• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN TUNGKU HEMAT ENERGI DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL PADA PERAJIN GULA NIPAH DI DESA NUSADADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN TUNGKU HEMAT ENERGI DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL PADA PERAJIN GULA NIPAH DI DESA NUSADADI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1314

“Tema: 6 (Rekayasa Sosial dan Pengembangan Perdesaan)”

PENGGUNAAN TUNGKU HEMAT ENERGI DALAM UPAYA

PEMANFAATAN SUMBER DAYA LOKAL PADA PERAJIN GULA

NIPAH DI DESA NUSADADI

Oleh:

Endang Sriningsih, Ulfah Nurdiani

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Jl. Dr.Soeparno No.61 Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53123

nurdiani.kuliah@gmail.com

ABSTRAK

Usaha gula nipah berkembang di Desa Nusadadi Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas kira-kira sejak tahun 2005 secara konvensional.Padahal daerah ini memiliki potensi yang cukup besar dalam hal usaha gula nipah. Usaha penggergajian kayu dan penggilingan padi yang limbahnya belum dimanfaaatkan secara optimal yaitu untuk bahan bakar kegiatan pengolahan gula nipah sebagai pengganti kayu bakar.Limbah ini merupakan bahan bakar utama untuk tungku hemat energi dan secara ekonomi lebih efisien.Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis pendapatan perajin gula nipah konvensional, (2) menganalisis pendapatan perajin gula nipah yang menggunakan teknologi tungku hemat energy, (3) membandingkan pendapatan perajian konvensional denganyang menggunakantungku hemat energy. Metode penelitian yang digunakan adalah action research. Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan perajin gula nipah konvensional adalah sebesar Rp 524.875 per bulan.Pendapatan perajin gula nipah yang menggunakan teknologi tungku hemat energy sebesar Rp 1.350.180 per bulan.Pemakaian teknologi tungku hemat energy pada usaha gula nipah dapat meningkatkan pendapatan perajin sebesar Rp 825.305 per bulan dibandingkan pendapatan perajin konvesional.

Kata Kunci: Perajin, Gula Nipah, Tungku Hemat Energy, Pendapatan

ABSTRACT

The nipah sugar business has grown in Nusadadi Village, Sumpiuh Sub-district, Banyumas District, since 2005 conventionally. Whereas this area has considerable potential in the case of nipah sugar business, sawmills and rice mills whose waste has not been optimally utilized to fuel the processing of palm sugar as a substitute for firewood. This waste is the main fuel for energy efficient furnaces and is economically more efficient.The objectives of the study were (1) to analyze the income of conventional nipah sugar craftsmen, (2) to analyze the income of nipple craftsmen using energy-efficient furnace technology, (3) to compare the income of conventional cooking with those using energy-efficient stoves. The research method is used action research. The results showed that conventional nipah craftsman income is Rp 524,875 per month. The income of nipah craftsmen using energy-efficient furnace technology is Rp 1,350,180 per month. The use of energy-efficient furnace technology in the palm sugar business can increase the craft income of Rp 825,305 per month compared to the income of conventional craftsmen.

(2)

1315

PENDAHULUAN

Gula nipah mulai diusahakan di Desa Nusadadi Kecamatan Sumpiuh sekitar tahun 2005 tepatnya pada saat harga gula kelapa meningkat sehingga perajin gula kelapa berusaha mencoba membuat gula nipah yang biaya produksinya relatif masih rendah karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk mengambil nira dari pohon. Hal itu karena ketinggian pohon nipah yang lebih rendah dari pohon kelapa. Oleh karena itu peluang usaha gula nipah masih sangat menjanjikan untuk dikembangkan mengingat :

1. Potensi Desa Nusadadi untuk meyediakan nira nipah sebagai bahan baku pembuatan gula masih cukup besar. Hal itu tercermin dari potensi daerah tersebut yang mempunyai lahan rawa terluas dikecamatan sumpiuh yaitu sebesar 180 ha. Yang ditumbuhi tanaman nipah dan merupakan sumber bahan baku dalam pembuatan gula nipah.

2. Usaha gula nipah mempunyai kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga perajin sebesar Rp.303,64/bulan atau sebesar 35,65% dan memberikan lapangan kerja bagi tenaga kerja pedesaan sebesar 1,25 orang/hari/perajin atau 37,5 orang /bulan (Sriningsih, 2009)

3. Desa Nusadadi memiliki banyak usaha penggergajian kayu dan usaha penggilingan padi yang cukup banyak yang limbahnya yaitu serbuk gergaji dan merang dapat digunakan untuk bahan bakar sebagai pengganti kayu bakar yang harganya sekitar 80.000-90.000/kubik dan habis dalam 3 hari proses produksi.

Produksi gula nipah di Desa Nusadadi baru mencapai kira-kira 1-10 kg/perhari/perajin.Hal ini disebabkan karena mereka masih berusaha secara tradisional dan sederhana, khususnya dalam pemakaian tungku untuk memasak nira.Mereka masih menggunakan tungku yang terbuat dari tumpukan batu bata merah yang dilepa dengan tanah.Bahan bakar menggunakan kayu bakar.Tungku batu bata dinilai masih boros bahan bakar karena panas yang dihasilkan tungku ini masih menyebar keseluruh ruangan tungku sehingga kurang efektif.

Tungku hemat engergi merupakan tungku yang dapat mengurangi biaya bahan bakar karena bahan bakar tungku ini menggunakan merang atau serbuk gergaji yang merupakan limbah kegiatan penggergajian kayu dan penggilingan padi sehingga harganya relative lebih murah yaitu kira-kira 3000/kandi. Panas yang dihasilkan oleh tungku hemat energy ini tidak menyebar keluar sehingga dapat menghemat waktu dan biaya bahan bakar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suyono dan Tarjoko (2016) di Desa Kemawi Somagede yang menyebutkan bahwa dengan tungku hemat energy dapat menguragi rata-rata biaya produksi gula kelapa organic sebesar Rp.209.500/bulan.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisi pendapatan perajin gula nipah konvensional; 2) Menganalisis pendapatan perajin gula nipah yang menggunakan teknologi tungku hemat energy; 3) Membandingkan pendapatan perajian yang menggunakan tungku hemat energy dan melakukan diversifikasi produk dengan perajin konvensional.

(3)

1316

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode action research dan pendekatan partisipatif atas dasar masalah yang ada.Peneliti mentransfer pengetahuan, memotivasi dan merealisasikan kegiatan dan mendampingi kegiatan.Populasi dibagi dalam tiga kelompok yang pertama adalah kelompok perajin konvensional sebagai control, perajin yang menggunakan tungku hemat energy, dan perajin yang melakukan diversifikasi produk. Masing-masing kelompok akan diamati pendapatan dan efisiensi usaha kemudian dibandingkan.

Analisis Pendapatan digunakan rumus Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut :

π = Y. Py – Σ Xi.Pxi - BTT Keterangan :

π = Pendapatan (Rp)

Y = Hasil produksi (Kg)

Py = Harga hasil produksi (Rp)

Xi = Faktor produksi (i = 1,2,3,….,n) Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)

BTT = Biaya tetap total (Rp)

Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C = PT / BT Keterangan:

R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan Total (Rp) BT = Biaya Total (Rp)

Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

a. Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan karena penerimaan lebih besar dari biaya. b. Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian karena penerimaan lebih kecil dari biaya.

c.

Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimaan sama dengan biaya.

(4)

1317

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Biaya dan Pendapatan Pada Usaha Gula Nipah

Biaya usaha gula nipah adalah seluruh biaya atau korbanan yang dikeluarkan perajin untuk memproduksi dan memasarkan produk gula nipah. Biaya tersebut meliputi biaya nira sebgai bahan baku tetepi karena perajin tidak mengeluarkan biaya untuk beli nira maka biaya nira tidak diperhitungkan, kayu bakar, biaya tenaga kerja efektif dan biaya bahan pengawet serta biaya pemasaran produk pada perajin gula nipah konvensional. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. menunjukkan rata-rata biaya penggunaan faktor produksi dan pemasaran per bulan pada perajin gula nipah konvesional di dukuh Nusapule desa Nusadadi sebesar Rp559.495/bulan. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pembeliah kayu bakar yaitu sebesar Rp389.000/bulan, sedangkan biaya terkecil untuk pembelian natrium bisulfit iatu sebesar Rp7.995/bulan karena perajin sudah memiliki edukasi bahan pengguanaan natrium bisulfit jika terlalu banyak. Selain itu ada perajin yang mengguanakan kulit manggis sebagai pengganti natrium bisulfit.

Tabel 1. Biaya Rata-rata Penggunaan Faktor Produksi dan Pemasaran Per Bulan Pada Perajin Gula Nipah Konvensional

No Faktor Produksi Jumlah Penggunaan

( Fisik )

Harga per Satuan

(Rp) Total Biaya Rp/Bulan

1 Nira nipah 844 liter -- ( tdk diperhitungkan )

2 Kayu bakar 4,32 Kubik 90.000 389.000

3 Tenaga kerja Efektif ( HKSP)

24,75 Jam atau 3,09 HKSP

50.000 154.500

4 Bahan pengawet nira (Natrium Bisulfit)

4 Bungkus 2.000 7.995

5 Biaya pemasaran 2 kali 4.000 8.000

Jumlah 559.495

Sumber: Diolah dari data primer, 2017

Tabel 2. Biaya Rata-rata Penggunaan Faktor Produksi Dan Pemasaran Per Bulan Pada Perajin Gula Nipah Yang Menggunakan Tungku Hemat Energi di dukuh Nusapule desa Nusadadi

No Faktor Produksi Jumlah Penggunaan Fisik Harga per Satuan

(Rp)

Total Biaya (Rp)

1 Nira 1.600 Liter ---

---2 Kayu bakar 5,833 Kubik 90.000 525.000

3 Tenaga kerja efektif 34,5 jam = 4,313 HKSP 50.000 215.625

4 Bahan Pengawet Nira ( Na bisulfit )

6 Bungkus 2000 12.000

5 Biaya pemasaran 6 kali 4000 24.000

Total Biaya Rata-rata Per Bulan 776.625

Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Tabel 2. menunjukkan rata-rata biaya penggunaan faktor produksi dan pemasaran per bulan pada perajin gula nipah yang menggunakan tungku hemat energi di dukuh Nusapule desa Nusadadi sebesar Rp776.625/bulan. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pembelian kayu bakar yaitu sebesar

(5)

1318

Rp525.000/bulan, sedangkan biaya terkecil untuk pembelian natrium bisulfit iatu sebesar Rp12.000/bulan.

Tabel 3. Jumlah Nira, Kayu Bakar, Dan Waktu Yg Digunakan Dalam Proses Produksi, Serta Produksi Gula Nipah Per Bulan Pada perajin Gula Nipah Konvesional dan Produksi No Sampel Jumlah Nira yang Dimasak (liter) Waktu Pemasakan (Jam) Jumlah Kayu Bakar (Rp) Waktu TK Efektif yang digunakan (Jam) Produksi yang Diperoleh (Kg) 1 1.500 210 600.000 34,5 214,2 2 1.800 225 810.000 45 255 3 600 90 300.000 22,5 90 4 216 60 48.000 12 30 5 168 48 36.000 12 24 6 780 135 540.000 22,5 120 Jumlah 5.064 768 2.334.000 148,5 733,2 Rata-rata 844 128 389.000 24,75 122,2

Sumber: data primer diolah, 2017

Tabel 3menunjukkan bahwa rata-rata perajin gula nipah mengolah nira sebanyak 844 Liter per bulan, dengan lama waktu yang digunakan dalam pemasakan sebesar 128 jam per bulan dan jumlah pemakaian kayu bakar rata-rata sebesar Rp 389.000 atau setara dengan 4,32 kubik per bulan. Pemakaian tenaga kerja efektif rata-rata sebesar 24,75 jam per bulan dan produksi gula nipah yang diperoleh rata-rata sebesar 122,2 Kg per bulan atau rata-rata per ikg produksi gula nipah dibutuhkan nira sebanyak 6,9 liter nira dengan waktu pemasakan sebanyak 1,047 jam dibutuhkan jumlah kayu bakar sebanyak Rp 3.183,3 atau 0,035 kubik kayu bakar dan dibutuhkan waktu kerja efektif sebesar 0,2 jam.

Tabel 4. Jumlah Nira, Kayu Bakar,Jumlah Waktu Yang Digunakan Dalam Proses Produksi Serta Produksi Gula Nipah Per Bulan Pada Perajin Dengan Penggunaan Tungku Hemat Energi

Sumber: data primer diolah, 2017

Dari Tabel 4 dan 5 dapat diambil kesimpulan bahwa dengan pemakaian tungku hemat energy dapat mengurangi waktu pemasakan nira dari 1,047 jam turun menjadi 0,99 jam,sehingga ada pengurangan waktu pemasakan nira sebesar 0,057 jam, penggunaan kayu bakar berkurang dari 0,035 kubik menjadi 0,0248 kubik atau biaya kayu bakar turun dari RP 3.183,3 menjadi Rp.2.237,8, ada penurunan biaya kayu bakar sebesar Rp 845,5 penggunaan waktu TK efektif juga turun dari 0,2 jam menjadi 0,147 jam jadi ada pengurangan waktu TK efektif sebesar 0,053 jam utk

No Jumlah Nira Yg Dimasak (Liter) Waktu Pemasakan (Jam) Kayu Bakar (Rp) Penggunaan TK Efektif (Jam) Produksi Gula nipah (Kg) 1 1.500 210 450.000 33 214,20 2 1.800 225 600.000 36 255 Jumlah 3.200 435 1.050.000 69 469,20 Rata-rata 1.600 217,5 525.000 34,5 234,6

(6)

1319

menghasilkan 1 kg gula nipah. Hal ini disebabkan karena pada pemakaian tungku hemat energi api di dalam tungku tidak menyebar keluar tungku sehingga panas yang dihasilkan tinggi dan dapat mempercepat proses pemasakan hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suyono dan Tarjoko (2016)yang menyatakan bahwa pemakaian teknologi tungku hemat energy dapat mengurangi rata-rata biaya produksi gula kelapa Kristal organic sebesar Rp209.500 per bulan.

Tabel 5. Produksi, Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Usaha Gula Nipah Per Bulan Pada perajin Gula Nipah Konvensional

No

Produksi gula per bulan

(kg )

Harga Jual Gula Nipah per kg ( Rp ) Penerimaan (Rp / bulan) Biaya Produksi per bulan ( Rp ) Keuntungan / pendapatan (Rp/bln) 1 214,2 9.100 1.949220 839.610 1.109.610 2 255 9.200 2.346.000 1.115.350 1.230.750 3 90 6000 720.000 440.610 279390 4 30 8.500 255.000 123.000 132.000 5 24 8000 192.000 111.000 81.000 6 120 8.700 1.044.000 727.500 316.500 Jumlah 733,2 6.506.220 6.506.220 3.356.970 3.149.250 Rata-rata 122,2 8.583 1.084370 559.495 524.875

Sumber: Data primer diolah Tahun 2017

Dari Tabel 5. dapat diketahui bahwa rata-rata produksi perajin per bulan sebanyak 122,2 kg dengan harga jual bervariasi dari Rp8.000 sampai dengan Rp9.2000, Harga yang tinggi diatas Rp9.000 diperoleh pada perajin yang menjual produknya ke pasaran yg ada di kota Sumpiuh dengan tambahan biaya transport sebesar Rp24.000 per bulan utk 6 kali pemasaran. Untuk harga Rp8.000 – Rp8.700 biasanya perajin menjual produknya di warung di Desa Nusadadi. Pekerjaan yg menghasilkan pendapatan yg rendah masih dibawah UMR ini masih tetap mereka tekuni dan lakukan karena tidak ada pilihan usaha lain, selain itu pekerjaan tersebut dapat memberikan pendapatan setiap hari utk memenuhi kebutuhan mereka.

Tabel 6.Produksi, Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Perajin Gula Nipah Per Bulan Yang Menggunakan Tungku Hemat Energi

No Produksi Gula Nipah Kg/Bulan Harga jual Produk Rp/Kg Penerimaan Rp per Bulan Biaya Produksi Rp per Bulan Pendapatan Rp per Bulan 1 214,2 9.100 1.949.220 692.250 1.256.970 2 255 9.200 2.346.000 861.000 1.485.000 Jumlah 469,2 18.300 4.295.220 1.553.250 2.741.970 Rata-rata 234,6 9.150 2.147.610 776.625 1.370.985

Sumber: data primer diolah, 2017

Dari tabel6 dapat diketahui bahwa produksi gula nipah yang dihasilkan perajin per bulan yang menggunakan tungku Hemat Energi rata-rata sebesar 234,6 Kg, atau lebih tinggi dari pada produk yang dihasilkan oleh perajin gula nipah konvensional yaitu sebesar 122,2 Kg per bulan.Demikian juga pada pendapatan per bulan antara perajin gula nipah yang

(7)

1320

konfensional`dengan pendapatan perajin gula nipah yang menggunakan tungku hemat energy akan terlihat lebih menguntungkan usaha gula nipah yg menggunakan tungku hemat energi yaitu ada selisih pendapatan sebesar Rp846.110, yang berasal dari pendapatan usaha gula nipah yg menggunakan tungku hemat energy sebesar Rp1.370.985, sedang pendapatan usaha gula nipah perajin konvensional sebesar Rp524.875. Sehingga ada selisih sebesar Rp846.110, bisa disimpulkan lebih menguntungkan usaha gula nipah yang menggunakan tungku hemat energi, hal ini disebabkan karena biaya produksi pada tungku hemat energi khususnya biaya kayu bakar dan biaya penggunaan tenaga kerja efektif lebih rendah, yaitu untuk biaya produksi gula per Kg dibebani biaya sebesar Rp3.310,4 per kg gula yg dihasilkan, sedangkan usaha gula nipah yang konvensional dibebani biaya produksi sebesar Rp4.578,5 per Kg gula nipah yg dihasilkan.

KESIMPULAN

1. Pendapatan perajin gula nipah yang konvensional atau yang memakai tungku konvensional adalah sebesar Rp524.875 per bulan.

2. Pendapatan perajin gula nipah yang menggunakan teknologi tungku hemat energy sebesar Rp1.350.180 per bulan.

3. Pemakaian teknologi tungku hemat energi pada usaha gula nipah dapat meningkatkan pendapatan perajin sebesar Rp825.305 per bulan. Dibandingkan pendapatan perajin konvesional.

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Gula Indonesia, 2016. Tahun 2016 Produksi Gula Menurun, Tahun 2017 Impor Menggila. https://swasembada.net/2016/03/18/tahun-2016-produksi-gula-menurun-tahun-2017-impor-menggila/. Diakses pada tanggal 1 Desember 2016

Bandini,1996. Nipah Pemanis Alami Baru. Penebar Swadaya. Jakarta. Nipah. http://id.wikipedia.org.wiki/Nipah.diakses 10 November 2016

Purwaningsih, A., dan Sriningsih E., 2012. Profil Usaha Gula Nipah di Desa Nusadadi Kecamatan Sumpiuh. Prosiding Seminar Nasional” Pengembangan Sumberdaya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan II”. Universitas Jenderal Soedirman.

Rachman, A.K. dan Sudarto,Y. 1992. Nipah Sumber Pemanis Baru. Kanisius. Yogyakarta

Sriningsih, E., Hastuti, P., dan Widarni S., 2009. Kajian Pemanfaatan Tanaman Nipah Sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan Gula Merah dan Kontribusinya terhadap Rumah Tngga. Prosseding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2010, dilaksanakan 12 Juni 2010. Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman.

Trisnowati, H. 2008. Motivasi Petani wanita Perajin Gula Nipah dalam Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga di Desa Nusadadi Kabupaten Banyumas. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman

(8)

1321

Trjoko dan Suyono, 2016. Evaluasi Peningkatan Pendapatan Perajin Gula Kelapa melalui Aplikasi Tungku Hemat Energi dan Pupuk Organik Cair. Prosiding Seminar Nasional” Pengembangan Sumberdaya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VI”. Universitas Jenderal Soedirman.

Gambar

Tabel  1.    Biaya  Rata-rata  Penggunaan  Faktor  Produksi    dan  Pemasaran    Per  Bulan  Pada  Perajin  Gula Nipah Konvensional
Tabel 3menunjukkan  bahwa  rata-rata  perajin  gula  nipah  mengolah  nira  sebanyak  844  Liter  per bulan, dengan lama waktu yang digunakan dalam pemasakan sebesar 128 jam  per bulan dan  jumlah  pemakaian  kayu  bakar  rata-rata  sebesar  Rp  389.000  a
Tabel 5. Produksi, Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Usaha Gula Nipah Per Bulan  Pada  perajin Gula Nipah  Konvensional

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan air sesuai dengan proyeksi jumlah penduduk dan fasilitas umum hingga tahun 2015, kemudian merancang

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kenakalan pada anak berhadapan dengan hukum dapat disebabkan oleh pola asuh anak dalam keluarga dan/atau keluarga

Diantara beberapa perjanjian perdagangan regional yang telah diimplementasikan oleh Indonesia yang paling baru adalah perjanjian perdagangan barang dalam rangka

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan pengaruh faktor karakteristik perusahaan yang berupa profitabilitas, komitmen pimpinan perusahaan, leverage,

melakukan aktivitas lainnya bahkan untuk memasuki blok lainnya hal ini karena jumlahnya petugas yang berjaga dalam blok hanya 1-2 orang saja maka akan

Sehubungan dengan fenomena yang telah dikemukakan, tari Ilau di Kelurahan Kampai Tabu Karambia Kota Solok pada awalnya merupakan sebuah upacara adat atau peristiwa budaya

Istilah negara dipakai dalam arti “Penguasa”, yakni untuk menyatakan orang atau orang orang yang melakukan kekuasaan tertinggi Atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal dalam

Realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu merupakan salah