• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPADATAN POPULASI KERANG TAHU (Meretrix meretrix) PADA EKOSISTEM MANGROVE DI MUARO BINGUANG KABUPATEN PASAMAN BARAT E - JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPADATAN POPULASI KERANG TAHU (Meretrix meretrix) PADA EKOSISTEM MANGROVE DI MUARO BINGUANG KABUPATEN PASAMAN BARAT E - JURNAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEPADATAN POPULASI KERANG TAHU (Meretrix meretrix) PADA

EKOSISTEM MANGROVE DI MUARO BINGUANG

KABUPATEN PASAMAN BARAT

E - JURNAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

FEBY MULIAWATI

NIM. 10010086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

(2)
(3)

KEPADATAN POPULASI KERANG TAHU (Meretrix meretrix) PADA

EKOSISTEM MANGROVE DI MUARO BINGUANG KABUPATEN

PASAMAN BARAT

Feby Muliawati, Nurhadi dan Meliya Wati

Pendidikan Biologi, STKIP PGRI Sumatera Barat, Gunung Pangilun, Padang, email: febycharbey@yahoo.com

ABSTRACT

Kerang tahu is one of Bivalvia which belonging to Veneridae Family which like mullet such as smooth sand. This shell is harvested in great quantities by people surrounding, because of this shell is one of food which contains high protein. The people know this shell with name Kerang Tahu. Kerang Tahu is one of fishery product which has economical precious, have a size not too large, usual to consumed and difficult to reach it. Kerang Tahu has benefits for us such as infection relieve, treat of typhoid fever, soothe of painful, it able to omit cyst and detoxification. This research has purpose to know compactness of Kerang Tahu’s population and chemistry-physic factor towards mangrove tree ecosystem in Muaro Binguang west Pasaman District. This research had done on October 2015 in Muaro Binguang West Pasaman District. Type of this research is survey descriptive, technique sampling use purposive sampling method. Removal of sample consist of 3 stations, each station is established by 3 sample removal spots. The sample was taken 2 times removal. Result of this research show that compactness of Kerang Tahu’s Population (Meretrix meretrix) which found in Mangrove Ecosystem in Muaro Binguang West Pasaman District, found that compactness of Kerang Tahu is low with 2, 02 ind/m2. Parameter of water chemistry-physic’s factor in Magrove Ecosystem in Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat in good milling for Kerang Tahu’s life.

Kata kunci: Compactness Population, Kerang Tahu, Muaro Binguang

PENDAHULUAN

Muaro Binguang adalah salah satu Muaro yang berada di Kecamatan Kinali di desa Mandiangin Kabupaten Pasaman Barat, yang mengalir dari Nagari Mandiangin melintasi Nagari Kinali dan berakhir di Samudera Hindia di Pesisir Barat Sumatera.

Muaro Binguang memiliki berbagai macam peran dan manfaat. Muaro Binguang berperan sebagai tempat lalu lintas kapal nelayan, dan manfaat Muaro Binguang yaitu sebagai tempat tumpuan aktivitas masyarakat seperti tempat pariwisata, pegambilan kerang dan penebangan pohon mangrove yang digunakan sebagai bahan kayu bakar. Hal ini dapat dikhawatirkan merusak ekosistem biota terutama kerang yang terdapat di Muaro Binguang tersebut. Karena mangrove sebagai habitat tempat hidup, berlindung, memijah dan penyuplai makanan dapat menunjang kehidupan kerang. Rantai makanan yang berperan di daerah ekosistem mangrove adalah rantai

makanan detritus dimana sumber utama detritus berasal dari daun-daunan dan ranting-ranting mangrove yang gugur dan membusuk. Oleh karena itu organisme terutama Bivalvia dan Gastropoda dapat dijadikan sebagai indikator ekologi untuk mengetahui kondisi ekosistem, dan mangrove juga memiliki fungsi sebagai daerah asuhan, daerah tempat mencari makan dan daerah pemijahan (Bengen, 2004

dalam Hartoni dan Agussalim, 2012).

Kepadatan kerang pada ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh kegiatan yang terdapat pada ekosistem mangrove yaitu dimana hal ini akan memberikan efek terhadap kelangsungan hidup kerang, karena hidup kerang cenderung menetap dengan pergerakan yang terbatas. Adanya bermacam aktifitas di ekosistem mangrove akan merubah kondisi lingkungan tempat hidup kerang misalnya penebangan pohon mangrove yang dijadikan sebagai bahan

(4)

kayu bakar dan pengambilan kerang (Pramudji, 2000 dalam Hartoni dan Agussalim, 2012).

Secara geografik, kerang tahu mempunyai sebaran yang cukup luas di Indonesia. Secara vertikal, kelas pelecypoda ditemukan mulai batas pasang terendah sampai kedalaman 75 m. kerang tahu mampu hidup di daerah intertidal sampai daerah intertidal dengan kedalamam 20 m (Apriliani, 2012).

Kerang tahu merupakan salah satu bivalvia yang termasuk famili Veneridae yang menyukai habitat berupa pasir halus. Pasir halus memudahkan kerang tahu

membenamkan diri. Kedalaman

pembenaman diri kerang tahu tidak terlalu dalam karena kerang ini memiliki siphon yang pendek. Sehingga hal ini akan membantu dalam menyaring makanan (Apriliani, 2012).

Kerang ini termasuk salah satu bivalvia yang bernilai ekonomis tinggi. Di beberapa tempat Meretrix meretrix menjadi sumber penghasilan bagi penduduk sekitar. M.

meretrix dikenal dengan beberapa nama

lokal seperti kerang susu, kerang putih, kerang lamis dan kerang tahu. Keberadaan dan distribusi kerang ini di pengaruhi oleh keadaan lingkungan dan tingkat eksploitasi. Melihat kondisi seperti itu perlu dilakukan upaya pengelolaan dengan strategi pemanfaatan yang tepat seperti pembatasan waktu dan ukuran tangkap (Setyobudiandi et. al., 2004).

Kerang tahu mempunyai manfaat yaitu dapat digunakan sebagai antikanker, bisa mengurangi peradangan, mengobati demam

tifoid, meredakan nyeri, dapat

menghilangkan kista dan detoksifikasi (Wenyan et. al., 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi kerang tahu di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian tentang kepadatan kerang tahu dapat memberikan informasi dasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Oktober 2015 di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat. Kadar organik substrat dan salinitas di hitung di laboratorium air jurusan teknik lingkungan Universitas Andalas.

Penentuan Stasiun Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survey Deskriptif (pengamatan langsung ke lapangan), teknik pengambilan sample adalah Purposive Sampling, didasari karena tempat hidup, kondisi lingkungan dan habitatnya. Penelitian ini dilakukan pada 3 stasiun dengan mempertimbagkan masing-masing stasiun memiliki kondisi berbeda-beda. Stasiun I di dekat kawasan magrove, stasiun II di daerah terbuka, Stasiun III jauh dari jangkauan masyarakat. Pada tiap stasiun terdapat 3 titik, setiap titik dipasang belt transect sebanyak 20 plot pengamatan, belt transect berukuran 1x1 m.

Analisis Data

Kepadatan(K)=Jumlah individusuatu spesies Luas area plot

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang kepadatan populasi kerang tahu (Meretrix meretrix) pada Ekosistem Mangrove di Muaro Kabupaten Pasaman Barat didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Kepadatan populasi kerang Tahu (Meretrix meretrix) di Muaro Binguang Kabupaten

Pasaman Barat Stasiun

Jumlah individu/titik pengambilan Total Kepadatan Kepadatan (ind/m2 ) A B C I 53 46 41 140 2,33 II 32 36 35 103 1,71 III 0 0 0 0 0 Total 85 82 76 243 2,02

Berdasarkan Tabel 1. Rata-rata kepadatan populasi kerang tahu (Meretrix

meretrix) di Muaro Binguang pada stasiun 1

rata-rata kepadatan populasi yang didapatkan adalah 2,33 ind/m2, dimana pada Stasiun 1 ini didapatkan kepadatan populasi

(5)

tertinggi, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun III yaitu 0 ind/m2. Hasil

pengambilan pertama dan kedua kerang tahu dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini

Gambar 4. Diagram batang pada hasil pengambilan pertama dan pengambilan kedua kerang tahu.

Hasil penelitian terhadap pengukuran beberapa faktor fisika kimia air di Muaro

Binguang Kabupaten Pasaman Barat diperoleh hasil seperti pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Parameter faktor fisika kimia perairan di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat.

Parameter Stasiun I II III 1. Suhu (0C) 31,5 32,5 32,5 2. pH 6,60 6,55 6,55 3. DO(mg/l) 6,8 4,0 4,0 4. Salinitas(%) 0,32 0,26 0,29

5. Kadar organik substrat (KOS) (mg/L) 2,03 0,88 0,65

Kepadatan populasi kerang tahu pada Ekosistem Mangrove di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat termasuk kedalam kepadatan populasi yang rendah yaitu 2,02 individu/m2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuan (2000) dalam Apriliani (2012) kerang dengan kepadatan 50-100 individu/m2 disebut kepadatan maksimum, kepadatan 16-50 individu/m2 disebut kepadatan sedang, dan kepadatan 7-16 individu/m2 disebut kepadatan minimum.

Kepadatan yang diperoleh di Muaro Binguang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Apriliani (2012) menemukan kepadatan populasi kerang tahu di muara Sungai Terusan dan muara Sungai Juru Tulis dengan kepadatan populasi 450 individu/m2 dan 646 individu/m2 dan Setyobudiandi et.

al., (2004) menemukan kepadatan populasi

kerang tahu di Perairan Marunda dengan kepadatan populasi tertinggi 1381 individu/m2. Rendahnya kepadatan populasi kerang tahu di muaro binguang disebabkan karena nilai kadar organik substrat yang didapat lebih rendah yaitu berkisar antara 0,65-2,03 mg/l, sedangkan rata-rata KOS pada penelitian Setyobudiandi et. al., (2004) di perairan Marunda yaitu 0,20-3,38 mg/l. Dengan tingginya nilai KOS yang diperoleh pada penelitian Setyobudiandi et. al., (2004) mendukung pertumbuhan kerang tahu yang diperoleh lebih tinggi dan lebih baik. Pengambilan kerang tahu yang dilakukan secara terus menerus memungkinkan akan mempengaruhi populasi kerang tahu. Tingginya tingkat eksploitasi menyebabkan 0 5 10 15 20 25 30 1A 1B 2A 2B 3B 3B Titik A Titik b Titik C

Stasiun

(6)

rendahnya populasi kerang tahu di muaro binguang.

Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kepadatan kerang tahu pada muaro binguang dilihat dari faktor biologis dimana natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi. Menurut Krebs (1989) dalam Siswantoro (2003) kepadatan populasi suatu habitat sangat dipengaruhi oleh imigrasi dan natalitas yang memberi penambahan jumlah kepadatan populasi. Sedangkan emigrasi dan mortalitas memberi pengurangan jumlah kepadatan populasi.

Kepadatan populasi kerang tahu tertinggi didapatkan pada Stasiun I yaitu 2,33 individu/m2, jika dibandingkan dengan Stasiun II dan III. Tingginya kepadatan populasi kerang tahu pada Stasiun ini disebabkan karena, tingginya kadar organik substrat pada stasiun I yaitu 2,03 mg/l, selain itu pada Stasiun I tipe substratnya pasir dan lumpur. Substrat memegang peranan penting dalam menentukan kepadatan populasi kerang. Menurut Tuan (2000) dalam Apriliani (2012) tipe substrat yang mendukung untuk kehidupan kerang yang baik adalah substrat yang terdiri dari 56% lumpur dan 44% pasir. Berdasarkan hasil penelitian Setyobudiandi et. al., (2004) kadar organik substrat 3,38 mg/l ditemukan kepadatan populasi yang paling tinggi yaitu 1381 ind/m2. Menurut Nybakken (1988)

dalam Siswantoro (2003) menyatakan bahwa hewan penggali cendrung melimpah pada substrat lumpur dan substrat lunak. Menurut Apriliani (2012) kebutuhan kadar organik sangat penting bagi kehidupan hewan bentik. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan karbon merupakan unsur hara yang dapat menyediakan makanan bagi kerang tahu dimana makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan individu.

Faktor fisika kimia yang didapat pada Stasiun ini juga mendukung kehidupan kerang tahu karena berada dalam kisaran toleransi kehidupan kerang tahu yaitu 31,50C. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Setyawati (1986) dalam Apriliani (2012) kerang tahu mampu hidup pada kisaran suhu 26-310C. Derajat keasaman pada ekosistem mangrove di muaro Binguang berada dalam kisaran toleransi kehidupan kerang tahu yaitu 6,55-6,60. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan Setyobudiandi et. al., (2004) menjelaskan bahwa kisaran pH yang cocok untuk kehidupan kerang tahu yaitu 6,5-7,5. Oksigen terlarut (DO) pada Stasiun ini berada dalam kisaran yang baik. Menurut Setyobudiandi et. al., (2004) bahwa kisaran oksigen terlarut yang cocok untuk pertumbuhan kerang tahu yaitu 2,01 mg/l- 9,24 mg/l. Disamping itu tingginya populasi kerang tahu pada Stasiun I disebabkan populasi kerang tahu tidak tereksploitasi, karena jarak yang jauh dan sulit dijangkau masyarakat untuk mengambil kerang pada daerah tersebut.

Salinitas pada Muaro Binguang relatif rendah 0,26-0,32%. Rendahnya salinitas pada muaro binguang diduga oleh aktivitas masyarakat seperti tempat lalu lintas kapal nelayan, tempat pariwisata,pengambilan kerang dan penebangan pohon mangrove. Rendahnya salinitas mempengaruhi kepadatan kerang tahu. Menurut Steawrt (2002) dalam jurmiati et.al., (2014) sebaran salinitas di perairan estuari sangat dipengaruhi oleh kedalaman, arus pasut, aliran permukaan, penguapan dan sumbangan jumlah air tawar yang masuk keperairan laut.

Pada Stasiun II kepadatan kerang tahu rendah jika dibandingkan pada Stasiun I, adalah 1,71 individu/m2 rendahnya kepadatan pada Stasiun ini disebabkan masyarakat banyak mengambil Meretrix

meretrix untuk dijual sebagai salah satu

sumber penghasil. Faktor fisika kimia air yang didapatkan pada Stasiun ini kurang mendukung terhadap kehidupan dan pertumbuhan kerang tahu, dapat dilihat dari suhu pada Stasiun ini yaitu 32,50C, suhu pada kisaran ini kurang cocok untuk mendukung kehidupan kerang tahu. Kadar organik pada Stasiun ini juga kurang mendukung terhadap kehidupan kerang tahu. Kepadatan populasi kerang tahu terendah pada stasiun III dengan rata-rata kepadatan 0 individu/m2. Hal ini karena rendahnya kadar organik substrat pada stasiun III yaitu 0,65, KOS memegang peranan penting dalam menentukan kepadatan populasi kerang. Menurut Tuan (2000) dalam Apriliani (2012) tipe substrat yang mendukung untuk kehidupan kerang yang baik. Stasiun ini kisaran suhunya tidak dalam kisaran toleransi terhadap kehidupan kerang tahu yaitu 32,50C. Berdasarkan hasil penelitian

(7)

yang telah dilakukan oleh (Setyawati 1986

dalam Apriliani 2012) kerang tahu mampu

hidup pada kisaran suhu 26-310C. Selain itu stasiun III merupakan lokasi yang dekat dengan pantai. pada stasiun III ini tidak ditumbuhi oleh mangrove sehingga tidak ada penguraian daun-daun mangrove menjadi bahan organik untuk cadangan makanan bagi kerang tahu tersebut. Menurut Bengen (2004) dalam Hartoni dan Agussalim (2012) mangrove memiliki fungsi ekologis bagi boita-biota seperti moluska, udang, kepiting dan cacing yaitu sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah tempat mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground).

Parameter lingkungan perairan sangat

menentukan untuk perkembangan,

pertumbuhan dan keberadaan kerang serta memperlihatkan kondisi baik dan buruknya suatu perairan. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa faktor fisika kimia pada Ekosistem Mangrove di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat masih dalam kisaran normal dan mendukung untuk kehidupan kerang tahu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Kepadatan populasi Kerang tahu pada Ekosistem Mangrove di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat yaitu 2,02 ind/m2.2) Faktor fisika kimia air di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat dalam kisaran baik bagi kehidupan kerang Tahu.

Berdasarkan penelitian diatas dapat dilihat di Muaro Binguang Kabupaten Pasaman Barat kepadatan kerang tahu sangat rendah. Disarankan kepada pemegang kebijakan di Kabupaten Pasaman Barat dan penduduk sekitar agar dapat menjaga ekosistem muaro binguang, untuk penelitian selanjutnya mengenai bioekologi guna usaha budidaya agar kerang ini tetap ada

.

DAFTAR PUSTAKA

Apriliani, Intan. (2012). “Bioekologi Kerang Tahu (Meretrix meretrix L.

1758) Di Muara Sungai Juru Tulis

Dan Muara Sungai Tarusan, Pantai Mayangan Jawa Barat ” Skripsi tidak diterbitkan. Institut Pertanian Bogor. E Journal.

Ernanto, Rafki, F. Agustriani dan R. Aryawati. (2010). Struktur Komunitas Gastropoda Pada Ekosistem Magrove di Muara Sungai Batang Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Maspari Journal (Nomor 01). Hlm. 73-78. Hartoni dan Andi Agussalim. (2012). Komposisi Dan Kelimpahan Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) Di Ekosistem Magrove Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. (Nomor 1). Hlm . 6-15.

Jumiarti, A. Pratomo, & D. Apdillah (2014) Pola Sebaran Salinitas Dan Suhu Di Perairan Teluk Riau Kota Tanjung pinang Provinsi Kepulauan Riau Siswantoro, Budi. (2003). “Kajian tentang

pertumbuhan dan penyebaran dari Meretrix meretrix di pantai Jenu Kabupataen Tuban”. Skripsi tidak diterbitkan. Institut Pertanian Bogor. Setyobudiandi, Isdradjat, E. Soekendarsih,

Y. Vitner dan R. Setiawan. (2004). Bio- Ekologi Kerang Lamis (Meretrix meretrix) Di Pereairan Merunda. Jurnal Imu-Ilmu Perairan Dan Perikanan Indonesia. (Nomor 1). Hlm 61-66

.

Xie Wenyan ,C. Chen, X. Liu, B. Wang, Y. Sun, M. Yan dan X. Zhang. (2012). Meretrix Meretrix Komponen aktif

dan bioactivitie. Life Science Journal.(nomor 9). Hlm 3.

Gambar

Tabel  1.  Kepadatan  populasi  kerang  Tahu  (Meretrix  meretrix)  di  Muaro  Binguang  Kabupaten  Pasaman Barat
Gambar 4. Diagram batang pada hasil pengambilan pertama dan pengambilan kedua  kerang  tahu

Referensi

Dokumen terkait

Temuan penelitian tentang faktor penghambat negosiasi bisnis adalah pengetahuan wanita pengusaha mengenai negosiasi bisnis secara teoritis masih terbatas, antara lain:

Selanjutnya skema ini juga digunakan untuk mensimulasikan gelombang panjang interface yang berpropagasi melalui topografi dengan kedalaman yang berbeda

Pada penciptaan karya kriya kulit dengan teknik carving menghasilkan delapan buah karya yang terdiri dari tiga buah dompet panjang, satu buah belt, dua buah tas selempang pria

Janganlah keliru bahwa para senior ini adalah para pengikut setia dari setan dan mereka terlibat didalam ritual penyembahan, jika dilihat oleh orang lain, mereka akan merasa

'i bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalusemakin ke dalam dibatasi dengan luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalusemakin ke dalam dibatasi dengan

Penambahan kombinasi tepung daun kelor dan tepung bawang putih dalam ransum belum mampu menurunkan level kolesterol, trigliserida dan LDL serta belum mampu meningkatkan

1) Semakin tinggi kecepatan feedwater (kecepatan tube), maka koefisien konveksi sisi tube akan semakin meningkat, dengan laju alir massa feedwater konstan.

Berdasarkan pengujian kekasaran permukaan pada hasil pembubutan material ST 90 dengan pemakaian pahat karbida maka hubungan antara kecepatan putaran mesin (n) terhadap nilai