• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA SISWA KELAS V"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA

SISWA KELAS V

Ni Wyn. Sri Widyantari

1

, Dsk. Pt. Parmiti

2

, Dw. Nym. Sudana

3

1,3

Jurusan PGSD,

2

Jurusan TP, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: sri.widyantari@yahoo.co.id

1

, dskpt_parmiti@yahoo.co.id

2

,

sudanadewanyomanpgsd@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa kelompok eksperimen yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek, (2) mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa kelompok kontrol yang belajar dengan model pembelajaran konvensional, (3) mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPA di kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non-equivalent post test only control group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 132 orang. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik random sampling dan diperoleh siswa SD No. 2 Penglatan sebanyak 38 orang sebagai kelompok eksperimen dan siswa SD No. 2 Alasangker sebanyak 40 orang sebagai kelompok kontrol. Data kemampuan berpikir kritis siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes uraian dan dianalisis menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kemampuan berpikir kritis siswa kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi; (2) kemampuan berpikir kritis siswa kelompok kontrol berada pada katagori sedang; (3) terdapat berbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Kata kunci: pembelajaran berbasis proyek, berpikir kritis.

Abstract

This study was aimed to (1) describe an ability of critical thinking of students from experimental group who were treated by project based learning model, (2) describe an ability of critical thinking of students from control group who were treated by conventional technique (3) to know a significant different of ability of critical thinking between students who were treated by project based learning model and students who were treated by conventional technique in natural science course in the fifth grade of elementary school in Gugus IV Buleleng district. This research was a quasi experimental research with using non-equivalent post test only of control group design. The population of this research was all students of fifth grade elementary school in Gugus IV Buleleng district in academic year 2014/2015 who involved 132

(2)

people. The sample of this research was determined through random sampling technique and chosen 38 people as experimental group and 40 students of SD No. 2 Alasangker as control group. The data of critical thinking ability of students was collected by using essay and analyzed through using descriptive analysis and inferential statistic (T-test). The result of this study showed that: (1) an ability of critical thinking of students from experimental group was in the high category; (2) an ability of critical thinking of students from control group was in the middle category; (3) there was a significant different of critical thinking between group of students who were treated by project based learning model and group of students who were treated by conventional technique. It can be concluded that the project-based learning model a significant effect on students' critical thinking skills in science subjects compared to conventional learning model.

Keywords : project based learning, critical thinking PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi dan

komunikasi di era globalisasi begitu pesat.

Perkembangan ini mengakibatkan

perubahan di berbagai bidang mulai dari bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Indonesia sebagai bagian dari komunitas

dunia harus dapat bersaing dan

menyesuaikan diri dengan perubahan yang

ada. Supaya dapat bersaing dan

beradaptasi, dibutuhkan sumber daya

manusia yang berkualitas. Salah satu

wahana untuk membentuk dan

mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah adanya pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang terkait seperti pemerintah dan guru.

Adapun upaya yang telah dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan mutu

pendidikan di Indonesia, antara lain sebagai berikut. (a) Melakukan penyempurnaan

kurikulum, dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan disempurnakan kembali menjadi Kurikulum 2013. (b) Peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi. (c) Pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah.

Namun pada kenyataannya, sampai

sekarang mutu pendidikan di Indonesia

dianggap masih rendah dibandingkan

dengan negara-negara lain di dunia.

Berdasarkan data The United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2011 melaporkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) atau Human Development

Index (HDI) Indonesia mengalami

penurunan dari peringkat 108 pada 2010

menjadi peringkat 124 pada tahun 2012 dari 180 negara. Senada dengan hal tersebut, UNESCO pada tahun 2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian Education Development Index

(EDI) atau Indeks Pembangunan

Pendidikan. Total nilai EDI itu diperoleh dari

rangkuman perolehan empat kategori

penilaian, yaitu angka partisipasi

pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi

menurut kesetaraan gender, angka

bertahan siswa hingga kelas V Sekolah

Dasar. Dalam studi Programme for

International Student Assessment (PISA) tahun 2003 khusus pada bidang literasi sains atau IPA Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 41 negara peserta survei (Kompasiana, 2013).

Rendahnya mutu pendidikan salah satunya disebabkan oleh metode atau strategi yang digunakan oleh guru saat mengajar. Karena telah kita sadari bahwa

sebaik apapun kurikulum pendidikan

apabila tidak diimbangi oleh

pengimplementasian yang maksimal dan tepat guna yang dilakukan guru maupun

siswa maka hasil pendidikan yang

diharapkan tidak akan tercapai secara maksimal. Agar tujuan maupun hasil pendidikan dapat tercapai secara maksimal maka diperlukan adanya pengemasan pembelajaran yang beragam dan dimulai dari pendidikan di sekolah dasar.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia termasuk pada jenjang sekolah dasar dan

(3)

pengetahuan yang memegang peranan

penting dalam perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Menurut

Susanto (2013), IPA memiliki tiga bagian utama yaitu: (1) proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi,

merancang, dan melaksanakan

eksperimen, (2) produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, (3) sikap

ilmiah, misalnya ingin tahu, sikap

kerjasama, bertanggungjawab, dan berpikir bebas. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran IPA diharapkan berdasarkan pronsip-prinsip, proses, dan memberikan kesempatan penuh kepada peserta didik agar mampu berpikir dan bersikap terhadap alam melalui kegiatan pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana sehingga dengan demikian peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar.

Pengalaman belajar yang lebih

bermakna dan menarik diharapkan dapat membantu perserta didik memahami dan mengingat pengetahuan yang didapat

dalam waktu yang lama, karena

pemahaman dasar IPA di SD sangat penting sebagai cikal bakal mata pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi yang akan

didapatkan pada jenjang pendidikan

selanjutnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa jika pemahaman IPA sudah baik di tingkat sekolah dasar maka akan berimplikasi pada jenjang berikutnya. Mengingat pentingnya peran IPA bagi peserta didik khususnya pada jenjang sekolah dasar maka sudah seyogyanya dalam pembelajaran guru merancang pembelajaran inovatif agar

dapat mengembangkan kemampuan

berpikir dan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Namun, pada kenyataannya harapan ini sulit untuk direalisasikan.

Tidak dapat dipungkiri, pembelajaran yang berlangsung di sekolah saat ini masih didominasi oleh penerapan pembelajaran konvensional. Hal ini ditandai dengan pembelajaran yang masih berpusat kepada guru (teacher centered) dan menganggap guru adalah satu-satunya sumber belajar. Pembelajaran yang berlangsung seperti ini akan membuat peserta didik pasif, karena

tugas mereka hanya mendengarkan

berbagai informasi tanpa menuntut mereka untuk menerapkannya dalam kehidupan

nyata. Hal ini mengakibatkan pembelajaran

yang berlangsung kurang bermakna

sehingga lulusan yang dihasilkan akan sulit bersaing di dunia kerja karena hanya kaya dengan pemahaman teoritis.

Berdasarkan hasil observasi, hal inilah yang terjadi di SD yang berada di Gugus IV Kecamatan Buleleng. Pembelajaran yang berlangsung di gugus tersebut masih

didominasi oleh penerapan model

pembelajaran konvensional khususnya

pada mata pelajaran IPA. Pembelajaran yang berlangsung yaitu guru menjelaskan

materi di depan kelas dan siswa

mendengarkan kemudian guru memberikan latihan soal pada LKS, siswa menjawab

dan mengumpulkan tugas tersebut.

Pembelajaran yang berlangsung demikian

adalah pembelajaran yang lebih

mengedepankan IPA sebagai produk dan mengabaikan IPA sebagai proses dan sikap ilmiah. Hal ini mengakibatkan peserta didik

kurang mendapat kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan berpikirnya sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran IPA dapat dilihat dari minimnya siswa yang

bertanya dan memberikan pendapat,

kesulitan untuk memecahkan masalah, serta siswa kurang mampu menentukan solusi dan kesimpulan terhadap suatu permasalahan. Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus maka akan berdampak kurang baik bagi siswa yaitu siswa menjadi

kurang terlatih dalam bertanya,

memberikan pendapat, memecahkan

masalah, dan menarik kesimpulan.

Beberapa kemampuan tersebut harus dilatih dan dikembangkan pada peserta

didik karena kemampuan tersebut

merupakan indikator kemapuan berpikir kritis.

Pada dasarnya bepikir kritis

merupakan suatu kecakapan nalar secara

teratur, kecakapan sistematis dalam

menilai, memecahkan masalah, menarik

keputusan, memberikan keyakinan,

menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah (Sukmadinata dan Syaodih, 2012). Adapun keutungan yang diperoleh dari proses

belajar mengajar yang menekankan

(4)

ekonomis, artinya bahwa pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran akan bertahan lama dalam benak siswa, 2) cenderung menambah semangat belajar, baik pada guru maupun pada siswa, 3) siswa diharapkan mempunyai sikap ilmiah, dan 4) siswa mempunyai kemampuan pemecahan masalah, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Lasmawan, 2010).

Berpikir kritis penting untuk

dikembangkan terutama dalam mata

pelajaran IPA karena pembelajaran akan lebih ekonomis, cenderung menambah semangat belajar, siswa mempunyai sikap ilmiah, dan dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Lasmawan, 2010). Di samping

itu, IPA merupakan pelajaran yang

membantu siswa mengembangkan

kemampuan berpikir kritis melalui

penyelesaian masalah-masalah IPA atau masalah nyata yang bersifat kompleks (Susanto, 2013). Oleh karena itu, berpikir

kritis perlu dikembangkan dengan

menerapkan berbagai metode, strategi, atau model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.

Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek (projec-based learning/ PjBL). Projec-based learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep dan prinsip utama dari suatu disiplin,

melibatkan siswa dalam kegiatan

pemecahan masalah dan tugas,

memberikan peluang kepada siswa untuk

bekerja secara otonom mengkonstruk

belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa yang bernilai dan realistik (Thomas dalam Agustiana dan Tika, 2013).

Pembelajaran berbasis proyek

merupakan pembelajaran yang memiliki potensi yang amat besar untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk peserta didik (Santyasa, 2012). Produk yang dihasilkan selama proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh fasilitator di dalam

pembelajarannya. Oleh sebab itu, peran guru tidak lebih aktif daripada siswa.

Menurut Kurniasih dan Sani (2014), model pembelajaran proyek dilakukan melalui enam tahap utama yaitu sebagai berikut. (1) Membentuk kelompok dan orientasi tema, pada tahap ini siswa membentuk kelompok dan mencatat bahan bacaan yang ditugaskan oleh guru. (2)

Perencanaan kegiatan penyelesaian

proyek, pada tahap ini siswa membuat rincian terhadap tahapan proses atau memahami tahapan penyelesaian proyek yang telah disiapkan guru atau yang dirancang sendiri oleh siswa. (3) Melakukan investigasi, pada tahap ini siswa melakukan investigasi untuk mencari penyelesaian

terhadap suatu permasalahan (4)

Merencanakan laporan, siswa menyusun laporan hasil investigasi. (5) Presentasi laporan, siswa mempresentasikan laporan kegiatan proyek secara berkelompok. (6)

Evaluasi, siswa mendokumentasikan

masukan-masukan guru yang berhubungan

dengan proyek. Melalui tahapan

pembelajaran tersebut, siswa diberi ruang untuk melatih kemampuan berpikirnya dalam hal merencanakan dan memecahkan masalah, pembuatan keputusan, dan inkuiri sains (scientific inquiry) secara cermat. Namun apakah keadaan ini mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa?

Untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh model pembelajaran berbasis proyek terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, penting dilakukan suatu penelitian. Secara lebih rinci, tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) untuk mengetahui deskripsi kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek; (2) untuk mengetahui deskripsi kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional; dan (3) untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran berbasis

proyek dan kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng.

(5)

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan

adalah eksperimen semu (quasi

experiment), karena tidak semua variabel yang muncul dalam penelitian dapat diatur

dan dikontrol secara ketat. Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Non Equivalent Post-Test Only Control Group Design. Disain ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Non Equivalent Post-Test Only Control Group Design

Kelas Treatment Post-test

(Eks) (X) O1

(Kontrol) - O2

(Sukardi, 2012:173) Penelitian ini dilaksanakan di Gugus

IV Kecamatan Buleleng pada rentangan waktu semester II (genap) tahun pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari enam SD, yaitu SD No. 1 Penglatan, SD No. 2 Penglatan, SD No. 3 Penglatan, SD No. 1 Alasangker, SD No. 2 Alasangker, SD No. 3 Alasangker. Sebelum menentukan sampel penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan

terhadap populasi penelitian dengan

menggunakan rumus ANAVA satu jalur. Uji kesetaraan populasi dilakukan dengan menganalisis nilai ulangan akhir semester I siswa kelas V SD di Gugus IV Kecamatan

Buleleng tahun pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan hasil analisis pada taraf

signifikansi 5%, diperoleh nilai Fhitung= 1,05.

Nilai Ftabel pada dbantar = 5 dan dbdal= 176

adalah 2,26. Ini berarti bahwa harga Fhitung

lebih kecil daripada Ftabel (1,06 < 2,26),

sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi,

tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil Ulangan Akhir Semester I pada mata pelajaran IPA kelas V SD di Gugus IV

Kecamatan Buleleng tahun pelajaran

2014/2015. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan siswa kelas V SD di Gugus IV

Kecamatan Buleleng tahun pelajaran

2014/2015 dinyatakan setara.

Pengambilan sampel dilakukan

dengan teknik simple random sampling. Berdasarkan hasil pengundian didapatkan dua kelas sebagai sampel yaitu siswa kelas V SD No. 2 Penglatan yang berjumlah 38 orang dan siwa kelas V SD No. 2 Alasangker yang berjumlah 40 orang. Kedua sampel tersebut kemudian diundi

kembali untuk menentukan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pengundian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD No. 2 Penglatan sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD No. 2 Alasangker sebagai kelompok

kontrol. Kelompok eksperimen akan

diterapkan model pembelajaran berbasis proyek sedangkan pada kelompok kontrol model pembelajaran konvensional.

Penelitian ini menggunakan dua

variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah satu atau lebih dari variabel-variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel

tergantung sedangkan variabel terikat

adalah variabel yang keberadaanya atau munculnya bergantung pada variabel bebas (Agung, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

berbasis proyek sedangkan variabel

terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis.

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data kemampuan berpikir kritis menggunakkan metode tes dengan instrumen berupa tes uraian. Sebelum dipergunakan dalam mengambil

data, terlebih dahulu instrumen

diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial (uji-t). Sebelum melakukan uji hipotesis dengan uji-t, terlebih dahulu melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan menggunakan rumus chi-kuadrat dan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji F.

(6)

0 2 4 6 8 10 12 27-31 32-36 37-41 42-46 47-51 52-56 F rek u ensi Interval 0 2 4 6 8 10 12 14 18-22 23-27 28-32 33-37 38-42 43-47 Fr e ku e n si Interval

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rangkuman hasil analisis deskriptif data kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA kelompok eksperimen

yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran berbasis proyek dan

kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 44,13 33,40 Modus 47,75 30,83 Median 45,40 32,08 Varians 57,68 52,04 Standar deviasi 7,60 7,21 Skor maksimum 55 46 Skor minimum 27 18

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen = 44,13 lebih tinggi daripada rata-rata skor kemampuan berpikir kritis kelompok kontrol = 33,40. Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis setelah dikonversikan ke dalam PAP skala 5, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis IPA kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi sedangkan kemampuan berpikir kritis IPA kelompok kontrol berada pada kategori sedang. Data kemampuan

berpikir kritis kelompok eksperimen

selanjutnya disajikan ke dalam kurva poligon seperti Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Poligon Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen

Berdasarkan hasil perhitungan mean, median, dan modus kemudian digambarkan

dalam kurva poligon tampak bahwa

sebaran data kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek membentuk kurva juling

negatif karena modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo = 47,5 > Md = 45,40 > M =44,13). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar skor kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen cenderung tinggi. Selanjutnya adalah kurva poligon kemampuan berpikir kritis IPA kelompok kontrol yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Poligon Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol Skor mean, median, dan modus digambarkan seperti Gambar 2, tampak bahwa kurva sebaran data kelompok siswa

yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran konvensional membentuk kurva juling positif karena modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo = 30,83 < Md = 32,08 < M =

33,40). Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar skor kemampuan berpikir kritis kelompok kontrol cenderung rendah. Sebelum melakukan ui hipotesis, maka

(7)

terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran IPA berdistribusi normal atau tidak, dan untuk menyelidiki

frekuensi observasi dari gejala yang

diselidiki tidak menyimpang secara

signifikan dari frekuensi harapan dalam distribusi normal. Ringkasan hasil uji

normalitas kelompok eksperimen dan

kontrol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

No Sampel Penelitian χ2hitung Nilai Kritis dengan Taraf

Signifikansi 5%

Status

1 Kelompok eksperimen 5,59 11,07 Normal

2 Kelompok kontrol 2,90 11,07 Normal

Adapun kriteria pengujian, yaitu jika

χ2

hitung <χ2tabel dengan taraf signifikansi 5%

(dk = jumlah kelas dikurangi 1) maka sebaran data berdistribusi normal, tetapi

jika χ2

hitung > χ2tabel , maka sebaran data tidak

berdistribusi normal. Berdasarkan hasil

perhitungan menggunakan rumus Chi

Kuadrat, diketahui bahwa hasil χ2

hitung hasil

post-test kelompok eksperimen adalah 5,59. Nilai tersebut kemudian dibandingkan

dengan harga χ2tabel dengan dk = 5 dan

taraf signifikansi 5% sehingga harga χ2tabel

= 11,07. Hal ini berarti, χ2

hitung lebih kecil

dari χ2tabel (χ2hitung < χ2tabel ) sehingga

sebaran data kemampuan berpikir kritis

pada mata pelajaran IPA kelompok

eksperimen berdistribusi normal.

Sedangkan pada kelompok kontrol

diperoleh nilai χ2

hitung = 2,90. Nilai tersebut

kemudian dibandingkan dengan harga

χ2

tabel dengan dk = 5 dan taraf signifikansi

5% sehingga harga χ2tabel = 11,07. Hal ini

berarti, χ2

hitung lebih kecil dari χ2tabel (χ2hitung

<χ2

tabel) sehingga sebaran data kemampuan

berpikir kritis pada mata pelajaran IPA kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah melakukan uji prasyarat pertama yaitu uji normalitas, selanjutnya silakukan

uji prasyarat yang kedua yaitu uji

homogenitas. Uji ini dilakukan terhadap

varians pasangan antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji F dengan kriteria dari

homogen jika Fhitung < Ftabel. Rangkuman

hasil pengujian homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Varians antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Sampel Varians (S2) Fhitung Ftabel Status

Kelompok eksperimen 57,60

1,11 1,69 Homogen

Kelompok kontrol 52,04

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa Fhitung kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol adalah 1,11, sedangkan Ftabel pada

taraf signifikansi 5% dengan dengan dbpembilang = 37, dbpenyebut = 39 adalah 1,69.

Hal ini berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel

(Fhitung < Ftabel), sehingga dapat disimpulkan

bahwa varians data hasil post-test

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen.

Berdasarkan hasil uji prasyarat

diketahui bahwa data kemampuan berpikir kritis kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol berdistribusi normal dan varians homogen. Pengujian hipotesis dilakukan

dengan menggunakan uji-t sampel

independent dengan rumus polled varians karena jumlah siswa pada kelompok eksperimen tidak sama dengan jumlah siswa pada kelompok kontrol serta varians kedua kelompok homogen. Adapun kriteria

pengujiannya yaitu H0 ditolak jika thitung >

ttabel dan H0 diterima jika thitung < ttabel.

Rangkuman hasil perhitungan uji-t antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 5.

(8)

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Perhitungan T-tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol No Kelompok N

X

s2 Thitun g Ttabel (t.s. 5%) Keterangan 1 Eksperimen 38 44,39 57,60 6,65 1,98 H0 ditolak 2 Kontrol 40 33,40 52,04

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh thitung

sebesar 6,65, sedangkan ttabel dengan dk =

38+40-2 = 76 dan taraf signifikansi 5%

adalah 1,98. Hal ini berarti, thitung lebih besar

dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak

dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat

diinterpretasikan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2014/2015.

Deskripsi hasil penelitian pada

kelompok eksperimen menunjukkan rata-rata data kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA sebesar 44,13 berada pada katagori tinggi dengan kurve juling negatif yang ditunjukkan oleh nilai Mo (47,75) > Md (45,40) > M (44,13), sehingga skor kemampuan berpikir kritis siswa kelompok eksperimen cenderung tinggi. Hal

ini disebabkan oleh perlakuan yang

diberikan kepada kelompok eksperimen

yaitu penerapan model pembelajaran

berbasis proyek.

Model pembelajaran berbasis proyek telah sesuai dengan karakteristik IPA, karena Susanto (2013) menyatakan IPA bukan saja sebagai produk ilmiah yang berupa kumpulan prinsip-prinsip, konsep-konsep, dan hukum saja tetapi IPA juga merupakan proses ilmiah melalui kegiatan mengamati, memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. Hal ini sejalan

dengan pandangan Thomas (dalam

Agustiana dan Tika, 2013) yang

menyatakan bahwa project based learning adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberikan peluang kepada siswa untuk bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri.

Adapun tahap-tahap pembelajaran

dengan model pembelajaran berbasis

proyek menurut Kurniasih dan Sani (2014) yaitu, (1) membentuk kelompok dan orientasi tema, (2) merencanakan kegiatan,

(3) melakukan investigasi, (4)

merencanakan laporan, (5) presentasi

laporan, dan (6) evaluasi. Dengan

melibatkan siswa dalam kegiatan

pemecahan masalah yaitu mulai dari

kegiatan merencanakan, melakukan

investigasi, menemukan solusi dari suatu permasalahan, sampai penyusunan laporan dan mempresentasikan laporan di depan

kelas akan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengasah kemampuan berpikirnya.

Pada tahap pembentukan kelompok dan orientasi tema, siswa diinstruksikan untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang kemudian tugas guru adalah mengawasi siswa agar kelompok yang terbentuk heterogen. Guru kemudian mengajak siswa bertanya jawab tentang

materi yang akan dipelajari dengan

menghubungkan materi dengan masalah di dalam dunia nyata. Kegiatan ini berfungsi untuk menarik keinginan siswa untuk belajar dan mengeksplore kemampuan yang dimiliki siswa. Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk berpendapat

dan menanggapi pertanyaan guru.

Keadaan ini akan menuntun siswa

menghubungkan pertanyaan guru dengan hal yang dialaminya langsung dalam kehidupan nyata. Memberikan pendapat

dan menyampaikan pertanyaan akan

melatih siswa untuk menggunakan bahasa yang baik dan jelas karena menurut

Sukmandinata dan Syaodih (2012)

penggunaan bahasa yang jelas dalam merumuskan dan mengkaji masalah akan

membantu meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa.

Pada tahap merencanakan kegiatan, guru membagikan LKS tentang kegiatan

(9)

percobaan kepada masing-masing kelompok. Siswa kemudian diajak untuk mendiskusikan langkah-langkah percobaan pada LKS. Pada tahap ini siswa dilatih untuk menyusun rencana percobaan dan

siswa diberikan kesempatan bertanya

maupun menanggapi langkah-langkah

percobaan yang ada pada LKS.

Setelah siswa memahami

permasalahan dan langkah-langkah

percobaan, siswa kemudian melakukan investigasi bersama kelompoknya. Pada

tahap melakukan investigasi, siswa

melakukan percobaan sederhana untuk memecahkan masalah, kemudian membuat generalisasi dari data, mendiskusikan hasil percobaan, dan menarik kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan. Kegiatan ini memberikan kesempatan bagi siswa melakukan induksi untuk memecahkan

masalah. Melakukan induksi juga

merupakan salah satu indikator berpikir kritis. Dengan melakukan investigasi ini siswa akan lebih tertarik untuk belajar karena siswa dapat melakukan percobaan secara langsung dengan benda nyata dan melibatkan kemampuan berpikirnya untuk mengolah apa yang diamati, sehingga dapat menjawab keingintahuannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iskandar (1997) yang mengungkapkan bahwa anak usia SD memiliki kecenderungan belajar melalui proses manipulatif benda-benda nyata.

Tahap selanjutnya adalah guru

membimbing dan mengarahkan siswa untuk menyusun laporan hasil investigasi. Siswa secara berkelompok melengkapi atau menjawab pertanyaan yang ada pada LKS berdasarkan kegiatan percobaan yang telah dilakukan. Kegiatan ini memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan

deduksi yaitu dengan memaparkan

penjelasan secara lebih ditail atas jawaban yang dibuat. Deduksi merupakan salah satu indikator kemampuan berpikir kritis. Dengan mendeduksi pengetahuan yang diperoleh akan membantu siswa lebih memperdalam

dan memantapkan pemahaman yang

didapat sehingga dapat membantu siswa melatih kemampuan berpikir kritis.

Setelah semua kelompok menyusun laporan sesuai dengan batasan waktu yang

diberikan, setiap kelompok kemudian

mempresentasikan laporan ke depan kelas

dan kelompok yang lain menanggapi.

Masing-masing kelompok dapat

membandingkan laporannya dengan

kelompok lain untuk memperoleh

kesimpulan yang benar dan logis. Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk menilai atau mengevaluasi kesimpulan kelompok lain berdasarkan bukti atau dalam hal ini percobaan yang telah dilakukan siswa. Kegiatan mengevaluasi

suatu kesimpulan berdasarkan bukti

merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam berpikir kritis. Jika siswa sudah mampu menilai suatu kesimpulan maka ia akan mampu untuk menentukan solusi yang akan dilaksanakan. Melakukan

evaluasi serta memutuskan dan

melaksanakan adalah indikator berpikir kritis sehingga pada langkah presentasii laporan juga dapat membantu melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

Tahap selanjutnya adalah evaluasi

yaitu, guru memberikan tanggapan

terhadap hasil percobaan yang telah dilakukan masing-masing kelompok. Siswa

kemudian mencatat masukan-masukan

yang diberikan oleh guru agar kegiatan

pembelajaran berikutnya dapat

ditingkatkan. Langkah selanjutnya adalah guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi dari masing-masing kelompok. Guru

juga memberikan penguatan kepada

kelompok yang berhasil menyelesaikan tugas dan memotivasi kelompok yang kurang mampu menyelesaikan tugas.

Paparan di atas memberikan

gambaran bahwa model pembelajaran berbasis proyek dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain dengan melihat rata-rata skor post-test kelompok eksperimen yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran berbasis

proyek berada pada katagori tinggi,

berkembangnya kemampuan berpikir kritis siswa juga dapat dapat dilihat dari proses pembelajaran. Hasil ini didukung oleh pendapat Sukmadinata dan Syaodih (2012) yang menyatakan bahwa tahapan berpikir kritis tersebut dapat berkembang melalui

kegiatan mengkaji masalah atau

menyelesaikan kegiatan atau proyek. Pendapat di atas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011)

(10)

perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis proyek pada

kelompok eksperimen lebih tinggi

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada kelompok eksperimen rata-rata hasil belajar IPA adalah 22,07 sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa pada kelompok

kontrol adalah 17,27. Berdasarkan

perhitungan dengan uji-t diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara kelompok siswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek dengan kelompok siswa

yang belajar menggunakan model

pembelajaran.

Berdasarkan paparan hasil penelitian yang mendukung dapat disimpulkan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran

konvensional. Hasil belajar terdiri dari tiga ranah yaitu ranah afektif, kognitif, dan ranah psikomotor (Arikunto, 2013). Berpikir kritis dalam penelitian ini termasuk ke dalam ranah kognitif karena berhubungan dengan kemampuan berpikir.

Deskripsi hasil penelitian pada

kelompok kontrol menunjukkan rata-rata data kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA sebesar 33,40 berada pada katagori sedang dengan kurva juling positif yang ditunjukkan oleh nilai Mo (30,83) < Md (32,08) < M (33,40), sehingga skor kemampuan berpikir kritis siswa kelompok kontrol cenderung rendah. Hal ini

disebabkan oleh penerapan model

pembelajaran konvensional.

Pada model pembelajaran

konvensional guru mendominasi proses pembelajaran (teacher centred) dengan

cara memberikan ceramah untuk

menjelaskan materi dari awal pembelajaran

sampai akhir pembelajaran. Siswa

kemudian disuruh menjawab soal-soal

secara mandiri atau dengan teman

sebangku. Guru mengansumsikan bahwa saat siswa sudah mampu menjawab soal-soal pada buku pelajaran maka tujuan

pembelajaran telah tercapai. Untuk

meyakinkan materi yang dijelaskan sudah dipahami atau belum, guru kemudian melakukan kegiatan tanya jawab. Setelah dirasa siswa mengerti dengan materi yang dijelaskan, siswa kemudian diberikan tugas lagi untuk dikerjakan. Kondisi ini kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya karena tugas mereka hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna.

Proses pembelajaran konvensional

cenderung mengarahkan siswa untuk

menghafal materi dan tidak memaknai pelajaran secara mendalam, sehingga kemampuan berpikir kritis siswa tidak

terarah dan tidak terasah. Karena

kemampuan berpikir kritis merupakan

sebuah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental, seperti

memecahkan masalah, mengambil

keputusan, dan melakukan penelitian ilmiah (Rosalin, 2008). Dengan demikian, model pembelajaran konvensional tidak mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor post-test kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional berada pada katagori sedang, kurang berkembangnya berpikir kritis siswa juga dapat dapat dilihat dari proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Sulaeman (dalam Rasana, 2009) yang menyatakan bahwa pembelajaran konvensional sangat efektif untuk mengajar yang bersifat hafalan yang mengakibatkan rendahnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Pendapat di atas juga didukung oleh

penelitian Andana (2013) yang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD di Gugus V Kecamatan Tegallalang antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kovensional. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan rata-rata skor siswa antara kelompok ekperimen (23,77) dengan kelompok kontrol (21,16). Skor rata-rata

(11)

tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

model konvensional lebih rendah

dibandingkan model pembelajaran

konvensional.

Untuk melihat perbedaan antara kedua kelompok secara signifikan maka

dilakukan uji hipotesis menggunakan

analisis uji-t polled varians. Sebelum uji

hipotesis dilakukan, terlebih dahulu

dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji

normalitas sebaran data dan uji

homogenitas varians. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa sebaran data kedua kelompok berdistribusi normal dan varians kedua kelompok homogen. Karena uji prasyarat telah terpenuhi, maka analisis menggunakan uji-t polled varians dapat dilakukan. Berdasarkan hasil perhitungan

uji-t, diperoleh thitung = 6,65, sedangkan ttabel

dengan dk = 38+40-2 = 76 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,98. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel),

sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran berbasis proyek dan

kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V SD di Gugus IV

Kecamatan Buleleng tahun pelajaran

2014/2015.

Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tentunya

memberikan dampak yang berbeda

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Pembelajaran dengan model pembelajaran

berbasis proyek lebih memberikan

kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis

siswa dalam proses pembelajaran

dibandingkan model pembelajaran

konvensional. Dengan demikian,

kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dapat ditarik simpulan

sebagai berikut. Pertama, kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran berbasis

proyek memiliki skor rata-rata sebesar 44,13 dengan kategori tinggi. Kurve poligon yang menyajikan data kemampuan berpikir

kritis IPA siswa kelas eksperimen

membentuk kurve juling negatif. Artinya, sebagian besar skor kemampuan berpikir kritis berada pada kategori tinggi. Kedua, kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

konvensional memiliki skor rata-rata

sebesar 33,40 dengan kategori sedang. Kurve poligon yang menyajikan data kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelompok kontrol membentuk kurve juling positif. Artinya, sebagian besar skor kemampuan berpikir kritis siswa rendah. Ketiga, terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan

model pembelajaran konvensional.

Perbedaan yang signifikan ini menunjukkan bahwa, kemampuan berpikir kritis siswa

yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran berbasis proyek lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis siswa

yang dibelajarkan dengan model

pembelajaran konvensional.

Saran yang dapat disampaikan

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Para

siswa di sekolah dasar agar terus

mengembangkan kemampuan kerpikir

kritisnya dengan cara ikut serta berperan aktif selama proses pembelajaran. (2) Guru-guru di sekolah dasar agar lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif, salah satunya adalah model

pembelajaran berbasis proyek untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa khususnya pada mata pelajaran IPA. (3) Sekolah-sekolah hendaknya senantiasa

meningkatkan kualitas pembelajaran

dengan cara mengimplemantasikan

berbagai model pembelajaran yang inovatif, salah satunya adalah dengan menerapkan

(12)

model pembelajaran berbasis proyek. (4) Peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut tentang model

pembelajaran berbasis proyek dalam

bidang IPA maupun bidang lainnya agar lebih memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:

Jurusan Teknologi Pendidikan,

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas pendidikan Ganesha Singaraja.

Agustiana, I Gusti Ayu Tri dan I Nyoman Tika. 2013. Konsep Dasar IPA. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Andana, I Made Edi. 2013. Pengaruh Model

Pembelajaran Berbasis Proyek

Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD di Gugus V Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran

2013/2014. Sekripsi (Tidak

Diterbitkan): PGSD FIP Undiksha. Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012.

Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks.

Iskandar, Srini M. 1997. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Kompasiana. 2013. “Kualitas Pendidikan Indonesia (Refleksi 2 Mei)”. Tersedia pada http://edukasi. kompasiana.com/

2013/05/03/kualitas-pendidikan-indonesia-refleksi-2-mei-552591.html (diakses tanggal 29 Januari 2015) Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014.

Sukses Mengimplementasikan

Kurikulum 2013. Yogyakarta: Kata Pena.

Lasmawan, Wayan. 2010. Menelisik

Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-Empiris. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali. Santyasa, I Wayan. 2012. Pembelajaran

Inovatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sukmadinata, Nana Syaodih dan Erliana

Syaodih. 2012. Kurikulum dan

Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.

Gambar

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol  No  Sampel Penelitian  χ 2 hitung Nilai Kritis dengan Taraf

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model Pembelajaran Berbasis Proyek dalam pendekatan Jelajah Alam Sekitar terhadap kemampuan berpikir kritis

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF SISWA KELAS VIII PADA MATERI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Penerapan Model Pembelajaran Kimia Berbasis Etnosains (MPKBE) dapat mening- katkan kemampuan kognitif dan berpikir kritis karena model pembelajaran mengaitkan

Berdasarkan analisis, disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen setelah diterapkan model pembelajaran berbasis proyek dengan pendekatan SETS kemampuan berpikir kreatif

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan.. berpikir kritis antara kelompok yang mengikuti

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis dan prestasi belajar untuk siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran berbasis riset pada mata pelajaran ekonomi

Hal ini disebabkan karena kelompok eksperimen kelas VIIA diajar dengan penerapan model pembelajaran berbasis proyek sehingga hasil belajar IPA siswa kelompok tersebut lebih baik