecamatan. Banyak cara yang digunakan pemerintah agar volume semburan lumpur lapindo tidak semakin meluas yaitu dengan cara membangun tanggul, namun dengan terus bertambahnya volume semburan lumpur lapindo, pembuatan tanggul dirasa tidak menyelesaikan masalah. Ditambah lagi dengan datangnya musim hujan, volume yang tertampung dalam tanggul akan menjadi besar dan dapat mengakibatkan jebolnya tanggul. Hal ini sangat bebahaya jika terjadi dalam jangka waktu yang lama, karena kawasan sekitar tanggul adalah jalan raya, rel kereta api, dan rumah penduduk [1] sehingga perlu dilakukan penanggulangan lainnya.

Untuk mengurangi volume lumpur pada tanggul lumpur lapindo juga dibuang di sepanjang muara sungai porong, hal ini tentunya banyak merugikan masyarakat sekitar karena kandungan senyawa logam yang terdapat pada lumpur lapindo bisa mencemar sungai porong dan dapat membunuh ekosistem yang ada di sepanjang sungai porong [7], selain itu lumpur lapindo juga memiliki sifat korosif seperti penelitian yang telah dilakukan yaitu menghitung laju korosi logam larutan lumpur selama 5 hari mempunyai laju korosi tertinggi 69,475 mpy. [6]

Bencana lumpur lapindo ini banyak mengundang perhatian para peneliti agar lumpur lapindo ini bisa dimanfaatkan, dari hasil penelitian yang sudah dilakukan di dapatkan bahwa lumpur lapindo mempunyai kandungan yang dominan yaitu Silicon Dioxide (SiO2) sebesar 44,8% [Arista, 2011]. Silikon Dioksida (SiO2) ini dapat di ekstraksikan dengan Natrium Hidroksida (NaOH) sehingga mengahasilkan Natrium Silikat (Na2SiO3), dimana Natrium Silikat ini dapat dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi [3].

Korosi adalah proses degradasi material akibat interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut menimbulkan reaksi korosi yang umumnya merupakan reaksi elektrokimia [4]. Reaksi elektrokimia melibatkan perpindahan elektron-elektron. Perpindahan elektron merupakan hasil reaksi redoks (reduksi-oksidasi). Proses oksidasi pada anode (reaksi anodik) yang melepaskan elektron sedangkan proses reduksi pada katoda (reaksi katodik) yang mengkonsumsi electron. Korosi pada umumnya banyak terjadi pada material logam [4] sehingga bagi perusahaan seperti PDAM yang banyak menggunakan perpipaan yang berbahan dasar logam, maka korosi merupakan salah satu permasalahan yang harus dikendalikan.

Korosi dapat dicegah dengan berbagai cara yaitu dengan cara perancangan material, pemilihan material, pelapisan, perlindungan secara katodik dan pemberian inhibitor [5]. Pencegahan korosi dengan cara pemberian inhibitor banyak digunakan untuk pengendalian korosi pada jenis material baja, dan natrium silikat merupakan salah satu jenis inhibitor korosi yang cukup efektif untuk mencegah laju korosi. Dari penelitian sebelumnya natrium silikat dari hasil sintesis dengan lumpur lapindo yang diuji pada media larutan lumpur lapindo didapatkan nilai efisiensi tertinggi sebesar 96,80% namun pada larutan NaCl 3,5% didapatkan efisiensi inhibitor hasil sintesis tertinggi sebesar 76% dan efisiensi ini masih lebih rendah dibandingkan inhibitor komersial dengan

Efisiensi Natrium Silikat (Na

2

SiO

3

) Hasil Ekstraksi

Dari Lumpur Lapindo Sebagai Inhibitor Korosi Pada

Pipa Ductile Cast Iron Di Lingkungan Air Laut

Syaiful Hak dan Doty Dewi Risanti, Lizda Johar Mawarani

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

(2)

83% [Aditiya, 2014]. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan percobaan seberapa besarkah efisiensi inhibitor natrium silikat dari hasil ekstraksi dari lumpur lapindo dalam mencegah laju korosi pipa ductile cast iron pada linkungan air laut yaitu dengan media uji air laut dan air laut yang bercampur dengan lumpur lapindo untuk mensimulasikan keadaan sebenarnya di sekitar muara sungai porong.

II. METODOLOGIPENELITIAN

A. Langkah Penelitian

Penelitian pada tugas akhir ini mengenai efisien natrium silikat (Na2SiO3) hasil ekstraksi dari lumpur lapindo sebagai inhibitor korosi pada pipa ductile cast iron di lingkunga air laut. Langkah penelitia ini secara umum terbagi menjadi 2 tahapan yaitu sintesis silikat yang ada dalam kandungan lumpur dengan natrium hidroksida sehingga menjadi natrium silikat (Na2SiO3) yang akan digunakan sebagai inhibitor korosi dan pengujian korosi menggunakan larutan air laut dan larutan air laut + lumpur lapindo yang dilakukan selama 5 hari.

B. Sintesis Natrium Silikat

Lumpur lapindo yang digunakan adalah lumpur yang berjarak 2 km daeri pusat semburan. Lumpur Lapindo dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan pengotor berupa tanah, rumput dan pengotor lainnya, pada penelitian ini ada 2 cara yang digunakan dalam pencucian lumpur yaitu :

 Lumpur panas Sidorjo dicuci terlebih dahulu dengan larutan HCl 3M dan rendan pada wadah selama 4 jam, setelah itu kemudian lumpur dicuci dan dibilas dengan aquades sebanya 4 kali sampai HCl yang ada pada lumpur hilang. Semua proses pencucian ini bertujuam untuk menghilangkan pengotor–pengotor yang ada pada lumpur lapindo [6].

 Lumpur panas Sidoarjo dicuci dengan aquades pada suatu wadah dan diaduk sampai merata. Setelah tercampur campai merata kemudia lumpur tersebut didiamkan selama 24jam sehingga lumpur tersebut mengendap. Setelah didiamkan selam 24 jam kemudian air aquades dibuang sehingga hanya didapatkan lumpur lapinda yang sudah bersih [14].

Setelah dilakukan proses pencucian maka lumpur tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven yang berada di Laboratorium Rekayasa Bahan Jurusan Teknik Fisika dengan suhu 100oC selama 12 jam, proses pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang ada pada lumpur. Setelah proses pengeringan selesai maka lumpur digerus menggunakan mortar dan carriber sampal lumpur halus, setelah lumpur halus kemudian lumpur diayak menggunakan ayakan 140 mesh yang berada di laboratorium

mixing Jurusan Teknik Kimia. Pengayakan ini bertujuan untuk

memaksimalkan reaksi karena semakin besar luas penampang sampel akan semakin cepat pula reaksi yang terjadi.

Proses selanjutnya yaitu sintesis lumpur lapindo yang sudah diayak dengan ukuran 140 mesh dengan natrium hidroksida (NaOH). Proses sintesis pada penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu :

Sintesis 1 [6] : serbuk lumpur lapindo sebanyak 5 gram

dicampurkan dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) 10M sebanyak 50 ml. proses sintesis dilakukan dengan menuangkan sedikit demi sedikit larutan NaOH pada serbuk lumpur dan diaduk dengan menggunakan magnetic

stirer pada temperatur 180oC dan kecepatan 1,5 mod

selama 1 jam.

Sintesis 2 [14]: Serbuk lumpur lapindo sebanyak 20 gram

direaksikan dengan 200 ml NaOH 3M dan diaduk dengan

magnetic stirer pada suhu 800C selama 15 menit. Hasil

pengadukan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring agar terpisah antara kandungan air dengan lumpur, lumpur hasil saringan kemudian dipanaskan menggunakan oven pada suhu 200oC selama 12 jam, setelah dipanaskan kemudian lumpur tersebut digerus sampai halus dan hasil inilah yang digunakan menjadi inhibitor natrium silikat (Na2SiO3).

C. Pengujian Korosi

Pada penelitian ini pengujian korosi menggunakan 2 larutan uji yaitu larutan air laut dan air laut + lumpur. Berdasarkan ASTM G31-72 untuk uji rendam skala laboratorium, volume larutan uji yang digunakan adalah 0,4 kali luas permukaan sampel. Maka dengan luas permukaan sampel sebesar 3,2cm2, larutan uji yang digunakan adalah sebanyak = 0,4 x 3,20 cm2 = 1,28 cL = 128 mL

Perhitungan laju korosi yang digunakan adalah dengan menggunakan metode kehilangan berat (weight loss) dengan standar ASTM G1-03. Perbedaan berat yang terjadi dinyatakan sebagai jumlah meterial yang terkorosi. Dengan mengetahui nilai perbedaan berat dan waktu, maka laju korosi dapat dihitung dengan menggunakan persamaaan berikut :

CR = K.W D.A.t

Dimana : K = Konstanta korosi

W = Berat sampel yang hilang (gr) A = luas permukaan (cm2)

D = densitas logam (gr/cm3) T = waktu (jam)

Satuan laju korosi yang digunakan adalah mils per year (mpy) dengan konstanta k = 3,45 x 106.Dari perhitungan laju korosi, dapat diketahui efisiensi inhibitor dari masung-masing larutan uji. Efisiensi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut [12]:

Efisiensi inhibitor (%) = (𝐶𝑅𝑛𝑜𝑛𝑖𝑛ℎ−𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ)

𝐶𝑅𝑛𝑜𝑛𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 x 100% (2) (1)

(3)

Variasi sampel yang akan dilakukan pengujian korosi seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Variasi Jenis dan Volume Inhibitor

No Wadah Volume

inhibitor

1 AX0 AY0 BX0 BY0 CX0 CY0 0

2 AX2 AY2 BX2 BY2 CX2 CY2 2

3 AX4 AY4 BX4 BY4 CX4 CY4 4

4 AX6 AY6 BX6 BY6 CX6 CY6 6

5 AX8 AY8 BX8 BY8 CX8 CY8 8

6 AX10 AY10 BX10 BY10 CX10 CY10 10 Keterangan :

A : Inhibitor Komersil X : Air Laut

B : Inhibitor Sintesis 1 Y : Air Laut + Lumpur C : Inhibitor Sintesis 2

III. HASILDANDISKUSI

A. Hasil Sintesis Natrum Silikat

Hasil sintesis lumpur lapindo dengan NaOH diuji dengan FTIR dan XRD untuk mengetahui kandungan Natrium Silikatnya dan selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan hasil uji FTIR dan XRD dari inhibitor natrium silikat komersil dari bahan sodium silikat produksi PT. Bratako. Untuk hasil pengujian FTIR dan XRD hasil sintesis 1, sintesis 2 dan komersil dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3 dibawah ini 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 14 13 12 11 10 9 78 6 5 4 3 2 K S1 % tr anm itans i ( a.u) bilangan gelombang (cm-1) 1 S2

Gambar 2 Pengujian FTIR Natrium Silikat

Dari gambar 2 di atas terdapat rentang panjang gelombang yang dimulai dari 500 sampai 4000. Dari hasil pengujian FTIR tersebut terdapat beberapa peak yang ditandai dengan angka yang menunjukkan adanya jenis ikatan tertentu. Dari hasil pengujian FTIR baik natrium silikat komersil maupun natrium silikat sintesis seudah terdapat ikatan Si-O(Na) stretching yang menunjukkan adanya senyawa natrium silikat, dimana ikatan natrium silikat berada pada rentang bilangan gelombang 901 cm-1 sampai 1004 cm-1. Bilangan gelombang dari natrium siliokat komersil pada bilangan gelombang 969,31 cm-1, natrium silikat sintesis 1 pada bilangan gelombang 909,76 cm-1 dan natrium silikat sintesis 2 pada bilangan gelombang 901,73 cm-1. Perbedaan bilangan gelombang dari ketiga gugus tersebut disebabkan

oleh faktor kemurnian dari masing – masing senyawa yang dibuat.

Untuk mengetahui tingkat kemurnian dari masing – masing natrium silikat tersebut, maka dilakukan pengujian XRD. Hasil dari pengujian XRD seperti pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Pengujian XRD Natrium Silikat

Dari hasil uji XRD tersebut dapat dilihat bahwa natrium silikat yang paling murni dimiliki oleh natrium silikat komersil berbentuk amorf dengan sudut 2θ = 26,470. Sedangkan untuk S2 terdapat puncak pada sudut 2θ = 260 yang mengindikasikan adanya senyawa yang mengandung silikat (SiO2). Pada sintesis 1 terdapat puncak senyawa kompleks pada sudut 2θ = 34,25o yang kemungkinan mengidentifikasikan adanya natrium karbonat.

B. Interpretasi Hasil Pengujian Korosi

Setelah dilakukan pengujian korosi selama 5 hari baik pada larutan air laut dan larutan air laut + lumpur, maka diperoleh nilai laju korosi dan efisiensi inhibitor seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap Laju Korosi pada Larutan

(4)

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa seiring dengan kenaikan pH maka laju korosi turun secara efektif. Dari gambar 3 nilai laju korosi yang paling rendah diperoleh dengan penambahan inhibitor komersil dengan nilai pH yang berada di sekitar 10,5 sampai pH 11. Nilai laju korosi yang paling rendah yaitu dengan penambahan 14 ml inhibitor komersil dengan nilai pH 10,95 dengan laju korosi sebesar 0,875. Nilai laju korosi tersebut berpengaruh terhadap efisiensi inhibitor tersebut dimana semakin kecil nilai laju korosi maka efisiensi inhibitornya akan semakin besar. Nilai efisiensi dari penambahan masing–masing volume inhibitor dapat dilihat seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Penambahan Volume Inhibitor terhadap

Efisiensi pada Larutan Air Laut.

Berdasarkan pada gambar 5 hasil eksperimen yang telah dilakukan menunjukkan penambahan volume inhibitor sudah dapat menaikkan efisiensi dari inhibitor tersebut. Dari gambar tersebut menunjukkan dengan penambahan inhibitor semakin banyak, maka efisiensi akan semakin tinggi.

Dari gambar 5 dapat dilihat inhibitor hasil sintesis dapat menghambat laju korosi lebih cepat jika dibandingkan dengan inhibitor komersil. Untuk inhibitor komersil laju penghambatan laju korosinya lambat namun efisiensinya terus naik seiring dengan penambahan volume inhibitor, hal ini disebabkan karena inhibitor komersil dapat larut dengan baik di dalam larutan.

Dari eksperimen ini dapat dikatakan bahwa korosi mengalami keadaan saturasi pada saat penambahan inhibitor 4 ml dengan pH saturasinya adalah 9,5. Keadaan saturasi tersebut maksudnya dengan penambahan volum inhibitor di atas 5 ml maka penurunan laju korosi dan kenaikan efisiensinya tidak begitu tinggi, hal ini terjadi pada inhibitor sintesis 1 dan inhibitor sintesis 2. Hal tersebut mengidentifikasikan bahwa inhibitor belum larut dengan baik di dalam larutan air laut.

Penambahan volume inhibitor sangat berpengaruh terhadap pH larutan air laut+lumpur. Dari hasil eksperimen pH larutan tanpa inhibitor sebesar 8,16. Dengan penambahan 2 ml inhibitor komersil pH naik menjadi 11,03 dan dengan penambahan 2 ml inhibitor sintesis1 pH larutan naik menjadi 10,82 dan dengan penambahan 2 ml inhibitor sintesis 2 pH

larutan naik menjadi 9,26. Setelah penambahan 4 ml sampai 10 ml volume inhibitor tidak terlalu mempengaruhi besar pH. Seperti pada gambar 6 dengan penambahan volume inhibitor akan menaikkan pH sehingga laju korosi akan semakin kecil.

Gambar 6. Pengaruh pH terhadap Laju Korosi pada Larutan

Air Laut + Lumpur.

Dari hasil eksperimen didapatkan bahwa dengan penambhan volume inhibitor maka korosi akan menurun sehingga efisiensi akan semakin besar. Untuk inhibitor komersil nilai efisiensi tertinggi didapatkan dengan penambahan 14 ml inhibitor dengan nilai efisiensi 77,916%. Untuk inhibitor sintesis1 efisiensi terbesar 83,26% dengan penambahan inhibitor 10 ml dan untuk inhibitor sintesis2 nilai efisiensi tertinggi 81,627% dengan penambahan 10 ml inhibitor. Sedangkan untuk efisiensi terkecil pada inhibitor komersil yaitu sebesar 26,937% dengan penambahan 2 ml inhibitor. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa inhibitor sintesis nilai efisiensinya lebih tinggi dari pada komersil jika diujikan pada larutan air laut + lumpur

Gambar 7. Pengaruh Penambahan Volume Inhibitor

Terhadap Efisiensi Pada Air Laut + Lumpur

Pada gambar 7 di atas didapatkan bahwa nilai efisiensi tertinggi dimiliki oleh inhibitor sintesis 1 dengan efisiensi

(5)

83,26% selanjutnya inhibitor sintesis 2 dengan efisiensi 81,62% dan inhibitor komersil dengan efisiensi 77,92%. Hal ini disebabkan karena pada larutan air laut + lumpur terdapat unsur silikat yang dapat bereaksi dengan inhibitor sintesis sehingga membentuk lapisan endapan sehingga serangan korosi dapat dicegah. Dari gambar 7 juga dapat dilihat bahwa inhibitor hasil sintesis lebih cepat menurunkan laju korosi sehingga efisiensinya akan cepat naik. Korosi akan mengalami keadaan saturasi pada penambahan pH 6 ml, maksudnya dengan penambahan pH diatas 6 ml perubahan laju korosi dan efisiensi tidak begitu besar.

C. Karakterisasi Produk Korosi

Untuk mengetahui produk korosi yang terjadi pada sampel yang sudah direndam pada larutan uji selama 5 hari maka dilakukan pengujian XRD. Untuk mengetahui produk korosi yang terjadi

Gambar 8. Hasil Produk Korosi pada Larutan Air Laut

Gambar 9. Hasil Produk Korosi pada Larutan Air Laut +

Lumpur

Senyawa yang terbentuk pada sampel setelah pengujian korosi selama 5 hari yaitu Na2Si3O4 (ertixiite), Fe3C dan Fe3O4 (magnetite). Adanya senyawa besi oksida yaitu Fe3O4 menunjukkan produk korosi hasil reaksi elektrokimia antara

ion–ion pada logam dengan ion oksida di lingkungan sekitar logam. Sedangkan Na2Si3O4 menunjukkan senyawa silikat yang terbentuk dari hasil reaksi antara ion Na+ pada larutan garam dengan silikat pada inhibitor natrium silikat yang terbentuk selama proses uji korosi. Dari hasil eksperimen tersenut dapat diketahui bahwa inhibitor natrium silikat membentuk lapisan endapat pada logam. Dari gambar 7 dan gambar 8 didapatkan bahwa produk korosi yang terjadi baik pada larutan uji air laut dan larutan uji air laut + lumpur sama. Hal ini disebabkan karena pada air laut yang diambil dari pantai kenjeran kandunga kloridanya sangan kecil.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 9 Perbesaran Sampel pasca korosi pada air laut

menggunakan mikroskop optik (a) tanpa inhibitor (b) 10 ml inhibitor komersil (c) 10 ml inhibitor sintesis 1 (d) 10 ml inhibitor sintesis 2

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 10 Perbesaran Sampel pasca korosi pada air laut +

lumpu rmenggunakan mikroskop optik (a) tanpa inhibitor (b) 10 ml inhibitor komersil (c) 10 ml inhibitor sintesis1 (d) 10 ml inhibitor sintesis2

(6)

Dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop optik pada sampel yang diuji pada larutan uji air laut seperti pada gambar 9 produk korosi yang terjadi tanpa inhibitor hampir merata pada semua bagian sampel dan terdapat warna merah kecoklatan yang menunjukkan adanya Fe2O3 dan warna hitam yang menunjukkan adanya senyawa Fe3C, namun setelah penambahan inhibitor hanya terjadi pada beberapa bagian saja yaitu pada pemukaan yang tidak merata.

Gambar 10 menunjukkan pengamatan pada sampel yang diuji pada larutan air laut + lumpur, seperti halnya pada larutan uji air laut maka korosi yang terjadi pada larutan uji air laut + lumpur pada sampel tanpa inhibitor hampir merata pada semua bagian dan warna hitam yang menunjukkan adanya senyawa FeC namun setelah penambahan inhibitor hanya terjadi pada beberapa bagian saja yaitu pada pemukaan yang tidak merata.

IV. KESIMPULAN

Dari penelitian ini telah dibuat inhibitor natrium silikat dari lumpur lapindo untuk mencegah laju korosi di lingkungan air laut, dari pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

 Sebagai inhibitor natrium silikat hasil sintesis 1 dan sintesis 2 bekerja cukup efektif pada lingkungan air laut + lumpur dibandingkan inhibitor komersil, akan tetapi pada lingkungan air laut inhibitor komersil memiliki efisiensi yang hampir sama dengan inhibitor hasil sintesis.

 Penambahan inhibitor 10 ml pada media uji air laut + lumpur, natrium silikat hasil sintesis 1 memberikan perlindungan terbaik dengan efisiensi sebesar 83,26%.

Produk korosi akibat lingkungan air laut maupun air laut + lumpur hampir tidak ada perbedaan yaitu α-Fe2O3, γ-Fe2O3 dan Fe3O4

.

DAFTARPUSTAKA

[1] Aulia, Sekar Ayu. 2013. “Dampak Lumpur Lapindo Pada Masyarakat dan Lingkungan”. Jurusan Teknik Lingkungan ITS, Surabaya.

[2] Arista, Feby. 2011. “Pembuatan dan Karakterisasi Adsorben dari Lumpur Lapindo untuk Pemurnian Ethanol”. Jurusan Teknik Fisika ITS, Surabaya [3] Mirwan, Ahmad. 2008. “Sintesis dan Karakterisasi

SiO2 Amorf dari Lumpur Sidoarjo”. Jurusan Fisika ITS, Surabaya

[4] Ayu, Rizky dkk 2010. “Analisa Desain Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) pada Offshore Pipeline milik JOB Pertamina-Petrochina East Java”. Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya. [5] Namboodhiri, T.K.G. “Corrosion & Corrosion

Prevention”. Metalurgical Enggineering, Banaras

Hindu University

[6] Aditya, Edo 2014. “Penentuan Metode Ekstraksi dan Uji Performansi Inhibitor Natrium Silikat Pada Ductile Cast Iron”. Jurusan Teknik Fisika ITS, Surabaya.

[7] Hermawan, Niniek. 2007. “Analisa Resiko Lingkungan Aliran Lumpur Lapindo ke Badan Air” Program Studi Megister Ilmu Lingkungan,

Universitas Diponogoro, Semarang.

[8] Dermanto, Ahmat. “ Kajian terhadap Kandungan yang Terdapat pada Air Laut” Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara.

[9] Sasono, Eko Julianto, 2010. “Efektifitas Pengujian Anoda Korban Paduan Aluminium pada Pelat Baja Kapal AISI E 2512 Terhadap Laju Korosi di Dalam Air Laut

[10] Trethewey, Kenneth, R, John Chamberlain, 1991,

Korosi Untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa, PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

[11] Butarbutar, Sofia Loren, Sunaryo, Geni Rina. 2011. “Analisis Mekanisme Pengaruh Inhibitor Siskem pada Material Baja Karbon”. Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN)-BATAN [12] Roberge, Pierre R. 2000. Handbook of Corrosion

Engineering. New York: McGraw-Hill

[13] Standart practice for preparing, cleaning and evaluation corrosion testvspecimens. ASTM International G 1-03

[14] Mustofa, Rendra Syam. 2013. “Karakterisasi sifat fisis lumpur panas sidoarjo dengan aktivasi kimia dan fisika” jurusan Teknik Fisika ITS, Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

YDSF yang dikukuhkan menjadi Lembaga Amil Zakat Nasional oleh Menteri Agama Republik Indonesia dengan SK No.523 tang gal 10 Desember 2001 menjadi entitas yang

Model ini terdiri dari enam (6) sub model, yaitu Sub Model Pemilihan Komoditas Unggulan, Sub Model Pemilihan Produk Unggulan, Sub Model Sistem pakar Lokasi

Analisis model CAM-I terhadap utilisasi kapasitas keseluruhan pabrik dan masing-masing lini produksi pada tahun 2007 dilakukan dengan membandingkan kapasitas aktual dengan

Sumber pembiayaan yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri pepaya gunung adalah lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) dengan pola musyarakah berdasarkan skema bagi hasil

Perhitungan efisiensi absolut menunjukkan bahwa siklus bahan baku dan pengoperasian peralatan statis sudah memiliki tingkat efisiensi teknis yang baik karena mendekati 100

Berdasarkan analisis perancangan sistem yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan persediaan yang dirancang untuk PT.Mutiara Motor adalah sebuah

Hal ini mengindikasikan bahwa persamaan yang disarankan oleh program dengan metode desain faktorial dapat memprediksi nilai-nilai yang akan dihasilkan oleh setiap

Ciri keselamatan diambil kira dalam pernbangunan sistern ini untuk mengelak kejadian pengguna yang tidak ah daripada merna uki istem secara tidak ah. Keselamatan