Pemanfaatan Capability Maturity Model Integration (CMMI) Untuk Meningkatkan Kualitas Perangkat Lunak
(Studi Kasus: Sistem Informasi Akademik Universitas Negeri Manado)
1 Alfrina Mewengkang
Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunukasi, Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado
Email : mewengkangalfrina@unima.ac.id Abstract
This study uses the Capability Maturity Model Integration (CMMI) methodology to describe the condition of the existing system. Variable obtained by conducting preliminary interviews to system builders and then fill out questionnaires that measured using the CMMI maturity scale. This study aims to measure and improve the quality of Academic Information System Software of Manado State University. The results of this study, the maturity level of Academic Information System Software is at level 1 or earlier. There are several process areas that are not fulfilled for entry to level 2. By knowing the quality of existing software, recommendations to improve the quality can be given.
Keywords: SIA UNIMA, Capability Maturity Model Integration Abstrak
Penelitian ini menggunakan metodologi CMMI untuk menggambarkan kondisi sistem yang ada. Variabel diperoleh dengan melakukan wawancara awal kepada pembuat sistem kemudian mengisi kuesioner yang diukur skala kematangannya dengan menggunakan CMMI. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan meningkatkan kualitas Software Sistem Informasi Akademik di Universitas Negeri Manado. Hasil penelitian ini, tingkat kematangan Sistem Informasi Akademik Universitas Negeri Manado berada pada level 1 atau awal. Ada beberapa proses area yang tidak terpenuhi untuk masuk ke level 2. Dengan mengetahui kualitas perangkat lunak yang ada maka rekomendasi untuk meningkatkan kualitas dapat diberikan.
Kata kunci: SIA UNIMA, Capability Maturity Model Integration
1. Pendahuluan
Universitas adalah perguruan
tinggi yang di samping
menyelenggarakan pendidikan akademik dapat pula menyelenggarakan pendidikan profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian tertentu [1]. Universitas Negeri Manado dilengkapi dengan Sistem Informasi Akademik sebagai salah satu aspek
penting dalam menunjang kegiatan
manajemen dan perkuliahan belum
pernah diukur kualitas sistemnya, padahal sistem informasi yang ada perlu diukur kualitas sistemnya. Hal ini untuk menjamin kepuasan user akan layanan sistem yang disediakan oleh universitas dan untuk meningkatkan kualitas sistem tersebut.
Capability Maturity Model
Intergration (CMMI), merupakan suatu
proses perbaikan pendekatan yang
memberikan organisasi unsur-unsur
penting proses efektif yang pada akhirnya meningkatkan kinerja mereka. CMMI dapat digunakan untuk memandu proses perbaikan di sebuah proyek, divisi, atau
seluruh organisasi. Ini membantu
mengintegrasikan fungsi tradisional organisasi yang terpisah, menentukan tujuan peningkatan proses dan prioritas, memberikan bimbingan untuk proses kualitas, dan memberikan titik acuan untuk menilai proses yang sementara berlangsung [2]. CMMI dapat digunakan
untuk mengukur dan meningkatkan
kualitas perangkat lunak, dalam hal ini SIASAT. Berdasarkan latar belakang inilah, akan dilakukan penilaian terhadap kualitas perangkat lunak SIASAT dengan menggunakan metode penilaian CMMI untuk meningkatkan kualitas sistemnya. 2. Capability Maturity Model
Integration (CMMI)
Dalam penelitian untuk membantu
organisasi mengembangkan kualitas
produk dan jasa, Software Engineering
Institute (SEI) di Carnegie Melloan
University, Pittsburg, USA menemukan beberapa dimensi dimana organisasi dapat fokus untuk meningkatkan bisnisnya sendiri. Capability Maturity Model
Integration (CMMI), yang awalnya oleh
SEI dinamakan Capability Maturity Model (CMM) adalah suatu proses perbaikan pendekatan yang memberikan organisasi unsur-unsur penting proses efektif yang pada akhirnya meningkatkan kinerja mereka. CMMI dapat digunakan untuk memandu proses perbaikan di sebuah proyek, divisi, atau seluruh organisasi. Ini
membantu mengintegrasikan fungsi
tradisional organisasi yang terpisah, menentukan tujuan peningkatan proses dan prioritas, memberikan bimbingan untuk proses kualitas, dan memberikan titik acuan untuk menilai proses yang sementara berlangsung [2].
CMMI dibuat untuk menghindari penggunaan berbagai model CMM secara terpisah. Penggunaan model-model CMM
yang terpisah memiliki beberapa
kekurangan, karena a) Masing-masing model memiliki struktur, kondisi, format,
dan pengukuran kedewasaan yang
berbeda; b) Dapat membingungkan,
terutama pada penggunaan lebih dari satu
model; c) Sangat sulit untuk
menggabungkan masing-masing model tersebut; d) Sulit digunakan sebagai referensi dalam pemilihan supplier.
Sedangkan, jika menggunakan CMMI dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut a) Peningkatan dalam penilaian
(assessment) yang efektif dan efisien pada
berbagai disiplin; b) Mengurangi biaya pelatihan dan biaya assessment, secara umum, merupakan peningkatan visi yang
terintegrasi pada seluruh elemen
organisasi dan integrasi dari rekayasa sistem; c) Lingkungan piranti lunak sehingga dapat menambah produktivitas dan kualitas produk [3].
CMMI disusun berdasarkan tiga konsep yaitu Process area (PA), goals, dan practices. Gambar 1 dapat dijadikan ilustrasi struktur dari CMMI. CMMI terdiri dari 22 Process Area, yaitu :
Causal Analysis and Resolution (CAR),
Configuration Management (CM),
Decision Analysis and Resolution (DAR), Integrated Project Management +IPPD (IPM+IPPD)6, Measurement and Analysis (MA), Organizational Innovation and
Deployment (OID), Organizational
Process Definition +IPPD
1
Focus (OPF), Organizational Process
Performance (OPP), Organizational
Training (OT), Product Integration (PI), Project Monitoring and Control (PMC), Project Planning (PP), Process and Product Quality Assurance (PPQA), Quantitative Project Management (QPM),
Requirements Development (RD),
Requirements Management (REQM), Risk Management (RSKM), Supplier Agreement Management (SAM), Technical Solution (TS), Validation (VAL) dan Verification
(VER), dimana masing-masing PA
tersebut terdiri dari Specific Practices (SP) dan Specific Goals (SG). Selain itu, terdapat pula goals dan practices lain yang disebut Generic Practices (GP) dan
Generic Goals (GG).
Specific Practices (SP) adalah
gambaran dari suatu kegiatan yang dianggap penting dalam mencapai tujuan spesifik yang terkait. SP menggambarkan
kegiatan yang diharapkan dapat
menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan spesifik dari area proses. SP merupakan
komponen model yang diharapkan.
Specific Goals (SG) menggambarkan
karakteristik unik yang harus hadir untuk
memenuhi area proses. SG berisi
komponen model yang diperlukan dan
digunakan dalam penilaian untuk
membantu menentukan kepuasan suatu PA.
Generic Practices (GP) disebut
"generik" karena praktek yang sama berlaku untuk area proses ganda. GP adalah deskripsi dari kegiatan yang dianggap penting dalam mencapai yang
terkait Generic Goals. GP adalah
komponen model yang diharapkan.
Generic Goals (GG) disebut "generik"
karena pernyataan tujuan yang sama berlaku untuk area proses ganda. GS menggambarkan karakteristik yang harus hadir untuk melembagakan proses-proses yang menerapkan area proses. GS adalah komponen model yang diperlukan dan
digunakan dalam penilaian untuk
menentukan apakah kepuasan suatu PA. Adapun GG dan GP sama dengan SP dan SG, dengan pengecualian bahwa keduanya tidak hanya spesifik ke PA tertentu tetapi keduanya fokus kepada lebih dari satu PA.
Tabel 1 Key Process Area dalam CMMI [4]
Level Proses Area Utama
Initial Tidak bisa diterapkan.
Managed Kebutuhan manajemen
proyek dan pengawasan pengontrolan, manajemen
perjanjian supplier,
pengukuran dan analisis,
proses dan jaminan
kualitas produk
manajemen konfigurasi.
Defined Kebutuhan
pengembangan, solusi
teknis integrasi produk,
verifikasi, validasi, pendefinisian fokus proses, pelatihan, manajemen integrasi proyek, manajemen resiko, pengintegrasian tim, manajemen lingkungan organisasi. Quantitavely managed Performasi proses organisasi, manajemen
proyek secara kuantitatif.
Optimizing Inovasi dan
pengembangan
organisasi, analisis dan resolusi sebab akibat. Tabel 1 dapat dijelaskan sebagai berikut: Setiap level merupakan bagian dasar dari level 1. Key Process Area (KPA) telah diidentifikasi sebagai level sekarang dan level sebelumnya. Kecuali untuk Level 1, tiap tingkat kematangan diuraikan menjadi beberapa KPA yang menunjukkan daerah organisasi harus fokus pada memperbaiki proses software-nya. Kegunaan KPA yaitu mengidentifikasi isu-isu yang harus diatasi untuk mencapai tingkat kematangan. Setiap KPA mengidentifikasi sekelompok kegiatan terkait, yang ketika dilakukan secara kolektif mencapai seperangkat tujuan yang dianggap penting untuk meningkatkan kemampuan proses.
CMMI dibagi dalam 5 tingkat skala kematangan [2] yaitu 1) Tingkat 1
(Initial). Pada tingkat ini, proses biasanya ad hoc dan kacau. Organisasi tidak
menyediakan lingkungan yang stabil untuk mendukung proses. Keberhasilan dalam organisasi ini tergantung pada kompetensi
2
dan kepahlawanan dari orang-orang dalam organisasi dan bukan pada penggunaan proses. Terlepas dari kekacauan ini, organisasi sering menghasilkan produk dan jasa yang bekerja, namun, mereka sering melebihi anggaran dan tidak memenuhi jadwal mereka. Pada tingkat ini
organisasi yang dicirikan oleh
kecenderungan untuk lebih komit,
pengabaian proses dalam waktu krisis, dan
ketidakmampuan untuk mengulangi
keberhasilan mereka; 2) Tingkat 2
(Managed). Pada tingkat kematangan 2,
organisasi telah memastikan bahwa proses direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan. Proyek mempekerjakan orang terampil yang memiliki cukup sumber daya untuk menghasilkan output yang dikendalikan, melibatkan stakeholder yang relevan, dipantau, dikontrol, dan ditinjau dan dievaluasi untuk kepatuhan untuk deskripsi proses mereka. Proses disiplin tercermin dari tingkat kematangan 2 membantu untuk memastikan bahwa praktek-praktek yang ada dipertahankan selama masa stres. Ketika praktek-praktek ini dilakukan dengan benar, proyek dilakukan dan dikelola akan menunjukkan hasil sesuai dengan perencanaan; 3) Tingkat 3 (Defined). Perbedaan penting antara tingkat kemampuan 2 dan 3 adalah ruang lingkup standar, deskripsi proses, dan prosedur. Pada tingkat kemampuan 2, standar, deskripsi proses, dan prosedur mungkin cukup berbeda di setiap contoh yang spesifik dari proses (misalnya, pada suatu proyek). Pada tingkat, kemampuan 3 standar, deskripsi proses, dan prosedur untuk proyek disesuaikan dari set dari organisasi proses standar untuk memenuhi suatu proyek tertentu atau unit organisasi dan oleh karena itu lebih konsisten, kecuali untuk perbedaan yang diijinkan oleh peraturan yang ada. Pada tingkat kemampuan 3, proses yang biasanya digambarkan lebih ketat daripada di tingkat kemampuan 2. Sebuah proses didefinisikan dengan jelas menyatakan tujuan, masukan, kriteria masuk, kegiatan,
peran, tindakan, langkah-langkah
verifikasi, output, dan kriteria keluar. Pada tingkat ini, proses dikelola lebih proaktif
menggunakan pemahaman hubungan
timbal balik dari kegiatan proses dan
langkah-langkah rinci proses,
pekerjaannya produk, dan layanannya; 4) Tingkat 4 (Quantitatively Managed). Tingkat ini dicirikan sebagai proses kuantitatif. Sebuah proses kuantitatif merupakan proses yang dikendalikan dengan menggunakan statistik dan teknik kuantitatif lainnya. Sasarannya untuk
kualitas dan proses kinerja yang
ditetapkan dan digunakan sebagai kriteria dalam mengelola proses. Kualitas dan kinerja proses dipahami dalam statistik syarat dan dikelola sepanjang kehidupan proses; 5) Tingkat 5 (Optimizing). Pada
tingkat ini proses dicirikan
mengoptimalkan yang telah ada. Sebuah
proses optimasi dimana proses
ditingkatkan berdasarkan pemahaman
secara umum penyebab variasi hasil yang melekat dalam proses mencakup seluruh
specific dan generic goals pada tingkat 2,
3 dan 4. Fokus optimasi proses ada di terus meningkatkan kinerja berbagai proses baik melalui perbaikan tambahan dan inovatif.
Kualitas Perangkat Lunak
Perangkat lunak adalah program, prosedur, dan dokumen yang berkaitan dengan suatu sistem komputer atau bagian dari komputer yang berfungsi sebagai penunjang alat utama [1]. Kualitas perangkat lunak didefinisikan sebagai kesesuaian yang diharapkan pada semua perangkat lunak yang dibangun dalam hal fungsi perangkat lunak yang diutarakan dan unjuk kerja perangkat lunak, standar
pembangunan perangkat lunak yang
terdokumentasi dan karakteristik yang ditunjukkan oleh perangkat lunak [5]. Definisi ini menekankan pada 3 hal yaitu: kebutuhan perangkat lunak adalah fondasi ukuran kualitasnya, jika perangkat lunak tidak sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan maka kualitaspun kurang, jika
menggunakan suatu standar untuk
pembangunan perangkat lunak maka jika perangkat lunak tidak memenuhi standar tersebut maka dianggap kurang berkualitas dan seringkali ada kualitas yang secara langsung diutarakan (tersirat) seperti kemudahan penggunaan dan pemeliharaan yang baik. Kualitas perangkat lunak
dipertanyakan jika tidak memenuhi
kebutuhan ini.
Dalam mengukur kepuasan
3
perangkat lunak mengacu pada berbagai faktor atau dimensi [6], yaitu 1) Kelengkapan Fungsi atau fitur; 2) Stabilitas atau Keandalan; 3) Keakuratan; 4) Kemudahan Penggunaan; 5) Ketepatan Waktu; 6) Keamanan (Security; 7) Produktivitas; 8) Dokumentasi; 9) Inovasi; 10) Fleksibilitas; 11) Dukungan pemasok (vendor; 12) Pendidikan dan pelatihan. 3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah observasi langsung ke lapangan (case research). Tahapan penelitian dilakukan dalam 3 fase. Fase 1 : Analisis Kebutuhan. Dalam fase yang pertama ini,
akan dilakukan analisis kebutuhan
terhadap objek penelitian mengenai hal-hal apakah yang dibutuhkan perusahaan ataupun organisasi dalam pengembangan selanjutnya terhadap perangkat lunak yang dimilikinya. Fase 2 : Pengukuran dan Analisis. Dalam tahapan ini, setelah semua
proses analisis kebutuhan telah
diselesaikan, maka akan dilakukan
pengukuran keadaan organisasi yang
kemudian di analisis menggunakan
CMMI. Pengukuran ini menggunakan kuesioner yang telah disediakan oleh CMMI. Yang kemudian fase analisisnya menggunakan aturan CMMI. Fase 3 : Fase Rekomendasi. Setelah fase 1 dan 2 selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah hasil dari analisis yang didapat merupakan kondisi organisasi sekarang
ini. Akan diberikan
rekomendasi-rekomendasi yang perlu bagi
pengembangan perangkat lunak
selanjutnya untuk naik ke tingkatan atau level yang lebih tinggi sesuai dengan standar CMMI.
Dalam rangka melengkapi bahan-bahan penelitian, dilakukan pengumpulan data sebagai bahan penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah: metode observasi, yaitu metode
untuk mendapatkan data dengan
melakukan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap gejalan atau fenomena yang terkait tanpa
mengajukan pertanyaan dan metode
kuesioner. Metode ini dilakukan kepada nara sumber dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendukung
permasalahan. Wawancara dilakukan pada
nara sumber ataupun ahli yang
mendukung permasalahan dengan
menggunakan standar CMMI. Teknik
pengukuran yang dipakai yaitu
menetapkan tingkat maturity level pada suatu angka, jika semua persyaratan di tingkat-tingkat dibawahnya terpenuhi dan sebagian atau lebih kriteria pada level tersebut telah terpenuhi.
4. Hasil dan pembahasan Fase Analisa Kebutuhan
Selama dalam masa
pengembangannya sampai dengan
sekarang belum pernah dilakukan
penilaian akan kinerja sistem tersebut dan
belum adanya feedback dari user
(mahasiswa) terhadap kinerja SIA
UNIMA. Sistem membutuhkan
pengembangan tingkat lanjut untuk dapat
mendukung tujuan utama dari
pengembangannya yaitu mampu
terintegrasi dengan sistem pembayaran
online banking.
Fase Pengukuran dan Analisis
Berdasar hasil wawancara maupun
kuesioner yang telah didapat dan
dipetakan dalam maturity level
menggunakan metode CMMI maka keadaan sistem yang ada berdasar Key
Process Area level 2 dapat dijelaskan
sebagai berikut yaitu a) Requirements
Management (kebutuhan manajemen).
Manajemen me-review setiap
pengembangan perangkat lunak,
pengembangan sistem yang ada sesuai dengan biaya dan jadwal yang ditentukan oleh organisasi dan tidak adanya prosedur formal yang mengatur estimasi biaya dan jadwal; b) Software Project Planning (perencanan proyek). Tidak adanya
prosedur formal estimasi terhadap
kapasitas sistem yang ada dan yang mengatur estimasi jadwal pengembangan sistem dan prosedur formal untuk
memperkirakan biaya pengembangan
perangkat lunak; c) Software Project
Tracking and Oversight (Pengawasan dan
Pengontrolan). Adanya kontrol terhadap konfigurasi perangkat lunak, proses
maintain terhadap kapasitas software
untuk setiap konfigurasi software yang dilakukan dari waktu ke waktu dan
4
mekanisme yang digunakan untuk
mengontrol setiap perubahan terhadap
kebutuhan software, mengontrol
perubahan kode; d) Software Subcontract (manajemen perjanjian dengan supplier). Adanya prosedur formal yang digunakan oleh manajemen untuk me-review setiap pengembangan perangkat lunak sebelum
membuat perjanjian kontrak; e)
Management Software Quality Assurance
(Manajemen Proses dan jaminan produk).
Adanya fungsi jaminan kualitas
perangkat lunak yang memiliki saluran pelaporan manajemen yang terpisah dari
manajemen proyek pengembangan
pengembangan perangkat lunak dan
mekanisme yang digunakan untuk
mengontrol setiap perubahan terhadap
kebutuhan software, mengontrol
perubahan kode; f) Software
Configuration Management (Manajemen
Konfigurasi perangkat lunak). Adanya pelaporan statistik pada coding system,
test error pada sistem dan pelaporan
statistik terhadap desain software yang sering error.
Analisis hasil pengukuran
berdasar kuesioner sesuai dengan standar aturan CMMI [2] adalah bahwa a) Untuk mencapai tingkat maturity level 2, semua proses area harus mencapai pada level 2 atau lebih tinggi; b) Untuk mencapai tingkat maturity level 3, semua proses area pada level 2 dan level 3 harus tercapai sama dengan 3 atau lebih tinggi; c) Untuk mencapai tingkat maturity level 4, semua proses area pada level 2,3 dan 4 harus tercapai pada di level 3 atau lebih tinggi; d) Untuk mencapai tingkat maturity level 5, semua proses area pada level 2,3,4 dan 5 harus tercapai pada level atau lebih tinggi. Berdasar dengan aturan yang ada,
maka hasil keseluruhan kuesioner
dikategorikan bahwa SIASAT berada
maturity level 1 (initial). Hal ini
dikarenakan pada beberapa KPA untuk level 2 tidak terpenuhi berada pada level 2.
Yaitu pada KPA Requirements
Management, Software Project Planning
mengenai prosedur formal yang mengatur untuk estimasi jadwal kegiatan, estimasi terhadap kapasitas sistem yang ada. Tidak ada prosedur formal yang mengatur estimasi jadwal pengembangan sistem dan
prosedur formal untuk memperkirakan biaya pengembangan perangkat lunak. Fase Rekomendasi
Berdasarkan pada hasil analisa
maturity level SIA UNIMA berada pada
level 1, menurut aturan CMMI jika suatu sistem ingin berada pada level 2 maka semua KPA harus memenuhi proses
maturity level 2 masing-masing pengguna.
Maka rekomendasi yang harus diberikan pada Sistem adalah semua Pemenuhan agar KPA pada maturity level 2 terpenuhi adalah: Manajemen harus menentukan prosedur formal yang dapat mengatur estimasi jadwal penyelesaian sistem.
Menentukan prosedur formal yang
memperkirakan biaya pengembangan
perangkat lunak. Agar pengembangan sistem berjalan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (SIA UNIMA sudah berjalan namun pada kenyataannya sampai dengan sekarang ini, masih terkendala untuk bisa terintegrasi
menjadi sebauh sistem informasi
akademik dengan pembayaran mahasiswa secara online). Metode CMMI untuk
pengembangan perangkat lunak
digunakan untuk memandu proses
perbaikan di sebuah proyek, divisi, atau
seluruh organisasi. Ini membantu
mengintegrasikan fungsi tradisional organisasi yang terpisah, menentukan tujuan peningkatan proses dan prioritas, memberikan bimbingan untuk proses kualitas, dan memberikan titik acuan untuk menilai proses yang sementara berlangsung [2].
CMMI didesain sebagai pedoman pengembang piranti lunak dalam memilih strategi peningkatan proses, dengan mengukur kematangan proses yang sedang berjalan dan mengidentifikasi beberapa isu yang paling kritikal sehubungan dengan kualitas piranti lunak dan peningkatan proses. Dengan demikian, bila sebuah pengembang piranti lunak menerapkan CMMI pada organisasinya, diharapkan
pengembang tersebut dapat lebih
mengontrol dan mengarahkan Software
Process mereka. Sehingga cara kerjanya
tidak lagi dilakukan seperti halnya sebuah proyek dadakan tanpa rencana. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi pengembang piranti lunak yang baru untuk
5
mengetahui bagaimana seharusnya proses
sebuah pengembangan piranti lunak
berlangsung. Sehingga proses akan lebih
efektif dan efisien dalam hal
mengembangkan perusahaan yang
bersangkutan. Aktivitas pengontrolannya pun dapat dilakukan secara terukur. Dengan CMMI, pengembang piranti lunak akan benar-benar menjadi pengembang piranti lunak yang sesungguhnya. Karena CMMI akan membentuk kultur internal dan manajemen yang baik. Kultur dan struktur dari hasil CMMI tersebut akan sangat terintegrasi dengan pengembangan piranti lunak.
5. Simpulan
Berdasar hasil perhitungan pada bab 4, Skala kematangan sistem SIA UNIMA berada pada tingkatan skala 1 atau Initial hal ini dikarenakan bahwa ada beberapa KPA pada level 2 yang
assesment-nya tidak terpenuhi yaitu pada
proses yaitu pada KPA Requirements
Management, Software Project Planning
mengenai belum adanya prosedur formal yang mengatur untuk estimasi jadwal kegiatan, estimasi terhadap kapasitas sistem yang ada.
Penilaian CMMI atau skala
kematangan sistem mampu membuat
organisasi bercermin akan segala
kekurangannya dalam pengembangan
sistem. CMMI juga menyediakan saran ataupun standar-standar yang diperlukan organisasi untuk naik ke tingakatan atau level skala kematangan yang lebih tinggi (skala 5 optimized). Sehingga standar yang ada dalam CMMI menjadi landasan manajemen dalam menetapkan rencana strategis pengembangan sistem.
Hasil dari Fase Analisis untuk menaikkan skala kematangan pada level selanjutnya atau lebih. Pengembangan kerjasama dengan stakeholders merupakan langkah strategis untuk mendapatkan
feedback terhadap kualitas pelayanan
penyelenggaraan pendidikan yang
diberikan oleh UNIMA. Dari masukan-masukan ini menjadi bahan refleksi
evaluasi bagi dasar perencanaan
peningkatan kualitas pada masa
mendatang.
6. Daftar Pustaka
[1] Kamus besar Bahasa Indonesia, Universitas, Dokumentasi online: www.pusatbahasa.diknas/go.id , Tanggal Akses 1 Maret 2016 [2] Software Engineering Institute
(SEI), Carnegie Mellon
University, CMMI for
Development, Version 1.2:
Improving Processes for Better
Products,
CMU/SEI-2006-TR-008, ESC-TR-2006-CMU/SEI-2006-TR-008, Pittsburgh, PA, August 2006
[3] Hoggerl, Martin and Sehorz,
Bernhard, An Introduction to
CMMI and its Assessment
Procedures, Seminar Paper,
Department of Computer Science University of Salzburg, Februari 2006.
[4] Priambada , 2010, Pemanfaatan
Capability Maturity Model
Integration (CMMI) dalam
Peningkatan Kualitas Perangkat Lunak), Jurnal ITS, Dokumentasi
online: http://www.its.edu// , tanggal akses: 28 Maret 2016 [5] Pressman, R.S., 2001. Software
Engineering: A Practitioner’s Approach. McGraw-Hill, NY.
[6] Harsono Basuki dan Eddy
Abdurahman, Laporan teknis
analisa peranan perangkat lunak,
Jakarta, 2001.
[7] Wahyono, Teguh, 2004, Analisis
dan Perencanaan Sistem Infomasi,
Jogjakarta: Penerbit Andi.
[8] Gordon B. Davis. (1984).
Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Terjemahan. Jakarta:
PT Midas Surya Grafindo.
[9] Jogianto, 2001, Analisis dan
Desain Sistem
Informasi:Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis,