• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI. yang mendistribusikan energi listrik dari gardu induk ke pusat beban. Secara garis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI. yang mendistribusikan energi listrik dari gardu induk ke pusat beban. Secara garis"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

7

DASAR TEORI

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik [1]

Saluran atau sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu komponen yang mendistribusikan energi listrik dari gardu induk ke pusat beban. Secara garis besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap mengandung empat unsur. Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tegangan yang di hasilkan oleh pusat tenaga listrik ini biasanya merupakan tegangan menengah. Kedua,suatu sistem transmisi lengkap dengan gardu induk. Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan penggunaan Tegangan tinggi (TT) dan atau Tegangan Ekstra Tinggi (TET). Ketiga, adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri atas saluran distribusi primer dengan Tegangan Menegah (TM) dan saluran distribusi sekunder dengan Tegangan Rendah (TR). Keempat, adanya unsur pemakaian atau utilisasi, yang terdiri atas instalasi pemakaian tenaga listrik. Instalasi rumah tangga biasanya memakai tegangan rendah, sedangkan pemakaian besar seperti industri menggunakan tegangan menengah atau tegangan tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik. Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa sub sistem yang saling berhubungan, atau yang biasa disebut sebagai sistem terinterkoneksi. Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat dua bagian, yaitu distribusi primer, yang menggunakan tegangan menengah, dan distribusi sekunder, yang menggunakan tegangan rendah.

(2)

Fenomena arus netral sekunder pada trafo distribusi terjadi di semua gardu. Pada beban tak seimbang timbul arus netral yang tinggi. Namun pada beban yang seimbang terdapat juga arus netral. Sehingga bila ada arus netral pada beban seimbang maka beban yang digunakan terdapat beban non linier.

Timbulnya arus netral yang tinggi pada pembebanan tak seimbang ini akibat perbedaan sudut arus dan tegangan yang cukup besar. Yaitu melebihi 300.

Beban non linier banyak digunakan dalam industri maupun rumah tangga. Beban seperti motor induksi, pengatur kecepatan motor listrik, merupakan penyumbang beban non linier sedangkan untuk rumah tangga adalah penggunaan computer, Air Conditioner (AC), lampu fluorescent, dan sebagainya.

(3)

2.1.1 Distribusi Primer[2]

Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan distribusi tegangan tinggi ini terletak antara gardu induk dengan gardu pembagi, yang memiliki tegangan sistem lebih tinggi dari tegangan terpakai untuk beban. Standar tegangan untuk jaringan distribusi primer ini adalah 12 dan 20 KV (sesuai standar PLN).

2.1.2 Distribusi Sekunder[2]

Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi tegangan rendah (JDTR), merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur tenaga listrik dari gardu-gardu pembagi (gardu distribusi) ke pusat – pusat beban (konsumen tenaga listrik). Besarnya standar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 127/220 V untuk sistem lama, dan 220/380 V untuk sistem baru, serta 440/ 550 V untuk keperluan industri. Besarnya tegangan maksimum yang diizinkan adalah 3 sampai 45 lebih besar dari tegangan nominalnya. Penetapan ini sebanding dengan besarnya nilai tegangan jatuh (voltage drop) yang telah ditetapkan berdasarkan PUIL 661 F.1, Bahwa rugi - rugi daya pada suatu jaringan adalah 15%.pembatasan tersebut stabilitas penyaluran daya ke pusat-pusat beban tidak terganggu.

(4)

2.2 Jaringan Tegangan Menengah[3]

Jaringan Tegangan menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi untuk menghubungkan gardu induk sebagai suplay tenaga listrik dengan gardu – gardu distribusi. Jaringan ini mempunyai struktur/pola sedemikian rupa, sehingga dalam pengoperasiannya mudah dan handal.

2.2.1 Tipe Radial

Pola ini merupakan pola yang paling sederhana dan umumnya banyak digunakan di daerah pedesaan/ sistem yang kecil. Umumnya menggunakan SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah),Sistem radial tidak terlalu rumit,tetapi memiliki tingkat keandalan yang rendah. Jaringan Tipe Radial dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :

(5)

2.2.2 Tipe Open Loop

Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai akibat dari diperlukannya kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver beban pada saat terjadi gangguan.

Jaringan Tipe Open Loop dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini :

(6)

2.2.3 Tipe Close Loop

Sistem close loop ini layak digunakan untuk jaringan yang di pasok dari satu gardu induk,memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya menggunakan rele arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai kehandalan yang lebih tinggi disbanding sistem yang lain. Jaringan Tipe Close Loop dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut :

(7)

2.2.4 Tipe Spindel

Sistem ini pada umumnya banyak digunakan di Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang. Memiliki kehandalan yang relative tinggi karena disediakan satu expres feeder / penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai gardu hubung. Biasanya pada tiap penyulang terdapat gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk titik manufer apabila terjadi gangguan pada jaringan tersebut. Jaringan Tipe Spindel dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :

(8)

2.2.5 Tipe Cluster

Sistem Cluster sangat mirip dengan sistem spindel, Juga disediakan satu feeder khusus tanpa beban (feeder expres). Jaringan Tipe Cluster dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut :

(9)

2.3 Teori Transformator[4]

Transformator adalah suatu peralatan statis yang terdiri dari dua koil atau lebih,yang di kopel melalui rangkaian magnetic,yang menghubungkan dua level tegangan yang berbeda (secara umum) dalam suatu sistem elektrik yang memungkinkan pertukaran energy diantara terminal-terminal dalam suatu arah melalui medan magnetik. Pada dasarnya transformator terdiri dari dua kumparan yang diisolasikan tergandeng dengan medan magnet bersama atau mutual kemudian dibangkitkan dalam inti bahan magnetik, gambar 2.7. Kumparan yang dihubungkan dengan sumber arus bolak-balik diberi nama kumparan primer, dan kumparan yang dihubungkan dengan beban diberi nama kumparan sekunder.Bila tegangan sekunder lebih besar dari pada tegangan primer, maka trafo tersebut dinamakan trafo step up. Namun bila tegangan sekunder lebih kecil dari pada tegangan primer, maka dinamakan trafo step down. Jika tegangan primer sama dengan tegangan sekunder, maka dikatakan bahwa trafo mempunyai rasio satu-ke-satu. Trafo satu-ke-satu digunakan untuk memisahkan dua buah rangkaian yang berbeda. Suatu trafo dapat digunakan sebagai trafo step up atau step down tergantung cara menghubungkannya, yakni dengan membalik sisi-sisinya.

(10)

2.4 Pemakaian Transformator[5]

Dalam bidang teknik listrik pemakaian transformator dikelompokkan menjadi:

1. Transformator daya

Transformator daya adalah terminologi umum yang digunakan untuk menunjuk pada transformator yang melengkapi sistem transmisi pada gardu induk baik pada stasiun pembangkitan atau pada gardu-gardu pembagi beban transmisi.

Gambar 2.8 Transformator daya[5] 2. Transformator distribusi

Transformator distribusi merupakan alat yang memegang peran penting

dalam sistem distribusi. Transformator distribusi yang umum digunakan adalah transformator step-down 20KV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan tegangan rendah adalah 380 V.

(11)

Pada kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik,sehingga pada inti transformator yang terbuat dari bahan ferromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya magnet(fluks = ⏀),karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-balik,maka fluks yang terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah.Jika arus yang mengalir berbentuk sinusoidal,maka fluks yang terjadi akan berbentuk sinusoidal pula,fluks tersebut mengalir melalui inti yang mana pada inti tersebut terdapat belitan primer dan sekunder, maka pada belitan primer dan sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik) induksi,tetapi arah ggl induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder. Sedangkan frekuensi masing-masing tegangan sama dengan frekuensi sumbernya.

Gambar 2.9 Transformator Distribusi[5]

3. Transformator pengukuran (yang terdiri dari transformator arus dan transformator tegangan)

(12)

2.5 Transformator 3 fasa[5]

Transformator tiga fasa pada umumnya digunakan untuk menyalurkan tenaga

listrik pada sistem tiga fasa (arus bolak-balik). Pada sisi primer dan sekunder masing-masing mempunyai lilitan identic dengan 3 buah transformator satu fasa, yang ujung kumparan primer dan sekunder dapat disambung (dihubungkan) secara bintang (Y) atau segitiga (∆). Identik dengan 3 buah transformator satu fasa, yang ujung kumparan primer dan sekunder dapat disambung (dihubungkan) secara bintang(I) atau segitiga.

Berdasarkan cara penghubungnya, transformator 3 fasa dapat di bedakan menjadi : 1. Transformator Hubung Bintang

2. Transformator Hubung Delta 3. Transformator hubung Zig-Zag. 2.5.1 Transformator Hubung Bintang (Y) [6]

Arus yang mengalir di IA,IBdan ICdisebut degan arus saluran (IL). Arus yang

melewati IAN,IBN dan ICNdisebut arus fasa (IP) dimana N adalah titik netral yang

merupakan titik temu salah satu ujung ketiga kumparan. Tegangan fasa adalah VAB,VBN

dan VCN yang masing-masing fasa berbeda fasa 120°.

Pada hubung bintang terdapat titik netral dan saluran netral yang akan mengaliri arus IN yang besarnya adalah :

IN = IA + IB + IC………..(2.1)

Dalam sistem yang seimbang IN = 0, Salurannya dapat diabaikan sedangkan

(13)

VAB = VAN + VNB = VAN – VBN...(2.2)

VBC = VBN - VCN………...………...(2.3)

VCA= VCN – VAN………..………...…...(2.4)

Gambar 2.10 Vektor Tegangan[6]

Dari vector diatas berlaku hubungan IL = Ip dan VAB = √3 VAN atau VL = √3 VP.

Ketiga belitan trafo diatas identik, maka besarnya daya pada hubung bintang adalah: S = 3 VP IP, karena VP = VL / √3 dan IP=IL………..(2.5) S = 3 (VL/√3) IL atau S = √3 VL IL IA = IB = IC = IL IL = IPH VAB = VBC = VCA = VL-L VL-L = VPH Dimana :

VL-L = Tegangan line to line (volt)

VPH = Tegangan fasa (volt)

IL = Arus line (ampere)

(14)

2.5.2 Transformator Hubung Delta (Δ) [6]

Transformator hubung segitiga adalah suatu hubungan transformator tiga fasa, dimana cara penyambungannya ialah ujung akhir lilitan fasa pertama di sambung dengan ujung mula lilitan fasa kedua, akhir fasa kedua dengan ujung mula fasa ketiga dan akhir fasa ketiga dengan ujung mula fasa pertama. Tegangan transformator tiga fasa dengan kumparan yang dihubungkan segitiga yaitu : VA, VB, VC masing-masing berbeda 120°.

Gambar 2.11 Vektor arus hubung delta[6]

Dari diagram vector diketahui arus IA (arus jala-jala) adalah √3 x IAB (arus fasa)

Atau IL = √3 IP. Tegangan jala-jala dalam hubungan delta sama dengan

tegangan fasanya dimana VL= VP.Besarnya daya pada hubung delta adalah

S= 3 VP IP= 3 VL IL/√3 atau S= √3 VL IL.

Untuk beban tidak seimbang IA= IAB – ICA, IB = IBC – IAB,IC = ICA – IBC, Dimana

VAB + VBC + VCA = 0

IA = IB = IC = IL

(15)

VAB = VBC = VCA = VL-L

VL-L = VPH

Dimana :

VL-L = tegangan line to line (volt)

Vph = tegangan fasa (volt)

IL = arus line (Ampere)

Iph = Arus fasa (Ampere)

2.5.3 Transformator Zig-Zag[6]

Untuk sekilas pembahasan, Transformator Zig-Zag merupakan transformator dengan tujuan khusus. Salah satu aplikasinya adalah menyediakan titik netral untuk sistem listrik yang tidak memiliki titik netral. Pada transformator Zig-zag masing-masing lilitan tiga fasa dibagi menjadi dua bagian dan masing-masing dihubungkan pada kaki yang berlainan.

2.5.4 Jenis – Jenis Hubungan Transformator Tiga Phasa[5]

Tiga buah lilitan phasa pada sisi primer dan pada sisi sekunder dapat dihbungkan dalam bermacam – macam hubungan, seperti bintang dan segitiga, dengan kombinasi Y-Y,Y-∆,-Y,- ∆, bahkan untuk kasus tertentu pada lilitan sekunder dapat dihubungkan secara berliku-liku atau sering disebut (zig-zag), sehingga diperoleh kombinasi ∆ − 𝑍 dan Y-Z. Hubungan zig-zag merupakan sambungan bintang istimewa, hubungan ini digunakan untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin terjadi apabila dihubungkan secara bintang dengan

(16)

beban phasanya tidak seimbang. Di bawah ini pembahasan hubungan transformator tiga phasa secara umum :

2.5.5 Hubungan Wye-wye (Y-Y)

Pada hubungan bintang-bintang,rasio tegangan fasa-fasa (L-L) pada primer dan sekunder adalah sama dengan rasio setiap trafo. Sehingga, terjadi pergeseran fasa sebesar 30° antara tegangan fasa-netral (L-N) dan tegangan fasa-fasa (L-L) pada sisi primer dan sekundernya.

Hubungan bintang-bintang ini akan sangat baik hanya jika pada kondisi beban seimbang. Karena, pada kondisi beban seimbang menyebabkan arus netral (In) akan sama dengan nol. Arus netral akan timbul apabila terjadi ketidakseimbangan beban,hal tersebut menimbulkan rugi-rugi daya. Hubungan Y-Y pada transformator tiga fasa dapat dilihat pada gambar 2.15. Pada hubungan Y-Y, tegangan masing-masing primer fasa adalah :

Vphp = VIp

√3………(2.6)

Tegangan fasa primer sebanding dengan tegangan phasa sekunder dan perbandingan belitan transformator maka, perbandingan antara tegangan primer dengan tegangan sekunder pada transformator hubungan Y-Y adalah :

VIp VIs=

√3vphp

(17)

Gambar 2.12 Transformator 3 fasa hubungan Y-Y[5] 2.5.6 Hubungan wye-delta (Y-∆)

Transformator hubungan Y-∆, digunakan pada saluran transmisi sebagai penaik tegangan. Rasio antara sekunder dan primer tegangan fasa-fasa adalah 1/√3 kali rasio setiap trafo. Terjadi sudut 30° antara tegangan fasa-fasa antara primer dan sekunder yang berarti bahwa trafo Y-∆ tidak bisa diparalelkan dengan trafo Y-Y atau trafo ∆-∆. Hubungan transformator Y-∆ dapat dilihat pada gambar 2.16. Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sebanding dengan tegangan phasa primer (VLP = Vphp),

Dan tegangan kawat ke kawat sekunder sama dengan tegangan phasa (VLS = VPHS),

Sehingga diperoleh perbandingan tegangan pada hubungan Y-∆ adalah :

VIp VIs=

√3Vphp

(18)

Gambar 2.13 Transformator 3 fasa hubungan Y-∆[5] 2.5.7 Hubungan delta- wye (∆ − 𝐘)

Transformator hubungan ∆-Y , digunakan untuk menurunkan tegangan dari tegangan transmisi ke tegangan rendah. Transformator hubungan ∆-Y dapat pula dilihat pada gambar 2.17. Pada hubungan ∆-Y, tegangan kawat ke kawat primer sama dengan tegangan phasa primer (VLP = Vphp) dan tegangan sisi sekundernya (VLS = √3

Vphs), maka perbandingan hubungan ∆-Y adalah : VIp VIs= √3Vphp √3𝑉𝑝ℎ𝑠= a √3………(2.9)

(19)

Gambar 2.14 Transformator 3 fasa hubungan ∆ -Y[5] 2.5.8 Hubungan delta- wye (∆ − 𝐘)

Pada transformator hubungan ∆-∆, Tegangan kawat ke kawat dan tegangan phasa sama untuk sisi primer dan sekunder transformator (VRS = VST = VTR =

VLN), maka perbandingan tegangannya adalah : VIp

VIs = √3Vphp

√3Vphs = a………...(2.10)

Sedangkan arus pada transformator hubungan ∆-∆ adalah :

IL = √3 Ip………(2.11)

Dimana :

IL = arus line to line

(20)

Transformator 3 phasa hubungan delta- delta dapat pula dilihat pada gambar 2.18 dibawah ini :

Gambar 2.15 Transformator 3 fasa hubungan ∆ - ∆[5] 2.6 KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN[7]

Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan yang dimana: • Ketiga vektor saling membentuk sudut 120° satu sama lainnya.

• Ketiga vektor ataupun tegangan sama besar

Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tersebut tidak terpenuhi. Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3 macam, yaitu :

1. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120° satu sama lain. 2. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120° satu sama lain.

(21)

3. Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120° satu sama lain.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dengan vektor diagram arus pada gambar 2.19

Gambar 2.16 (a) Vektor Diagram Arus dalam keadaan seimbang dan Gambar 2.17 (b) Vektor diagram arus yang tidak seimbang[7]

Gambar 2.16 (a) menunjukkan vektor diagram arus dalam keadaan seimbang. Disini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS dan IT) adalah sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (In). Sedangkan pada gambar 2.17 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Disini terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS dan IT) tidak sama dengan nol, sehingga muncul sebuah besaran yaitu arus netral (In) yang besarnya tergantung dari berapa besar factor ketidakseimbangannya.

(22)

2.7 Ketidakseimbangan Tegangan[10]

Ketidakseimbangan tegangan menurut National Electrical Manufacturers

Association (NEMA) Standards Publificatio MG 1-1998 (Revision 3, 2002)

ketidakseimbangan ini disebabkan oleh pada salah satu fasa dibandingkan fasa-fasa. Persamaan untuk menghitung persentase ketidakseimbangan tegangan dapat dilihat pada persamaan 2.18.

% Unbalance Voltage = 100% 𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑣𝑜𝑙𝑡𝑎𝑔𝑒 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑡𝑎𝑔𝑒

𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑡𝑎𝑔𝑒

………(2.12) 2.7.1 Mengurangi Pengaruh Ketidakseimbangan Tegangan

Tahap-tahap yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi ketidakseimbangan tegangan diantaranya adalah :

1. Penyeimbangan beban pada instalasi pelanggan

2. Pemindahan sambungan instalasi pelanggan ke instalasi dengan level hubung singkat yang lebih tinggi.

(23)

2.8 komponen Simetris[8]

Pada kondisi sistem distribusi tegangan rendah akibat dari kondisi beban yang tidak seimbang akan mengalir arus pada kawat netral pada transformator arus yang mengalir pada kawat netral yang merupakan arus bolak-balik untuk sistem distribusi tiga fasa empat kawat adalah penjumlahan vector dari ketiga arus fasa dalam komponen simetris. Menurut fortescue menyatakan tiga fasor tegangan tak seimbang dari sistem tiga fasa dapat diuraikan menjadi tiga fasa yang seimbang dengan menggunakan komponen simetris (Stevenson, 1993). Komponen simetris tersebut yaitu urutan positif, negative dan urutan nol. Himpunan komponen seimbang tersebut antara lain :

Sebuah sistem tiga phasa tidak seimbang dalam menganalisanya dapat dibentuk menjadi fasor tiga phasa seimbang, yaitu :

a. Komponen urutan positif

Komponen urutan positif adalah yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lainnya dalam beda fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan phasa yang sama seperti fasor aslinya.

b. Komponen urutan negatif

Komponen urutan negatif adalah tiga fasor yang sama besarnya,terpisah satu dengan yang lainnya dalam beda phasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan arah dengan fasor aslinya.

c. Komponen urutan nol

Komponen urutan nol adalah tiga fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.

(24)

Gambar 2.18 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari tiga fasor tak seimbang. [8]

Pemecahan masalah dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga fasa sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c dengan cara demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem adalah abc. Jadi,urutan fasa komponen urutan-positif dari fasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan fasa dari komponen-negatif adalah acb,jika fasor aslinya adalah tegangan,maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan Va, Vb dan Vc. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan subskrip tambahan 1 untuk komponen positif, 2 untuk komponen urutan-negatif, dan 0 untuk komponen urutan nol. Komponen urutan-positif dari Va, Vb, dan

Vc adalah Va1, Vb1, dan Vc1, demikian pula komponen urutan-negatif adalah Va2, Vb2,

(25)

Komponen – komponen urutan ini dijumlahkan secara grafis maka diperoleh tiga fasor tak seimbang, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.19

Gambar 2.19 Penjumlahan secara grafis komponen-komponen pada gambar 2.18 untuk mendapatkan hasil tiga fasor tak seimbang. [8]

Komponen-komponen urutan positif pada Va,Vb dan Vc adalah Va1,Vb1 dan Vc1. Komponen- komponen urutan negatifnya adalah Va2, Vb2 dan Vc2. Sedangkan komponen-komponen urutan nolnya yaitu Va0 , Vb0 dan Vc0. Semua factor-faktor yang tak seimbang adalah jumlah komponen-komponen aslinya dapat dinyatakan sebagai berikut ini :

Tegangan fasa a,Va = Va1 + Va2 + Va0………..(2.13)

Tegangan fasa b,Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0………..(2.14)

(26)

Pada komponen simetris ini symbol huruf a dipergunakan untuk menunjukkan operator yang menimbulkan suatu perputaran sebesar 120° dengan arah yang berlawanan dengan perputaran arah jarum jam. Operator semacam ini adalah merupakan bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya 120° dan didefinisikan sebagai :

a = 1<120° atau a = -0,5 + j0,866

operator a dikenakan pada fasor dua kali berturut-turut, maka fasor tersebut akan diputar dengan 360°, maka pergeserannya adalah :

a2 = 1<240° atau a = -0,5 – j0,866 dan a3 = 1<360° = 1<0° = 1

berikut gambar 2.23 fasor yang melukiskan berbagai pangkat dari a :

Gambar 2.20 Diagram fasor berbagai perangkat dari operator a[8] 2.9 Komponen Simetris Fasor Tak Simetris[8]

Hubungan – hubungan berikut dapat kita periksa kebenarannya dengan berpedoman pada gambar 2.22 :

Vb1 = a2Va1 Vc1 = aVa1………….………..(2.16)

Vb2 = aVa2 Vc2 = a2Va2

(27)

Persamaan yang terdahulu sebenarnya dapat pula ditulis untuk setiap himpunan fasor yang berhubungan, dan kita dapat pula menuliskannya untuk arus sebagai pengganti tegangan. Persamaan tersebut dapat diselesaikan baik secara analitis maupun secara grafis. Beberapa persamaan yang terdahulu sangat mendasar, berikut ringkasannya untuk arus-arus :

Ia = I1 + I2 + I0……….(2.17)

Ib = a2I1 + aI2 + I0……….(2.18)

Ic = aI1 + a2I2 + I0………..(2.19)

Ia1 = 1/3(Ia + aIb + a2Ic)………..(2.20)

Ia2 = 1/3(Ia + a2Ib + aIc)………...(2.21)

Ia0 = 1/3(Ia + Ib + Ic)………...(2.22)

Dalam sistem tiga fasa jumlah arus saluran sama dengan arus In dalam jalur kembali lewat netral. Dengan demikian,

IN = Ia + Ib + Ic………(2.23)

Dengan membandingkan persamaan (2.13) dan (2.21) diperoleh :

IN = 3 I0………...(2.24)

Jika tidak ada jalur yang melalui netral dari sistem tiga fasa, In adalah nol, dan arus saluran tidak mengandung komponen urutan nol. Suatu beban dengan hubungan -∆ tidak menyediakan jalur ke netral, dan karena itu arus saluran yang mengalir ke beban yang dihubungkan -∆ tidak dapat mengandung urutan nol.

(28)

2.10 Arus Netral[3]

Arus netral dalam sistem distribusi tenaga listrik dikenal sebagai arus yang mengalir pada kawat netral di sistem distribusi tegangan rendah tiga fasa empat kawat. Arus netral ini akan muncul jika :

• Kondisi beban keadaan tidak seimbang

• Karena adanya arus harmonisa akibat dari beban non linear yang semakin berkembang digunakan saat ini.

Arus yang mengalir pada kawat netral yang merupakan arus balik untuk sistem distribusi tiga fasa empat kawat adalah penjumlahan vektor dari ketiga arus fasa dalam komponen simetris. Perhitungan arus netral dilakukan dengan perbandingan arus netral maksimal dengan arus netral pengukuran di gardu.

Arus netral ini sangat berpengaruh pada sistem jika arus netralnya berlebihan,dalam hal ini dapat mengakibatkan antara lain :

• Terjadinya kegagalan pengawatan pada kawat netral • Timbulnya panas yang berlebihan pada transformator • Menurunya kualitas daya transformator

Dalam sistem distribusi tiga fasa empat kawat keadaan tegangan dan arus yang simetris,tidak akan ada arus yang mengalir pada kawat netral.Oleh karena itu ketiga fasanya simetris. Artinya kedua fasanya bergeser -120° dan 120° terhadap fasa. Referensi, maka analisanya cukup dilakukan berdasarkan satu fasa. Namun jika tegangan dan arus fasa tidak seimbang maka aka nada arus balik yang

(29)

melewati kawat netral karena ketiga fasanya tidak simeteris. Untuk menganalisanya dapat digunakan metode komponen simetris.[5]

2.10.1 PENYEBAB TINGGINYA ARUS NETRAL[7]

a. Pengaruh Beban Tak Seimbang

Keadaan tidak seimbang adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak terpenuhi. Keadaan tidak seimbang ada 3 yaitu : 1. Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120° satu sama lain. 2. Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120° satu sama lain. 3. Ketiga Vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120° satu sama

lain.

b. Upaya Mengatasi Arus Netral Tinggi

Adapun upaya untuk mengatasi arus netral yang tinggi dapat melakukan langkah-langkah yaitu :

1. Pemerataan Beban

2. Memperbaiki sambungan netral 3. Menurunkan Kapasitas trafo

Sebagaimana diketahui timbulnya arus netral pada pembebanan sekunder trafo distribusi. Arus netral yang tinggi dapat muncul akibat dari pembebanan yang tak seimbang. Perbedaan pembebanan antar fasa akan menimbulkan perbedaan sudut tegangan dan arus yang akhirnya menimbulkan arus netral Beban non linear juga memberikan andil terhadap tingginya arus netral. Hal ini terjadi pada beban non linear akan masuk arus urutan nol yang memicu keluarnya arus netral.

(30)

2.11 Daya Pada Rangkaian Tiga Fasa[3]

Beban yang dihubungkan secara ∆,tegangan pada masing-masing

impedansinya adalah tegangan antar saluran, dan arus yang mengalir lewat masing-masing impedansi sama dengan besarnya arus saluran dibagi√3, atau :

Vp = VL dan Ip= IL

√3………..(2.25)

Daya tiga fasa total adalah

P=3 Vp IP Cos𝜑 P………(2.26)

Dan dengan mensubstitusikan nilai Vp dan Ip dari persamaan (2.30) ke dalam persamaan (2.31), diperoleh

P = √3 Vp Ip Cos 𝜑 p………..(2.27) A. Daya Semu

Daya semu merupakan daya listrik yang melalui suatu penghantar transmisi atau distribusi. Daya ini merupakan hasil perkalian antara tegangan dan arus yang melalui penghantar.

S = Daya semu

V = Tegangan antar saluran (Volt) I = Arus saluran (ampere)

(31)

B. Daya Aktif

Daya aktif (daya nyata) merupakan daya listrik yang digunakan untuk keperluan menggerakkan mesin-mesin listrik atau peralatan lainnya. Daya aktif ini merupakan pembentukkan dari besar tegangan yang kemudian dikalikan dengan besaran arus dan factor dayanya.

P = Daya nyata (watt)

V = Tegangan antar saluran (Volt) I = Arus Saluran (ampere)

Cos𝜑 = Faktor daya C. Daya Reaktif

Daya reaktif merupakan selisih antara daya semu yang masuk pada penghantar dengan daya aktif pada penghantar itu sendiri, dimana daya ini terpakai untuk daya mekanik dan panas. Daya reaktif ini adalah hasil kali antara besarnya arus dan tegangan yang dipengaruhi oleh factor daya.

Untuk 3 fasa : Dimana :

Q = Daya reaktif (VAR)

V = Tegangan antar saluran (Volt) I = Arus Saluran (ampere)

(32)

2.12 Faktor Daya[9]

Faktor daya adalah perbandingan antara daya aktif (watt) dengan daya semu/daya total (Va), atau cosinus sudut antara daya aktif dan daya semu atau daya total. Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya factor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor daya selalu lebih kecil atau sama dengan satu. Secara Teoritis, jika seluruh beban daya yang dipasok oleh perusahaan listrik memiliki factor daya satu, maka daya maksimum yang ditransfer setara dengan kapasitas sistem pendistribusian. Beban yang terinduksi dan jika factor daya berkisar dari 0,2 hingga 0,5 maka kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi tertekan. Jadi daya reaktif (VAR) harus serendah mungkin untuk keluaran kW yang sama dalam rangka meminimalkan kebutuhan daya total (VA). Faktor daya menggambarkan sudut fasa antara daya aktif dan daya semu. Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi.perbaikan factor daya ini menggunakan kapasitor. Dalam sistem tenaga listrik dikenal 2 jenis factor daya yaitu factor daya terbelakang (lagging) dan factor daya mendahului (leading) yang ditentukan oleh jenis beban yang ada pada sistem.

Faktor daya dibagi menjadi dua yaitu factor daya tertinggal (lagging) dan fakor daya mendahului (leading) :

(33)

a) Faktor daya tertinggal (lagging)

Faktor daya lagging menunjukan kondisi disaat beban bersifat induktif dan memerlukan daya reaktif dari jaringan. Nilai cos 𝜑 pada kondisi lagging akan bernilai positif. Kemudian pada gelombang sinus,arus (I) akan tertinggal dengan tegangan (V) atau tegangan (V) akan mendahului arus (I) dengan sudut 𝜑. Berikut adalah gelombang sinus pada factor daya lagging :

Gambar 2.21 Gelombang sinus pada factor daya lagging[9] b) Faktor Daya mendahului (Leading)

Faktor Daya leading menunjukkan kondisi di saat beban bersifat kapasitif dan memberikan daya reaktif ke jaringan. Nilai cos 𝜑 pada kondisi leading akan bernilai negative. Kemudian pada gelombang sinus, Arus (I) akan mendahului tegangan (V) atau tegangan (V) akan tertinggal terhadap arus (I) sebesar sudut 𝜑

(34)

2.13 Segitiga Daya[9]

factor daya (cos 𝜑) adalah perbandingan antara daya aktif (P) dan daya semu (S) dari pengertian tersebut,factor daya tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Faktor daya = (Daya Aktif / Daya semu) = (P / S)

= (V.I. Cos φ / V.I) = Cos φ

Gambar 2.23 Segitiga daya[9]

Daya Semu = V.I (VA) ………..(2.28) Daya Aktif = V.I Cos φ (Watt)……….……...………(2.29) Daya Reaktif = V.I Sin φ (VAr)………..(2.30)

Gambar

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik [1]
Gambar 2.2 Sistem Tipe Jaringan Radial [3]
Gambar 2.3 Sistem Jaringan Tipe Open Loop [3]
Gambar 2.4 Sistem Jaringan Tipe Close Loop [3]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertanyaan Nomor 10 dapat diketahui bahwa apresiasi masyarakat di Kanagarian Simalidu terhadap kesenian Jaran Kepang sudah cukup tinggi karena lebih dari setegah informan

Mulyawan (2004), telah melakukan penelitian korelasi logam berat Hg, Pb, Cd dan Cr pada air laut, sedimen dan kerang hijau di Perairan Kamal, Teluk Jakarta dengan hasil

Data dalam penelitian ini berupa kesulitan mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UMS dalam menguasai keterampilan dasar mengajar pada microteaching tahun akademik

Gambar 2 Data Flow Diagram Sistem Informasi Akademik Aliran Informasi E-Learning Berjalan Aliran informasi e-learning dimulai dengan dosen yang memberikan file kepada admin,

peluang pembentuan iatan hidrogen antar dan intramoleul lebih bai daripada dalam rantai yang mengandung banya residu prolina% Pertimbangan ini

Een groep die samengesteld kan worden door een leerkracht (of meer dan één) en studenten; zij kunnen samen het onderwerp van hun Social book kiezen en de inhoud, de lay-out, de

Pertama , kata ‘abd tidak dipergunakan dalam pengertian budak yang dikuasai tanpa kemerdekaan sama sekali sebagaimana makna historis, kecuali hanya tiga kali: (1) Sekali

Plasticized Whey Protein Edible Film s: Water Vapour Permeability Properties.. A Rapid Spectrophotometric Method for The Determination of Peroxide Value in Foods