Yurisdiksi Universal
Yurisdiksi Universal
Rudi Rizki
Pendahuluan
Pendahuluan
•
Doktrin YU mempekenankan pengadilan nasional
mengadili kasus kejahatan berat / serius
berdasarkan hk internasional, tanpa
memperdulikan
locus,
kebangsaan /
kewarganegaraan pelaku / korban.
•
Perluasan yurisdiksi pengadilan nasional
berdasarkan jenis kejahatan
•
Jika tidak mengadili, dpt mengekstradisikan ke
negara lain yg memiliki yurisdiksi
Kejahatan Serius menurut
Kejahatan Serius menurut
Hukum Internasional
Hukum Internasional
•
Pembajakan
•
Perbudakan
•
Kejahatan Perang
•
Kejahatan Terhadap Perdamaian
•
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
•
Genosida
TARGET
Princeton Principles
Princeton Principles
•
Prinsip 1
– Yurisdiksi Universal:
•
Yurisdiksi kriminal berdsrkn jenis kejahatan:
(kejahatan serius)
•
Dapat diterapkan oleh semua pengadilan di setiap
negara
•
Dasar dr ekstradisi
•
Pelaksanaannya hrs sesuai dgn norma due
process
•
Prinsip 2
Yang termasuk kejahatan serius menurut
hk internasional:
– Pembajakan
– Perbudakan
– Kejahatan Perang
– Kejahatan Terhadap Perdamaian
– Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
– Genosida
•
Prinsip 3
– Badan peradilan nasional dpt menggunakan
yurisdiksi universal walaupun tdk tercantum dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya
•
Prinsip 4
– Neg. hrs menaati kewajiban int’l dlm mengadili, mengekstradisi, menghukum dgn proses hk yg sesuai dgn norma due process, memberikan
kesempatan neg lain utk melakukan investigasi / menuntut, dan tindakan2 lain yg perlu & tepat sesuai dgn norma & standar int’l.
•
Prinsip 5
– Semua jabatan resmi tmsk kepala
negara/pemerintahan tdk dpt dijadikan alasan utk membebaskannya dr pertanggung jawabannya sec pidana / utk dijadikan alasan pengurangan
hukuman
•
Prinsip 6
Tidak ada daluwarsa bagi kejahatan serius
•
Prinsip 7
– Amnesti tdk konsisten dgn kewajiban neg utk meminta akuntabilitas pelaku kejahatan serius – Pelaksanaan YU tdk dpt dikesampingkan oleh
•
Prinsip 8
– Jika lebih dr satu neg mempunyai / menyatakan
yurisdiksi thdp seseorg, dan jika neg yg menahan tdk punya dsr yurisdiksi selain YU, maka dlm memutuskan mengadili / mengekstradisikan perlu dipertimbangkan keseimbangan:
• Kewajiban brdsrkn perjanjian int’l
• Tempat kejahatan dilakukan
• Hubungan kebangsaan antara pelaku dan neg pemohon
• Hubungan kebangsaan dgn korban
• Hubungan2 lainn antara neg pemohon dan tersangka,
kejahatan / korban
• Yg paling memungkinkan, itikad baik & efektivitas penuntutan
neg pemohon
• Kejujuran, ketidakberpihakanpengadilan dr neg pemohon
• Kenyamanan para pihak, saksi dan kemudahan alat bukti dr
neg pemohon; dan
•
Prinsip 9
–
Non Bis In Idem berlaku jika pengadilan
terdahulu dilakukan dgn itikad baik &
memenuhi norma dan standar internasional.
Penuntutan / penghukuman pura2 tdk dpt
dijadikan alasan
– Neg hrs mengakui keabsahan pelaksanaan
YU oleh neg lain, dan hrs mengakui
putusan akhir dr pengadilan yg sesuai due
process
•
Prinsip 10
– Permintaan ekstradisi dpr ditolak berdasarkan prinsip
non-refoulment
– Neg yg menolak dpt mengadili sendiri /
mengekstrdisikannya ke neg lain yg tdk beresiko berdsrkn prinsip di atas
•
Prinsip 11
– Jika perlu, neg hrs mengeluarkan legislasi nasional utk pelaksanaan YU
•
Prinsip 12
– YU hrs dimasukan ke dlm perjanjian2 int’l / protokol di masa dtg
•
Prinsip 13