• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Perairan Teluk Jakarta membentang dari timur ke barat sepanjang ± 35 km. Batas timur adalah Perairan Marunda yang berbatasan dengan Tanjung Gembong Bekasi. Batas barat adalah Perairan Kamal yang berbatasan dengan Perairan Dadap Tangerang. Empat (4) sungai besar dan sembilan (9) sungai sedang dengan luas daerah aliran sungai 5.325.020 m2 bermuara di Teluk Jakarta (Kusriyanto, 2002). Di Perairan Kamal terdapat muara Sungai Kamal yang merupakan sambungan sistem aliran Sungai Mookervat, sedangkan Sungai Mookervat merupakan sodetan dari Sungai Cisadane–Tangerang (Fitriati, 2004).

Kelurahan Kamal Muara merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Kamal Muara memiliki luas wilayah 10,53 km2, dengan batas wilayah:

- Sebelah utara berbatasan dengan pantai utara Laut Jawa.

- Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Dadap (Tangerang – Banten).

- Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Kapuk Kamal (Kelurahan Kamal Barat, Tegal Alur dan Kapuk).

- Sebelah timur berbatasan dengan Kali Cengkareng.

Kelurahan Kamal Muara yang termasuk dalam wilayah Jakarta Utara merupakan daerah pantai beriklim panas, dengan suhu rata-rata 27°C, curah hujan setiap tahunnya rata-rata 152,54 mm.

Kelurahan Kamal Muara terdiri dari empat (4) Rukun Warga (RW), dan RW 1 dan 4 merupakan daerah perumahan dan lokasi budidaya kerang hijau. Sebagian besar penduduk Kamal Muara mempunyai mata pencaharian di sektor perikanan yaitu sebagai nelayan sebanyak 8.018 orang, pembudidaya kerang hijau 352 orang serta pengolah (kerang, ikan rebon dan terasi) sebanyak 775 orang (Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara, 2006). Sedangkan RW 2 dan 3 digunakan sebagai kawasan industri seperti galvanisir, pengecoran logam, garmen, farmasi dan lain-lain.

(2)

Perairan Kamal Muara memiliki arus yang disebabkan oleh adanya kondisi pasang surut yang lebih banyak terjadi di perairan pantai dan teluk (Arief, 2002). Dasar perairan di wilayah ini terdiri atas lumpur, sehingga sangat cocok untuk lokasi pemasangan alat tangkap sero. Kedalaman perairan tempat pemasangan sero bervariasi mulai dari 3 m, 10 m hingga 15 m. Arus di Perairan Kamal Muara disebabkan oleh angin dan pengaruh pasang surut. Kecepatan arus di perairan ini berkisar antara 0,25 m/det - 0,50 m/det.

2.2. Wilayah Pesisir

Definisi wilayah pesisir menurut Dahuri (2001) adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang, surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi didarat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Dalam konteks pengelolaan definisi wilayah pesisir perlu diperluas hingga lebih jauh kearah hulu dan lebih jauh kearah laut. Hal ini disebabkan kawasan pesisir tidak berdiri sendiri, dan sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan manusia dan proses alami didaerah hulu. Proses penggundulan hutan dan erosi sungai dikawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) akan berpengaruh hingga wilayah pesisir. Kegiatan manusia dilaut lepas pengaruhnya dapat mencapai wilayah pesisir. Saat ini, dengan tingginya intensitas kegiatan manusia dihampir seluruh wilayah, pengelolaan wilayah pesisir tidak dapat dilakukan secara parsial tanpa melibatkan pengelolaan kawasan hulu dan laut lepas.

Perairan pesisir merupakan daerah yang kaya unsur hara. Karena kaya akan unsur hara dan jasad renik makanan alami, maka daerah ini merupakan daerah pengasuhan (nursery ground) dan daerah tempat mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis biota laut seperti ikan, kerang dan udang. Ekosistem pesisir sangat sensitif terhadap gejala perubahan dan faktor yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem tersebut. Ini tidak lain karena daerah tersebut

(3)

merupakan terminal dari daerah aliran sungai (DAS) sebagai sumber pasok bermacam-macam limbah yang dibawa dari hulu melalui aliran sungai ke daerah hilir. Perairan di wilayah pesisir sering dianggap sebagai lokasi pendingin (power generation plants) bagi industri (Cincin-Sain,1998).

Dilihat dari kondisi geografi dan topografi alamnya, lingkungan pesisir berhubungan erat dengan lingkungan DAS dan terletak dibagian paling bawah (hilir) zona tersebut. Karena itu perubahan apa saja yang terjadi di DAS akan langsung berpengaruh pada ekosistem estuarin (Kordi, Et al., 2005).

Dari sekian banyak penyebab kerusakan lingkungan laut dan pesisir, pencemaran merupakan faktor yang paling penting (Dahuri, 1998). Pencemaran tidak saja dapat merusak atau mematikan komponen biotic (biota) perairan, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan atau bahkan mematikan manusia yang memanfaatkan biota atau perairan tercemar. Selain itu pencemaran juga bisa menurunkan nilai estetika perairan laut dan pesisir yang terkena. The World Resources Institute (WRI, 1992) mempublikasikan kembali data dari artikel yang terdapat di Nature April 1991, yang memperlihatkan hubungan yang jelas antara peningkatan jumlah penduduk dengan peningkatan pencemaran pada empat puluh dua sub bagian utama.

2.3. Sungai

Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah tanah. Karena itu, dikenal istilah sungai dan sungai bawah tanah. Berdasarkan sifat badan air, tanah dan populasi biota air, sebuah sungai dapat dibedakan menjadi hulu, hilir dan muara.

Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi (jenis maupun jumlah) biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat, dan populasi biota air di dalamnya termasuk banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi.

(4)

Muara adalah bagian sungai yang berbatasan dengan laut. Di bagian sungai ini mempunyai tebing landai dan dangkal, badan air dalam, keruh serta mengalir lambat. Pada saat air laut pasang, air sungai mengalir ke hulu. Air di muara bersifat tawar sampai payau. Ketinggian permukaan badan air sangat dipengaruhi oleh pasang dan surutnya air laut. Populasi (jenis maupun jumlah) biota air relatif banyak, karena beberapa jenis ikan laut dapat masuk ke muara sungai, seperti bandeng, kakap putih, sumpit/tatabola, baronang, belanak, dan golila/terapon (Kordi, et al., 2005).

2.4. Pencemaran

Pencemaran secara umum didefinisikan sebagai kondisi berkurangnya nilai guna sebuah perairan yang diakibatkan oleh masuknya bahan ke perairan merupakan masalah serius yang perlu ditindaklanjuti pemecahan dan penanganannya. Pencemaran bahan organik yang menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman didalam air memiliki dua sisi. Satu sisi adalah sisi positif, yaitu berupa terjadinya peningkatan kesuburan perairan yang berarti pula peningkatan potensi guna perairan. Disisi lain, yang merupakan sisi negatif yaitu peningkatan kesuburan perairan ini menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan dan memerlukan penanganan yang serius (Damar, 2004).

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non point/diffuse source). Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar dari point source biasanya relatif tetap. Kualitas air sungai merupakan indikator kondisi sungai apakah masih dalam keadaan baik atau tercemar. Pencemaran sungai didefinisikan sebagai perubahan kualitas suatu perairan akibat kegiatan manusia, yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan manusia itu sendiri ataupun mahluk hidup lainnya (Kupchella dan Hyland, 1993 dalam Adibroto, 2001).

(5)

Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya: limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan (Effendi, 2003). Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan sumbernya dalam Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa jenis pencemar dan sumbernya

Jenis Pencemar

Sumber Tertentu (Point source)

Sumber Tak Tentu (Non Point source) Limbah Domestik Limbah Industri Limpasan Daerah Pertanian Limpasan Daerah Perkotaan 1. Limbah yang dapat

menurunkan kadar oksigen 2. Nutrien

3. Patogen 4. Sedimen 5. Garam-garam 6. Logam yang toksik

7. Bahan organik yang toksik 8. Pencemaran panas X X X X - - - - X X X X X X X X X X X X X - X - X X X X X X - - Sumber : Davis dan Cornwell, 1991

Perubahan kualitas air dapat disebabkan oleh zat pencemar sungai maupun senyawa yang masuk ke aliran sungai yang bergerak ke hilir bersama aliran air atau tersimpan didasar, berakumulasi (khususnya pada endapan) dan suatu saat dapat terjadi pencucian atau pengenceran. Senyawa tersebut, terutama yang beracun, berakumulasi dan menjadi suatu konsenterasi tertentu yang berbahaya bagi mata rantai kehidupan. Menurut Haslam (1992) dapat dibagi menjadi: 1. Organisme patogen (bakteri, virus, dan protozoa)

2. Zat hara tanaman (garam-garam nitrat dan fospat yang larut dalam air), yang berasal dari penguraian limbah organik jika berlebihan dapat mengakibatkan eutrofikasi.

3. Limbah organik biodegradable (limbah cair domestik, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah rumah potong hewan, limbah industri) yang dalam proses dekomposisi oleh mikroorganisme (biasanya bakteri dan jamur untuk

(6)

kemudian menjadi zat-zat inorganik) memerlukan oksigen sehingga nilai BOD dari suatu badan air tinggi.

4. Bahan inorganik yang larut dalam air (asam, garam, logam berat, dan senyawa-senyawanya, anion, seperti sulfida, sulfit dan sianida).

5. Bahan-bahan kimia yang larut dan tidak larut (minyak, plastik, pestisida, pelarut, PCB, fenol, formaldehida, dan lain-lain). Zat-zat tersebut merupakan penyebab yang sangat beracun bahkan pada konsentrasi yang rendah (<1 ppm).

6. Zat-zat/bahan-bahan radioaktif.

7. Pencemaran thermal ; biasanya dalam bentuk limbah air panas yang berasal dari kegiatan suatu pembangkit tenaga. Pencemaran ini dapat mengakibatkan naiknya temperatur air, meningkatkan rasio dekomposisi dari limbah organik yang biodegradable dan mengurangi kapasitas air untuk menahan oksigen. 8. Sedimen (suspended solid); merupakan partikel yang tidak larut atau terlalu

besar untuk dapat segera larut. Kecenderungan sedimen untuk tinggal di dasar air tergantung pada ukurannya. Rasio aliran (flow rate) dan besarnya turbulensi yang ada pada suatu badan air. Partikel antara 1µm dan 1nm tetap dapat “melayang” dalam air, yang disebut colloidal solid dan air yang banyak mengandung colloidal solid terlihat seperti air susu. Jumlah sedimen mempengaruhi turbiditas air, dan kualitasnya mempengaruhi warna.

Logam berat merupakan bahan buangan yang sudah sering menimbulkan pencemaran laut atau pantai di negara-negara yang sedang berkembang. Diketahui ada 18 jenis logam berat yang dipertimbangkan sebagai bahan pencemar, namun ada beberapa dari logam dari logam tersebut yang esensial untuk kehidupan organisme, misalnya Mn, Fe dan Cu tetapi dalam jumlah berlebih sangat beracun bagi kehidupan organisme (Bryan dalam Rochayatun et al., 2005). Sumber limbah yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari aktivitas industri, pertambangan, pertanian dan pemukiman. Konsentrasi logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh parameter fisika dan kimia yaitu arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi dan derajat keasaman (pH).

Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya dilingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian

(7)

pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan kemudahannya diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioaccumulation maupun biomagnification yaitu melalui food chain. Dikatakan pula bahwa fluktuasi merkuri di lingkungan laut, terutama didaerah estuarin dan daerah pantai ditentukan oleh proses precification, sedimentation, floculation dan reaksi adsorpsi desorpsi. Akumulasi merkuri didalam tubuh hewan air yaitu fitoplankton (Chlorella sp), mussel (genus Vivipare) dan ikan herbivora Gyrinocheilus aymonieri (fam. Gyrinochelideae) karena up take rate merkuri oleh organisme air lebih cepat dibanding proses ekskresi (Sanusi, 1980).

Masalah pencemaran merupakan masalah besar sebagai salah satu dampak negatip dari kemajuan bidang industri dan domestik. Limbah industri jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan dampak bagi lingkungan terhadap manusia maupun organisme-organisme yang hidup disekitarnya. Bahan cemaran logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri selain bersifat racun bagi organisme perairan, logam berat dapat terakumulasi dalam tubuh ikan, udang dan hasil laut lainnya. Hal ini akan berakibat membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi hasil-hasil laut tersebut.

Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan estuaria merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada air laut dilautan lepas kontaminasi logam berat biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal-kapal tanker yang melaluinya, sedangkan didaerah sekitar pantai kontaminasi logam kebanyakn berasal dari mulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri atau pertambangan (Darmono, 1995).

Pada daerah-daerah perindustrian, sungai dan laut sekitarnya umumnya berangsur-angsur menerima tekanan terus menerus. Muara sungai umumnya

(8)

merupakan alur perjalanan bahan cemaran yang dibawa melalui sungai dari aktivitas didarat ke laut (Rochyatun et al., 2005).

2.5. Sumber Pencemaran Teluk Jakarta

Sutamihardja et al.,(1982) dalam tinjauannya mengenai pencemaran di Teluk Jakarta menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran di teluk ini, yang sebenarnya juga berlaku untuk semua lingkungan laut adalah: 1. Erosi dan sedimentasi. – Keadaan ini disebabkan oleh penggundulan hutan di

daerah hulu dan penambangan pasir di sungai-sungai.

2. Pertanian. – Pupuk kimiawi dan berbagai macam pestisida untuk intensifikasi pertanian. Residu dari bahan kimia ini lama-kelamaan akan masuk ke sungai dan ke laut.

3. Limbah kota. – Air yang tercemar yang berisi berbagai limbah kota mengalir melalui selokan-selokan ke sungai dan akhirnya ke laut. Tidak jarang kita jumpai di kota-kota besar sepanjang kedua sisi beberapa sungai yang digunakan untuk MCK, misalnya di Sungai Ciliwung. Sampah padat sudah menimbulkan masalah di kota-kota besar. Limbah padat ini dapat ditemukan di mana-mana, ditimbun di tanah lapang tak terpakai, membusuk, terlarut dan masuk ke selokan-selokan menuju ke sungai dan ke laut.

4. Minyak. – Minyak dapat mencemari lautan melalui dua cara, yakni, (a) sebagai hasil pemeliharaan bangunan di laut dan pecucian kapal dan (b) akibat kecelakaan kapal tangki. Di Selat Malaka dan Singapura telah terjadi 25 kecelakaan kapal tangki, tubrukan atau terkandas.

5. P L T U. – Pengoperasian PLTU memerlukan air pendingin yang diambil air laut. Setelah digunakan air pendingin akan dibuang sebagai limbah panas. Di Teluk Jakarta terdapat dua lokasi PLTU, yakni di Muara Karang dan di Tanjung Priok.

6. Industri. – Pencemaran oleh industri diakibatkan oleh beberapa faktor: a. Perencanaan kompleks industri yang tak teratur.

(9)

b. Perluasan kota yang masuk ke kawasan industri menyebabkan berbaurnya pemukiman dengan kompleks industri.

c. Tak tersedianya atau adanya pengolahan limbah yang tak sempurna.

d. Karena kondisi yang miskin, air digunakan untuk industri dan untuk keperluan rumah tangga.

e. Kesadaran akan bahaya limbah industri yang kurang atau tak ada.

f. Kemampuan pulih-diri sungai-sungai yang menerima limbah yang berbeda.

g. Musim kering yang mengakibatkan debit air sangat rendah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), diperkirakan bahwa pada tahun 2010 nanti jumlah limbah cair industri khusus yang berasal dari DKI Jakarta saja akan mencapai 256.631 m3/hari dengan beban polusi 118.600 kg BOD/hari. Said (1997) menyatakan bahwa pencemaran yang disebabkan oleh adanya limbah domestik di DKI Jakarta telah berkembang hingga ke badan air (water body) yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minum. Melihat perkembangan jumlah industri DKI Jakarta dan sekitarnya yang begitu pesat dan upaya untuk mengatasi pencemaran masih belum dilakukan secara efektif, maka diperkirakan pada tahun 2010 nanti akan terjadi pencemaran mencapai antara enam sampai dengan sembilan kali lipat dibandingkan pada awal dekade 1990. Akibatnya perubahan yang terjadi secara dinamis seperti perkembangan daerah pemukiman maupun industri yang membuang limbahnya ke sungai, akan sangat mempengaruhi kualitas Teluk Jakarta.

Masalah lain yang berkaitan dengan kualitas air di Teluk Jakarta pada saat ini, antara lain adalah terjadinya eutrofikasi yang merupakan eksplosi pertumbuhan ganggang secara besar-besaran yang sangat mempengaruhi kualitas produksi perikanan. Eutrofikasi ini dapat terjadi karena adanya dua hal utama yaitu: (a) beban (load) zat-zat pencemar yang dibawa oleh sungai-sungai yang langsung masuk ke perairan teluk, maupun lewat saluran-saluran

(10)

pembuangan (out full) dan (b) proses fisis, kimia dan biologis yang terjadi di perairan teluk (Mulyono, 2000).

2.6. Beban Pencemar

Beban pencemar didefinisikan sebagai jumlah total bahan pencemar yang masuk ke lingkungan dalam hal ini perairan baik langsung maupun tidak langsung, dalam kurun waktu tertentu. Beban pencemar berasal dari berbagai aktivitas manusia misalnya industri dan rumah tangga. Besarnya beban masukan limbah sangat tergantung dari aktivitas manusia di sekitar perairan dan di bagian hulu sungai yang mengalir ke arah laut (Suharsono, 2005).

Selain dipengaruhi oleh aktivitas di sekitar sungai, nilai beban pencemar juga sangat tergantung pada keadaan pasang dan surut. Pada kondisi pasang, beban masukan limbah kecil karena aliran sungai akan tertahan oleh peningkatan massa air di pantai, sedangkan pada saat surut beban masukan limbah ke kawasan pantai akan lebih besar, karena aliran sungai yang membawa bahan pencemar dapat masuk ke perairan estuaria atau pantai tanpa terhalang oleh massa air laut (Rafni, 2004).

Perhitungan beban pencemar dilakukan dengan mengalikan konsentrasi dengan aliran debit sungai dalam satuan waktu tertentu. Sebelumnya debit aliran sungai dapat diperoleh dengan mengalikan luas penampang aliran sungai dengan kecepatan aliran sungai (Mezuan, 2007).

2.7. Fitoplankton

Fitoplankton dan zooplankton yang hidup pada lapisan permukaan air memegang peranan penting dalam populasi ikan. Industri terbukti telah menyebabkan terjadinya pencemaran alga, baik di darat, air maupun udara. Pencemaran air dapat menyebabkan tumbuhnya ganggang yang berlebihan, terjadinya deoksigenasi air dan sebagai akibatnya populasi ikan menurun. Ketidakseimbangan alam ini terutama disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri.

(11)

Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis di mana air dan karbon dioksida dengan adanya sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat.

Fitoplankton ada yang dapat tertangkap dengan jaring plankton, tetapi lebih banyak lagi yang sangat halus, lolos tak tertangkap. Fitoplankton yang sangat halus ini disebut nanoplankton, ukurannya kurang dari 20 µm, dan sangat rapuh hingga sulit diawetkan. Fitoplankton yang bisa tertangkap dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok utama yakni diatom, Dinoflagellata dan alga biru (blue green algae). Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian Dinoflagellata. Alga biru jarang dijumpai, tetapi sekali muncul sering populasinya sangat besar.

Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai di mana terjadi air naik (up welling). Di kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan tersebut. Di depan muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah air naik zat hara yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.

Keberadaan fitoplankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena memegang peranan sangat penting sebagai makanan bagi berbagai organisme laut. Berubahnya fungsi perairan sering diakibatkan oleh adanya perubahan struktur dan nilai kuantitatif fitoplankton. Perubahan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari alam maupun dari aktivitas manusia seperti adanya peningkatan konsentrasi unsur hara sel sporadis sehingga dapat menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif fitoplankton melampaui batas normal yang dapat ditolerir oleh organisme hidup lainnya. Kondisi itu dapat menimbulkan dampak negatif berupa kematian massal organisme perairan akibat persaingan penggunaan oksigen terlarut seperti yang terjadi di berbagai perairan di dunia dan beberapa perairan di Indonesia. Di perairan pantai Laut Jawa diatom dari marga Skeletonema, Chaetoceros, Bacteriastrum dan Rhizosolenia sangat sering dijumpai. Menurut Nontji (1997) acapkali dijumpai ledakan

(12)

populasi (blooming) Skeletonema yang membuat air berwarna hijau kecoklat-coklatan.

2.8. Persepsi Masyarakat 2.8.1. Pengertian Persepsi

Harvey dan Smith (1977) dalam Gunawan (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses membuat penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai hal yang terdapat dilapangan, melalui penginderaan seseorang. Banyak ahli psikologi sosial mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses melekatkan atau memberi makna kepada informasi sensori yang diterima seseorang (Wibowo, 1988). Dari pengertian tersebut, persepsi mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan proses dan kedua mengacu kepada hasil proses itu sendiri.

Persepsi bermula dari penginderaan, diolah dalam alam pikiran dan berakhir dengan penafsiran. Persepsi dibedakan atas persepsi benda dan persepsi sosial. Persepsi sosial menurut Shaw dan Costanzo (1982) adalah bagaimana seseorang ber-respon terhadap rangsangan-rangsangan sosial, sedangkan persepsi benda, obyek stimulusnya merupakan suatu hal atau benda yang nyata-nyata dapat dirasakan, dapat diinderai secara langsung. Dari pengertian sosial tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi sosial berhubungan erat dengan rangsangan-rangsangan sosial. Perbedaan dari persepsi benda dan persepsi sosial terletak pada: (1) sifat dari unsur mediasi, (2) kemajemukan stimuli dan (3) perasaan dari proses konstruksi dalam pemberian makna.

Langvelt dalam Thoha (1983) mengatakan bahwa persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat motivasi kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Stimulus dapat berupa benda, isyarat, informasi maupun situsi dan kondisi tertentu. Stimulus bisa berupa benda, isyarat, informasi maupun situasi dan kondisi tertentu. Dalam konteks persepsi terhadap pengelolaan lingkungan di pesisir terhadap pengelolaan lingkungan di pesisir dapat berlaku sebagai stimulus yang dapat menimbulkan persepsi pada individu yang melakukannya, mendengar dan sebagai motivator.

(13)

Penelitian tentang persepsi diperlukan, sebab di samping melibatkan panca indera, pembentukan persepsi juga melibatkan otak. Bahwa persepsi adalah merupakan penafsiran otak terhadap apa yang dirasakan seseorang. Dengan demikian persepsi terhadap suatu stimulus memiliki peluang besar untuk sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Demikian juga halnya persepsi terhadap pencemaran lingkungan di wilayah Kelurahan Kamal Muara. Jika persepsi masyarakat mengarah kepada kesimpulan bahwa pencemaran lingkungan telah terjadi, kemungkinan besar ukuran objektif untuk menunjukan kesimpulan yang sama. Jika persepsi seseorang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, informasi ini bisa digunakan untuk melakukan intervensi dalam rangka membentuk persepsi yang benar.

Sarwono (1992) mengatakan bahwa kita perlu mengetahui alasan dan cara berubahnya persepsi, agar kita bisa meramalkan dan jika perlu mempengaruhi persepsi, karena persepsi bukan sesuatu yang statis melainkan bisa berubah. Heatchote (1980) menemukan bukti adanya keragaman persepsi manusia terhadap lingkungan dan peranannya dalam pengelolaan lingkungan. Alasan ini, perlunya penelitian persepsi terhadap lingkungan adalah untuk mencapai secara optimal kualitas lingkungan yang baik, yakni kualitas lingkungan yang sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakannya. Hal ini sesuai dengan definisi persepsi mengenai lingkungan yang mencakup harapan, aspirasi dan keinginan terhadap suatu kualitas lingkungan tertentu. Kualitas lingkungan selayaknya dipahami secara subyektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dan sosial-budaya masyarakat pengguna. Penilaian atau penetapan kualitas lingkungan harus memperhatikan persepsi masyarakat. Melalui cara ini diharapkan dapat tercapai secara optimal kualitas lingkungan yang baik. Pandangan ini menyempurnakan pandangan sebelumnya yang cenderung mengartikan kualitas lingkungan hanya dari aspek fisik, kimia dan biologi.

2.8.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat

Menurut Saarinen (1976) persepsi berkaitan dengan pengaruh faktor sosial-budaya terhadap struktur kognitif dari lingkungan fisik dan sosial. Barent (1977) mengatakan bahwa persepsi merupakan penafsiran otak terhadap apa

(14)

yang dirasakan seseorang. Dengan demikian persepsi terhadap suatu stimulus (misalnya air sungai) memiliki peluang besar untuk sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Kalaupun tidak demikian halnya, informasi mengenai persepsi ini bisa digunakan untuk melakukan intervensi dalam rangka memperbaikinya. Sarwono (1992) mengatakan bahwa kita perlu mengetahui alasan dan cara berubahnya persepsi, agar kita bisa meramalkan dan jika perlu mempengaruhi persepsi.

Persepsi yang baik dan benar diperlukan, sebab persepsi merupakan dasar pembentukan sikap yang akan berlanjut ke perilaku. Asngari (1984) mengatakan bahwa persepsi terhadap lingkungan merupakan faktor penting, karena akan berlanjut dalam tindakan. Bahkan Toch dan McLean (Kemp et al., 1975) mengatakan: “tidak ada perilaku tertentu tanpa persepsi, perilaku adalah hasil persepsi.” Demikian pula Duncan (Thoha, 1988) mengatakan bahwa persepsi merupakan unsur penting dalam penyesuaian perilaku.

Menurut pandangan “konvensional/fungsionalis/pendekatan konstruktivisme” (Sarwono, 1992), persepsi terbentuk melalui serangkaian proses, yakni seleksi, organisasi, dan interpretasi (Sereno et al., 1975 dalam Asngari, 1984).

Menurut Thorndike (1968) persepsi dapat terbentuk melalui faktor heriditas (keturunan/bawaan) dan lingkungan. Keduanya saling mempengaruhi dan berinteraksi. Faktor heriditas antara lain bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi dan tanggapan yang dibawa sejak lahir. Faktor lingkungan berada diluar individu, misalnya pendidikan, lingkungan sosial dan status sosial. Jadi persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian ini perhatian difokuskan pada faktor eksternal, karena untuk meneliti faktor internal diperlukan kemampuan khusus yang berada di luar diri penulis.

Menurut Wibowo (1988) dalam Gunawan (2002) yang membedakan persepsi seseorang, antara lain: (1) Faktor Pengalaman, semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai obyek stimulusnya, semakin tinggi pula verdikalitasnya. Pengalaman ini dapat terjadi karena kontak-kontak dengan obyek-obyek stimulus yang serupa; (2) faktor inteligensia, semakin tinggi inteligensia seseorang semakin besar kemungkinannya orang tersebut

(15)

bertindak lebih obyektif dalam memberikan penilaian atau membangun kesan obyek stimulus; (3) faktor kemampuan menghayati stimuli, yaitu kemampuan untuk turut menghayati perasaan orang lain (empaty); (4) faktor ingatan, daya ingat seseorang akan menentukan veridikalitas persepsinya. (5) Faktor disposisi kepribadian atau kecenderungan kepribadian yang relatif menetap dari seseorang. (6) Faktor sikap terhadap obyek-stimulus, sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berfikir atau berpandangan, berperasaan, dan berkehendak dan berbuat secara tertentu terhadap sesutu obyek. Faktor (7) Faktor kecemasan, seseorang yang tercekat oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan obyek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsikan obyek tersebut. (8) Faktor pengharapan, faktor ini merupakan kumpulan dari beberapa pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia dan perilaku.

Faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi persepsi adalah umur (Munn, 1974), pendapatan (Malickson dan Nason, 1977), nilai/kepercayaan, pengalaman (Bailey, 1982 dan Saarinen, 1976), jenis kelamin (Powell, 1963), ingatan, keadaan sosial, harapan (Edmund dan Letely, 1973; Saarinen, 1976), faktor pribadi (Krecht et al., 1976), dan agama (Sarwono, 1992). Faktor pribadi mencakup yang bersifat sesaat maupun tetap, seperti nilai, kebutuhan (Saarinen, 1976) dan emosi. Menurut Saarinen (1976), persepsi sangat tergantung pada stimulus.

Menurut Gibson (Sarwono, 1992) proses terbentuknya persepsi dapat dijelaskan melalui pendekatan “ekologis”. Menurut pendekatan ini individu tidak menciptakan makna dari obyek yang diinderanya. Makna ini telah terkandung dalam setiap obyek dan tersedia bagi organisme yang siap menyerapnya. Setiap obyek menonjolkan sifat-sifatnya yang khas. Persepsi terjadi secara spontan dan langsung (holistik). Dilihat dari pendekatan ini manusia merupakan makhluk yang dapat mengubah kemanfaatan suatu stimulus sesuai dengan keinginannya. Masalah akan timbul jika manusia terlalu banyak mengubah lingkungan sehingga keseimbangan ekosistem terganggu.

(16)

Dalam pendekatan konvensional, persepsi lebih dikaitkan dengan faktor-faktor syaraf dan faal. Dalam pendekatan ekologi interpretasi terhadap hasil proses faal itulah yang menentukan persepsi (bukan proses faalnya). Menurut pendekatan ekologi persepsi juga ditentukan oleh pengalaman. Sedang pengalaman dipengaruhi oleh kebudayaan. Menurut Sarwono (1992) persepsi juga dipengaruhi oleh usia, agama, jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal dan suku bangsa.

Disamping persepsi dalam pengertian umum seperti yang telah diuraikan, didalam studi lingkungan juga dikenal konsep “persepsi terhadap lingkungan” (environmental perception). Edmund dan Letey (1973) mendefinisikan persepsi terhadap lingkungan sesuai cerminan penglihatan, kekaguman, kepuasan, serta harapan individu terhadap lingkungan. Menurut Haryadi dan Setiawan (1995) persepsi terhadap lingkungan adalah interpretasi tentang suatu lingkungan yang didasarkan pada latar belakang budaya, nalar dan pengalaman. Jadi setiap individu memiliki persepsi lingkungan yang berbeda. Beberapa kelompok individu mungkin mempunyai persepsi lingkungan yang sama atau mirip.

Persepsi lingkungan terbentuk melalui proses kognisi, afeksi dan kognasi. Proses kognisi terjadi dari penerimaaan (perceiving), pemahaman (understanding) dan pemikiran (thinking). Proses afeksi meliputi perasaan (feeling) dan emosi (emotions), keinginan (desire, preferences) serta nilai-nilai (values) tentang lingkungan. Adapun proses kognasi meliputi tindakan atau perlakuan terhadap lingkungan sebagai respon dari proses kognisi dan afeksi. Keseluruhan proses ini menghasilkan preceived environment atau lingkungan yang dipersepsikan. Jadi preceived environment merupakan bentuk atau produk dari persepsi terhadap lingkungan (Haryadi dan Setiawan, 1995).

Sesuai dengan definisi persepsi dan persepsi terhadap lingkungan, maka persepsi terhadap air sungai yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi penilaian responden terhadap kualitas air sungai yang ada, pemahaman dan interpretasi responden terhadap faktor-faktor dan indikator yang berhubungan dengan kualitas air sungai, interpretasi responden terhadap menurunnya kualitas air sungai dan akibatnya, serta penilaian responden terhadap kelayakan air

(17)

sungai yang ada bagi sejumlah peruntukan. Persepsi terhadap air sungai ini merupakan respon terhadap kondisi air sungai sebagai obyek atau stimulus.

Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap air sungai (Harianto, 2004)

Pengetahuan tentang air sungai

Persepsi terhadap air sungai Kemampuan ekonomi Kebutuhan air sungai Pekerjaan Lamanya tinggal di dekat sungai Jarak antara rumah dengan sungai Keyakinan Interpretasi terhadap konsepsi mengenai hakekat lingkungan Interpretasi terhadap ajaran agama Status dan peranan sosial Pendidikan

Gambar

Tabel 1. Beberapa jenis pencemar dan sumbernya
Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap air  sungai (Harianto, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Selain faktor komitmen organisasional, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis dan pengembangan hasil wawancara yang dilakukan bahwa faktor yang juga turut

Unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen kompetensi dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau di

indikator yang diteliti yaitu hubungan persepsi siswa tentang pemberian reward (X) terhadap motivasi belajar (Y), untuk melihat hasil analisis penelitian ini

Keempat, kata Inggris dipinjam oleh bahasa Korea dengan menyisipkan schwa di antara gugus konsonan ( con- sonant cluster ), yakni deretan dua konsonan atau lebih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi urea pada subtrat terhadap perubahan kandungan nutrisi dan kecernaaan in vitro serbuk gergaji

Berdasarkan observasi dalam penelitian awal yang tertera pada tabel di atas bahwa aktivitas fisik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan menggunakan metode

dalam melayani tamu penginapan, karyawan selalu ramah dalam melayani tamu penginapan, kesabaran karyawan dalam memberikan pelayanan, karyawan memberikan jaminan rasa

Pada penelitian ini menghasilkan prototipe sistem informasi rekam medis yang dapat mengelola data-data seperti data pasien, data obat, data tindakan medis dan data rekam medis