• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Isi. Tenaga Kerja Asing di Indonesia... 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Daftar Isi. Tenaga Kerja Asing di Indonesia... 4"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Daftar Isi

SALAM REDAKSI ... 3

SOROTAN ... 4

Tenaga Kerja Asing di Indonesia... 4

Pelatihan dan Produktivitas ... 19

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ... 19

Profil BLK Pemerintah pasca Kebijakan 3R (Reorientasi, Revitalisasi dan Rebranding) ... 23

Lulusan Pemagangan di Dalam Negeri dan Penempatannya di Tahun 2018 ... 34

Daya Saing Tenaga Kerja di Pulau Jawa Tahun 2018... 44

Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja ... 54

Ojek Online, Solusi Kerja Masa Kini! ... 54

Sumbangsih PMI Untuk Negeri ... 59

Bonus Demografi dan Anak Muda di Pasar Kerja ... 65

Potret Pasar Kerja di Pulau Jawa ... 72

(3)

SALAM REDAKSI

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanNya Buletin “LAVENTA” Edisi Perdana Tahun 2019 telah diterbitkan. Buletin ini berisikan informasi tentang pelatihan, produktivitas dan penempatan tenaga kerja. Dalam edisi perdana ini yang menjadi sorotan utama adalah kehadiran Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia. Keberadaan mereka menimbulkan berbagai pertanyaan di tengah masyarakat seperti apakah pemberian izin kerja bagi TKA akan mengurangi lapangan kerja di dalam negeri?, apakah TKA boleh bekerja di semua sektor pekerjaan yang ada di Indonesia?, dan seterusnya. Dengan informasi berdasarkan fakta-fakta yang dideskripsikan detail pada bulletin ini, pembaca akan memahami kondisi pengendalian penggunaan TKA di Indonesia dari sumber yang eligible.

Informasi lainnya adalah tentang pelatihan kerja, standar dan sertifikasi kompetensi, pemagangan dan daya saing tenaga kerja. Informasi mengenai Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Tenaga Kerja Khusus juga akan mewarnai bulletin ini.

Semoga buletin ini dapat memberikan informasi dan meningkatkan pemahaman pembaca akan fakta-fakta ketenagakerjaan di Indonesia, sekaligus sebagai referensi bagi para pihak dalam penyusunan kebijakan, strategi, program dan kegiatan.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung dalam penyusunan Buletin “LAVENTA” ini disampaikan terima kasih, semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan keberkahan kepada kita semua. Saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk penyempurnaan materi buletin ini di masa yang akan datang sangat dibutuhkan.

Redaksi

: Drs. Suhartono, M.M : Isnarti Hasan, S.E, M.Si : Zulfiyandi, S.E

Gitmawati Rahmadewi, S.S : Ervina Samosir, S.Kom

Karisma Ayu Rahmawati, S.Kom : Roselina Yolanda, S.Si

Ainul Fatwa Khoiruroh, S.Si M.Zaini, S.Stat

(4)

SOROTAN

Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Fenomena globalisasi telah menghilangkan batas-batas negara, sehingga mendorong munculnya pergerakan aliran modal, investasi dan tenaga kerja ke berbagai penjuru dunia. Tak terkecuali di Indonesia, migrasi internasional tenaga kerja juga berlangsung karena investasi yang dilakukan oleh suatu negara tertentu. Dengan investasi asing, disinyalir dapat membantu perekonomian Indonesia, mengurangi angka pengangguran dan terjadi alih teknologi, serta hal lainnya. Keberadaan investasi asing ini tidak dapat dipungkiri juga memunculkan keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Untuk itu, Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, menyebutkan bahwa negara memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerjanya untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Negara juga memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya dengan menjamin hak – hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Untuk mengendalikan penggunaan TKA di Indonesia, terdapat berbagai regulasi yang jelas dan ketat dalam hal pengunaan jasa TKA oleh perusahaan. Oleh karena itu, investasi asing di Indonesia tidak bisa serta merta dipandang sebagai keran kedatangan TKA dalam jumlah besar. Sekalipun investasi asing dapat menyertakan tenaga kerja dari luar negeri, tetapi TKA dibatasi pada aturan jabatan dan waktu tertentu. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing menjadi salah satu regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur pengendalian penggunaan TKA di Indonesia.

Dalam perjalanannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat baik yang pro maupun kontra, antara lain sebagaimana yang terangkum dibawah ini:

(5)

Masuknya investasi asing di Indonesia memberikan keuntungan tidak hanya bagi para investor asing tetapi juga perekonomian Indonesia, karena terciptanya investasi merupakan faktor penting yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi dalam peralatan modal tidak saja dapat meningkatkan faktor produksi atau pertumbuhan ekonomi, namun juga dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan angka pengangguran. Alih teknologi dan pengetahuan akibat adanya investasi asing juga akan terjadi. Karena keberadaan investasi asing selain membawa modal, juga membawa pengetahuan dan teknologi yang biasanya tidak ada dalam suatu proses produksi tertentu di Indonesia, sehingga penerapan teknologi baru dalam proses produksi tercipta. Keberadaan teknologi baru ini juga akan meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia yang berada dalam proses produksi yang menggunakan teknologi baru tersebut.

Perusahaan-perusahaan yang ingin mempekerjakan TKA di Indonesia diwajibkan menyertakan rencana penyerapan tenaga kerja baru jika ingin mempekerjakan TKA. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya mengelola penggunaan TKA ini dengan baik agar selalu menciptakan kesempatan kerja baru sebagaimana tujuan penggunaan TKA di Indonesia. Selain penciptaan kesempatan kerja baru di perusahaan, keberadaan investasi asing ini juga akan menciptakan kesempatan kerja – kesempatan kerja baru lainnya. Misalnya a) tumbuh kembangnya sektor properti (apartemen, perhotelan, kontrakan, dan lain-lain) di daerah tempat TKA dipekerjakan baik di

(6)

perkotaan dan perdesaan; b) meningkatnya usaha jasa penyewaan kendaraan; c) berkembangnya usaha kuliner; d) menjamurnya usaha laundry, dan kesempatan kerja informal lainnya.

Pemerintah juga berupaya agar keberadaan TKA yang bekerja di Indonesia karena mengikuti investasi yang ditanamkan di Indonesia dapat melakukan alih teknologi dan pengetahuan khususnya kepada TKI pendamping TKA tersebut. Sebagaimana Perpres Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan TKA pada Pasal 26 Ayat (1), disebutkan bahwa “Setiap pemberi kerja TKA wajib menunjuk TKI sebagai Tenaga Kerja Pendamping” dan Pasal 27 menyatakan bahwa “Penunjukan TKI sebagai tenaga kerja pendamping ditujukan untuk alih teknologi dan alih keahlian”. TKI yang dipilih untuk menjadi pendamping TKA harus memiliki kualifikasi sesuai dengan jabatan yang diduduki TKA. Alih teknologi dan pengetahuan ini ditujukan sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi pekerja lokal dan diharapkan nantinya tenaga kerja pendamping dapat mengisi jabatan TKA dimaksud.

Berdasarkan grafik pada Gambar 1, terlihat bahwa pada periode tahun 2014 – 2018 jumlah tenaga kerja pendamping mengalami fluktuasi. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun tersebut, jumlah tenaga kerja pendamping tertinggi ada di tahun 2014 yaitu sebesar 131.941 dan di tahun 2018 sebesar 125.577. Sedangkan jumlah tenaga kerja pendamping pada tahun 2015 sebesar 83.254. Jumlah ini menurun di tahun 2016 sebesar 74.183 dan kembali meningkat di tahun 2017 yaitu sebesar 78.049.

(7)

Gambar 1. TK Pendamping TKA Tahun 2014-2018

Lalu berdasarkan grafik pada Gambar 2, dapat diperoleh informasi bahwa pada periode tahun 2014 – 2018 jumlah tenaga kerja pendamping TKA pada tiga jenis sektor usaha industri, jasa, serta pertanian dan maritim secara umum memiliki jumlah TK pendamping TKA yang berfluktuatif sesuai dengan jumlah TKA yang didampingi. Untuk sektor usaha industri dan jasa terlihat cenderung meningkat pada tahun 2018

(8)

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, namun tidak sebanyak jumlah TK pendamping TKA pada tahun 2014. Sedangkan untuk sektor usaha pertanian dan maritim, terlihat semakin menurun dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun tersebut, jumlah tenaga kerja pendamping TKA tertinggi untuk setiap sektor usaha terjadi pada tahun 2014 dengan rincian 55.244 pendamping sektor industri, 70.816 pendamping sektor jasa, serta 5.881 pendamping sektor pertanian dan maritim. Lalu jumlah tenaga kerja pendamping TKA terendah untuk sektor usaha industri dan jasa terjadi pada tahun 2016 dengan rincian 30.380 pendamping sektor industri, 40.107 pendamping sektor jasa, sedangkan untuk sektor usaha pertanian dan maritim jumlah tenaga kerja pendamping TKA terendah terjadi pada tahun 2018 dengan jumlah pendamping sebanyak 3.295 pendamping.

Gambar 2. TK Pendamping TKA menurut Jenis Usaha Tahun 2014 - 2018

Khusus untuk tahun 2018, berdasarkan data perkembangan jumlah TK pendamping TKA per jenis usaha khusus pada 2018 (Gambar 3), dapat diperoleh informasi bahwa pada periode bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2018, jumlah tenaga kerja pendamping TKA pada tiga jenis sektor usaha industri, jasa, serta

(9)

pertanian dan maritim secara umum memiliki jumlah pendamping yang berfluktuatif, serta ketiganya mengalami jumlah TK pendamping TKA terendah pada bulan Juni 2018.

Sektor usaha industri cenderung mengalami fluktuasi jumlah TK pendamping TKA dan penurunan tren jumlah pendamping TKA sepanjang tahun 2018. Jumlah TK pendamping TKA tertinggi pada sektor usaha industri terjadi pada bulan Februari dengan jumlah 8.666 pendamping, sedangkan terendahnya terjadi pada bulan Juni dengan jumlah 1.882 pendamping.

Sebagaimana sektor usaha industri, sektor usaha jasa juga cenderung mengalami fluktuasi jumlah TK pendamping TKA dan penurunan tren jumlah pendamping TKA sepanjang tahun 2018. Jumlah TKI pendamping tertinggi pada sektor usaha jasa terjadi pada bulan Maret dengan jumlah 8.523 pendamping, sedangkan untuk nilai terendahnya terjadi pada bulan Juni dengan jumlah 1.812 pendamping.

Lalu pada sektor usaha pertanian dan maritim, pada bulan Januari hingga Mei cenderung mengalami peningkatan jumlah TK pendamping TKA, namun terjadi penurunan yang cukup signifikan pada bulan Juni, dan setelahnya mengalami fluktuasi jumlah TKI pendamping hingga akhir tahun 2018. Jumlah TK pendamping TKA tertinggi pada sektor usaha pertanian dan maritim terjadi pada bulan Mei dengan jumlah 471 pendamping, sedangkan untuk nilai terendahnya terjadi pada bulan Juni dengan jumlah 94 pendamping. Selain itu, apabila dilakukan perbandingan jumlah TK pendamping TKA pada sektor pertanian dan maritim dengan kedua sektor lainnya (industri dan jasa), sektor pertanian dan maritim memiliki rataan jumlah TK pendamping TKA yang jauh lebih sedikit, bukan hanya di periode tahun 2018, namun juga pada periode tahun 2014 – 2018.

(10)

Gambar 3. TK Pendamping TKA menurut Jenis Usaha Tahun 2018

Keberadaan TKA mampu meningkatkan kompetensi tenaga kerja domestik, karena TKA tersebut menjadi media bagi tenaga kerja pendamping untuk meningkatkan kompetensinya sesuai dengan teknologi dan pengetahuan baru. Pemerintah dan swasta juga terpacu untuk terus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar Tenaga Kerja Indonesia bisa bersaing di pasar kerja internasional sekaligus juga bisa menjadi pemenang di pasar kerja nasional. Kesadaran akan pentingnya peningkatan

7.249 8.666 5.126 5.345 6.826 1.882 3.587 2.845 3.356 4.358 2.268 3.526 5.464 6.961 8.523 6.317 6.357 1.812 6.019 5.487 4.793 6.441 3.916 5.158 321 327 431 409 471 94 213 159 109 247 181 333

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

TKI Pendamping Per Jenis Usaha

Periode Tahun 2018

Industri Jasa Pertanian & Maritim

(11)

kompetensi di kalangan Tenaga Kerja Indonesia juga akan meningkat. Pemerintah dan stakeholder terkait lainnya juga akan giat berupaya menyempurnakan sistem pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan karir di perusahaan bagi tenaga kerja Indonesia. Oleh karenanya sudah dapat dipastikan bahwa keberadaan TKA di Indonesia bukan sebagai ancaman bagi tenaga kerja domestik yang kompetensinya belum memenuhi standar, namun sebaliknya akan meningkatkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang kompeten, selama keberadaan TKA di Indonesia ditanggapi dengan upaya-upaya positif.

Tentu saja tidak benar, karena pemberian ijin bagi TKA yang ingin bekerja di Indonesia dikendalikan oleh pemerintah berdasarkan regulasi Peraturan Presidern Nomor 20 Tahun 2018.

(12)

Gambar 4. IMTA Berlaku Tahun 2014 - 2018

IMTA yang berlaku selama lima tahun terakhir selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2014, IMTA yang masih berlaku sebanyak 73.624 izin. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana sampai Desember tahun 2018 menjadi sebanyak 95.335 IMTA yang masih berlaku. Peningkatan pertahun paling tinggi terjadi pada tahun 2018 sebesar 10,89 persen dan yang paling rendah pada tahun 2016 sebesar 4,18 persen.

Apabila dibandingkan dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri, jumlah TKA yang bekerja di Indonesia masih sangat kecil. Berdasarkan data dibawah ini, terlihat bahwa jumlah PMI yang bekerja di Luar Negeri masih sekitar 3 atau 4 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan jumlah TKA yang bekerja di Indonesia. Jumlah PMI yang bekerja di Luar Negeri pada tahun 2014 ada sekitar 429.847 orang pada tahun 2014, dan pada tahun 2015 sampai dengan 2018 berada pada kisaran 200.000 orang sampai dengan 300.000 orang.

(13)

Gambar 5. Penempatan PMI Tahun 2014 – 2018

Selain itu, jika dibandingkan dengan jumlah Penduduk Yang Bekerja (PYB), jumlah TKA yang bekerja di Indonesia masih tergolong sangat sedikit, seperti ditunjukan pada Gambar 6 dibawah. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ditjen BINAPENTA, PKK, dan BPS (Angkatan kerja 2014-2018 posisi Agustus dan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 hasil SUPAS 2015), jumlah TKA dan PYB di Indonesia cenderung mengalami peningkatan jumlah pekerja di setiap tahunnya. Jumlah TKA yang tercatat pada tahun 2015 sebanyak 77.149 pekerja dan mengalami peningkatan sebesar 24% pada tahun 2018 menjadi sebanyak 95.335 pekerja, sedangkan jumlah PYB yang tercatat pada tahun 2015 sebanyak 114,82 juta pekerja dan mengalami peningkatan sebesar 8% pada tahun 2018 menjadi sebanyak 131,01 juta pekerja. Jadi dapat dikatakan bahwa jumlah TKA yang bekerja di Indonesia sejak tahun 2015 sampai dengan 2018 hanya sekitar 0.07% - 0.08% dari Penduduk Yang Bekerja di Indonesia.

(14)

Gambar 6. Perbandingan TKA dan Penduduk Yang Bekerja Tahun 2014 – 2018

Lapangan usaha yang pekerjaannya membutuhkan kompetensi khusus dan belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, diijinkan mempergunakan jasa TKA sesuai dengan pertaturan perundangan yang berlaku. Pada gambar dibawah ini terlihat bahwa sektor usaha yang paling banyak mempergunakan jasa TKA adalah sektor usaha jasa yaitu sekitar 60%, sedangkan sisanya berada pada sektor usaha industri yaitu sekitar 36%, dan sektor usaha pertanian dan maritim sekitar 4%.

(15)

Gambar 7. TKA yang bekerja di Indonesia Per Jenis Usaha Tahun 2013 - 2018

Sebagaimana data diatas, bahwa IMTA yang berlaku pada sektor usaha industri dan sektor usaha jasa paling tinggi terjadi pada tahun 2018, yaitu sebanyak 33.589 IMTA Berlaku di sektor usaha Industri, dan 59.013 IMTA Berlaku di sektor usaha Jasa. Untuk sektor usaha pertanian dan maritim, jumlah IMTA yang berlaku semakin menurun dari tahun ke tahun, dan paling tinggi terjadi pada tahun 2014 sebanyak 2.983 IMTA.

(16)

TKA yang bekerja di Indonesia bukanlah ancaman bagi pekerja Indonesia, karena mereka hanya boleh durasi waktu tertentu. Terdapat 19 jenis jabatan yang tidak boleh diduduki oleh TKA seperti diamanatkan dalam Kepmenakertrans Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan – Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki TKA sebagai berikut:

Gambar 8. Jabatan – Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki TKA

Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun bahwa level jabatan IMTA terdiri dari 7 level jabatan yaitu: advisor/ consultant, direksi, komisaris, manager, profesional, supervisor, dan teknisi. Dari grafik dibawah ini, secara umum selama lima tahun terakhir terlihat bahwa pada umumnya TKA yang bekerja di Indonesia pada level jabatan professional yaitu sebesar 27 – 32 persen. Setelah itu adalah level jabatan manager, advisor/ consultant, dan direksi masing-masing sebesar 14 – 23 persen. Dilihat dari pertumbuhan IMTA yang berlaku per level jabatan pada tahun 2018, level jabatan professional mengalami peningkatan paling tinggi yaitu naik sebesar 28,31 persen sedangkan untuk level komisaris turun sebesar 9,43 persen.

(17)

Gambar 9. Grafik IMTA Berlaku Berdasarkan Jabatan Tahun 2013 - 2018

Komposisi TKA di Indonesia menurut negara asal menunjukkan bahwa TKA yang berasal dari China memang lebih banyak dibandingkan dengan negara lainnya.

(18)

Gambar 10. IMTA Berlaku Berdasarkan Negara Asal TKA Periode Tahun 2014 - 2018 Berdasarkan data diatas, bahwa selama lima tahun terakhir IMTA yang masih berlaku menurut negara asal TKA paling tinggi adalah negara Republik Rakyat China (RRC) dengan persentase antara 21 – 33 persen, Jepang sebesar 14 – 16 persen, dan Korea Selatan sebesar 10 – 12 persen. Sisanya adalah negara asal TKA lainnya seperti Ameriak Serikat, Australia, India, Inggris, Malayisa, Philipina, Singapura dan lainnya. Jumlah TKA dari RRC pada tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 29,85 persen dari tahun lalu, sedangkan untuk negara Jepang dan Korea Selatan mengalami peningkatan sebesar 2,64 persen dan 1,73 persen. Negara lain yang mengalami peningkatan tinggi IMTA yang berlaku pada tahun 2018 adalah negara India sebesar 10,55 persen. Sedangkan untuk negara Philipina mengalami penurunan jumlah IMTA yang berlaku sebesar 8,32 persen. (Ainul Fatwa Khoiruroh

,

Ervina Samosir, Devi Andrian).

5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 2013 2014 2015 2016 2017 2018

GRAFIK - NEGARA

IMTA MASIH BERLAKU

JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK (<= 6 bulan)

(Periode Tahun 2013- 2018)

Amerika Serikat Australia India Inggris Jepang Korea Selatan Malaysia Philippina

Republik Rakyat China Singapura

(19)

Pelatihan dan Produktivitas

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Dahulu, khalayak ramai hanya terfokus pada standar yang berkaitan dengan hasil produksi, karena untuk memudahkan kita memahami dan membandingkan tingkat pencapaian (misalnya) kualitas suatu produk dengan produk lainnya, serta untuk persyaratan keamanan dan kesehatan jika produk tersebut dikonsumsi. Belakangan ini, ketika globalisasi yang menghilangkan batas-batas negara menggema yang mengakibatkan arus perpindahan tenaga kerja antar negara semakin tinggi, kemudian standar kompetensi untuk suatu pekerjaan tertentu menjadi hal yang sangat penting terutama di Indonesia. Kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas harus distandarkan melalui kesepakatan-kesepakatan oleh seluruh "stakeholder" di bidangnya. Perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan, harus ada, selain untuk memudahkan kita memahami dengan jelas dan detail kondisi suatu pekerjaan, juga memudahkan kita membandingkannya.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut oleh seseorang, maka yang bersangkutan akan mampu: - bagaimana mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan- bagaimana mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula- bagaimana menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.- bagaimana menyesuaikan kemampuan yang dimiliki bila bekerja pada kondisi dan lingkungan yang berbeda

SKKNI yang ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan, disusun oleh Kementerian Ketenagakerjaan dengan melibatkan Kementerian/Lembaga

(20)

Non-Kementerian Teknis (Instansi Teknis), serta Komite Standar Kompetensi. SKKNI yang sudah ditetapkan Menteri Ketenagakerjaan selama 15 tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2004 hingga tahun 2019 berjumlah 757 SKKNI. Jika dilihat berdasarkan sektor/lapangan usaha selama 15 tahun terakhir, jasa perusahaan merupakan sektor yang memiliki jumlah SKKNI paling banyak, yaitu sebanyak 168 SKKNI, kemudian diikuti oleh industri pengolahan sebanyak 123 SKKNI, dan sektor konstruksi sebanyak 106 SKKNI. Sedangkan real estat merupakan sektor yang memiliki jumlah SKKNI paling sedikit, yaitu sebanyak 1 SKKNI. Begitu pula sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib yang memiliki 5 SKKNI dan sektor penyediaan akomodasi makan minum sebanyak 6 SKKNI.

Dari 31 Kementerian/Lembaga Non-Kementerian Teknis (Instansi Teknis)/Instansi Teknis yang terdaftar, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan instansi yang memiliki 186 SKKNI yang telah ditetapkan, diikuti oleh Kementerian Perindustrian sebanyak 125 SKKNI, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebanyak 109 SKKNI, Kementerian Pariwisata sebanyak 47 SKKNI, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sebanyak 45 SKKNI. Sedangkan Bank Indonesia, Arsip Nasional Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Perpusatakaan Nasional, Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan, dan Kementerian Desa PDTT merupakan instansi yang memiliki SKKNI paling sedikit selama 15 tahun terakhir, yaitu sebanyak 1 SKKNI yang telah ditetapkan. (Roselina Yolanda)

(21)

Tabel

Jumlah SKKNI Yang Telah Ditetapkan Menteri Ketenagakerjaan Berdasarkan Instansi Teknis

Tahun 2004 – 2019

No INSTANSI TEKNIS JUMLAH

1 Kementerian Perindustrian 125

2 Otoritas Jasa Keuangan 19

3 Bank Indonesia 1

4 Kementerian Ketenagakerjaan 35

5 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 109

6 Kementerian Komunikasi dan Informatika 45

7 Kepolisian Negara Republik Indonesia 2

8 Badan Pengawas Obat dan Makanan 2

9 Arsip Nasional Republik Indonesia 1

10 Kementerian Kesehatan 5

11 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 186

12 Badan Informasi Geospasial 3

13 Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2

14 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 37

15 Kementerian Perdagangan 7

16 Kementerian Perhubungan 4

17 Kementerian Agama 2

18 Kementerian Pertanian 44

19 Komisi Pemberantasan Korupsi 2

20 Kementerian Pariwisata 47

21 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 6

22 Kementerian Kelautan dan Perikanan 44

23 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 18

24 Kementerian Keuangan 3

25 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 2

26 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 1

27 Perpustakaan Nasional 1

28 Lembaga Administrasi Negara 1

29 Kementerian Dalam Negeri 1

30 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional 1

31 Kementerian Desa PDTT 1

(22)
(23)

LAVENTA

23 | P a g e

Profil BLK Pemerintah pasca Kebijakan 3R (Reorientasi,

Revitalisasi dan Rebranding)

Pembangunan sesuai dengan hakekatnya, adalah upaya sistematis dan terencana oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan akuntabel, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan.

Suatu negara tidak hanya membutuhkan suatu pembangunan fisik saja seperti infrastruktur, sarana prasarana, saluran telekomunikasi, dll, tetapi juga membutuhkan pembangunan non fisik yang tak kalah pentingnya seperti pembangunan mutu dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan nasional membutuhkan manusia yang potensial dan produktif dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan nasional secara maksimal. Ukuran kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk dan angkatan kerja dari tahun ke tahun secara kuantitatif, melainkan juga ditentukan secara kualitatif oleh tingkat keterampilan dan produktivitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pasar kerja atau pengguna. Singapura dan Korea Selatan adalah contoh dari beberapa negara yang mampu mewujudkan negara dan bangsanya menjadi urutan teratas di dunia dari segala segi dengan waktu yang singkat, karena pemerintahannya melakukan revolusi fokus pembangunan dengan pijakan utama pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, penduduk Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Pada tahun 2020, sebagaimana proyeksi yang dilakukan pada tahun 2013 dengan menggunakan data Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), dan United Population Fund (UNFPA), jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 271 juta jiwa. Jumlah penduduk yang cukup signifikan ini juga dipenuhi oleh mereka yang berada pada usia produktif, dimana saat ini Indonesia sedang menikmati masa bonus demografi dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari usia tidak produktif, yakni lebih dari 68% dari total populasi. Kondisi ini tentu saja menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi bangsa, asalkan jumlah usia produktif tersebut diwarnai oleh mereka yang memiliki kompetensi tinggi dan produktif.

(24)

LAVENTA

24 | P a g e Persoalannya adalah dunia kerja Indonesia saat ini masih belum berkualitas karena kurang tersedianya tenaga kerja terdidik dan terlatih untuk mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia, ataupun jika ada, kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan kompeensi yang dibutuhkan dunia kerja. Akibatnya pengangguran tercipta, daya saing tenaga kerja rendah, dan tingkat kemiskinan menjadi tinggi.

Mengantisipasi kondisi tersebut, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kondisi tersebut harus dibenahi. Tantangan MEA 2015 dan anugrah Tuhan atas bonus demografi yang diberikan harus dimanfaatkan dengan baik. Ditunjang dengan Nawa Cita Jokowi-JK, PENINGKATAN KUALITAS SDM INDONESIA melalui pendidikan dan pelatihan harus menjadi fokus pembangunan saat ini. Bukan hanya komitmen, tetapi keterlibatan semua pihak baik pemerintah, perusahaan, swasta dan masyarakat harus satu menuju pada peningkatan kualitas SDM. Mesin pencetak kualitas SDM yaitu dunia pendidikan dan pelatihan kerja harus diperbaiki kuantitas dan kualitasnya.

Untuk memperbaiki kualitas mesin pencetak SDM khususnya kualitas dunia pelatihan kerja, Kementerian Ketenagakerjaan melakukan terobosan untuk meningkatkan kualitas Balai Latihan Kerja-nya melalui program Reorientasi, Revitalisasi dan Rebranding (3R) Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah sebagaimana Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2017 Tentang 3R BLK. Dulu, penyelenggaraan pelatihan di BLK sama, tidak ada pembeda antara BLK yang satu dengan BLK lainnya. Selain itu, program pelatihan kerja yang ada di BLK belum mampu mengakomodir kebutuhan daerah setempat dan juga belum tentu lulusannya sesuai dengan kebutuhan di pasar kerja. Akibatnya, banyak output yang tidak terserap, dan BLK dianggap menjadi kurang responsif terhadap kebutuhan pasar kerja. Untuk hal ini Kementerian Ketenagakerjaan kemudian mengevaluasi kembali beberapa BLK yang ada. Kementerian Ketenagakerjaan melakukan reorientasi, revitalisasi dan re-branding terhadap 5 (lima) Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja. Kejuruan-kejuruan yang ada dibeberapa BLK tersebut kemudian dibenahi, agar lebih sesuai misalnya dengan kebutuhan sektor yang dikompetisikan di era MEA, dengan prioritas pembangunan seperti pembangunan infrastruktur 35.000MW, ataupun untuk memnuhi kebutuhan tenaga kerja akibat pembukaan destinasi wisata baru, dan lain sebagainya.

Bebeapa tujuan, manfaat dan strategi pelaksanaan kebijakan 3R – BLK sebagaimana penjelasan pada infografis di bawah ini.

(25)

LAVENTA

25 | P a g e

Tujuan dan Manfaat Pelaksanaan Kebijakan 3R BLK

(26)

LAVENTA

26 | P a g e

Strategi Pelaksanaan 3R – BLK

(27)

LAVENTA

27 | P a g e Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) yang telah menerapkan 3R (Reorientasi, Revitalisasi dan Rebranding) yang dimulai tahun 2018 lalu yaitu ada 5, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bekasi, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Serang, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bandung, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan dan Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang. Masing-masing BBPLK ini memiliki kejuruan unggulan tersediri dan berbeda satu dengan yang lain. Selain itu juga, jumlah instruktur yang dimiliki oleh masing-masing BBPLK berbeda-beda, termasuk juga jumlah peserta pelatihan.

Pertama, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bekasi, beralamat di Jalan Guntur Raya No. 1, Kayuwaringin Jaya, Bekasi. BBPLK ini memiliki 2 kejuruan unggulan, yaitu Teknik Elektronika dan Teknik Informasi dan Komunikasi. Jumlah instruktur yang dimiliki yaitu sebanyak 131 Instruktur dengan keahlian di bidangnya masing-masing. Selanjutnya, jumlah peserta pelatihan pada tahun 2017 yaitu sekitar 6.267, kemudian pada tahun 2018 sebanyak 5.888 peserta pelatihan.

Kedua, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Serang. Berbeda dengan BBPLK Bekasi, kejuruan unggulan yang dimiliki oleh BBPLK Serang yaitu Teknik Listrik dan Teknik Las. Dengan jumlah instruktur 92, jumlah peserta pelatihan yang telah berhasil dilakukan pada tahun 2017 yaitu 2.804 peserta, dan meningkat di tahun 2018, yaitu sekitar 3.652 peserta pelatihan. BBPLK Serang berlokasi di Jalan Raya Pandeglang KM 03, Serang, Banten.

Ketiga, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bandung. Lain hal nya dengan 2 BBPLK yang telah disebutkan di atas, kejuruan unggulan yang dimiliki oleh BBPLK Bandung yaitu Teknik Manufaktur dan Teknik Otomotif. Jumlah instruktur yang dimiliki yaitu sebanyak 108 Instruktur dengan total peserta pelatihan selama tahun 2017 yaitu sekitar 5.888 peserta pelatihan, dan meningkat di tahun 2018 menjadi 6.615 peserta pelatihan. BBPLK Bandung beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 170, Bandung, Jawa Barat.

Keempat, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Medan, berlokasi di Jalan Jenderal Gatot Subroto KM 7,8, Medan, Sumatera Utara. Kejuruan unggulan yang dimiliki oleh BBPLK Medan yaitu Teknik Bangunan dan Pariwisata. Jumlah instruktur yang dimiliki yaitu sebanyak 58 Instruktur, dengan total peserta pelatihan selama tahun

(28)

LAVENTA

28 | P a g e 2017 sebanyak 3.512 peserta pelatihan, dan meningkat sangat tinggi di tahun 2018 menjadi 5.552 peserta pelatihan.

Kelima, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang. Memiliki 2 kejuruan unggulan yang berbeda dari yang lainnya, yaitu Garment Apparel serta Bisnis dan Manajemen. Jumlah instruktur yang dimiliki yaitu sebanyak 80 Instruktur, dengan peserta pelatihan selama tahun 2017 yaitu sebanyak 3.776 peserta pelatihan, dan meningkat cukup tinggi di tahun 2018 menjadi 4.827 peserta pelatihan. BBPLK Semarang berlokasi di Jala Brigjend Sudiarto, No. 118, Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah.

Berikut ini terdapat infografis dari kelima Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) yang telah di jelaskan di atas. (M Zaini, Roselina Yolanda, Karisma Ayu Rahmawati)

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)

LAVENTA

34 | P a g e

Lulusan Pemagangan di Dalam Negeri dan Penempatannya di

Tahun 2018

College is great for learning the theory, but you cannot pick up all the skills needed without having the experience of an apprenticeship too. All the little shortcuts, tricks of the trade are taught much faster learning on the job. I myself find I learn better watching someone do something rather than being told how to do it. Pernyataan diatas adalah kutipan dari jawaban seorang professor disebuah universitas di United Kingdom yang sangat mendorong siswa yang diajarnya untuk rajin-rajin ikut pemagangan di industri.

Tidak dapat dipungkiri, magang memang memberikan calon professional pengalaman nyata dunia kerja yang sangat mereka butuhkan untuk bisa masuk dan berkiprah aktif di dunia kerja. Bagi mereka yang termotivasi untuk memulai di pasar kerja, magang adalah cara terbaik untuk mendapatkan pengalaman kerja dan bekerja, serta kualifikasi yang diakui. Pemagangan bukan hanya memberikan manfaat penting bagi dunia industri dan anak muda, program pemagangan juga adalah suatu mekanisme yang sangat penting dalam membangun a healthy society.

Banyak yang dipelajari oleh pemagang ketika mengikuti program pemagangan di industri. Bukan hanya mengoperasikan sesuatu alat dan keterampilan memproduksi suatu produk, pemagang juga akan memiliki pengetahuan dan pengalaman misalnya terkait dengan aturan-aturan ketenagakerjaan seperti kesehatan dan keselamatan kerja, aturan perusahaan, prosedur dalam melakukan pekerjaan, membaca dokumen perusahaan dan menginterpretasikannya, troubleshooting, bagaimana bekerja dengan tim, dan keterampilan komunikasi, ketika mengikuti program pemagangan. Bagi perusahaan, memiliki tenaga kerja terlatih lulusan program pemagangan, akan meningkatkan produksi, memotong waktu yang dihabiskan untuk menciptakan produk atau dalam memberikan layanan, mengurangi biaya produksi, menurunnya kesalahan, dan akan membangun kepercayaan diri pekerja, sehingga bisa menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik. Berinvestasi untuk meningkatkan kompetensi pekerja kita, itu berarti pula kita sedang berinvestasi bagi perusahaan kita.

(35)

LAVENTA

35 | P a g e Di Indonesia, program pemagangan dinilai dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah pengangguran muda dan menjadi titik awal untuk membuka lapangan kerja baru melalui wirausaha mandiri. Sebagaimana UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu”. Metode pelatihan kerja dapat berupa pelatihan di tempat kerja dan/atau pelatihan di lembaga pelatihan kerja. Metode pelatihan di tempat kerja dapat diselenggarakan dengan pemagangan”.

Sebagaimana tabel dibawah ini, bahwa pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah berhasil memotivasi anak muda dan industri untuk melakukan program pemagangan, dimana pada tahun 2018 terdapat sekitar 14.545 peserta magang yang tersebar di 34 provinsi, dengan jumlah peserta pemagangan terbesar terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur serta D.I Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat. Jumlah ini merupakan jumlah peserta pemagangan yang hanya dilaksanakan dibawah Kementerian Ketenagakerjaan, sehingga jumlahnya masih mungkin meningkat jika digabungkan dengan Kementerian/Lembaga lain yang juga melaksanakan program pelatihan kerja/pemagangan.

(36)

LAVENTA

36 | P a g e Tabel 1 Peserta Pemagangan Dalam Negeri tahun 2018

Program pemagangan dalam negeri pada tahun 2018 ini dianggap cukup berhasil karena jumlah pemagang yang berhasil ditempatkan cukup tinggi, yaitu dari total pemagang di Indonesia pada tahun 2018 sekitar 14.545 orang, yang berhasil ditempatkan sekitar 11.481 orang, atau sekitar 79%. DKI Jakarta menjadi daerah yang paling banyak menerima pemagang dari seluruh Indonesia untuk ditempatkan. Dari sekitar 11.481 orang pekerja yang berasal dari program pemagangan dalam negeri pada tahun 2018, sebanyak 6.996 pekerja atau sekitar 61% dari total seluruh penempatan tenaga kerja alumni program pemagangan dalam negeri tahun 2018 di Indonesia bekerja di DKI Jakarta, dan ditempatkan pada lembaga perbankan di DKI Jakarta, seperti Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank UoB, Bank BNI, Bank BNI Syariah dan Bank BTN. Provinsi Pemagangan (1) (2) 1 Aceh 130 2 Sumatera Utara 100 3 Sumatera Barat 350 4 Kepulauan Riau 90 5 Jambi 220 6 Bengkulu 440 7 Riau 306 8 Sumatera Selatan 90 9 Lampung 260

10 Kepulauan Bangka Belitung 90

11 Banten 130 12 Jawa Barat 2.053 13 DKI Jakarta 82 14 Jawa Tengah 1.280 15 DI Yogyakarta 530 16 Jawa Timur 3.983 17 Bali 350 Provinsi Pemagangan (1) (2)

18 Nusa Tenggara Barat 530

19 Nusa Tenggara Timur 130

20 Kalimantan Barat 209 21 Kalimantan Tengah 90 22 Kalimantan Selatan 272 23 Kalimantan Timur 862 24 Sulawesi Utara 180 25 Gorontalo 440 26 Sulawesi Tengah 237 27 Sulawesi Barat 90 28 Sulawesi Selatan 371 29 Sulawesi Tenggara 170 30 Maluku 120 31 Maluku Utara 90 32 Papua 90 33 Papua Barat 90 34 Kalimantan Utara 90 Total 14.545

(37)

LAVENTA

37 | P a g e Tabel 2 Penempatan Tenaga Kerja tahun 2018

Dibawah ini dapat dilihat pada infografis mengenai pentingnya pemagangan, tujuan perusahaan mengadakan pemagangan, siapa saja yang terlibat dalam pemagangan serta skema dan ketentuan kegiatan pemagangan di Indonesia.

Provinsi Penempatan (1) (3) 1 Aceh 52 2 Sumatera Utara 108 3 Sumatera Barat 169 4 Kepulauan Riau 52 5 Jambi 88 6 Bengkulu 176 7 Riau 127 8 Sumatera Selatan 89 9 Lampung 132

10 Kepulauan Bangka Belitung 36

11 Banten 184 12 Jawa Barat 560 13 DKI Jakarta 6.996 14 Jawa Tengah 257 15 DI Yogyakarta 257 16 Jawa Timur 428 17 Bali 146 Provinsi Penempatan (1) (2)

18 Nusa Tenggara Barat 223

19 Nusa Tenggara Timur 62

20 Kalimantan Barat 81 21 Kalimantan Tengah 36 22 Kalimantan Selatan 108 23 Kalimantan Timur 190 24 Sulawesi Utara 121 25 Gorontalo 176 26 Sulawesi Tengah 106 27 Sulawesi Barat 30 28 Sulawesi Selatan 229 29 Sulawesi Tenggara 170 30 Maluku 48 31 Maluku Utara 36 32 Papua 27 33 Papua Barat 18 34 Kalimantan Utara 23 Total 11.481

(38)

LAVENTA

38 | P a g e PENTINGNYA PEMAGANGAN DI INDONESIA

(39)

LAVENTA

39 | P a g e TUJUAN PERUSAHAAN MENGADAKAN PEMAGANGAN

(40)

LAVENTA

40 | P a g e PIHAK YANG TERLIBAT PEMAGANGAN

(41)

LAVENTA

41 | P a g e Skema & Ketentuan Kegiatan Pemagangan Dalam Negeri

(42)

LAVENTA

42 | P a g e Keterangan:

1. Persiapan

 Pada tahap persiapan pemagangan dalam negeri, perusahaan yang akan menyelenggarakan pemagangan wajib memberitahukan secara tertulis rencana penyelenggaraan pemagangan kepada Dirjen Binalattas dan kepala dinas yang membidangi ketenagakerjaan di tingkat provinsi dan kab/kota dan mendapatkan verifikasi perizinan;

 Surat pemberitahuan pemagangan harus melampirkan : program pemagangan, rencana penyelenggaraan pemagangan dan rancangan perjanjian pemagangan;

 Beberapa syarat yang harus dimiliki perusahaan yang akan melaksanakan pemagangan berdasar Permenaker Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri sebagai berikut:

 Memiliki unit pelatihan/bekerjasama dengan LPK terakreditasi dan memiliki skema program yang sama;

 Memiliki susunan kepengurusan unit pelatihan;

 Memiliki tenaga pelatihan dan pembimbing pemagangan yang berasal dari karyawan perusahaan yang kompeten;

 Menyediakan ruangan teori dan praktik;

 Memiliki skema program pemagangan yang akan diselenggarakan. 2. Rekrutmen Calon Peserta Magang

Perusahaan melakukan perekrutan calon peserta magang paling banyak 30% dari jumlah karyawan dan dapat memanfaatkan hasil kerja peserta magang. 3. Perjanjian Pemagangan

 Berupa perjanjian tertulis antara perusahaan dan peserta magang

 Memuat hak dan kewajiban masing – masing pihak, program pemagangan dan besaran uang saku;

 Jangka waktu pemagangan paling lama 1 (satu) tahun sejak ditandatangani perjanjian pemagangan;

(43)

LAVENTA

43 | P a g e  Diketahui dan disahkan oleh dinas yang membidangi ketenagakerjaan di

tingkat kab/kota. 4. Pelaksanaan Pemagangan

 Waktu penyelenggaraan pemagangan di perusahaan disesuaikan dengan jam kerja perusahaan dan tidak diperbolehkan pada jam kerja lembur, hari libur resmi, dan malam hari;

 Peserta pemagangan tidak dipungut biaya dalam seluruh tahapan proses penyelenggaraan pemagangan;

5. Sertifikasi Kompetensi

 Peserta pemagangan berhak untuk memperoleh sertifikat;

 Perusahaan wajib memberikan sertifikat pemagangan kepada peserta pemagangan yang telah dinyatakan memenuhi standar kompetensi yang ditentukan oleh perusahaan;

 Dalam hal peserta pemagangan tidak memenuhi standar kompetensi yang telah ditentukan oleh perusahaan, diberikan surat keterangan telah

mengikuti pemagangan;

 Peserta pemagangan yang telah menyelesaikan seluru proses pemagangan dapat mengikuti uji kompetensi yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk memperoleh sertifikat kompetensi. (M Zaini, Devi Andrian)

(44)

LAVENTA

44 | P a g e

Daya Saing Tenaga Kerja di Pulau Jawa Tahun 2018

World Economic Forum mendefinisikan bahwa daya saing suatu bangsa ditentukan oleh kinerja keseluruhan aspek yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, baik itu kelembagaan, kebijakan maupun hal lainnya yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara. Beberapa pihak mengatakan hal lainnya, namun pada umumnya mengaitkan daya saing dengan produktivitas.

Daya saing negara di breakdown dalam 12 area atau pilar yang berbeda, dan dikelompokkan ke dalam 3 sub indeks. Indeks “Basic Requirement” (institutions, infrastructure, macroeconomic environment, dan health and primary education). Disebut basic, karena biasanya negara yang pada tahap awal pembangunan, biasanya hal ini yang menjadi fokus pertama. Sub indeks selanjutnya “Efficiency Enhances” yang fokus kepada kualitas pasar, baik pasar barang, tenaga kerja maupun pasar uang. Tingkat pendidikan dan pelatihan, serta kesiapan teknologi juga menjadi fokus yang diukur untuk melihat seberapa berkualitas suatu negara dalam melakukan transisi kepada yang lebih advanced kepada knowledge-based economies. Sub indeks terakhir “Innovation Driven” (business sophistication dan innovation). Ini lebih kompleks dimana mendorong suatu negara untuk menjadi world-class businesess dan research establishment, juga inovatif. Negara-negara yang memiliki score tinggi pada pilar ini cenderung menjadi negara yang maju dengan tingkat PDB yang sangat tinggi. Upaya pengukuran daya saing terus diperbaiki, saat ini sedang dipikirkan bagaimana memasukkan indikator lingkungan, iklim/cuaca, kebahagiaan, dan kesiapan pada industry 4.0 sebagai salah satu penentu tingkat daya saing suatu bangsa.

Daya saing tenaga kerja biasanya diukur dengan kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan output. Untuk melihat perbandingan tingkat daya saing tenaga kerja antara negara yang satu dengan lainnya, antara perusahaan yang satu dengan lainnya, biasanya dilihat dari tingkat produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat diartikan sebagai indikator yang menggambarkan output yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja selama periode waktu satu tahun. Semakin tinggi angka produktivitas tenaga kerja, semakin efektif dan produktif tenaga kerja di wilayah tersebut.

Selama periode 2011-2018, produktivitas tenaga kerja secara umum di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perbaikan kualitas tenaga kerja di

(45)

LAVENTA

45 | P a g e Indonesia. Yang artinya daya saing tenaga kerja di Indonesia juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Di pulau jawa, angka produktivitas tenaga kerja tertinggi yaitu terdapat pada provinsi DKI Jakarta, dengan nilai 367 juta/tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena, jumlah Penduduk Yang Bekerja (PYB) dengan lulusan pendidikan tinggi memiliki persentase yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi yang lain, yaitu sekitar 25.58% dari total PYB Di DKI Jakarta. Kedua, provinsi Banten dengan angka produktivitas sebesar 81 juta/tenaga kerja. Hampir sama dengan provinsi DKI Jakarta, PYB dengan lulusan pendidikan tinggi di provinsi Banten juga cukup tinggi dibandingkan provinsi lainnya di pulau Jawa, yaitu sekitar 14.52% dari total PYB di Provinsi Banten. Ketiga, provinsi Jawa Timur dengan angka produktivitas sebesar 76 juta/tenaga kerja. Keempat, provinsi Jawa Barat, dengan angka produktivitas sebesar 68 juta/tenaga kerja. Kelima, provinsi Jawa Tengah, dengan produktivitas sebesar 55 juta/tenaga kerja. Dan terakhir, provinsi D.I Yogyakarta, dengan produktivitas sebesar 46 juta/tenaga kerja. Bisa saja yang menyebabkan hal ini terjadi karena jumlah PYB dengan lulusan pendidikan dasar sangat tinggi di provinsi DI Yogyakarta, yaitu hampir setengah dari total PYB di provinsi ini, sekitar 46.09%.

Provinsi DKI Jakarta memiliki angka produktivitas tenaga kerja yang tertinggi di Pulau Jawa, yang artinya terjadi peningkatan kualitas tenaga kerja dan daya saing tenaga kerja di provinsi ini semakin meningkat. Jika dilihat dari sektor/lapangan usaha, Informasi dan Komunikasi memberikan kontribusi paling besar terhadap angka produktivitas tenaga kerja di DKI Jakarta, yaitu sekitar 1.639 juta/tenaga kerja. Kontribusi tertinggi diberikan oleh Penduduk Yang Bekerja (PYB) dan lulusan pendidikan tinggi (26% dari total PYB), disusul oleh pendidikan menengah (42% dari total PYB) dan dasar (32% dari total PYB). Persentase PYB di sektor Informasi dan Komunikasi hanya sebesar 2.44%, namun mampu memberikan kontribusi terhadap produktivitas tenaga kerja paling tinggi. Berbeda halnya dengan persentase PYB di sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sekitar 24.75% namun hanya menghasilkan produktivitas tenaga kerja yang jauh lebih rendah dibandingkan sektor Informasi dan Komunikasi. Hal ini bisa disebabkan karena jumlah PYB di sektor Perdagangan Besar dan Eceran di dominasi oleh lulusan pendidikan Menengah dan Dasar, sedangkan di sektor Informasi dan Komunikasi di dominasi oleh lulusan pendidikan Tinggi.

(46)

LAVENTA

46 | P a g e Selanjutnya, provinsi Banten yang beribukota di Serang, memiliki angka produktivitas tenaga kerja sebesar 81 juta/tenaga kerja. Jumlah yang terbesar kedua di Pulau Jawa setelah Provinsi DKI Jakarta. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar yaitu Real Estate, dengan angka produktivitas mencapai 754 juta/tenaga kerja. Jumlah PYB dari sektor ini hanyalah sekitar 0.93%, sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah PYB di sektor Pertanian (13.2%) namun hanya menghasilkan angka produktivitas sebesar 34 juta/ tenaga kerja.

Ketiga, Provinsi Jawa Timur menghasilkan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 75 juta/tenaga kerja. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar yaitu Informasi dan Komunikasi dengan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 804 juta/tenaga kerja, dengan jumlah PYB yang sangat kecil yaitu sekitar 0.55% dari total seluruh PYB. Berbeda dengan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang memiliki PYB cukup tinggi, yaitu sekitar 33%, namun hanya menghasilkan produktivitas yang rendah, 25 juta/tenaga kerja. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ini didominasi oleh PYB dengan pendidikan dasar (29.22%), pendidikan menengah dan tinggi hanya sekitar 3.27%.

Keempat, Provinsi Jawa Barat menghasilkan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 68 juta/tenaga kerja. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar di provinsi ini yaitu Informasi dan Komunikasi, dengan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 250 juta/tenaga kerja. Jumlah PYB di sektor ini hanya sekitar 1.12% dari total seluruh PYB di Provinsi Jawa Barat. Jumlah yang cukup kecil jika dibandingkan dengan sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, yaitu sekitar 13.81% dari total seluruh PYB. Namun sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ini hanya menghasilkan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 35 juta/tenaga kerja. Hal ini dikarenakan, sektor ini didominasi oleh PYB dengan pendidikan dasar. Berbeda halnya dengan sektor Informasi dan Komunikasi yang didominasi oleh PYB dengan pendidikan menengah dan tinggi.

Kelima, Provinsi Jawa Tengah menghasilkan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 55 juta/tenaga kerja. Sektor terbesar yang berkontribusi terhadap angka produktvitas tenaga kerja yaitu Real Estate, sebesar 1.267 juta/tenaga kerja. Jumlah PYB di sektor ini hanya 0.08% dari total PYB, namun mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap angkat produktivitas tenaga kerja. Sedangkan, sektor lainnya seperti Perdagangan Besar dan Eceran, dengan jumlah PYB mencapai 18.69%, namun

(47)

LAVENTA

47 | P a g e hanya mampu menghasilkan produktivitas tenaga kerja sebesar 42 juta/tenaga kerja. Hal ini dikarenakan dominasi PYB yang pendidikan dasar di sektor ini, yaitu sekitar 11.35%, sedangkan PYB yang pendidikan menengah dan tinggi hanya sekitar 7.34%.

Terakhir, provinsi D.I Yogyakarta menghasilkan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 46 juta/tenaga kerja. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar yaitu Real Estate, dengan angka produktivitas tenaga kerja mencapai 3.619.55 juta/tenaga kerja, dengan jumlah PYB hanya sekitar 0.09% dari total PYB. Jika dibandingkan dengan sektor lainnya, misalkan saja Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, dengan PYB sekitar 20.40%, namun hanya menghasilkan produktivitas sebesar 19 juta/tenaga kerja. Hal ini dikarenakan, sektor ini didominasi oleh PYB yang berpendidikan dasar (16.56%), sedangkan pendidikan menengah (3.22%) dan pendidikan tinggi (0.61%). Sehingga, ini artinya, faktor pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas tenaga kerja dan daya saing tenaga kerja. (M Zaini, Ainul Fatwa Khoiruroh)

(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)

LAVENTA

54 | P a g e

Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja

Ojek Online, Solusi Kerja Masa Kini!

Meningkatnya angka pengguna internet di Indonesia saat ini menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia telah memasuki era digital bahkan telah merambah dalam berbagai aspek kehidupannya. Peningkatan angka pengguna internet ini cukup signifikan selama 5 tahun terakhir. Berdasarkan laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), bahwa pada tahun 2018, tercatat lebih dari 50% penduduk Indonesia atau sekitar 132.7 juta orang telah terhubung dengan jaringan internet. Sementara jumlah pengguna smartphone mencapai angka yang lebih tinggi, yaitu sebesar 177.9 juta orang.

Kondisi tersebut mendukung pemunculan berbagai aplikasi/platform berbasis smartphone yang mengharuskan penggunanya terhubung dengan internet. Salah satunya adalah platform ride-sourcing, yang banyak digunakan oleh Transportation Network Companies (TNC) atau perusahaan yang bergerak dibidang ride-sourcing, untuk menghubungkan antara pengguna jasa dan pengendara, seperti Grab, Uber, dan TNC lokal yaitu Go-Jek, serta TNC regional yaitu Ojek Syar’i.

Berbeda dengan negara lain, TNC di Indonesia juga melibatkan kendaraan roda dua. Keberadaan transportasi online roda dua atau ojek online di Indonesia ini cukup membantu khususnya sebagai alat transportasi untuk menghindari kemacetan, yang biasanya sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Serang, Surabaya dan Semarang. Dengan ukurannya yang lebih kecil dibandingkan dengan moda transportasi online lainnya, ojek online dapat melintasi jalur-jalur sempit di sela-sela kemacetan. Ojek online juga dapat melintasi pemukiman padat penduduk yang tidak dapat dilintasi langsung oleh alat transportasi lainnya.

Semula adalah Ojek Konvensional, dimana jika kita ingin memesan ojek, dapat menghampirinya secara langsung dipangkalan, lalu memberitahu lokasi tujuan dan terjadi tawar-menawar tarif. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan internet, Ojek Konvensional ini mengalami banyak perubahan dan perkembangan. Hadirnya berbagai aplikasi berbasis smartphone yang mewajibkan penggunanya terhubung dengan Internet, kita dapat memesan ojek kapan saja dan dimana saja kita berada.

(55)

LAVENTA

55 | P a g e Terlihat secara jelas perbedaan cara ojek untuk mendapatkan pelanggannya. Cara semacam ini dikenal dengan Ojek Online.

Pada tahun 2018, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional 2018 (oleh Badan Pusat Statistik), jumlah pengendara ojek Online di Indonesia mencapai 572.202. Dilihat dari karakteristiknya, sangat beragam, baik dari komposisi jenis kelamin pengendara, jumlah pengendara di provinsi-provinsi di Indonesia, daerah tempat tinggal dan jumlah jam kerja dalam 1 minggu.

Dilihat dari komposisi jenis kelamin, kesempatan kerja TNC terbuka lebar baik untuk laki-laki maupun wanita. Anggapan bahwa pria merupakan pencari nafkah keluarga di Indonesia, sehingga lebih banyak ditemukan sebagai pengendara ojek online dibandingkan wanita masih mewarnai karakteristik ojek online berdasarkan komposisi jenis kelamin pengendara. Namun anggapan bahwa pekerjaan sebagai pengendara hanya dilakukan oleh pria saja, ternyata kurang tepat. Karena dari data yang diolah, terdapat pengendara ojek online dari kalangan wanita, meskipun hanya sebanyak 5% dari total jumlah pengendara ojek online di Indonesia.

Berdasarkan sebaran daerah operasi ojek online, jumlah pengendara ojek online terbanyak berada di pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Penyebaran operasi ojek online yang dominan di kota-kota besar di pulau Jawa tersebut, karena selain merupakan kota yang menjadi tempat pertama kali ojek Online di pasarkan ke masyarakat, sehingga sudah lebih dulu banyak mendapatkan pengendara, juga karena tingkat kebutuhan masyarakat menggunakan ojek online juga tinggi dibandingkan dengan daerah lain.

Dilihat dari tempat tinggal, data menginformasikan bahwa pengendara ojek online tidak hanya bertempat tinggal di perkotaan, tapi juga ada yang tempat tinggalnya di pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa TNC pun sudah ikut membangun lapangan pekerjaan yang cukup luas, hingga wilayah pedesaan, meskipun pengendara yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan masih tergolong jauh lebih sedikit dibandingkan pengendara di perkotaan. Pengendara yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki persetanse sebesar 92.73%, sedangkan sisanya 7.27% bertempat tinggal di pedesaan. Adalah sangat wajar, selain karena kebutuhan dan pasar ojek online lebih tersebar di perkotaan sehingga mendorong terciptanya kesempatan kerja yang sangat menjanjikan bagi penganggur di perkotaan bahkan bagi pekerja lainnya

(56)

LAVENTA

56 | P a g e sebagai pekerjaan tambahan, juga disinyalir penduduk wilayah pedesaan lebih cenderung untuk memilih pekerjaan di bidang lain, seperti dalam bidang pertanian. Faktor penunjang penggunaan teknologi smartphone seperti jaringan konektivitas mungkin juga menjadi penyebab minimnya pengendara ojek online yang tinggal di pedesaan.

Dilihat dari jam kerjanya, pengendara ojek online, baik yang menjadikan profesi ojek online sebagai pekerjaan utama maupun tambahan, bekerja dengan jumlah jam kerja yang sangat beragam, mulai kurang dari 1 jam hingga lebih dari 60 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja dengan total jam kerja lebih dari 60 jam seminggu ternyata lebih banyak, yaitu sekitar 37,56%. Mungkinkah pekerjaan sebagai pengendara ojek online menjadi media yang sangat menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan, terutama bagi para penganggur?. Ataukah jumlah kebutuhan menggunakan ojek online lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengendara ojek online, sehingga jumlah jam kerja pengendara ojek online melebihi total jam kerja selama 1 minggu yang ideal, yaitu sekitar 40 jam kerja?. Atau karena fleksibilitas pekerjaan ini, yang membuat para pengemudi ojek online ini menikmati pekerjaan mereka sebagai “tukang ojek”, karena memang pekerjaan sebagai pengendara ojek online sangat fleksibel dengan latar belakang pendidikan, usia, jenis kelamin, status perkawinan, sudah memiliki pekerjaan atau belum, ataupun kondisi daerah pengendara ojek online mencari pelanggan. Banyak hal yang bisa digunakan sebagai penjelasan lebih lanjut dari jam kerja pengendara online yang melebihi 60 jam selama 1 minggu ini. Namun, ketersediaan teknologi yang memudahkan mendapatkan penumpang yang secara bersamaan penumpang juga mendapatkan kemudahan untuk melakukan aktivitasnya, disinyalir merupakan faktor kunci yang membuat pekerjaan sebagai pengendara ojek online sangat dinikmati. Kecanggihan alat komunikasi yang dimiliki dan motivasi didalam diri masing-masing pengendara untuk mendapatkan penghasilan lebih tinggi juga membuat mereka menikmati bekerja hingga 60 jam lebih dalam waktu satu minggu. Bahkan, ada seorang pengendara asal Makassar yang bekerja selama 18 jam sehari, ia mampu membangun sebuah rumah mewah dan sekarang memiliki kos-kosan 2 lantai. It’s a wow!

Fleksibilitas yang ditawarkan oleh penyedia jasa ojek online tentunya membuat para pengendara ojek online lebih leluasa untuk mengatur jam bekerja mereka

(57)

masing-LAVENTA

57 | P a g e masing. Tidak semua pengendara ojek online menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan utama, namun tidak sedikit juga yang menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan utama. Pengendara dapat mengatur jam kerja sebisa mungkin, sehingga tidak menimbulkan rasa bosan dan jenuh dengan jam kerja yang monoton. (M Zaini)

(58)
(59)

LAVENTA

59 | P a g e

Sumbangsih PMI Untuk Negeri

Why working abroad is good—for your wallet, your career, the countries and the world. Bekerja ke luar negeri memang sangat menjanjikan, dan tidak dapat dipungkiri bisa memberikan manfaat baik bagi tenaga kerja itu sendiri, keluarganya, negara dimana dia berasal, negara dimana dia bekerja, dan dunia secara umum.

Di ASEAN, migrasi tenaga kerja merupakan salah satu aspek utama memiliki pengaruh cukup kuat terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Berdasarkan UN DESA, 2017, bahwa perpindahan tenaga kerja yang terjadi, baik yang berasal dari negara ASEAN maupun yang menuju ke negara-negara di lingkungan ASEAN meningkat signifikan selama 7 tahun terakhir, dari 2,9 juta pekerja migran pada tahun 1990, menjadi sekitar 9,9 juta pada tahun 2017.

Walaupun Indonesia juga tidak pernah membatasi masuknya tenaga kerja migran untuk bekerja di Indonesia, dan saat ini jumlahnya cukup banyak, namun di kalangan ASEAN dan negara-negara APEC, Indonesia masih dikategorikan sebagai salah satu “sending countries” atau tergabung dalam negera-negara pengirim pekerja migran untuk bekerja ke luar Indonesia.

Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan suatu upaya dalam mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan pelindungan hukum, serta pemerataan kesempatan kerja yang sesuai dengan kepentingan nasional. Permasalahan-permasalahan sosial ekonomi bangsa, khususnya dibidang ketenagakerjaan dengan meningkatnya angka pengangguran, mendorong pemerintah untuk mengentaskan dan mengurangi angka pengangguran yang salah satunya adalah dengan menempatkan tenaga kerja ke luar negeri yang dinilai menjadi alternatif dan pilihan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Penempatan PMI dilakukan melalui beberapa skema/program yaitu melalui program penempatan Government to Government (G to G), Private to Private (P to P), Government to Private (G to P), mandiri dan untuk kepentingan perusahaan sendiri.

(60)

LAVENTA

60 | P a g e Memang permasalahan sosial ekonomi bangsa tidak serta merta teratasi dengan menurunnya angka pengangguran akibat upaya pemerintah dengan menempatkan pekerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri. Isu-isu lainnya terkait penempatan pekerja Indonesia untuk bekerja di luar negeri seperti perlindungan ketenagakerjaan, adanya pembatasan-pembatasan seperti kompetensi tenaga kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaan di luar negeri, regulasi keimigrasan, biaya migrasi dan bagaimana kemampuan pasar kerja domestic untuk menyerap pekerja migran tersebut jika telah kembali ke nagara asal, adalah hal-hal yang terus diupayakan pemerintah untuk dicarikan solusi terbaik. Berbagai penyempurnaan terus dilakukan oleh semua pihak, baik oleh pemerintah, PMI, maupun pihak – pihak terkait lainnya untuk menuju decent work (kerja layak).

Penempatan PMI untuk bekerja di luar negeri secara umum telah memberikan manfaat bagi negara, antara lain:

 Penyerapan Tenaga Kerja

Hal - hal yang masih menjadi tantangan dalam pembangunan ketenagakerjaan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Indonesia antara lain kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan middle income trap, daya saing tenaga kerja, pasar kerja dan penempatan tenaga kerja, dan lain-lain.

Salah satu siasat yang dilakukan pemerintah dalam menekan tingkat pengangguran adalah dengan menempatkan tenaga kerja untuk bekerja ke luar negeri. Pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan beberapa negara penempatan, baik yang ada di negara – negara Asia Pasifik maupun Timur Tengah antara lain Malaysia, Singapura, Hong Kong, Brunei Darussalam, Taiwan, Jepang, Korea, Kerajaan Saudi Arabia (KSA), dan lain-lain. Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan penempatan PMI ke luar negeri untuk dapat bekerja di sektor formal dengan memperbaiki kualitas dan kompetensi Calon PMI agar juga dapat bersaing dengan tenaga kerja dari negara – negara lain.

(61)

LAVENTA

61 | P a g e Gambar 1. Penempatan PMI Tahun 2014 - 2018

Indonesia merupakan negara pengirim (sending countries) tenaga kerja ke luar negeri dengan jumlah penempatan yang terus meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah penyerapan tenaga kerja melalui penempatan PMI ke luar negeri selama periode 2014 – 2018 adalah sebanyak 1.486.601 PMI. Pada tahun 2014, jumlah penempatan ke luar negeri sebanyak 429.874 dan terjadi penurunan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 275.737 dan tahun 2016 adalah 234.451. Kemudian penempatan PMI ke luar negeri mengalami peningkatan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 262.899 dan terus meningkat pada tahun 2018 yaitu sebanyak 283.640.

Penurunan jumlah penempatan PMI ke luar negeri yang terjadi pada tahun 2015 - 2016 disebabkan adanya kebijakan moratorium atau penghentian sementara penempatan PMI yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia khususnya ke Negara – Negara Kawasan Timur Tengah dan Malaysia. Angka penempatan kembali meningkat di tahun 2017 yaitu sebesar 262.899 dibandingkan di tahun 2016 yang hanya sebesar 234.451 disebabkan karena pencabutan kebijakan moratorium untuk penempatan tenaga kerja ke Malaysia.

0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 2014 2015 2016 2017 2018 429.874 275.737 234.451 262.899 283.640 Ju m la h P en em p at an

Jumlah Penempatan PMI

Tahun 2014 - 2018

(62)

LAVENTA

62 | P a g e  Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kompetensi dan sertifikasi kompetensi

di kalangan PMI

Daya saing pencari kerja Indonesia khususnya untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri menjadi salah satu hal terpenting yang patut dipikirkan oleh pemerintah. PMI masih dianggap memiliki kualitas yang kurang unggul dibanding dengan pekerja dari negara lain. Hal ini berdampak pada penyerapan sebagian besar PMI yang akhirnya harus bekerja pada sektor informal/domestic. Mengantisipasi hal dimaksud, pemerintah terus berupaya meningkatkan kompetensi CPMI dan agar tersertifikasi sebelum bekerja ke luar negeri. Sertifikasi merupakan suatu prosedur pemberian sertifikat kompetensi kerja kepada seorang pekerja secara sistematis dan objektif, serta mengacu pada standar kompetensi yang digunakan, baik Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), standar internasional, maupun standar khusus melalui proses Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT). Sehingga pemegang sertifikat selanjutnya akan dianggap sebagai seorang spesialis pada kompetensi yang dimilikinya.

Gambar 2. Jabatan PMI Tersertifikasi Tahun 2016 - 2018

Berdasarkan data dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) tahun 2016 – 2018, terdapat 234147 sertifikat yang telah dikeluarkan oleh BNSP pada empat sektor jabatan pekerjaan PMI, antara lain pekerja kontruksi, awak kapal penangkap ikan, pekerja domestik, dan tenaga kesehatan. Jabatan pekerja kontruksi mengalami jumlah kenaikan sertifikasi mulai dari 98 sertifikat pada

0 20000 40000 60000 80000 100000 Pekerja Kontruksi Awak Kapal Penangkap Ikan Pekerja Domestik Tenaga Kesehatan 98 37996 43510 0 146 25335 84715 8244 170 3686 30152 95 Ju m la h P e n em p at an

Jabatan PMI Tersertifikasi

Tahun 2016 - 2018

2016 2017 2018

(63)

LAVENTA

63 | P a g e tahun 2016 hingga menjadi 170 sertifikat pada tahun 2018. Sedangkan untuk jabatan awak kapal pencari ikan terjadi penurunan jumlah sertifikasi yang signifikan setiap tahunnya. Mulai dari 37996 sertifikat pada tahun 2016, lalu menurun menjadi 25335 sertifikat pada tahun 2017, dan hanya 3686 sertifikat pada tahun 2018. Lalu jumlah sertifikasi jabatan pekerja domestik mengalami jumlah sertifikasi tertinggi pada tahun 2017, yaitu sebanyak 84715 sertifikat dan terendah pada tahun 2018, yaitu sebanyak 30152 sertifikat. Sertifikasi pada jabatan tenaga kesehatan baru dilakukan pada tahun 2017 dengan jumlah sertifikasi banyak 8244 sertifikasi dan mengalami penurunan yang signifikan menjadi 95 sertifikasi pada tahun 2018.

 Menghasilkan Devisa atau Remitansi

Selain ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran di dalam negeri, keberadaan PMI juga dianggap sebagai salah satu sumber pendapatan devisa negara. Sebagai penyumbang devisa nasional, PMI memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan kesejahteraan di tanah air. Pertumbuhan devisa nasional dari remitansi akan meningkat sesuai dengan tren peningkatan penempatan dan upah yang dikirim oleh PMI ke Indonesia.

Gambar 3. Remitansi Tahun 2011 - 2018

Berdasarkan data Bank Indonesia, secara umum jumlah remitansi PMI relatif meningkat tiap tahunnya, mulai US$6,7 miliar pada tahun 2011 hingga menjadi US$10,9 miliar pada tahun 2018. Remitansi PMI mencapai angka tertinggi US$10,9 miliar pada tahun 2018, angka tersebut meningkat

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 6735 7018 7415 8345 9447 8687 8761 10970 Ju m la h R e m it an si (M ill io n U SD )

Remitansi Indonesia

Tahun 2011 - 2018

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan mengunjungi Kopdit Remaja Hokeng untuk mengetahui proses bisnis (pengolahan data anggota, simpanan, pinjaman dan

Helidorius Chandra Halim, S.H.,M.Hum pada Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum (PBKH) Universitas Atma Jaya Yogyakarta.. Orang tua penulis. Bapak Rusman Sidauruk dan Romaida Simatupang

a) Tindakan yang dilakukan POLRI dalam menanggulangi kekerasan fisik adalah mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

Dalam rangka menuju penerapan standar akuntansi global yang tunggal, maka Indonesia menyepakati untuk melakukan konvergensi IFRS, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan,

If the entity has designated a financial liability as at fair value through profit or loss, and is required to present the effects of changes in that liability’s credit risk in

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ Evaluasi Kerusakan

Suatu penelitian tentang bagaimana kondisi permukaan jalan dan bagian jalan lainnya sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang mengalami kerusakan