• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSTIK POTENSI PESERTA DIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIAGNOSTIK POTENSI PESERTA DIDIK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSTIK POTENSI PESERTA DIDIK

Risnita 1

Abstraksi

Pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subjek bukan sebagai objek. Menurut Piaget sejak lahir peserta didik mengalami tahap-tahap perkembangan Kognitif. Setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Berdasarkan Intelegeni Wechsler peserta didik berbakat intelektual tergolong “sangat unggul” (IQ 130 keatas) berjumlah 2,2% dan tergolong “unggul” (IQ 120-129) berjumlah 6,7% dari populasinya. Peserta didik bagaikan aneka macam bunga elok di taman sari yang indah. Mereka memiliki pesonanya masing-masing sehingga tidak bisa diseragamkan begitu saja atau dipangkas sama rata.

Kata kunci : multiple intelegences A. Pendahuluan

Potensi hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk secara effektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan terpadu, dikelola secara serasi dan seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi pesera didik secara utuh dan optimal. Oleh karena itu, strategi manajemen pendidikan perlu secara khusus memperhatikan pengembangan potensi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (unggul), yaitu dengan cara penyelenggaraan program pembelajaran yang mampu mengembangkan keunggulan-keungulan tersebut, baik dalam hal potensi intelektual maupun bakat khusus yang bersifat keterampilan (gifted and talented).

Strategi pembelajaran yang dilaksanakan selama ini masih bersifat massal, yang memberikan perlakuan dan layanan pendidikan yang sama kepada semua peserta didik. Padahal mereka berbeda tingkat kecakapan, kecerdasan, minat, bakat, dan kreativitasnya. Strategi pelayanan pendidikan seperti ini memang tepat dalam konteks pemerataan kesempatan, akan tetapi kurang menunjang usaha mengoptimalkan pengembangan potensi peserta didik secara cepat.

Peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa merupakan kelompok kecil. Berdasarkan Intelegeni Wechsler peserta didik berbakat intelektual tergolong “sangat unggul” (IQ 130 keatas) berjumlah

1

Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi

2,2% dan tergolong “unggul” (IQ 120-129) berjumlah 6,7% dari populasinya. Jumlah ini memang masih tergolong kecil, namun secara potensial mereka unggul dalam salah satu atau beberapa bidang yang meliputi bidang-bidang intelektual umum dan akademis khusus, berpikir kreatif-produktif, kepemimpinan, seni dan psikomotorik.

B. Memahami Peserta Didik

Mengajar atau “teaching” adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Sedangkan pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.

Konsep pembelajaran adalah “bagaimana membelajarkan peserta didik”, dan bukan pada “apa yang dipelajari peserta didik”. Dengan demikian pembelajaran menempatkan peserta didik sebagai subjek bukan sebagai objek. Oleh karena itu agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu memahami karakteristik peserta didik.

C. Tahap-tahap Perkembangan Peserta Didik

Menurut Piaget sejak lahir peserta didik mengalami tahap-tahap perkembangan Kognitif. Setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

Perkembangan peserta didik sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya baik dalam aspek kognitif maupun aspek non kognitif, melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Perkembangan kemampuan peserta didik usia sampai 5 tahun (TK). Pada usia ini, anak (peserta didik) berada dalam periode “praoperasional” yang dalam menyelesaikan persoalan, ditempuh melalui tindakan nyata dengan jalan memanipulasi benda atau objek yang bersangkutan. Peserta didik belum mampu menyelesaikan persoalan melalui cara berpikir logik sistematik. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan belum cukup tinggi untuk dapat menghasilkan tranformasi yang tepat. Demikian juga perkembangan moral peserta didik masih berada pada tingkatan moralitas yang baku. Peserta didik belum sampai pada pemilihan kaidah moral sendiri secara naral. Perkembangan nilai dan sikap sangat dipengaruhi oleh situasi yang berlaku dalam keluarga. Nilai-nilai yang berlaku dalam

(2)

keluarga akan diadopsi oleh peserta didik melalui proses imitasi dan identifikasi. Keterkaitan peserta didik dengan suasana dan lingkungan keluarga sangat besar.

2. Perkembangan Kemampuan peserta didik usia 6-12 tahun (SD).

Pada usia ini peserta didik dalam periode operasional konkrit yang dalam menyelesaikan masalah sudah mulai ditempuh dengan berpikir, tidak lagi terlalu terikat pada keadaan nyata. Kemampuan mengolah informasi lingkungan sudah berkembang sehingga transformasi yang dihasilakan sudah lebih sesuai dengan kenyataan. Demikian juga perkembangan moral anak sudah mulai beralih pada tingkatan moralitas yang fleksibel dalam rangka menuju ke arah pemilihan kaidah moral sendiri secara nalar. Perkembangan moral perserta didik masa ini sangata dipengaruhi oleh kematangan intelektual dan interaksi dengan lingkungannya. Dorongan untuk keluar dari lingkungan rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya mulai nampak dan semakin berkembang. Pertumbuhan fisik mendorong peserta didik untuk memasuki permainan yang membutuhkan otot kuat.

3. Perkembangan kemampuan peserta didik usia 13-15 tahun (SLTP). Pada usia ini peserta didik memasuki masa remaja, periode formal operasional yang dalam perkembangan cara berpikir mulai meningkat ke taraf lebih tinggi, abstrak dan rumit. Cara berpikir yang bersifat rasional, sistematik dan eksploratif mulai berkembang pada tahap ini. Kecendrungan berpikir mereka mulai terarah pada hal-hal yang bersifat hipotesis, pada masa yang akan datang, dan pada hal-hal yang bersifat abstrak. Kemampuan mengolah informasi dari lingkungan sudah semakin berkembang.

D. Bakat dan Kecerdasan Peserta Didik

Bakat dan kecerdasan merupakan dua hal yang berbeda, namun saling terkait. Bakat adalah kemampuan yang merupakan sesuatu yang melekat (inherent) dalam diri seseorang. Bakat peserta didik dibawa sejak lahir dan terkait struktur otaknya. Secara genetik struktur otak telah terbentuk sejak lahir, tetapi berfungsinya otak sangat ditentukan oleh cara peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya. Biasanya kemampuan itu dikaitkan dengan intelegensi atau kecerdasan, dimana kecerdasan atau intelegensi (Intelligence Quotient) merupakan modal awal untuk bakat tertentu.

Potensi bawaan peserta didik sampai menjadi bakat berkaitan dengan kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik. Tingkat intelektalitas

peserta didik berbakat biasanya cendrung di atas rata-rata. Namun peserta didik yang intelektualitasnya tingi tidak selalu menunjukkan peserta didik berbakat. Bakat seni dan olahraga misalnya, keduanya memerlukan strategi, taktik, dan logika yang berhubungan dengan kecerdasan. Dengan demikian, umumnya peserta didik berbakat memang memiliki tingkat intelegensi di atas rata-rata.

Peserta didik berbakat adalah peserta didik yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan unggul. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi :

1. Kemampuan intelektual umum (kecerdasan intelegensi) 2. Kemampaun akademik khusus

3. Kemampuan berpikir kreatif-poduktif 4. Kemampuan memimpin

5. Kemampuan dalam salah satu bidang seni

6. Kemampuan psikomotor (seperti dalam olah raga).

Faktor lain yang juga menentukan perkembangan potensi peserta didik menjadi bakat, yakni Kecerdasan Emosional (Emotional Quetient). Bakat yang dimiliki peserta didik tidak terbatas pada satu keahlian. Jika bakat tersebut dikembangkan bisa menjadi lebih dari dua keahlian yang saling berkaitan. Misal jika peserta didik suka menyanyi tak jarang pula ia akan berbakat menari. Jika peserta didik suka baca puisi biasanta peserta didik akan punya bakat seni peran.

Bakat yang dimiliki peserta didik juga berkaitan dengan bakat orang tua. Sekitar 60% bakat peserta didik diturunkan dari orang tua, selebihnya dipengaruhi faktor lingkungan. Bakat turunan bisa dideteksi dengan cara membandingka peserta didik dengan peserta didik lain. Peserta didik berbakat lebih cepat berkembang ketimbang peserta didik lain seusianya, misalnya mereka lebih cepat dalam hal berhitung soal matematika, menari, atau menghafal lagu jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya.

1. Tanda-tanda Bakat Peserta Didik

a. Mempunyai ingatan yang kuat, contoh : sanggup mengingat letak benda-benda, tempat-tempat penyimpanan, lokasi-lokasi dsb. b. Mempunyai logika dan keterampilan analitis yang kuat. Contoh

sanggup menyimpulkan, menghubung-hubungkan satu kejadian dengan kejadian lainnya.

c. Mampu berpikir abstrak, contoh: membayangkan sesuatu yang tidak tampak, kemampuan berimajinasi dan asosiasi, Misal membayangkan keadaan di bulan, di luar angkasa, atau tempat lain yang belum pernah dikunjungi.

(3)

d. Mampu membaca tata letak (ruang). Contoh: menguasai rute jalan, kemana harus berbelok, menyebutkan bentuk ruang.

e. Mempunyai keterampilan mekanis, contoh: pintar bongkar pasang benda yang rumit.

f. Mempunyai bakat musik dan seni g. Luwes dalam atletik dan menari

h. Pintar bersosialisasi, contoh: mudah bergaul, mudah beradaptasi i. Mampu memahami perasaan manusia, contoh: pandai berempati,

baik dan peduli pada orang lain.

j. Mampu memikat dan merayu, contoh : penampilannya selalu membuat orang tertarik, mampu membuat orang mengikuti kemauannya.

Selain memiliki tanda-tanda keunggulan di atas peserta didik berbakat mempunyai karakteristik negatif diantaranya :

a. Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan pemahaman pengetahuan yang sedikit.

b. Dapat mendominasi diskusi

c. Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya d. Suka ribut

e. Memilih kegiatan membaca dari pada berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat, atau kegiatan fisik

f. Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu g. Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari

h. Menjadi bosan karena banyak hal yang diulang-ulang i. Menggunakan humor untuk memanipulasi sesuatu.

j. Melawan jadwal yang (hanya) didasarkan atas pertimbangan waktu saja bukan atas pertimbangan tugas.

Peserta didik yang unggul dalam bidang tertentu belum tentu unggul di bidang yang lain. Misalnya ada peserta didik yang unggul di bidang matematika, namun ia kurang mampu menyanyi di depan kelas atau menggambar. Sebaliknya peserta didik yang sudah sering tampil menyanyi di layar televisi, mungkin kurang tangkas ila harus memecahkan soal-soal matematika yang rumit di kelas. Kondisi semacam ini harus dipahami oleh guru. Kelebihan dan kelemahan yangada pada peserta didik hendaknya diperlakukansecara seimbang. Dengan demikian potensi yang dipunyai peserta didik akan tumbuh dan berkembang selaras dengan perkembangan ilmu yang mereka terima melalui pembelajaran di seolah maupun di lingkungannya.

Keberhasilan pendidikan terkait dengan kemampuan orang tua dan guru dalam hal memahami peserta didik sebagai individu yang

unik. Peserta didik harus dilihat sebagai individu yang memiliki berbagai potensi yang berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi dan berharga. Mungkin dapat diibaratkan sebagai bunga-bunga aneka warna di suatu taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah dengan keelokannya masing-masing.

2. Kecerdasan Peserta Didik

Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika-logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis. Secara rinci masing-masing kecerdasan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Kecerdasan Matematika Logika

Menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.

2. Kecerdasan Bahasa

Menunjukkan kemampan seeorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.

3. Kecerdasan Musikal

Menunjukkan kemampuan seeorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada disekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.

4. Kecerdasan Visual-Spasial

Menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahamai secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang.

5. Kecerdasan Kinestetik

Menunjukkan kemampuan seseorang untuksecara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.

6. Kecerdasan Interpersonal

Menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cendrung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.

(4)

7. Kecerdasan Intrapersonal

Menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap dirinya sendiri. Ia cendrung mampu mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya.

8. Kecerdasan Naturalis

Menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya yang berada di lingkungan alam yang terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan.

Howard Gardner pakar psikologi perkembangan berupaya menciptakan teori baru tentang pengetahuan yang dikenal dengan teori Multiple Intelegences atau kecerdasan majemuk/Ganda. Kecerdasan tidak terbatas pada kecerdasan intelektual yang diukur dengan menggunakan beberapa tes intelegensi, atau sekedar melihat prestasi yang ditampilkan peserta didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah, tetapi kecerdasan juga menggambarkan kemampuan peserta didik pada bidang lain, seperti : seni, spasial, olah-raga, berkomunikasi, dan cinta akan lingkungan.

Daniel Goleman melalui bukunya Emotional Intellegence atau Kecerdasan Emosional, mengembangkan dan melengkapi teori Gardner, dari delapan spektrum kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner, Goleman memberikan tekanan pada aspek kecerdasan interpersonal atau antar pribadi. Inti kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, tempramen, motivasi dan hasrat keinginan orang lain. Namun menurut Gardner, kecerdasan antar pribadi ini lebih menekankan pada aspek kognisi atau pemahaman, sementara faktor emosi atau perasaan kurang diperhatikan.

Menurut Goleman faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam mencerdaskan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional. Lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosional menurut Goleman adalah :

a. Kemampuan Mengenali Emosi Diri.

Adalah kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul. Ini sering dikatakan sebagai dasar dari kecerasan emosional. b. Kemampuan Mengelola Emosi

Adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunay secara salah.

c. Kemampuan Memotivasi Diri.

Adalah kemampuan memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. d. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain

Adalah kemampuan utuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain sehingga orang lain akan merasa senang karena dimengerti perasaannya.

e. Kemampuan Membina Hubungan

Adalah kemampuan untuk mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya kecerdasan emosional dikembangkan pada diri peserta didik. Kecerdasan emosional perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada peserta didik sejak usia dini karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat berkembang secara lebih optimal. Banyak dijumpai peserta didik yang begitu cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun tidak mampu mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa, atau angkuh dan sombong, sehingga prestasi tersebut tidak banyak bermanfaat untuk dirinya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Robert Coles, menurutnya di samping IQ ada suatu kecerdasan yang disebut sebagai kecerdasan moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang peserta didik untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku, yang semuanya ini merupakan kunci keberhasilan bagi seorang peserta didik di masa depan. Namun sebagai makhluk Tuhan peserta didik mempunyai kewajiban untuk selalu taat menjalankan perintah agamanya (Emotionally and Spritual

Quotien). Oleh karena itu harus dijaga hubungan yang seimbang antara

diri individu (IQ), sosial (EQ), dan hubungan dengan Tuhan (ESQ). E Identifikasi Potensi Peserta Didik

1. Ciri-ciri (indikator) Keberbakatan Peserta Didik.

Bakat dan minat berpengaruh pada prestasi mata pelajaran tertentu. Dalam satu kelas, bakat dan minat peserta didik yang satu berbeda dengan bakat dan minat peserta didik lainnya. Namun setiap

(5)

peserta didik diharapkan dapat menguasai semua materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah.

Munandar mengungkapkan ciri-ciri (indikator) peserta didik berbakat sbb:

a. Indikator intelektual/belajar b. Indikator kreativitas

c. Indikator motivasi

2. Kecendrungan Minat Jabatan Peserta Didik a. Realistik

b. Penyelidik c. Seni d. Sosial e. Suka Usaha

f. Tidak mau berubah

3. Proses Identifikasi Potensi Peserta Didik

Ada dua cara untuk mengidentifikasi anak berbakat a. Identifikasi melalui penggunaan data objektif,

1). Skor tes intelegensi individ 2). Skor tes intelegensi kelompok 3). Skor tes akademik

4).Skor tes kreativitas

b. Identifikasi melalui penggunaan data subjektif 1). Ceklis prilaku

2). Nominasi oleh guru 3). Nominasi oleh orang tua 4). Nominasi oleh teman sebaya 5). Nominasi oleh diri sendiri.

Diagram 1 : Diagram Pemanfaatan Hasil Penjaringan Potensi Peserta Didik dalam Bimbingan Karir.

Mata

Pelajaran/Kelompok Skala Prestasi Mata Pelajaran 0 Rata-rata 10

Matematika * Sains * Pengetahuan Sosial * Bahasa * Bimbingan Belajar Bimbingan karir

F. Peranan Guru dalam Mengembangkan Potensi Peserta Didik.

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) menyebutkan pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksankan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sedangkan dalam pasal 32 ayat (1) disebutkan bahwa pendidik khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Dalam pembelajaran guru sebagai pendidik berinteraksi dengan peserta didik yang mempunyai potensi beragam. Untuk itu pembelajaran hendaknya lebih diarahkan kepada proses belajar kreatif dengan menggunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif pnyelesaian) maupun proses berpikir konvergen (proses berpikir mencari jawaban tungal yang paling tepat).

Dalam konteks ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada pengarah yang menentukan segala-galanya bagi peserta didik. Sebagai fasilitator guru lebih banyak mendorong peserta didik (motivator) untuk mengembangkan inisiatif dalam menjajagi tugas-tugas baru. Guru harus lebih terbuka menerima gagasan-gagasan peserta didik dan lebih berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan peserta didik yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif.

G. Penutup

Peserta didik adalah individu unik yang mempunyai eksistensi, yang memiliki jiwa sendiri, serta mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya masing-masing yang khas. Peserta didik bagaikan aneka macam bunga elok di taman sari yang indah. Mereka memiliki pesonanya masing-masing sehingga tidak bisa diseragamkan begitu saja atau dipangkas sama rata. Mereka sunguh memerlukan perlakuan khusus dan individual selain sekedar perlakuan kolektifikasi.

DAFTAR BACAAN

Amstrong, Thomas. (1994). Multiple Intelligence in the Classroom, Alexandria, Virginia :ASCD

(6)

Balitbang Depdikbud, (1994). Kurikulum Peserta Didik yang Memiliki

Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa, pada Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Departemen Penidikan dan

Kebudayaan.

Coles, Robert. (1997). The Moral Intelligence of Children. New York: Random House, Inc

Gardner, Howard. (1993). Multiple Intelligence. New York: Basic Books Harper Collins Publ. Inc

Holland, John L. (1985). Making Vocational Choices, A Theory of

Vocational Personalities and Work Enviroments. New Jersy

: Prentice-Hall, INC

Kamaluddin, Laode. (1993). Pengembangan Pendidikan Nilai Sebagai

Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia.

Maklah Seminar Nasional: Jakarta Hilton Convenntion Centre.

Moeljadi. (1993). Pokok-pokok Pengelolaan Sekolah Menengah. Jakarta: Lincah Store.

Munandar, Utami. S.C. (1992). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas

Peserta Didik Sekolah. Jakarta : Gramedia

Renzulli, Joseph S., Reis Selly M. Smith Linda H. (1981). Gifted and

Talented Education in Perspective. Virginia : Eric. Clearing

House.

Reni Akbar, dkk. (2001). Keberbakatan Intelektual. Jakarta : Grasindo Stoliz, Paul G. (1997) Adversity Quotient: Turning Obstacles into

opportunities. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Semiawan, Conny, R. (1992). Pengembangan Kurikulum Berdiferensiasi, Jakarta : Grasindo.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

VALIDITAS TES BUATAN DOSEN

(SURVAI PADA DOSEN DI FAK.TARBIYAH IAIN SULTHAN

THAHA SAIFUDDIN JAMBI TA.2010 - 2011)

RIZALMAN

Abstrak

The objective of the research is to study the relationships between Comprehension of Constructing Achievement Test, Perception of Evaluation System and Validity of Lecturers Constructed Test. The research was conducted at the Faculty of Education al IKIP Jakarta 1998/1999 with N - 41 lecturers by taking proportional random sampling technique.

The research concluded that there are positive relationships between (1) comprehension of constructing achievement test (X1) and

validity of lecturers constructed test (Y) with ry1 -0,49 and Y - 22,26 +

1,16X,, (2) perception of evaluation system (X2) and validity of

lecturers constructed^ test (Y) with ry2 -0,34 and Y = 32,87 + 0,25X2. That is also positive relationships between those two independent variables with Two independent variables with dependent variables with R Y,? 0,56 and multiple regression ? = 13,00 + 103X1 + 0,18X2

Kata Kunci : Pemahaman, Persepsi dan Validitas tes hasil belajar

buatan dosen.

Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dalam rangka upaya memberikan bimbingan, pembelajaran dan pelatihan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena pelaksanaan pendidikan tersebut melibatkan berbagai unsur yang ada didalamnya, maka pendidikan sebenarnya merupakan suatu sistem yaitu satu kesatuan dari berbagai unsur yang menimbulkan suatu interaksi antara pendidikan dengan anak didik dalam suatu lingkungan dan suasana yang kondusif.

Unsur-unsur yang dimaksud dalam interaksi pendidik adalah unsur anak didik sebagai input. Unsur pembelajaran sebagai suatu proses dan unsur lulusan sebagai out put. Dalam - unsur pembelajaran sebagai suatu proses ada beberapa faktor yang mernpengaruhi yaitu pertama faktor instrumental yang meliputi ; pendidik, kurikulum, metode, media, sarana dan prasarananya serta

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengoptimalkan gaya belajar yang dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan majemuk, siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran matematika, siswa lebih

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non keuangan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2011. Total sampel penelitian

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN PKNA. Universitas Pendidikan Indonesia

Jika pencarian tersebut gagal, maka ES akan mencari rule lain yang memiliki konklusi yang sama dengan rule pertama tadi.. Tujuannya adalah membuat rule kedua

Pada tingkat ini kebijakan luar negeri berada dalam tingkat yang lebih empiris, yaitu berupa langkah-langkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan

two tier multiple choice berbasis piktorial kepada sejumlah siswa SMA kelas X yang telah mempelajari materi larutan elektrolit dan nonelektrolit di sekolah

Berdasarkan perolehan hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial menggunakan model

dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2011) yang berjudul “ Pengaruh Model Pembelajaran SSCS dan Problem Based Instruction (PBI) terhadap Prestasi Belajar