• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT KESEPIAN DAN DEPRESI PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA UNIT BUDI LUHUR YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT KESEPIAN DAN DEPRESI PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA UNIT BUDI LUHUR YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

WAHYU NUR ROHMAWATI 2212091/PSIK

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul: Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Kesepian dan Depresi pada Lansia di Balai Pelayanan Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta. Penyusunan usulan penelitian ini merupakan syarat untuk melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan studi S1 Keperawatan di Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Penyusunan usulan penelitian ini dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada:

1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

3. Agus Warseno, M.Kep. selaku penguji usulan penelitian yang telah memberikan masukan.

4. Suwarno, MNS. selaku dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada saya dalam penyusunan usulan penelitian.

5. Arif Adi Setiawan., S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan, pengarahan dan masukan kepada saya dalam penyusunan usulan penelitian.

6. Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta, yang memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan studi pendahuluan. 7. Ayah, Ibu, Adek, dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan

(5)

iv

8. Semua sahabat mahasiswa keperawatan angkatan 2012 yang telah memberikan masukan, semangat serta dukungan kepada penulis.

9. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan bantuannya.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar harapan penulis semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 23 Juni 2017 Penulis

(6)

v DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRACK ... x

INTISARI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 9

1. Lanjut Usia a. Pengertian Lanjut Usia ... ... 9

b. Klasifikasi Lansia ... 9

c. Tipe-Tipe Lansia... ... 10

d. Pengertian Menua ... 11

e. Perubahan yang terjadi pada Lansia ... 11

2. Interaksi Sosial a. Pengertian Interaksi Sosial ... 11

b. Faktor yang mendasari interaksi sosial ... 12

c. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 13

d. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 13

e. Aspek Hubungan Pada Lansia ... 16

f. Pengukuran interaksi sosial ... 16

3. Kesepian a. Pengertian Kesepian ... 17

b. Macam-macam Kesepian ... 18

c. Penyebab Kesepian ... 18

d. Akibat Kesepian ... 19

e. Kesepian pada Lansia di Panti Werdha ... 19

f. Pengukuran Kesepian ... 19

4. Depresi a. Pengertian Depresi ... 20

b. Etiologi ... 20

(7)

vi

d. Faktor Resiko Depresi ... 22

e. Pengukuran Depresi ... 24

B. Kerangka Teori ... 26

C. Kerangka Konsep ... 27

D. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel ... 29

D. Variabel Penelitian ... 32

E. Definisi Operasional ... 33

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 34

G. Validitas dan Reabilitas ... 37

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

I. Etika Penelitian ... 42

J. Pelaksanaan penelitian ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 46

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... ... 46

2. Analisis Univariat ... 46 3. Analisis Bivariat... ... 53 B. Pembahasan ... 56 C. Keterbatasan Penelitian ... 64 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Definisi Operasional ... 33

Tabel 2. Kisi-kisi kuesioner interaksi sosial ... 34

Tabel 3. kisi-kisi kuesioner kesepian ... 35

Tabel 4. Aturan Pemberian Skor Pada UCLA Loneliness Scale Version 3 ... 36

Tabel 5. Kisi-kisi kuesioner depresi ... 36

Tabel 6. Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 42

Tabel 7. Distribusi frekuensi lansia ... 47

Tabel 8. Distribusi frekuensi ineraksi sosial ... 48

Tabel 9. Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Interaksi Sosial Lansia ... 48

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesepian Lansia ... 50

Tabel11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Kesepian Lansia ... 50

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Lansia... 52

Tabel 13. Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Depresi Lansia ... 52

Tabel 14. Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Kesepian ... 54

Tabel 15 Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Depresi ... 55 Tabel 16. Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Kesepian dan Depresi 56

(9)

viii

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 1. Kerangka Teori ... 26 Skema 2. Kerangka Konsep ... 27

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Lembar Kuesioner Interaksi Sosial

Lampiran 4. Lembar Kuesioner UCLA Loneliness Scale Version 3 (Skala

kesepian UCLA)

Lampiran 5. Lembar Kuesioner GDS (Geriatric Depression Scale) Lampiran 6. Lembar Jadwal

Lampiran 7. Surat-surat Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 8. Surat-surat Ijin Penelitian

Lampiran 9. Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 10. Lembar hasil olah data

(11)

INTISARI

Wahyu Nur Rohmawati1, Suwarno2, Arif Adi Setiawan3

Latar Belakang: Lansia merupakan sebuah tahap perkembangan manusia. Pada tahap ini, manusia mengalami perubahan baik dari segi fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan masalah bagi lansia, misalnya kesepian dan depresi yang ditimbulkan oleh perubahan sosial. Salah satu bentuk perubahan sosial dapat berupa interaksi sosial.

Tujuan: Mengetahui hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif non eksperimental dengan rancangan

cross-sectional. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 56 responden dengan teknik sampling

yang digunakan adalah proporsional random sampling. Analisis statistik menggunakan uji

MANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05).

Hasil: Hasil uji MANOVA, diperoleh p-value=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi. Hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian diperoleh p-value sebesar 0,000 dengan kekuatan hubungan berada pada kategori sangat kuat r=0,999. Hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi diperoleh p-value sebesar 0,030 dengan kekuatan hubungan berada pada kategori kuat r=0,663.Hal ini menunjukkan bahwa hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian lebih erat dibandingkan dengan tingkat depresi.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menciptakan program pelayanan lansia sehingga dapat mempertahankan ataupun meningkatkan hubungan lansia yang sudah terjalin baik di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. Salah satu contoh program untuk peningkatan interaksi sosial lansia yaitu terapi aktivitas kelompok (TAK).

Kata Kunci: lansia, interaksi sosial, tingkat kesepian, tingkat depresi

1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(12)

ABSTRACT

Wahyu Nur Rohmawati1, Suwarno2, Arif Adi Setiawan3

Background: The elderly is one of the stages of human development. At this stage, humans undergo changes physically, psychologically, socially and spiritually. Such changes may cause problems for the elderly, for example loneliness and depression due to social change. One of the forms of social change can take the form of social interaction.

Objective: To identify the correlation of social interaction with the loneliness and depression levels in the elderly in Social Service Center “Tresna Werdha” Unit Budi Luhur, Yogyakarta. Methods: This research belonged to non-experimental quantitative research with

cross-sectional design. The number of samples was 56 respondents whom were taken using proportional random sampling. Data were analyzed statistically using MANOVA test at a

95% confidence level (α = 0.05).

Results: The results of MANOVA test, indicate p-value = 0.000 (p <0.05), meaning that there was a significant correlation of social interaction with the levels of loneliness and depression. The correlation between social interaction and loneliness levels was indicated with p-value of 0.000 with the correlation coefficient indicating very strong category by r = 0.999. The correlation between social interaction and depression levels was indicated with p-value of 0.030 with the correlation coefficient indicating strong category by r = 0.663. This showed that the correlation of social interaction with loneliness levels was stronger than that with depression levels.

Conclusion: There is a significant correlation of social interaction with the loneliness and depression levels in Social Service Center “Tresna Werdha” Unit Budi Luhur, Yogyakarta. It is expected that the results of this research can be used as a reference for the elderly service programs in order to maintain or improve the elderly relationships that have been well-established Social Service Center “Tresna Werdha” Unit Budi Luhur, Yogyakarta. One of the examples of program to increase the social interaction of the elderly is group therapy activity.

(13)

1

A. Latar Belakang

Dampak kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama di bidang kedokteran, mampu menghilangkan berbagai penyakit, sehingga hal ini berhasil menurunkan angka kematian bayi dan anak, memperlambat kematian, memperbaiki gizi dan sanitasi sehingga maningkatkan kualitas hidup manusia. Fenomena tersebut berpengaruh terhadap jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang semakin bertambah, dan cenderung mengalami peningkatan yang pesat (Nugroho, 2012).

World Health Organization (WHO) menjelaskan di kawasan Asia Tenggara penduduk lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Jumlah penduduk lansia di Indonesia diperkirakan akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun, dengan demikian pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan mencapai angka 34,22 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010). Provinsi yang mempunyai lansia dengan proporsi tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (13,20%), Jawa Tengah (11,11%), dan Jawa Timur (10,96%). Kabupaten Bantul adalah salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai jumlah lansia terbesar yaitu sebanyak 162.321 lansia. Jumlah lansia yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 49.893 (30,74%) dari total jumlah lansia (Dinkes DIY, 2013).

Seiring bertambahnya usia, proses penuaan memang tidak dapat dihindari. Proses menua merupakan proses dimana manusia mengalami perubahan baik dari segi fisik, psikologis, hubungan sosial, maupun segi agama (Fitrah dkk, 2010). Perubahan fisik yang sering muncul pada lansia seperti perubahan sel, kardiovaskuler, respirasi, neurologi, muskuluskeletal, gastrointestinal, system sensori, dan endokrin. Perubahan sosial yang terjadi ketika seseorang memasuki usia tua akan mengalami penurunan kognitif dan psikomotor. Adanya penurunan kedua fungsi tersebut menyebabkan lansia mengalami aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian lansia. Selain itu, perubahan psikologis yang

(14)

biasanya terjadi pada lansia meliputi memori jangka pendek, frustasi, kesepian, ketakutan, kematian, depresi, dan kecemasan (Maryam, dkk, 2008).

Peningkatan jumlah lansia membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan seperti yang disebutkan dalam UU No.36 tahun 2009 ayat 1 yaitu “ Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lansia harus ditunjukkan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomi sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Pada ayat 2 menetapkan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis (Maryam dkk, 2008). Dengan demikian, salah satu upaya pemeliharaan lansia yaitu dengan membentuk suatu balai pelayanan dimana didalamnya terdapat populasi lansia yang biasa disebut Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW). BPSTW merupakan sebuah balai pelayanan yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lansia supaya dapat memenuhi kehidupannya secara baik dan terawat di dalam kehidupan bermasyarakat (Dinsos Jogja, 2016). Para lansia yang berada di BPSTW diharapkan dapat meningkatkan interaksi sosial dengan mengikuti semua program kegiatan yang sudah diatur. Adapun program kegiatan di BPSTW meliputi senam bugar lansia, bimbingan psikologi, ketrampilan dan kesenian, bimbingan mental dan rohani, cek kesehatan rutin, rekreasi, lomba lansia. Interaksi sosial pada lansia merupakan hal sangat penting, supaya lansia tidak mengalami gangguan kesehatan mental.

Menurut Syafrudin (2010), interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar kelompok yang dapat berlangsung apabila ada kedua belah pihak. Sanjaya (2012), menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang antara interaksi sosial dengan kesepian lansia, sehingga semakin baik interaksi sosial maka perasaan tidak kesepian semakin rendah.

Kesepian merupakan perasaan negatif seseorang berhungan dengan kurangnya hubungan sosial individu dengan orang lain. Prevalensi tingkat kesepian pada lansia diseluruh dunia diperkirakan mencapai 50% (WHO, 2012). Basuki (2015), menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab tingkat kesepian lansia yang tinggal di PSTW Samarinda yaitu terisolasi secara emosional

(15)

dan sosial. Tidak adanya hubungan yang intim antara responden dengan suami atau istri maupun anak dapat menyebabkan kesepian secara emosional. Lansia yang terisolasi secara sosial disebabkan karena lansia tidak merasakan kedekatan hubungan dengan orang disekitarnya, sehingga terjadi penurunan interaksi sosial dan sering merasa kesepian.

Kesepian yang berkelanjutan pada lansia akan menjadi masalah mental yang cukup serius seperti depresi. Depresi adalah ganggun perasaan yang sering terjadi pada lansia dan sebagai salah satu gangguan psikologi (Darmojo, 2009). Menurut Kaplan dan Shadock (2010) gejala depresi ditemukan sekitar 25% dari semua penduduk lansia. Depresi menyerang lansia usia 65 tahun ke atas yang tinggal bersama keluarga. Selain itu, depresi juga menyerang lansia yang tinggal di BPSTW. Sekitar 50-75% lansia yang memiliki gejala depresi dari tingkat ringan sampai sedang (Stenley dan Bare, 2007). Kusumowardani (2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat depresi dengan interaksi sosial lansia. Dalam penelitian tersebut, partisipasi serta gangguan psikososial berhubungan erat terhadap kejadian depresi lansia di Panti Werdha. Semakin tinggi partisipasi sosial dan gangguan fungsional semakin rendah maka risiko terjadinya depresi pada lansia semakin menurun.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 25 Juni 2016, terdapat 88 lansia yang berada di BPSTW Unit Budi Luhur. Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat kegiatan-kegiatan terjadwal yang memungkinkan lansia untuk berinteraksi. Akan tetapi, tidak semua lansia mengikuti kegiatan karena merasa jenuh ataupun bosan dengan kegiatan tersebut. Terdapat pula lansia yang hanya sekedar mengikuti kegiatan tanpa berperan aktif dalam kegiatan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat sarana untuk berinteraksi, tidak menutup kemungkinan lansia mengalami ggejala kesepian dan depresi. Gejalanya dapat berupa lebih senang menyendiri, susah berinteraksi, kehilangan minat untuk beraktifitas dan kepercayaan diri yang berkurang.

Permasalahan interaksi sosial juga erat hubungannya terhadap proses penurunan kesehatan dan mental lansia. Masalah mental yang biasa terjadi pada lansia yaitu kesepian dan depresi. Permasalahan tersebut tentunya menjadi salah

(16)

satu masalah penting yang harus ditangani supaya tidak lagi menemukan lansia yang mempunyai masalah interaksi sosial dengan kesepian maupun depresi. Pada penelitian ini akan membahas hubungan ketiga variabel, yaitu interaksi sosial, tingkat kesepian, dan tingkat depresi. Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut sebagai topik penulisan dengan judul “Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Kesepian dan Depresi pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah interaksi sosial lansia mempunyai hubungan dengan tingkat kesepian lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta?

2. Apakah interaksi sosial lansia mempunyai hubungan dengan tingkat depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta?

3. Apakah interaksi sosial lansia mempunyai hubungan dengan tingkat kesepian dan depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta b. Mengetahui gambaran interaksi sosial, tingkat kesepian, dan depresi lansia

di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

c. Mengetahui hubungan interaksi sosial dengan kesepian lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

d. Mengetahui hubungan interaksi sosial dengan tingkat depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

(17)

e. Mengetahui hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

f. Mengetahui keeratan hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan memberikan informasi tentang interaksi sosial, kesepian, dan depresi pada lansia, sehingga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan gerontik dan komunitas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lembaga BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya interaksi sosial dalam menurunkan tinggkat kesepian dan depresi sehingga pihak BPSTW dapat mengembangkan strategi tentang bagaimana meningkatkan minat lansia untuk berinteraksi untuk mengatasi masalah kesepian dan depresi.

b. Bagi Respoden

Lansia dapat termotivasi untuk meningkatkan interaksi sosial antar sesamanya agar mengurangi angka kesepian dan depresi di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

1. Sanjaya & Rusdi (2012) meneliti “Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Kesepian pada Lansia”. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian deskriptif korelasi dengan sampel 41 orang lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai dan Medan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner untuk interkasi sosial dan kesepian serta dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil analisa data menunjukkan, responden mengalami interaksi sosial dengan kategori baik

(18)

sebesar 48,8% dan sebanyak 82,9% merasa tidak kesepian. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara interaksi sosial dengan kesepian pada lansia dengan nilai r = -0,652 yaitu hubungan yang kuat dengan arah negatif. Jadi, semakin tinggi interaksi sosial maka semakin rendah tingkat kesepian pada lansia. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabelnya, yaitu meneliti tentang interaksi sosial dan tingkat kesepian. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel terikat yaitu peneliti sebelumnya dengan variabel terikat tingkat kesepian sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan variabel terikatnya ditambah satu variabel menjadi tingkat kesepian dan depresi pada lansia.

2. Kusumowardani & Puspitasari (2014) meneliti “Hubungan Antara Tingkat Depresi Lansia dengan Interaksi Sosial Lansia di Desa Sobokerto Kecamatan Ngemplak Boyolali”. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif non-eksperimental jenis korelasional yang menggunakan desain penelitian Cross Sectional. Subyek penelitian berjumlah 60 lansia. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling dengan jenis cluster sampling. Berdasarkan uji statistik Spearman Rank Correlation yang menghubungkan antara tingkat depresi lansia dengan interaksi sosial lansia, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat depresi lansia dengan interaksi sosial dengan nilai signifikansi 0,001. Sedangkan nilai koefisien korelasi -0,472, yang berarti memiliki tingkat hubungan sedang. Hubungan antara tingkat depresi dengan interaksi sosial bernilai negatif artinya semakin rendah tingkat depresinya maka semakin baik tingkat interaksi sosialnya. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang interaksi sosial dan depresi. Perbedaan penelitian ini pada variabel bebas dan terikatnya. Pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel bebas tingkat depresi dan terikatnya adalah interaksi sosial, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan variabel bebasnya yaitu interaksi sosial dan terikatnya yaitu tingkat kesepian dan depresi.

3. Wulandari & Rahayu (2011) meneliti “Kejadian dan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia: Studi Perbandingan di Panti Werdha dan Komunitas”. Metode

(19)

penelitian ini menggunakan studi cross sectional dengan melibatkan 52 lansia dari Panti Werdha dan 50 lansia dari komunitas sebagai subyek penelitian. Hasil yang diperoleh yaitu proporsi depresi pada lansia di komunitas (60%) lebih besar daripada proporsi depresi pada lansia di Panti Werdha (38,5%). Uji beda kejadian dan tingkat depresi mendapatkan nilai p=0,030 dan p=0,036. Uji hubungan partisipasi sosial kurang, partisipasi sosial cukup, dan gangguan fungsional sedang dengan kejadian depresi pada lansia di Panti Werdha mendapatkan nilai p< 0,05. Semua faktor risiko yang diteliti mendapatkan nilai p> 0,05 pada uji hubungan dengan kejadian depresi pada lansia di komunitas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kejadian dan tingkat depresi pada lansia yang tinggal di Panti Werdha dan komunitas. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang depresi. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu variabelnya, pada penelitian sebelumnya hanya satu variabel yaitu kejadian dan tingkat depresi lansia sedangkan penelitian yang akan dilakukan akan meneliti tentang interaksi sosial berhubungan dengan tingkat kesepian dan depresi.

4. Pambudi (2015), meneliti “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) terhadap Kemampuan Interaksi Sosial pada Lansia dengan Kesepian di Peayanan Sosial Lanjut Usia (PSLU) Jember”. Penelitian ini menggunakan pre experimental dengan penelitian one grup pretest posttest dengan sampel 19 lansia di PSLU Jember. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalan non probability sampling dengan jenis purposive sampling. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna antara TAKS terhadap kemampuan interaksi sosial lansia dengan kesepian di PSLU Jember dengan p-value= 0,0005 (CI=95%). Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel terikatnya yaitu interaksi sosial dengan kesepian. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebasnya yaitu pada peneliti sebelumnya dengan variable bebas pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TASK) sedangkan pada peneliatian yang akan dilakukan variabel bebasnya interaksi sosial.

(20)

5. Palestin (2006), meneliti “Pengaruh Umur, Depresi, dan Demensia terhadap Disabilitas Functional Lansia (Adaptasi Model Sistem Neuman)”. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Besar populasi dalam penelitian ini adalah 70 lansia. Uji hipotesis yang digunakan adalah regresi liniear berganda. Hasil analisis korelasi menunjukkan umur (r=0,426; r2=18,2%;

p=0,000), status depresi (r=0,313; r2=9,8%; p=0,008), dan status demensia

(r=-0,512; r2=26,2%; p=0,000) memiliki hubungan bermakna dengan disabilitas fungsional lansia. Hasil analisis regresi linier berganda dengan α=0,05 menghasilkan persamaan regresi yaitu r=0,609; r2=37,1%; p=0,000.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kombinasi umur, status depresi, dan status demensia memiliki pengaruh yang bermakna terhadap variasi disabilitas fungsional lansia. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada depresi. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel umur, demensia dan disabilitas fungsional lansia.

6. Juniarti, (2008), meneliti “Gambaran Jenis dan Tingkat Kesepian pada Lansia di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang Ciparay Bandung”. Penlitian ini menggunakan metode deskriptif dengan mengambil tehnik purposive sampling dengan besar sampel 95 responden. Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin. Hasil penelitian di dapatkan bahwa 69,5%, lansia mengalami kesepian ringan. Sedangkan untuk jenis kesepian maka didapatkan hasil bahwa sebagian besar lansia mengalami kesepian emosional yaitu sebesar 49,4%. Dari penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar lansia mengalami kesepian. Sebagian besar lansia mengalami kesepian yang ringan dan mengalami kesepian emosional. Persamaan penelitian ini terletak pada variabelnya yaitu meneliti tentang tingkat kesepian. Perbedaan penelitian ini terletak pada jenis penelitian yaitu penelitian sebelumnya menggunakan metode deskriptif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif.

(21)

46 A. HASIL

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BPSTW Unit Budi Luhur terletak di Kasongan Bantul Yogyakarta yang merupakan salah satu panti sosial yang mempunyai tugas memberi bimbingan dan pelayanan bagi lansia terlantar agar dapat hidup secara baik dan terawat dalam kehidupan masyarakat baik berada di dalam panti maupun di luar panti dan merupakan lembaga pelayanan sosial lansia berbasis panti yang dimiliki pemerintah. BPSTW Unit Budi Luhur memiliki beberapa program pelayanan baik di dalam panti maupun di luar panti, di antaranya program rutin (regular), pelayanan khusus, day care service, home care service, trauma service, dan tetirah (tinggal sementara).

Responden penelitian ini yaitu lansia yang tinggal di dalam panti yang mendapatkan program rutin dan program pelayanan khusus. Program rutin (regular) adalah program yang ditujukan untuk lansia terlantar baik secara sosial maupun ekonomi. Kegiatan yang diselenggarakan BPSTW antara lain olahraga atau senam pagi, ketrampilan, kerohanian dan hiburan. BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta terdiri dari 8 wisma biasa dan 1 wisma isolasi dengan total semua lansia sebanyak 88 orang. Terdapat 2 orang perawat dan 9 orang sebagai penanggung jawab per wisma. Program pelayanan khusus adalah program yang ditujukan pada lansia yang mengalami permasalahan sosial tetapi tidak secara ekonomi, yang terdiri dari 2 wisma dengan jumlah lansia 13 orang.

2. Analisis Hasil Penelitian a. Analisis Univariat

1) Karakteristik Responden

Penelitian ini menguji hubungan interaksi sosial dengan hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi pada lansia di

(22)

Balai Pelayanan Tresna Werdha Unit Budi Luhur Yogyakarta.Karakteristikresponden terdapat dalam Tabel 7.

Tabel 7

Distribusi frekuensi lansia berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan dan teman dekat di

BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56) Karakteristik Responden Jumlah

(f)

Presentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 20 35,7

Perempuan 36 64,3 Total 56 100% Umur 60-74 tahun 36 64,3 75-90 tahun 19 33,9 >90tahun 1 1,8 Total 56 100% Tingkat Pendidikan Tidak sekolah 15 26,8 SD 31 55,4 SMP 8 14,3 SMA 2 3,6 Total 56 100% Status Perkawinan Tidak menikah 4 7,15 Menikah 4 7,15 Janda/Duda 48 85,70 Total 56 100%

Teman Dekat Ada 34 60,7

Tidak ada 22 39,3

Total 56 100%

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa pasien terbanyakberjenis kelaminperempuansebanyak 36orang (64,3%); dengan rentang umur tebanyak berkisar antara 60-74 tahun sebanyak 36 orang (64,3%); dengan status pendidikan terbanyak adalah SD sebanyak 31 (55,4%); dengan status perkawinan terbanyak adalah janda/duda sebanyak 49

(23)

(87,5%); dengan status pertemanan terbanyak adalah mempunyai teman dekat sebanyak 34 (60,7%).

2) Interaksi sosial

a) Gambaran Interaksi sosial

Gambaran interaksi sosial lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakartadapat dilihatdalam tabel 8.

Tabel 8

Distribusi Frekuensi Interakasi Sosial Lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Variabel Jumlah

(f)

Presentase (%)

Interaksi sosial Baik 26 46,4

Cukup 22 39,3

Kurang 8 14,3

Total 56 100%

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 8. diketahui bahwa sebanyak 26 orang (46,4%) memiliki interaksi sosial baik.

b) Tabulasi silang

Tabulasi silang karakteristik responden dengan interaksi sosial lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta disajikan pada tabel 9.

Tabel 9

Tabulasi Silang Karakteristik Responden denganInteraksi Sosial Lansia diBPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Karakteristik Interaksi Sosial

Baik Cukup Kurang Total

F % F % f % F % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 10 16 17,9 28,6 8 14 14,3 25,0 2 6 3,6 10,7 20 36 35,7 64,3 Umur 60-74 tahun 75-90 tahun >90 tahun 16 10 0 28,6 17,9 0,0 13 8 1 23,2 14,3 1,8 7 1 0 12,5 1,8 0,0 36 19 1 64,3 33,9 1,8

(24)

Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA 19 12 3 0 19,6 21,4 5,4 0,0 3 14 3 2 5,4 25,0 5,4 3,6 1 5 2 0 1,8 8,9 3,6 0,0 15 31 8 2 26,8 55,4 14,3 3,6 Status Perkawinan Tidak menikah Menikah Janda/Duda 2 1 23 3,6 1,8 41,1 2 3 17 3,6 5,4 30,4 0 0 8 0,0 0,0 14,3 4 4 48 7,1 7,1 85,7 Teman Dekat Ada Tidak 13 13 23,2 23,2 15 7 26,8 12,5 6 2 10,7 3,6 34 22 60,7 39,3

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 9. Didapatkan hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin mayoritas reponden laki-laki berada pada kategori interaksi sosial baik yaitu 10 responden (17,9%) dan mayoritas responden perempuan berada pada kategori interaksi sosial sedang yaitu 16 responden (28,6%). Berdasarkan rentang umur, mayoritas responden dengan rentang umur 60-74 tahun berada pada kategori interaksi sosial baik yaitu 16 responden (28,6%); mayoritas responden dengan rentang umur 75-90 tahun berada pada kategori baik yaitu 10 responden (17,9%); dan responden dengan umur diatas 90 tahun berada pada kategori sedang yaitu 1 responden (1,8%). Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden yang tidak sekolah berada pada kategori interaksi sosial baik yaitu 19 responden (19,6%); mayoritas responden SD berada pada kategori cukup yaitu 14 responden (25,0%); mayoritas responden SMP berada pada kategori baik dan cukup yaitu masing-masing 3 responden (5,4%); dan mayoritas responden SMA berada pada kategori cukup yaitu 2 responden (3,6%).

Berdasarkan status perkawinan, mayoritas responden yang tidak menikah berada pada kategori interaksi sosial baik dan cukup yaitu masing 2 responden (3,6%); mayoritas responden menikah berada pada kategori cukup yaitu 3 responden (5,4%); mayoritas responden janda/duda berada pada kategori baik yaitu 23 responden (41,1%).

(25)

Berdasarkan keberadaan teman dekat, mayoritas responden yang mempunyai teman dekat berada pada kategori interaksi sosial cukup yaitu 15 responden (26,8%); mayoritas responden yang tidak mempunyai teman dekat berada pada kategori baik yaitu 13 responden (23,2%).

3) Tingkat Kesepian

a) Gambaran tingkat kesepian

Gambaran tingkat kesepian lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta disajikan dalam tabel 10.

Tabel 10

Distribusi Frekuensi Tingkat Kesepian Lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Variabel Jumlah

(f)

Presentase (%) Tingkat Kesepian Tidak kesepian 21 37,5 Kesepian rendah 11 19,6 Kesepian sedang 19 33,9

Kesepian berat 5 8,9

Total 56 100%

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 10. Diketahui bahwasebanyak 21 orang (37,5%) tidak mengalami kesepian.

b) Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Kesepian

Tabulasi silang karakteristik responden dengan tingkat kesepian lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta disajikan pada tabel 11.

Tabel 11

Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Kesepian Lansia diBPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Karakteristik Tingkat Kesepian Tidak Kesepian Kesepian Rendah Kesepian Sedang Kesepian Berat Total f % F % f % f % f %

(26)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 11 10 19,6 17.9 5 6 8,9 10,7 3 16 5,4 28,6 1 4 1,8 7,1 20 36 35,7 64,3 Umur 60-74 tahun 75-90 tahun >90 tahun 14 7 0 25,0 12,5 0,0 8 2 1 14,3 3,6 1,8 11 8 0 19,6 14,3 0,0 3 2 0 5,4 3,6 0,0 36 19 1 64,3 33,9 1,8 Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA 9 10 2 0 16,1 17,9 3,6 0,0 3 6 1 1 5,4 10,7 1,8 1,8 1 13 4 1 1,8 23,2 7,1 1,8 2 2 1 0 3,6 3,6 1,8 0,0 15 31 8 2 26,8 55,4 14,3 3,6 Status Perkawinan Tidak menikah Menikah Janda/Duda 2 0 19 3,6 0,0 33,9 0 3 8 0,0 5,4 14,3 2 1 16 3,6 1.8 28,6 0 0 5 0,0 0,0 8,9 4 4 48 7,1 7,1 85,7 Teman Dekat Ada Tidak 8 13 14,3 23,2 11 0 19,6 0,0 11 8 19,6 14,3 4 1 7,1 1,8 34 22 60,7 39,3

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 11. Didapatkan hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin mayoritas mengalami kesepian sedang, perempuan dengan presentase 28,8% dan laki-laki dengan presentase 5,4%. Dilihat dari umur, lansia yang memiliki umur 60-74 tahun mayoritas tidak mengalami kesepian dengan presenase 25,0%, umur 70-90 tahun mengalami kesepian sedang dengan presentase 14,3%, sedangkan lansia yang berumur 90 tahun mengalami kesepaian rendah sebanyak 1,8%. Apabila dilihat dari status pendidikan rata-rata tidak mengalami kesepian dengan tingkat pendidikan tidak sekolah 16,1%, SD yaitu 17,9%, SMP yaitu 3,6%, dan SMA yaitu 0.0%. Dilihat dari status perkawinan rata-rata juga tidak mengalami kesepian, lansia yang tidak menikah sebanyak 3,6%, lansia yang menikah sebanyak 0,0% dan lansia yang janda/duda sebanyak 39,9% juga tidak mengalami gejala kesepian. Sedangkan apabila dilihat dari banyaknya teman dekat lansia yang mempunyai teman dekat sebanyak 14,3% tidak mengalami kesepian dan yang tidak ada teman dekat juga mengalami kesepian yaitu sebanyak 23,2%

(27)

4) Tingkat Depresi

a) Gambaran tingkat depresi

Gambaran tingkat depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta disajikan pada tabel 12.

Tabel 12

Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Lansia di BPSTWUnit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Variabel Jumlah

(f)

Presentase (%) Tingkat depresi Tidak ada gejala 35 62,5 Depresi ringan 21 37,5 Depresi sedang-berat 0 0

Total 56 100%

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 12. diketahui bahwa dari 56 lansia, sebanyak 35 orang (62,5%) tidak ada gejala depresi.

b) Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Deresi Hubungan karakteristik responden dengan tingkat depresi lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta disajikan dalam tabel 13.

Tabel 13

Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Depresi Lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Karakteristik Tingkat Depresi

Tidak Depresi Depresi Ringan Sedang-Berat Total F % F % f % F % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 14 21 25,0 37,5 6 15 10,7 26,8 0 0 0,0 0,0 20 36 35,7 64,3 Umur 60-74 tahun 75-90 tahun >90 tahun 26 9 0 46,4 16,1 0,0 10 10 1 17,9 17,9 1,8 0 0 0 0,0 0,0 0,0 36 19 1 64,3 33,9 1,8

(28)

Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA 11 18 5 1 19,6 32,1 8,9 1,8 4 13 3 1 7,1 23,2 5,4 1,8 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0,0 15 31 8 2 26,8 55,4 143 3,6 Status Perkawinan Tidak menikah Menikah Janda/Duda 2 3 30 3,6 5,4 53,6 2 1 18 3,6 1,8 32,1 0 0 0 0,0 0,0 0,0 4 4 48 7,1 7,1 85,7 Teman Dekat Ada Tidak 20 15 35,7 26,8 14 7 250 12,5 0 0 0,0 0,0 34 22 60,7 39,3

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 13. Didapatkan hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin mayoritas tidak memiliki gejala depresi, perempuan dengan presentase 37,5% dan laki-laki dengan presentase 25%. Dilihat dari umur, lansia yang memiliki umur 60-74 tahun mayoritas tidak mengalami gejala depresi dengan presenase 46,4%, umur 70-90 tahun juga tidak ada gejala depresi dengan presentase 16,1%, sedangkan lansia yang berumur 90 tahun yang tidak ada gejala depresi adalah 0% namun mengalami depresi ringan sebanyak 1,8%. Apabila dilihat dari status pendidikan lansia yang tidak sekolah rata-rata tidak mengalami gejala depresi dengan presentase 19,6%, lansia dengan status pendidikan SD juga tidak mengalami gejala depresi yaitu 32,1%, lansia dengan status pendidikan terakir SMP tidak mengalami gejala depresi yaitu 8,9%, dan lansia yang berstatus pendidikan SMA seimbang antara yang tidak mengalami gejala depresi dan mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 1,8%. Dilihat dari status perkawinan lansia yang tidak menikah tidak mengalami gejala depresi seimbang dengan lansia yang mengalami depresi ringan yaitu sebayak 3,6%, lansia yang menikah sebanyak 5,4% dan lansia yang janda/duda sebanyak 53,6% juga tidak mengalami gejala depresi. Sedangkan apabila dilihat dari banyaknya teman dekat lansia yang mempunyai teman dekat sebanyak 35,7% tidak mengalami gejala depresi dan yang

(29)

tidak ada teman dekat juga tidak ada gejala depresi yaitu sebanyak 26,8%.

b. Analisis Bivariat

1) Hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian

Hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakartamenggunakan uji Kendall Tau yang disajikan pada tabel 14.

Tabel 14

Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Kesepian di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Interaksi Sosial

Tingkat Kesepian

R P Tidak Rendah Sedang Berat Total

f % f % f % f % f % Baik 17 30,4 3 5,4 5 8,9 1 1,8 26 46,4 0,542 0,000 Cukup 4 7,1 8 14,3 10 17,9 0 0,0 22 39,3 Kurang 0 0,0 0 0,0 4 7,1 4 7,1 8 14,3 Total 21 37,5 11 19,6 19 33,9 5 8,9 56 100

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 14. responden yang memiliki interaksi sosial baik tidak mengalami kesepian (30,4%), responden yang memiliki interaksi sosial cukup mengalami kesepian sedang (17,9%), dan responden yang memiliki interaksi sosial kurang mengalami kesepian sedang hingga berat yaitu masing-masing sebanyak 7,1%.

Hasil uji Kendall Tau diperoleh p-value=0,00 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian, dengan kekuatan hubungan dalam kategori sedang yaitu r=0,542 berada pada interval 0,400-0,599 Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik interaksi seseorang maka tingkat kesepian akan semakin rendah.

(30)

2) Hubungan interaksi sosial dengan tingkat depresi

Hubungan interaksi sosial dengan tingkat depresi di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta menggunakan uji Kendall Tau yang disajikan pada tabel 15.

Tabel 15

Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Depresi di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Interaksi Sosial

Tingkat Depresi

R P Tidak Ringan Sedang-

Berat Total F % f % F % f % Baik 21 37,5 5 8,9 0 0,0 26 46,4 0,308 0,010 Cukup 10 17,9 12 21,4 0 0,0 22 39,3 Kurang 4 7,15 4 7,15 0 0,0 8 14,3 Total 35 62,5 21 37,5 0 0,0 56 100

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 15. responden yang memiliki interaksi sosial baik tidak mengalami depresi (37,5%), responden yang memiliki interaksi sosial sedang mengalami depresi ringan (21,4%), dan responden yang memiliki interaksi sosial kurang berada ada level tidak depresi hingga depresi rendah yaitu masing-masing 7,15%.

Berdasarkan Tabel 13. hasil uji Kendall Tau diperoleh p-value =0,010 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi, dengan kekuatan hubungan dalam kategori rendah yaitu r=0,308 berada pada interval 0,200-0,399 Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik interaksi sosial seseorang maka tingkat depresi akan semakin rendah. c. Analisis Multivariat

Hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakartamenggunakan uji Manova yang disajikan pada tabel 16.

(31)

Tabel 16

Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Kesepian dan Depresi di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta (n=56)

Multivariate Testsa

Effect Value F Hypothesis

df

Error df Sig.

Interaksi Pillai's Trace .449 7.682 4.000 106.000 .000

Wilks' Lambda .577 8.240b 4.000 104.000 .000

Hotelling's Trace .689 8.785 4.000 102.000 .000

Roy's Largest Root .616 16.313c 2.000 53.000 .000

Tests of Between-Subjects Effects

Source Dependent Variable Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Observed Powerc Interaksi Tingkat Kesepian 22.340 2 11.170 16.211 .000 .999 Tingkat Depresi 1.632 2 .816 3.763 .030 .663

Sumber: Data Primer 2017

Hasil uji Manova,diperoleh p-value=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi. Untuk hubungan antara ineraksi sosial dengan tingkat kesepian diperoleh p-value sebesar 0,000 dengan kekuatan hubungan berada pada kategori sangat kuat r=0,999. Untuk hubungan antara ineraksi sosial dengan tingkat depresi diperoleh p-value sebesar 0,030 dengan kekuatan hubungan berada pada kategori kuat r=0,663.Hal ini menunjukkan bahwa hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian lebih erat dibandingkan dengan tingkat depresi.

B. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden

Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang (64,3%) lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 20 orang (35,7%). Jenis kelamin merupakan faktor risiko dalam mempengaruhi kejadian kesepian dan depresi.Perempuan

(32)

lebih rentan mengalami kesepian dan depresi karenaperempuan lebih

banyak memendam masalah dari pada harus menyelesaikannya

(Wasis,2015). Hasil penelitisn ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Menururt Cahyono (2012), perbandingan depresi pada wanita dengan pria adalah 14,1 berbanding dengan 8,6.

Bedasarkan umur, responden terbanyak memiliki rentang umur 60-74 tahun yaitu sebanyak 36 orang (64,3%). Batasan usia lanjut menurut WHO (2014) dengan kriteria usia lanjut (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dimana pada lansia tersebut terjadiberbagai perubahan seperti fisik, mental, psikososial, serta kognitif.

Berdasarkan status pendidikan, responden terbanyak dengan status pendidikan SD yaitu sebanyak 31 (55,4%). Pada penelitian Tamher & Noorkasiani (2009), menunjukkan bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia yang berguna dalam menghadapi segala masalah.Rendahnya status pendidikan responden disebabkan karena pada jaman dahulu masi sulit dalam akses pendidikan itu sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang akan dilaluinya sehingga akan lebih siap menghadapi masalah yang terjadi.

Berdasarkan status perkawinan, sebagian besar responden adalah janda/duda sebanyak 48 lansia (85,7%).Hal ini data disebabakan karena kematian pasangan hidup,kehilangan keluarga atau orang yang disayangi, maupun pasangan hidup merupakan pencetus timbulnya kesepian depresikarena kehilangan merupakan perpisahan individu dengan suatu yang awalnya ada menjadi tidak ada (Sutrisno, 2014; Amalia, 2013).Keberadaan pasanan hidup memiliki fungsi sebagai supporting dalam berbagai hal, misalnya emosi, problemsolving, keuangan, maupun pengasuhan. Dengan demikian pasangan hidup berpengaruh terhadap diri lansia (Ismalinda, 2014 )

Responden dengan status pertemanan terbanyak adalah mempunyai teman dekat sebanyak 34 (60,7%).Peran persahabatan merupakan cara

(33)

yang signifikan dalam mencegah kesepian maupun depresi, karena dapat memberi sumber dukungan baik berupa material maupun non material, terutama untuklansia yang non- married dan janda (Rahmi, 2015)

2. Interaksi Sosial

Interaksi sosial pada lansia di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta sebagian besar memiliki interaksi sosial baik yaitu sebanyak 46,4%. Penelitian ini didukung oleh penelitian Rosita, Widodo, & Purwanti (2012) mengenai hubungan fungsi kognitif dengan kemampuan interaksi sosial yaitu sebagian besar responden penelitian berada pada kategori baik sebanyak 58,8%. Hal tersebut sesuai dengan keadaan lansia yang tinggal di BPSTW yaitu selalu melakukan sosialisasi antar lansia setiap harinya. Selain itu, didukung dengan berbagai kegiatan yang diselenggarakan BPSTW seperti olahraga, ketrampilan, kerohanian dan hiburan sehingga interaksi bisa tetap terjalin.

Interaksi merupakan suatu proses yang dilakukan setiap hari. Untuk dapat menghasilkan interaksi sosial, tergantung pada usaha lansia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal tersebut, sesuai dengan teori faktor yang mendasari interaksi sosial, seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.

Interaksi sosial memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan lansia. Salah satu penghambat interaksi sosial lansia antara lain, kemunduran fisik seperti fungsi pendengaran yang semakin menurun berakibat pada kurang jelas dalam penyampaian informasi menjadi sehingga dapat menyebabkan pertengkaran.

Terdapat 14,3% lansia berada pada kategori interaksi sosial kurang. Berdasarkan pengamatan peneliti, hal tersebut diakibatkan karena sebagian kecil lansia memiliki kemampuan feedback yang kurang.

3. Tingkat Kesepian

Berdasarkan tabel di atas, responden terbanyak berada pada kategori tidak kesepian yaitu sebanyak 21 orang (37,5%). Hasil tersebut didukung oleh penelitian Sanjaya & Rusdi (2012) tentang interaksi sosial

(34)

dan tingkat kesepian yaitu sebagian besar lansia yang tinggal di BPSTW tidak mengalami kesepian (82,9%). Hasil tersebut dikarenakan adanya faktor lingkungan BPSTW yang kondusif sehingga dapat terbina ikatan persaudaraan antar lansia terutama yang tinggal dalam satu wisma. Peran keluarga seolah tergantikan dengan kehadira lansia lain. Selain itu kegiatan-kegiatan yang terjadwal seperti olahraga, kesenian, hiburan ataupun bimbingan rohani membuat lansia sibuk dan menghilangkan rasa kesepian.

Tingginya presentase tidak kesepianpada responden penelitian dapat disebabkanjuga karena >50% responden laki-laki berada pada kategori tidak kesepian. Sedangkan resonden perempuan memiliki kecenderungan berada pada kategori kesepian sedang. Pada dasarnya, perempuan memiliki tingkat kesepian lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut disebabkan karena ketika seorang perempuan masih bersama pasangan mereka selalu melakukan aktivitas secara bersama. Keberadaa pasangan bagi wanita sangatlah penting. Ketika tidak ada lagi pasangan, perempuanakanlebih membutuhkan orang lain untuk berbagi pikiran dan perasaannya. Hal ini berbanding terbalik dengan laki-laki, seoranglaki-laki apabila kehilangan pasangan hidupnya, kondisi emosionalnya tidak terlalu berbeda dengan biasanya karena karakteristik pria lebih kuat dan tertutup daripada wanita (Rahmi, 2015). Selain itu, lebih besarnya presentase responden yang memiiki hubungan pertemanan dibandingkan yang tidak sangat mempengaruhi hasil penelitian ini.

Jadi, kesepian merupakan perasaan negatif secara emosional ataupun sosial akibat kurangnya hubungan sosial yang bersifat subjektifsehingga menyebabkan individumerasa tersisihkan dan terpencil karena merasa berbeda dengan orang lain. Kesepian sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal individu tersebut, semakin kondusif lingkungan sekitar dengan disertai semakin banyaknya kegiatan-kegiatan bersama maka akan mengurangi tingkat kesepian individu tersebut. Selain

(35)

itu, faktor seperti jenis kelamin dan keberadaan teman dekat juga ikut serta mempengaruhi tingkat kesepian.

4. Tingkat Depresi

Dalam penelitian ini diketahui bahwa dari 56 lansia, sebanyak 35 orang (62,5%) tidak ada gejala depresi. Depresi diartikan sebagai hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor-faktor sosial, psikologis, dan biologis.Pada saat tertentu, depresi dapat menyebabkan lebih banyak stres dan disfungsi serta memperburuk situasi kehidupan penderitanya.

Seseorang yang memiliki usia60 tahun akan lebih beresiko terhadap berbagai masalah kesehatan.Selain masalah kesehatan, lansia juga mengalami perubahan peran keluarga, sosial ekonomi maupun sosial. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya lansia dalam beradaptasi dengan lingkungan baru maupun berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Selain itu, lansia yang tinggal di BPSTW akan mengalami paparan terhadap lingkungan dan teman baru yang mengharuskan lansia beradaptasi secara positif maupun negatif. Kegagalan respon adaptif yang ditandai dengan kegagalan dalam berinteraksi, menyebabkan kekhawatiran pada lansia. Kekhawatiran yang berlebih berarti menunjukan adanya kecemasan. Kecemasan yang terjadi di luar kendali dan berlangsung lama serta menganggu aktivitas, maka dapat berkembang menjadi Generalized Anxiety Disorder sehingga terjadi depresi (Nurhayati dkk, 2012)

Selain itu, hubungan pernikahan akan membawa manfaat bagi kesehatan mental laki-laki maupun perempuan. Pernikahan tidak hanya melegalkan hubungan laki-laki dengan perempuan tetapi juga dipercaya mengurangi risiko depresi dan kecemasan. Namun hal ini menjadi berbeda bagi pasangan suami istri yang gagal membina hubungan pernikahan atau ditinggalkan pasangan karena meninggal. Kegagalan maupun kehilangan justru menjadikan salah satufaktor resiko terjadinya depresi (Djafar, 2015).

(36)

Jadi, depresi merupakan gangguan psikiatri dengan manifestasi perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis berhubungan langsung dengan penderitaanyang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Depresi paling sering terjadi pada lansia karena adanya faktor biologi, fisik, psikologis, dan sosial. Seperti dalam penelitian ini, respon positif lansia terhadap kegiatan-kegiatan di BPSTW setidaknya mengurangi kejadian depresi lansia yang tinggal di BPSTW Unit Budi Luhur Yogyakarta.

5. Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Kesepian

Hasil uji Kendall Tau diperoleh p-value =0,00 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian, dengan kekuatan hubungan dalam kategori sedang yaitu r=0,542 berada pada interval 0,400-0,599. Hal tersebut menunjukkan semakin baik interaksi sosial seseorang maka tingkat kesepian akan semakin rendah.

Lansia dengan adaptasi diri yang baik, dapat berinteraksi dengan teman sekitar dan mengikuti kegiatan yang berada di BPSTW, maka respon dukungan sosialnya juga akan baik. Penyesuaian diri sangat berhubungan dengan dukungan sosial, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan lansia baik yang sekarang maupun yang akan datang.

Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan Putri (2016), yang berjudul hubungan partisipasi sosial dengan kesepian pada lansia. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara partisipasi sosial dengan kesepian pada lansia (r = - 0,209; p = 0,037 < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin frekuensi partisipasi sosial, maka semakin rendah kesepian yang dirasakan oleh para lansia dan sebaliknya jika frekuensi partisipasi sosial yang dimiliki rendah, maka semakin tinggi kesepian yang dirasakan oleh para lansia.Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya partisipasi sosial yang diikuti oleh para lansia dapat mengurangi rasa kesepian. Hal tersebut dikarenakan perasaan kesepian muncul akibat adanya hubungan

(37)

sosial yang terisolasi, sehingga diantara perasaan kesepian dan adanya social isolation perlu adanya partisipasi sosial agar perasaan kesepian tersebut dapat diminimalkan.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sanjaya dan Rusdi (2012), dengan hasil bahwa variabel interaksi sosial dan kesepian pada lansia memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) dengan nilai r = -0,652 dan arah hubungan negatif. Hal ini bermakna bahwa semakin besar interaksi sosial maka semakin besar perasaan tidak kesepian. Dalam hal ini, menunjukkan pentingnya peran interaksi sosial dalam mengantisipasi masalah kesepian.

Berdasarkan dari berbagai penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi sosial yang tinggi dapat dilihat dari seberapa sering para lansia mengikuti kegiatan-kegiatan partisipasi sosial yang ada dalam lingkungan mereka.Partisipasi sosial tersebut merupakan sarana bagi para lansia dalam memiliki peran atau keterlibatan mereka didalam lingkungan masyarakat.Adanya peran tersebut yang membuat para lansia dapat menunjukkan keterlibatan mereka dalam sebuah kegiatan masyarakat yang berupa interaksi sosial. Tingginya frekuensi lansia dalam mengikuti partisipasi sosial menyebabkan mereka memiliki peran di lingkungan masyarakat yang menyebabkan mereka tidak lagi menarik diri dari lingkungan masyarakat dan meadapatkan pengakuan dari masyarakat yang berupa dukungan sosial (Putri, 2016)

6. Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi

Hasil uji Kendall Tau diperoleh p-value =0,010 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi, dengan kekuatan hubungan dalam kategori rendah yaitu r=0,308 berada pada interval 0,200-0,399. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik interaksi sosial seseorang maka tingkat depresi akan semakin rendah.

Berkurangnya interaksi sosial lansia menimbulkan perasaan terasingkan, perasaan tidak berguna sehingga lansia menyendiri atau

(38)

mengalami isolasi sosial. Seorang lansiaakan mengalami peningkatan dalam hal perasaan terisolasi. Kondisi seperti ini sangat rentan terhadap kejadian depresi (Kaplan dan Saddock, 2007).

Hasil penelitian ini sejalan dengan peneliti sebelumnya. Pada penelitian Kusumowardani (2014), mengenai Hubungan Tingkat Depresi Lansia dengan Interaksi Sosial di Desa Sobokerto Kecamatan Ngemplak Boyolaliyang mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara tingkat depresi dengan interaksi sosial dengan nilai signifikansi 0,001. Hubungan tingkat depresi dengan interaksi sosial bernilai negatif artinya semakin rendah tingkat depresi maka semakin baik tingkat interaksi sosialnya. Selain itu didukung oleh penelitian Yulianty (2014), yang menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan depresi dengan nilai signifikasi 0,000 (p<0,05).

Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan, sesuai dengan pendapat Kaplan & Saddock (1998) dalam kusumowardani (2014) yaitu seseorang yang mengalami depresi akan mengalami perubahan dalam bentuk pemikiran, sensasi somatik, aktivitas, serta kurang produktif dalam pengembangan pikiran, berbicara dan sosialisasi.

7. Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat kesepian dan depresi

Hasil uji Manova, diperoleh p-value=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi. Untuk hubungan antara ineraksi sosial dengan tingkat kesepian diperoleh p-value sebesar 0,000 dengan kekuatan hubungan berada pada kategori sangat kuat r=0,999. Untuk hubungan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi diperoleh p-value sebesar 0,030 dengan kekuatan hubungan berada pada kategori kuat r=0,663. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian lebih erat dibandingkan dengan tingkat depresi.

Depresi lansia berawal dari rasa kesepian dan keterasingan dari lingkungannya (Astuti, 2010).Berkurangnya interaksi sosial menyebakan perasaan terasingkan, sehingga lansia sering menyendiri atau mengalami

(39)

isolasi sosial. Seorang lansia akan rentan mengalami kesepian dan depresi apabila perasaan terisolirnya meningkat (Kusumowardani, 2014).

Masalah psikologis yang banyak dialami oleh lansia adalah kesepian. Beberapa penyebab kesepian antara lain (1) berkurangnya kegiatan dalam mengasuh anak karena anak sudah dewasa sehingga tidak memerlukan pengasuhan lagi, (2) berkurangnya teman akibat kurangnya aktivitas di luar rumah, (3) kurangnya aktivitas sehingga waktu luang bertambah,(4) meninggalnya pasangan hidup, (5) anak meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi maupun bekerja, (6) anak sudah dewasa dan membentuk keluarga sendiri.

Lebih eratnya hubungan interaksi sosial (kemampuan komunikasi, kontak sosial, dan umpan balik) dengan tingkat kesepian dibandingkan dengan tingkat depresi dikarenakan perbedaan tingkatan. Orang dengan depresi cenderung mengalami tahap kesepian yang berkepanjangan. Hal tersebut sesuai dengan Sudirman (2011) yang mengungkapkan bahwa depresi bisa bersumber dari kesedihan ataupun kesepian yang berkepanjangan akibat kehilangan atau kematian pasangan hidup maupun orang-orang yang sangat dekat secara emosional (Sudirman, 2011).

C. Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti tidak mengendalikan faktor pengganggu seperti peyakit fisik responden yang dapat mempengaruhi kesepian dan depresi ataupun hubungan interaksi sosial.

2. Tidak adanya pengendalian lingkungan tempat tinggal lansia di PSTW misalnya wisma yang berbeda dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kebersihan dan harmonisnya suasana pada masing-masing wisma.

3. Alat pengambilan data dalam bentuk kuesioner baku dengan jawaban yang sudah tersedia sehingga permasalahan tidak tergali lebih dalam.

(40)

4. Keterbatasan hasil penelitian yang dikarenakan pengambilan sampel menggunakan beberapa kriteria sehingga pengambilan data tidak dapat dilakukan pada semua lansia yang tinggal di BPSTW.

(41)

65

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (64,3%), berada pada rentang umur 60-74 tahun (64,3%), dengan tingkat pendidikan SD (55,4%), dan status pernikahan janda/duda sebanyak (89,3%). Responden pada penelitian ini berada pada kategori interaksi sosial baik (46,4%), tidak mengalami (37,5%), dan tidak mengalami depresi (62,5%). Terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian (r= 0,542, p<0,05), interaksi sosial dengan tingkat depresi (r= 0,308, p<0,05). Hasil uji Manova, diperoleh p-value =0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi.

B. Saran

Berdasarkan hasil, pembahasan, dan kesimpulan penelitian hubungan interaksi sosial dengan tingkat kesepian dan depresi lansia di PSTW Budi Luhur Yogyakarta terdapat beberapa saran yang diajukan sebagai bahan pertimbangan adalah:

1. Bagi BPSTW Budi Luhur Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menciptakan program-program pelayanan lansia sehingga dapat mempertahankan ataupun meningkatkan hubungan lansia yang sudah terjalin baik di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. Program-program tersebut harus berorientasi kepada peningkatan interaksi sosial lansia sehngga dapat mengatasi permasalahan lansia seperti kesepian dan depresi. Program tersebut misalnya terapi aktivitas kelompok.

2. Bagi Lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk mengurangi kejadian kesepian dan depresi yaitu dengan lebih sering

(42)

berinteraksi antar lansia dengan cara mengikuti semua program yang sudah direncanakan oleh pihak BPSTW.

3. Bagi Stikes Jendral Achmad Yani Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi. 4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat lebih mengontrol faktor pengganggu misalnya faktor penyakit, status perkawinan dan lingkungan supaya hasil yang didapatkan menjadi lebih baik. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan jumlah responden penelitian.

(43)

Ardianto, Helga. (2015). Hubungan Tingkat Kesepian dengan Kejadian Insomnia pada Lansia di PSTW Yogya Unit Budi Luhur Kasongan Bantul. Skripsi: Stikes Aisiyah.

Ardianto. (2015). Hubungan Tingkat Kesepian dengan Kejadian Insomnia pada Lansia Di PSTW Yogya Unit Budi Luhur Kasongan Bantul. skripsi: Stikes Aisyiyah Yogyakarta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Asminatalia, D. (2008). Hubungan Status Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Abiyoso Pakem Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Astuti, V.W. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Posyandu Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Jurnal Stikes RS Babtis Kediri. Vol. 3 no. 2

Azizah L. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2010. Diunduh pada 27 april 2016 dari http;//www.BPS.go.id/index.php/publikasi/750.

Basuki, W. (2015). Faktor-faktor Penyebab Kesepian Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Penghuni Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Kota Samarinda. eJournal Psikologi. Vol. 4. No. 1. P. 713-730.

Beck, A.T. (1961). Depression: causes and Treatment. Philadelphia: Universitas of Pensylvania press.

Bungin, B. (2009). Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma, dan Diskursus, Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Cahyono, Andik. (2012). Hubungan Spiritualitas dengan Depresi Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia Magetan. Skripsi: Universitas Airlangga. Journal.unair.ac.id/download.fullpapers

(44)

FKUI

Departemen kesehatan RI. (2013). Prevalensi Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Diunduh pada tanggal 05 mei 2016 pukul 10.35 WIB dari http;//www.DepKes.go.id//pdf.php?id=131110002.

Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Dinas Sosial Yogyakarta. (2016). UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas). Diunduh pada 12 Mei 2016 dari http;//www.Dinsos.jogjaprov.go.id/uptd/2016.

Dinkes DIY. (2013). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013. Diunduh pada tanggal 18 Februari 2016 pukul 14.15 WIB dari http;//www.depkes.go.id/resources/profil-kesehatan-indonesia-2013.

Djafar. (2015). Pengalaman Lansia dengan Depresi tentang Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Balimbing Padang. Skripsi: Universitas Andalas. Dwi, W. (2010). Hubungan Antara Kesejahteraan Spiritual Dengan Interaksi Sosial

Pada Lansia Di Dusun Kadipiro Palbapang Bantul Yogyakarta. skripsi: Universitas Gajah Mada

Hidayat, A. (2011). Metode Penelitian Kesehatan: Paradigma Kuantitatif. Surabaya: Health Books Publishing.

Ismalinda, W., Nauli, F., Dewi, A (2014).Hubungan Keberadaan Pasangan Hidup dengan Harga Diri Lansia. e-journal. Vol 02 no 1 p. 24-30

Juniarti, N., Eka, S., Damayanti, A. (2008). Gambaran Jenis Dan Tingkat Kesepian Pada Lansia Di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang Ciparay Bandung. skripsi: Universitas Padjajaran.

Kaplan, H.I., dan Saddock, B.J. (2007). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. jilid 1. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Keliat, B., Wiyono, A., Susanti, H. (2011). Managemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Faktor pendukung dalam pembinaan lanjut usia melalui day care service di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur adalah adanya dana APBD DIY untuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap perubahan tingkat depresi lansia di PSTW Unit Budi Luhur, Kasongan, Bantul Yogyakarta...

Pekerja sosial di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur menceritakan analisa situasi mikro klien yang terlibat perilaku bullying lansia. Pekerja sosial

4.5.1 Deskripsi Data Psychological Well-Being pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi berdasarkan Rentang Usia

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan interaksi sosial dengan kejadian depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha (PSTW) Jember.. Penelitian

Senam Pada Usia Lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Bantul Yogyakarta terdiri atas responden dengan frekuensi teratur sebanyak 5 lansia (16,7%)

Adapun antara sikap dan perilaku birrul walidain yang diterima orangtua dari anak ini memiliki keterkaitan dengan kebahagiaan lansia yang tinggal di BPSTW Yogyakarta

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Bagaimanakah Gambaran Lansia dengan Inkontinensia Urine