• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. modal terhadap nilai perusahaan. Dalam neraca perusahaan (balance sheet) terdiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN PUSTAKA. modal terhadap nilai perusahaan. Dalam neraca perusahaan (balance sheet) terdiri"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Teori Struktur Modal

Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan. Dalam neraca perusahaan (balance sheet) terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva yang mencerminkan struktur kekayaan dan sisi pasiva sebagai struktur keuangan. Struktur modal sendiri merupakan bagian dari struktur keuangan yang dapat diartikan sebagai pembelanjaan permanen yang keputusan keuangan lainnya mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila struktur keuangan tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada utang jangka panjang dan unsur unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Dengan demikian maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur keuangan (Laili, 2001:14). Berdasarkan definisi yang dikutip dari buku karangan W.L.Megginson (1997:52) struktur modal merupakan komposisi atau gabungan dari hutang (debt) dan sekuritas (equity) yang nantinya akan menentukan struktur modal jangka panjang perusahaan. Sedangkan menurut Van Horne (2007:33) dan Wachowicz (2007:24), struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham preferen dan saham biasa. Kebutuhan akan modal sangat penting dalam

(2)

membangun dan menjamin kelangsungan perusahaan selain faktor pendukung lainnya. Modal dibutuhkan setiap perusahaan, apalagi jika perusahaan tersebut akan melakukan ekspansi. Oleh karena itu, perusahaan harus menentukan berapa besarnya modal yang dibutuhkan untuk memenuhi atau membiayai usahanya. Kebutuhan akan modal tersebut dapat dipenuhi dari berbagai sumber dan mempunyai jenis yang berbeda-beda. Modal terdiri atas ekuitas (modal sendiri) dan hutang (debt), perbandingan hutang dan modal sendiri dalam struktur finansial perusahaan disebut struktur modal (Suad Husnan, 2004:8).

Struktur modal merupakan bauran pendanaan hutang jangka panjang dan ekuitas (Brealey et al., 2011: 600). Struktur modal merupakan cara perusahaan untuk membentuk sisi kanan neraca yang terdiri dari modal dan hutang (Zani et

al., 2013). Struktur modal terdiri dari pendanaan jangka pendek, pendanaan

jangka panjang, dan ekuitas. Hutang jangka pendek dan jangka panjang dapat diperoleh dari pihak eksternal perusahaan. Hutang jangka panjang akan digunakan oleh perusahaan untuk membiayai investasi modal. Hutang hipotek dan obligasi merupakan contoh hutang jangka panjang. Hutang hipotek dapat disebut juga

secured debt.

Menurut Fahmi (2013:179) mengatakan bahwa struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjang (long-term liabilities) dan modal sendiri (shareholders’ equity) yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan. Tujuan struktur modal adalah memadukan sumber dana permanen

(3)

yang selanjutnya digunakan oleh perusahaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan.

Sedangkan menurut Riyanto (2008 :265) pengertian struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau jangka panjang. Teori struktur modal ini penting karena setiap ada perubahan struktur modal akan mempengaruhi biaya modal secara keseluruhan, hal ini disebabkan masing-masing jenis modal mempunyai biaya modal sendiri. Besarnya biaya modal secara keseluruhan ini, nantinya akan digunakan sebagai cut of rate pada pengambilan keputusan investasi. Oleh karena itu struktur modal akan mempengaruhi keputusan investasi.

Menurut Fahmi (2013 : 186), sumber pendanaan perusahaan terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Sumber dana untuk pengeluaran jangka pendek.

Adapun sumber-sumber dana yang bisa dipakai untuk membiayai pengeluaran jangka pendek terdiri atas:

a. Pinjaman perbankan yang bersifat jangka pendek. b. Hutang dagang.

c. Factoring. Factoring merupakan suatu kondisi dimana sebuah perusahaan membutuhkan dana dan memiliki piutang, dimana selanjutnya piutang tersebut dijual kepada suatu lembaga yang siap menampung dan mau menerima untuk membayarnya seperti lembaga keuangan dan sejenisnya.

(4)

d. Letter of Credit (L/C). Letter of credit merupakan janji tertulis dari bank bagi pihak pembeli untuk membayar sejumlah uang kepada perusahaan yang dituju (penjual) bila sejumlah kondisi telah terpenuhi.

e. Pinjaman jangka pendek tanpa jaminan. 2. Sumber dana untuk pengeluaran jangka panjang.

Adapun sumber dana yang bisa dipakai untuk membiayai pengeluaran jangka panjang adalah:

a. Penjualan obligasi, merupakan salah satu jenis surat berharga yang memiliki masa waktu yang panjang sekitar 5 sampai 10 tahun.

b. Hutang perbankan yang bersifat jangka panjang. Perusahaan dapat meminjam dari perbankan untuk jangka waktu 10 sampai 15 tahun.

Sumber pembiayaan perusahaan menurut Riyanto (2008 : 265) ada dua jenis :

1. Internal Financing

Yang disebut juga equity financing adalah pemenuhan kebutuhan dana dengan dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, yaitu dana yang berasal dari laba ditahan atau depresiasi.

2. External Fund

Adalah pemenuhan kebutuhan dana dengan dana yang dibentuk atau dihasilkan diluar perusahaan, yang berasal dari pemilik perusahaan atau dari hasil penerbitan saham baru, penjualan obligasi, kredit dari pemasok, dan kredit dari bank.

Selanjutnya menurut Riyanto (2008 : 240) suatu perusahaan memiliki beberapa komponen modal yang terdiri dari :

(5)

1. Saham preferen

Adalah saham yang pemegang sahamnya memiliki preferensi tertentu diatas pemegang saham biasa terutama dalam hal pembagian dividen dan pembagian kekayaan.

2. Saham biasa

Adalah saham yang pemegang sahamnya akan mendapat dividen pada akhir tahun jika perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan.

3. Laba ditahan

Adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan yang ditahan (tidak dibayarkan sebagai dividen) apabila kegunaannya belum ditentukan oleh perusahaan. 4. Hutang jangka panjang

Adalah hutang jangka waktu relatif panjang, umurnya lebih dari 10 tahun yang umumnya digunakan untuk membiayai perluasan perusahaan atau modernisasi perusahaan.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal menurut Moeljadi (2006:274-275) antara lain adalah :

a. Tujuan perusahaan

Tujuan manajer adalah memakmurkan para pemegang saham, maka struktur modal yang optimal adalah yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Sedangkan jika tujuan para manajer itu hanya memaksimumkan keamanan pekerjaannya maka struktur modal yang digunakan cukup terletak pada

leverage rata-rata perusahaan yang sejenis.

(6)

Penentu bagi dana internal adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Jika tingkat pertumbuhan pendapatan tinggi, memungkinkan bagi manajemen memperoleh dana yang lebih besar. dari laba ditahan sehingga akan mengurangi dana pinjaman. Selain itu, kebijakan dividen juga berpengaruh terhadap kemampuan dana internal.

c. Pemusatan kepemilikan dan pengendalian

Apabila saham yang ada dalam suatu perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil pemegang saham, maka pihak manajemen akan segan untuk mengeluarkan saham baru.

d. Batas kredit

Batasan kredit juga dipengaruhi oleh persepsi pihak kreditur tentang perusahaan.

e. Besarnya perusahaan

Suatu perusahaan yang berukuran besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil.

f. Pertumbuhan aktiva perusahaan

Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang. Jadi pertumbuhan aktiva dapat memberikan gambaran bagi kebutuhan dana total dalam suatu perusahaan. g. Stabilitas pendapatan

Seperti diketahui bahwa variabilitas pendapatan dapat dijadikan ukuran bagi risiko bisnis. Kreditur cenderung bersedia memberikan pinjaman kepada perusahaan yang memiliki pendapatan yang stabil.

(7)

h. Biaya utang

Jika biaya utang lebih besar dari rentabilitas aktiva, maka penambahan utang memberikan efek yang kurang mendukung bagi rentabilitas modal sendiri. i. Biaya modal sendiri

Biaya modal sendiri (cost of equity) direfleksikan melalui harga saham. Naik turunnya harga saham menunjukkan harapan bagi pembelanjaan modal sendiri yang murah ataupun mahal, sehingga dapat membuat penarikan utang yang kurang maupun lebih menarik.

j. Tarif pajak

Pembayaran bunga merupakan tax deductable bagi perusahaan, maka pembelanjaan dengan menggunakan utang akan menjadi lebih menarik. Tarif pajak yang beredar jauh diluar kendali perusahaan memiliki pengaruh penting terhadap biaya modal. Tarif pajak digunakan dalam perhitungan biaya utang yang digunakan dalam WACC, dan terdapat cara-cara lainnya yang kurang nyata yaitu biaya pajak akan mempengaruhi biaya modal.

k. Perkiraan tingkat inflasi

Tingkat inflasi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dana. Dalam keadaan inflasi yang tinggi perusahaan cenderung pembelanjaan melalui utang. l. Kemampuan sumber dana pinjaman

Penawaran bagi dana pinjaman dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern akan mengakibatkan pembelanjaan utang menjadi mahal.

(8)

Kecenderungan investor yang lebih menyenangi surat-surat berharga dari bank, perusahaan asuransi dan public utility akan menyulitkan perusahaan untuk segera mengubah struktur modalnya.

n. Struktur aktiva

Bila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital intensive berarti perusahaan mengutamakan pembelanjaan dengan modal sendiri, artinya modal pinjaman hanya merupakan pelengkap terutama bagi pembiayaan modal kerja.

Secara umum sumber dana bagi perusahaan berasal dari dua pihak (External sources), yaitu para penegang saham dan kreditor. Dana yang berasal dari pemegang saham dicerminkan dalam pos modal sendiri (equity) sedangkan dana yang berasal dari kreditor dicerminkan dalam pos kewajiban atau hutang (debt). Perbandingan antara besarnya kewajiban dan modal yang lebih dikenal sebagai DER merupakan rasio yang dianggap sangat penting, sehingga dalam banyak kasus aktivitas modal DER ini selalu dikemukakan lebih dahulu dibandingkan rasio-rasio yang lain. DER dapat dianggap sebagai indikator dari proporsi hutang perusahaan terhadap investasi pemegang saham. Ini mencerminkan risiko keuangan perusahaan yang ditempatkan pada pemegang saham biasa sebagai hasil dari finacial leverege nya. Makin tinggi DER maka risiko keuangan akan semakin besar.

3.1.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dikemukakan pada bab sebelumnya, di dalam penelitian ini variabel-variabel yang mempengaruhi

(9)

struktur modal perusahaan adalah tingkat pertumbuhan, struktur aktiva, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan dan likuiditas.

3.1.1.1 Tingkat Pertumbuhan (Growth)

Pertumbuhan perusahaan adalah menggambarkan persentasi pertumbuhan pos-pos perusahaan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik (Harahap,2002). Definisi lain pertumbuhan perusahaan adalah gambaran tolak ukur keberhasilan perusahaan (Damayanti dan Achyani, 2006). Teori agensi mengasumsikan bahwa manusia yang memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri (self interest) dan memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) menyebabkan manajer mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal. Sedangkan untuk menerbitkan saham baru memerlukan biaya yang tinggi, maka perusahaan lebih menyukai hutang sebagai sumber pembiayaan. Berdasarkan hasil penelitian Mayangsari dalam Trisna (2010) menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dan signifikan dengan hutang. Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan dan laba yang tinggi kecenderungan menggunakan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah. Akan tetapi, tingkat pertumbuhan yang tinggi selalu diikuti dengan peningkatan dana yang digunakan untuk pembiayaan ekspansi. Hal ini cenderung mengurangi keinginan perusahaan untuk membagi

(10)

laba pada para pemegang saham. Berdasarkan uraian di atas tingkat pertumbuhan diprediksikan mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan.

3.1.1.2 Struktur Aktiva (Tangibility Assets)

Menurut Adrianto dan Wibowo (2007:25), aktiva berwujud yang semakin besar akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan yang lebih tinggi, sehingga dengan mengasumsikan semua faktor lain konstan, perusahaan akan meningkatkan utang untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan utang. Definisi lain struktur aktiva adalah perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider ownership) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor (Kartini dan Arianto,2008). Aktiva perusahaan disajikan sebagai jaminan atas utang merupakan cara untuk mengurangi risiko kreditur dan memberi jaminan bagi kreditur dalam hal terjadinya kesulitan keuangan. Aktiva dapat digolongkan menjadi aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan aktiva lain-lain. Penggolongan ini yang kemudian disebut struktur aktiva. Perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang yang lebih besar karena memiliki aktiva sebagai penjaminnya (Weston dan Copeland, 2000:119). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2009), bahwa Struktur Aktiva berpengaruh positif terhadap Struktur Modal.

3.1.1.3 Profitabilitas (Profitability)

Menurut Halim (2007:52), rasio profitabilitas adalah untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas manajemen dalam mengelola aset dan modal

(11)

yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba. Tinggi rendahnya rasio ini sering kali merefleksikan kemampulabaan dan efektivitas penggunaan aset. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004) bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik pula efektivitas penggunaan aset, dan diharapkan rasio ini dapat diperoleh melebihi tingkat bunga (interest rate) atau biaya modal (cost of capital) dari dana yang diinvestasikan.

3.1.1.4 Risiko bisnis (business risk)

Risiko bisnis merupakan risiko dasar yang dimiliki perusahaan selain

financial risk sebagai tambahan risiko perusahaan akibat penggunaan utang.

Semakin tinggi risiko bisnis, maka probabilitas terjadinya financial distress juga semakin tinggi (apalagi ketika perusahaan menggunakan banyak utang) (Krishnan dan Moyers,1996). Ini dikarenakan earning yang tidak menentu akan menyebabkan arus kas masuk yang tidak menentu pula. Dan jika ternyata perusahaan rugi atau arus kas yang masuk tidak mencukupi untuk membayar beban bunga, maka perusahaan dapat bangkrut. Dan menurut teori trade-off, semakin tinggi kemungkinan financial distress, akan semakin tinggi pula kemungkinan financial distress costs yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal ini akan menyebabkan tingkat penggunaan utang yang optimum semakin rendah, sehingga perusahaan seharusnya menggunakan lebih sedikit utang. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Glen Indrajaya, Herlina, dan Rini Setiadi (2007),

(12)

menunjukkan bahwa Risiko Bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal.

3.1.1.5 Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Gitman, Megginson, dan Smart (2004) menyatakan bahwa hubungan positif terdapat antara ukuran perusahaan dengan struktur modal dikarenakan perusahaan besar mempunyai tingkat kredibilitas yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil sehingga perusahaan besar mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman. Lalu Riyanto (2008 :299) menyatakan bahawa perusahaan yang besar maka setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya pengendalian dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan sehingga akan lebih berani untuk mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan perusahaan kecil. Besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan akan mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan lebih berani mengeluarkan saham baru dan cenderung untuk menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar. Menurut penelitian yang dilakukan Saidi (2004) menyatakan bahwa ukuran perusahan mempunyai pengaruh yang positif, yang berarti kenaikan ukuran perusahaan akan diikuti dengan kenaikan struktur modal.

(13)

3.1.1.6 Likuiditas

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya sumber daya jangka pendek (atau lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut (Van Horne dan Wachowicz, 2001). Rasio menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Biasanya aktiva lancar terdiri dari kas, surat berharga, piutang, dan persediaan; sedangkan kewajiban lancar terdiri dari hutang bank jangka pendek atau hutang lainnya yang mempunyai jangka waktu kurang dari satu tahun. Menurut pecking order theory, perusahaan yang mempunyai likuiditas yang tinggi akan cenderung tidak menggunakan pembiayaan dari hutang. Hal ini disebabkan perusahaan dengan likuiditas yang tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal melalui hutang. Oleh karena itu terdapat hubungan negatif antara likuiditas dengan Struktur Modal. Hasil ini didukung oleh Seftianne dan Handayani (2011).

3.1.2 Teori Struktur Modal Modigliani – Miller (MM)

Teori mengenai struktur modal modern bermula pada 1958, ketika dua professor yaitu Franco Modigliani dan Merton Miller mengatakan bahwa dengan menggunakan hutang (bahkan dengan menggunakan hutang yang lebih banyak), perusahaan bisa meningkatkan nilainya kalau ada pajak. Dengan kata lain, kalau

(14)

tujuan pembelanjaan perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan maka perusahaan perlu menggunakan hutang.

Asumsi MM mencakup hal-hal (Brigham dan Houston, 2001:623) : 1) Tidak ada biaya broker (perantaraan)

2) Tidak ada pajak perorangan

3) Para investor dapat meminjam dengan suku bunga yang sama dengan perusahaan.

4) Investor dan manjemen mempunyai informasi yang sama mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang.

5) Semua hutang perusahaan tidak mengandung risiko, berapapun jumlah hutang yang digunakan.

6) EBIT tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang.

Penggunaan asumsi-asumsi tersebut membuat teori ini dianggap tidak relevan karena asumsi-asumsi tersebut hampir tidak mungkin dapat dipenuhi. Meskipun demikian, penelitian ini menimbulkan minat peneliti peneliti lain juga termasuk oleh Franco Modigliani dan Milton Miller sendiri. Perbaikan asumsi tersebut dapat diringkas sebagai berikut :

a) Adanya efek dari pajak

b) Adanya efek dari biaya kebangkrutan (bankruptcy cost)

c) Trade off Theory, yang intinya perusahaan membandingkan manfaat penggunaan hutang dengan tingkat bunga lebih tinggi dan biaya kebangkrutan. d) Signalling Theory, yaitu pengaruh yang disebabkan akibat adanya informasi

(15)

sebelumnya menganggap bahwa informasi yang dimiliki investor sama dengan yang dimiliki manajemen.

Menurut Husnan (1998:330) mengutip dari artikel Modigliani dan Miller (MM), menyebutkan bahwa dimungkinkan munculnya proses arbitrase yang membuat harga saham atau nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang maupun yang menggunakan utang akhirnya sama. Proses arbitrase muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan tingkat risiko yang sama pula. Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut :

Ke = Keu + ( Keu – Kd ) ( B/S )

Keterangan:

Ke = Biaya modal sendiri.

Keu = Biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan utang.

Kd = Biaya utang. B = Nilai pasar utang. S = Nilai modal sendiri.

Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan menjadi tidak relevan, artinya penggunaan utang atau modal sendiri akan memberikan dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan. Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan pendanaan menjadi tidak relevan. Karena pada

(16)

umumnya bunga yang dibayarkan dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (bersifat tax deductible).

3.1.3 Pecking Order Theory

Penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hieraki sumber dana yang paling disukai. Secara ringkas teori dari Brealey and Myers, (1995) dalam Suad Husnan, (2004);

1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan).

2. Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar.

3. Pembayaran dividen yang cendrung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi.

4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang dapat dikonversian menjadi model sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru.

Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda. Yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir). Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi. Urutan

(17)

penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order theory adalah internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri). (Saidi, 2004).

3.1.4 Agency Theory

Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Menurut (Saidi,2004) dalam Arli (2010) manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Teori keagenan (agency theory) membahas tentang adanya hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak di mana satu atau lebih prinsipal menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka yaitu dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Yang disebut dengan principal adalah pihak yang memberikan mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham. Sedangkan yang disebut agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari prinsipal, yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Tujuan utama teori keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak asimetris dan kondisi ketidakpastian. Menurut (Horne dan Wachowicz, 2005),

(18)

salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan pemegang saham.

Menurut Wahidahwati (2002) dalam Trisna (2010), ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu :

1. Dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

2. Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

4. Institutional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan shareholders

dispersion dapat mengurangi agency cost. Hal ini karena kepemilikan

mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.

3.1.5 Pendekatan Tradisional

Menurut Husnan (1998:328) keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan utang karena nilai perusahaan meningkat atau

(19)

biaya modal perusahaan menurun. Lalu menurut Sartono (2001:230) mengasumsikan bahwa hingga tingkat leverage tertentu risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik Ke (biaya modal sendiri) maupun Kd (biaya utang) relatif konstan. Namun demikian setelah leverage rasio utang tertentu, biaya utang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri akan semakin besar dan bahkan akan semakin besar daripada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan mula-mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat dari penggunaan utang yang semakin besar. Dengan demikian menurut pendekatan tradisional ini, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat nilai perusahaan maksimum atau struktur modal yang mengakibatkan biaya modal rata-rata modal tertimbang minimum.

3.2 Kajian Riset sebelumnya

Penelitian yang berkaitan dengan struktur modal telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, sehingga hasilnya tentu dapat digunakan dan juga dijadikan dasar dalam penelitian ini. Ada beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur modal :

Penelitian Hall et.al (2000) menemukan bahwa hutang jangka pendek berhubungan negatif dengan profitabilitas, struktur aktiva, ukuran dan usia perusahaan namun berhubungan positif dengan pertumbuhan perusahaan.

(20)

Penelitian yang dilakukan oleh Laili Hidayati, et. Al (2001) dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Keuangan Perusahaan Manufaktur yang go public di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa firm size dan profitability berpengaruh signifikan negatif terhadap faktor leverage. Pengaruh positif dan signifikan terhadap faktor leverage hanya dihasilkan oleh Fixed assets ratio. Sedangkan corporate tax rate, non debt tax shield ratio, market tobook ratio, volatility dan asset uniqueness tidak terbukti mempemgaruhi struktur keuangan.

Penelitian di Inggris yang dilakukan oleh Ozkan (2001) menunjukan bahwa karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap tingkat hutang perusahaan. Karakteristik yang digunakan dalam penelitian adalah tingkat pertumbuhan, ukuran perusahaan, non debt tax shield, profitabilitas, dan likuiditas. Hasil penelitian menyatakan bahwa ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, dan non debt tax shield berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan likuiditas berpengaruh positif terhadap struktur modal.

Laurence (2001), dengan penelitiannya yang berjudul Capital Structure in

Developing Countries. Hasil temuan dari penelitiannya menyebutkan bahwa ada

temuan yang konsisten antara negara maju dan negara berkembang yang berhubungan dengan Pecking Order Hypothesis. Artinya profitabilitas, pertumbuhan, dan aktiva tetap signifikan menentukan struktur modal. Secara umum struktur modal negara berkembang dipengaruhi variabel yang sama dengan negara maju.

(21)

Pada penelitiannya pada perusahaan di India, Bhaduri (2002) menggunakan variabel growth, size, cash flow, product uniqueness, asset structure, non debt

structure, non debt tax shield, dan financial distress untuk menguji penelitiannya.

Variabel yang terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal adalah growth, size, cash flow, dan product uniqueness.

Lalu penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dengan menggunakan variabel independen antara lain: ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset, profiabilitas dan struktur kepemilikan, menghasilkan suatu temuan yang menyatakan bahwa secara simultan, semua variabel independen berpengaruh terhadap struktur modal. Namun, secara parsial hanya variabel risiko bisnis (business risk) berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal.

Penelitian terhadap faktor penentu struktur modal pada perusahaan multinasional dan nasional yang terdaftar di Bursa Efek Australia pada tahun 1992-2001 yang di teliti oleh Akbar (2005) menunjukkan bahwa tingkat leverage tidak jauh berbeda antara perusahaan multinasional dan nasional. Metode penelitian dilakukan dengan analisis regresi cross-sectional Tobit menunjukkan bahwa untuk kedua jenis perusahaan, pertumbuhan yang terkait dengan agency

costs, profitabilitas dan ukuran perusahaan adalah yang mempengaruhi leverage. Collateral value of asset merupakan faktor yang mempengaruhi leverage untuk

perusahaan nasional. Sedangkan pada perusahaan multinasional, bankruptcy costs adalah faktor yang mempengaruhi leverage.

(22)

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Yuhasril (2006) pada 13 perusahaan farmasi dan menggunakan faktor-faktor seperti ROI, deviden pay out ratio, rasio aktiva tetap, pajak, total asset, dan tingkat penjualan. Hasil pada analisis faktor adalah ROI dan rasio aktiva tetap merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal. Sementara dividen pay out ratio tidak mempengaruhi struktur modal pada industri farmasi. Sedangkan pada analisis berganda, hasilnya adalah secara parsial hanya variabel ROI dan rasio aktiva tetap kosisten berhubungan dan mempengaruhi struktur modal. Lalu secara bersam-sama ketiga variabel bebasnya mempengaruhi dan berhubungan dengan struktur modalnya sebesar 70,5 %.

Rachmawardani (2007) meneliti pengaruh aspek likuiditas, risiko bisnis, profitabilitas, dan pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal. Dalam penelitian ini, perusahaan pada sektor keuangan dan perbankan di BEI tahun 2000-2005 sebagai sampelnya dan diperoleh sebanyak perusahaan. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda dan chow

test. Hasil yang didapat yaitu likuiditas, risiko bisnis, profitabilitas, dan

pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal perusahaan.

Selanjutnya Nugroho (2009) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2007. Penelitian ini meneliti sebanyak 31 perusahaan manufaktur dan metode analisis data yang digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis yaitu analisis linear berganda. Dalam penelitian ini

(23)

disimpulkan bahwa risiko bisnis dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan struktur aktiva dan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal.

Sementara Hilma (2010), menggunakan beberapa variabel seperti agency

costs, bankruptcy costs, non debt tax shield, profitability, firm size, return of investment, dan struktur aktiva. Populasi penelitian adalah perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang dipilih menggunakan random sampling sebanyak 24 perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dihitung berdasarkan data laporan keuangan tahun 2004-2008. Hasil penelitian menyatakan bahwa semua variabel secara bersama-sama mempengaruhi struktur modal. Sedangkan secara parsial, hanya bankruptcy costs dan struktur aktiva yang tidak mempengaruhi struktur modal.

Arli (2010), melakukan penelitian pada Perusahaan Manufaktur yang go

public di Indonesia 2005-2007 dengan variabel independen yang terdiri dari

ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva dan profitabilitas dengan hasil bahwa risiko bisnis dan Pertumbuhan aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal, sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal dan Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal.

Seftianne dan Ratih Handayani (2011) membahas mengenai “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur”. Variabel independen yang digunakan adalah profitabilitas, tingkat likuiditas,

(24)

ukuran perusahaan, risiko bisnis, growth opportunity, kepemilikan manajerial, dan struktur aktiva. Hasil penelitian menemukan bahwa profitabilitas, likuiditas, risiko bisnis, kepemilikan manajerial, struktur aktiva tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal, sedangkan variabel ukuran perusahaan dan growth opportunity memiliki pengaruh terhadap struktur modal.

Santika (2011) dalam penelitiannya menguji pengaruh pertumbuhan penjualan, struktur aktiva dan profitabilitasterhadap struktur modal. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2006-2008. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Semakin tinggi pertumbuhan penjualan, maka semakin tinggi struktur modal. (2) Struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Jadi, penentuan alokasi untuk masing-masing komponen aktiva, baik dalam aktiva lancar maupun dalam aktiva tetap tidak mempengaruhi struktur modal. (3) Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal perusahaan, Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka semakin rendah struktur modal.

Widjaja (2013) dalam penelitiannya menguji likuiditas, ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan perusahaan, struktur aktiva, dan profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Hasil penelitian menunjukkan secara empiris bahwa: (1) Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. (2) Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. (3) Tingkat pertumbuhan

(25)

perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. (4) Struktur aktiva berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. (5) Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal.

Bayunitri (2015) dalam penelitiannya menguji struktur aktiva, tingkat penjualan, profitabilitas, risiko bisnis, kebijakan dividen, dan struktur modal. Hasil uji statistik F menunjukkan struktur aktiva, tingkat penjualan, profitabilitas, risiko bisnis, dan kebijakan dividen secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal sebesar 94 %. Selanjutnya berdasarkan uji statistic t, pengaruh kelima faktor tersebut terhadap struktur modal menunjukkan struktur aktiva berpengaruh positif dan signifikan, tingkat penjualan berpengaruh negatif signifikan, profitabilitas berpengaruh negative signifikan, resiko bisnis berpengaruh negatif signifikan, dan kebijakan dividen berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.

Lusiana (2016) dalam penelitiannya menguji ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan profitabilitas terhadap struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan ada pengaruh ukuran perusahaan, struktur aktiva, dan profitabilitas terhadap struktur modal. Dari pengujian secara parsial diketahui bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap strtuktur modal. Struktur aktiva berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal,. Profitabilitas mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.

Suweta dan Dewi (2016) dalam penelitiannya menguji pengaruh pertumbuhan penjualan, struktur aktiva dan pertumbuhan aktiva terhadap struktur

(26)

modal. Hasil penelitian menemukan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER), struktur aktiva berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal (DER), dan pertumbuhan aktiva berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap struktur modal (DER).

Khariry (2016) meneliti faktor-faktor yang mepengaruhi struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, dan risiko keuangan mempunyai pengaruh yang signifikan dengan arah pengaruh positif terhadap struktur modal. Faktor profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan dengan arah pengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan faktor struktur aktiva dan pertumbuhan penjualan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap struktur modal.

3.3 Kerangka Pemikiran

Mengacu pada beberapa penelitian mengenai struktur modal yang telah dilakukan peneliti sebelumnya, maka variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah struktur modal perusahaan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan, struktur aktiva, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran perusahaan dan likuiditas sebagai faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan. Berdasarkan landasan teori, tujuan penelitian, dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan maka dalam merumuskan hipotesis berikut disajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar.

(27)

Tingkat Pertumbuhan

Struktur Aktiva

Profitabilitas

Struktur Modal

Risiko Bisnis

Ukuran Perusahaan

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran Teoritis 3.4 Hipotesis

Suatu hipotesis akan diterima jika hasil analisis data empiris membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian ini, hipotesis yang dapat dikemukakan berdasarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

3.4.1 Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Perusahaan terhadap Struktur Modal

Pertumbuhan perusahaan adalah menggambarkan persentasi pertumbuhan pos-pos perusahaan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik

(28)

(Harahap,2002). Definisi lain pertumbuhan perusahaan adalah gambaran tolak ukur keberhasilan perusahaan (Damayanti dan Achyani, 2006). Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal. Sedangkan untuk menerbitkan saham baru memerlukan biaya yang tinggi, maka perusahaan lebih menyukai hutang sebagai sumber pembiayaan. Dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal. Berdasarkan Uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut : H1 : Tingkat Pertumbuhan berpengaruh positif terhadap Struktur Modal

3.4.2 Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur Modal

Aktiva perusahaan disajikan sebagai jaminan atas utang merupakan cara untuk mengurangi risiko kreditur dan memberi jaminan bagi kreditur dalam hal terjadinya kesulitan keuangan. Perusahaan yang memiliki aktiva dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang yang lebih besar karena memiliki aktiva sebagai penjaminnya (Weston dan Copeland, 2000). Dapat disimpulkan bahwa aktiva perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2009), bahwa Struktur Aktiva berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. Berdasarkan Uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

(29)

3.4.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal

Menurut Halim (2007), rasio profitabilitas adalah untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas manajemen dalam mengelola aset dan modal yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik pula efektivitas penggunaan aset, dan diharapkan rasio ini dapat diperoleh melebihi tingkat bunga (interest rate) atau biaya modal (cost of capital) dari dana yang diinvestasikan. Dapat disimpulkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal. . Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2004) bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. Berdasarkan Uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Struktur Modal

3.4.4 Pengaruh Risiko Bisnis terhadap Struktur Modal

Risiko bisnis merupakan risiko dasar yang dimiliki perusahaan selain

financial risk sebagai tambahan risiko perusahaan akibat penggunaan utang.

Semakin tinggi risiko bisnis, maka probabilitas terjadinya financial distress juga semakin tinggi (apalagi ketika perusahaan menggunakan banyak utang) (Krishnan dan Moyers,1996). Dan menurut teori trade-off, semakin tinggi kemungkinan

financial distress, akan semakin tinggi pula kemungkinan financial distress costs

yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal ini akan menyebabkan tingkat penggunaan utang yang optimum semakin rendah, sehingga perusahaan seharusnya menggunakan lebih sedikit utang. Yuniningsih (2002) dalam

(30)

penelitiannya menemukan bahwa variabel Risiko perusahaan berhubungan negatif secara signifikan terhadap Struktur Modal yang dalam hal ini konsisten dengan hasil penelitian Bayless et.al (1994) dan juga penelitian dari Glen Indrajaya, Herlina, dan Rini Setiadi (2007). Berdasarkan Uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

H4 : Risiko Bisnis berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal

3.4.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal

Gitman, Megginson, dan Smart (2004) menyatakan bahwa hubungan positif terdapat antara ukuran perusahaan dengan struktur modal dikarenakan perusahaan besar mempunyai tingkat kredibilitas yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil sehingga perusahaan besar mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman. Lalu Riyanto (2008 :299) menyatakan bahawa perusahaan yang besar maka setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya pengendalian dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan sehingga akan lebih berani untuk mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan perusahaan kecil. Menurut penelitian yang dilakukan Saidi (2004) dan juga Glen Indrajaya et. al (2007) menyatakan bahwa ukuran perusahan mempunyai pengaruh yang positif, yang berarti kenaikan ukuran perusahaan akan diikuti dengan kenaikan struktur modal. Berdasarkan Uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut : H5 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Struktur Modal

(31)

3.4.6 Pengaruh Likuiditas Perusahaan terhadap Struktur Modal

Menurut pecking order theory, perusahaan yang mempunyai likuiditas yang tinggi akan cenderung tidak menggunakan pembiayaan dari hutang. Hal ini disebabkan perusahaan dengan likuiditas yang tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal melalui hutang. Myers dan Rajan (1998) menyatakan bahwa ketika biaya agensi dari likuiditas tinggi, maka kreditur luar membatasi jumlah pembiayaan hutang yang tersedia bagi perusahaan. Oleh karena itu terdapat hubungan negatif antara likuiditas dengan Struktur Modal. Hasil ini didukung oleh Seftianne dan Handayani (2011). Berdasarkan Uraian tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

H6 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis Sebagai berikut :

H1 : Tingkat pertumbuhan berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. H2 : Struktur aktiva berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. H4 : Risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal. H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap Struktur Modal. H6 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap Struktur Modal.

Referensi

Dokumen terkait

Besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan akan mempunyai tingkat pertumbuhan

Besar kecilnya (ukuran) perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan mempunyai tingkat

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran) perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada

Besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan akan mempunyai tingkat

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran) perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur pendanaan perusahaan dengan didasarkan pada

Almilia (2005) menyatakan besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran) perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa