HAND OUT EKOLOGI LANSKAP
Oleh
Lilik Budi Prasetyo
Studio Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
LANSKAP EKOLOGI
A.1 PENGERTIAN LANSKAP EKOLOGI
Lanskap memiliki pengertian yang beragam, sangat tergantung dari latar belakang keilmuan yang memberikan definisi. Seorang artis menggambarkan lanskap sebagai sebuah pemandangan alam, sedangkan seorang ahli sejarah menggambarkan lanskap sebagai sebuah situs sejarah tempat peristiwa penting terjadi atau tempat peninggalan benda bersejarah. Lanskap dari kacamata ekologi adalah bentang lahan yang heterogen, yang dibentuk dari elemen/unit pembentuk lanskap yang disebut Patch, yang saling berinteraksi (Forman and Godron, 1986). Sedangkan Zonneveld (1979) mengatakan bahwa lanskap ekologi adalah sebuah bagian dari permukaan bumi, yang berisi ekosistem yang kompleks, yang terbentuk dari aktivitas batuan, air, tanaman, binatang dan manusia
Patch adalah area homogen yang dapat dibedakan dari daerah di sekelilingnya. Pada suatu bentang lahan biasanya terdapat Patch dominan, disebut sebagai Matriks (Matrix). Sedangkan Patch yg memanjang disebut sebagai koridor. Dalam menentukan Patch, Matrix, ataupun Koridor biasanya digunakan alat bantu berupa foto udata, data satelit, dengan peta vegetasi/landuse ataupun pengamatan langsung di lapangan. Sehingga dalam menentukan tingkat heterogenitas lanskap, sangat dipengaruhi oleh skala penelitian dan kemampuan peneliti membedakan komponen lanskap berdasarkan data yang ada.
homogen, yang dikelola secara intensif. Alat bantu yg digunakan untuk lanskap Taman Nasional Halimun adalah satelit, sedangkan kebun kelapa sawit adalah helikoper. Perbedaan alat bantu akan membedakan tingkat kedetailan klasifikasi.
Gambar 1. Lanskap Taman Nasional Gunung Halimun & Salak (Sumber : Landsat, 2001)
Gambar 2. Lanskap Perkebunan Kelapa Sawit di Riau dari Helicopter HUTAN :
MATRIKS SAWAH :
PATCH
TEH NIRMALA: PATCH
MATRIKS
PATCH
Pengamatan langsung di lapangan dari tempat yang tinggi akan dapat membedakan lanskap semakin detail. Gambar 3 adalah lanskap di kaki Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat. Lanskap dibentuk dari Patch Hutan tanaman pinus, Hutan tanaman puspa, Lahan bera, Belukar dan Ladang.
A.2 LINGKUP STUDI EKOLOGI LANSKAP
Ekologi Lanskap mempelajari tiga hal, Struktur, Fungsi dan perubahan Lanskap.
a. Struktur (Structure) : hubungan spasial diantara patch atau patch dengan matriks Atau lebih spesisfik yaitu : distribusi energi, materi, dan species konfigurasi lanskap.
b. Fungsi (Function) : interaksi diantara elemen spasial (diantara patch atau patch dengan matriks) yaitu aliran energi, materi, dan spesies diantara komponen ekosistem/elemen lanskap
c. Perubahan (Change) : alterasi struktur dan fungsi dari lansekap, baik karena gangguan manusia ataupun karena alam.
LAHAN BERA HUTAN TANAMAN
PUSPA
HUTAN TANAMAN PINUS
BELUKAR
LADANG HUTAN ALAM
A.3 TERJADINYA PATCH DAN KONSEKUENSINYA PADA KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
Terjadi sebuah Patch bila dilihat dari prosesnya dapat digolongkan menjadi 3, yaitu disturbance patch (patch yang terganggu), remnant patch dan environmental patch
(Gambar 4)
Disturbance dan remnant patch berdasarkan intensitas gangguan/disturbance bisa sangat besar, seperti kebakaran/ land clearing atau bisa hanya sekedar sebatang pohon yang roboh. Intensitasnyapun dapat sangat lama (kronis/chronic) atau hanya satu kali terjadi (single disturbance). Tentu saja perbedaan skala dan intensitas gangguan akan mempunyai pengaruh yg berbeda pada lanskap. Gangguan (Disturbance) akan membuat Lanskap menjadi heterogen dan menyebabkan fragmentasi. Fragmentasi akan sangat berpengaruh pada upaya konservasi keanekaragaman hayati, terutama pada species yg membutuhkan home range luas. Fragmentasi akan meningkatkan isolasi species yg dapat menyebabkan kepunahan.
A.4 STRUKTUR PATCH
Patch terdiri dari edge dan core. Edge adalah bagian yang mendapat pengaruh mikroklimat dari dua patch yang berbeda. Gambar 5 menunjukkan ilustrasi edge antara hutan dan belukar. Daerah edge mempunyai kecenderungan mempunyai tingkat keanekaragaman yg tinggi.
Dalam terminologi lansekap ekologi Edge dapat diartikan sebagai tempat pertemuan patch ataupun matriks yang berbeda. Thomas et.al (1979), mendefinisikan edge sebagai tempat pertemuan dua komunitas tumbuhan yang berbeda. Lebih jauh
EDGE
Gambar 5. Struktur Edge dan Interior
Thomas mengatakan bahwa dilihat dari struktur lansekapnya, edge dapat dibedakan menjadi :
(a) Inheren edge :
Edge yang terbentuk dari pertemuan dua komunitas yang berbeda tingkat suksesinya.
(b) Induced edge :
Edge yang terbentuk karena adanya disturbance, misalnya penggembalaan. Logging, kebakaran.
Dua tipe edge ini tidak permanen, akan selalu berubah. Namun bila dibandingkan maka Induced edge, relatif stabil.
Para peneliti memberi perhatian pada edge karena beberapa hal :
(a) edge adalah tempat di mana populasi manusia mengganggu proses ekosistem yang terjadi pada patch/matriks
(b) kondisi biotik atau abiotik edge mempunyai karakteristik yang unik. (c) edge dipercaya mempunyai biodiversity yang tinggi
Bentuk, luas, dan konfigusari spasial edge mempengaruhi proses ekosistem pada edge. Edge yang sempit akan mempunyai tingkat biodiversity yang rendah.
Matriks yang terfragmentasi, akan menimbulkan banyak edge. Fragmentasi adalah proses perubahan dari matriks homogen dan kompak, menjadi matriks yang heterogen dan terpecah-pecah. Kondisi matriks yang terfragmentasi ini akan berbeda dengan matriks awal dalam hal :
(b) jarak pusat matriks denganedge menjadi lebih dekat. (c) Core area menjadi lebih sempit
Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan komposisi biodiversitynya. Penelitian Biodiversity edge di Indonesia masih sedikit. Walaupun edge mempunyai peranan yang sangat penting.Leopold (1933) dan Thomas et al (1979), menemukan bahwa edge mempunyai kelimpahan jenis dan species yang besar, karena efek aditif dari fauna karena adanya pertemuan patch/matriks yang berbeda. Namun Lovejoy et al (1986) menemukan hal yang sebaliknya, terutama biodiversity fauna primata. Hal ini mungkin disebabkan Primata membutuhkan tajuk yg rapat dan jauh dari disturbance/ gangguan manusia.
Respon fauna terhadap edge berbeda-beda. Pada prinsipnya dibagi dua, yaitu menyukai edge (edge exploiter) dan menghindari edge (edge avoider). Species yg menyukai edge maka kelimpahannya di edge lebih tinggi dari di interior, sedangkan yg menghindari kelimpahan species akan menurun.
A.5 PENGARUH STRUKTUR DAN BENTUK LANSKAP TERHADAP KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI.
Ukuran dan bentuk patch beragam, ada yang membulat (isodiametric) dan memanjang (elongated). Isodiametric patch memiliki areal interior yang lebih besar daripada edge-nya, sebaliknya elongated patch memiliki edge area yang lebih luas. Dengan kata lain isodiametric patch menampung fauna interior lebih banyak dan
elongated patch. Sebaliknya Elongated patch akan memiliki keunggulan dari keanekaragaman species eksteriornya. Untuk mengukur bentuk patch ini, biasanya
digunakan perhitungan interior-to-edge-ratio. Semakin besar nilai perhitungan - interior-to-edge-ratio nya maka bentuk patch tersebut semakin mendekati lingkaran/membulat. Gambar 7 dan 8, memberikan gambaran interior dan edge serta keuntungan dan kerugiannya.
Luas dan jumlah patch/ habitat juga berpengaruh pada kelestarian keanekaragaman hayati. Gambar 5, memberikan ilustrasi konsep dasar penataan habitat kawasan yang dilindungi (Diamond, 1975). Gambar 9 menunjukkan bahwa pilihan di sebelah kanan kurang baik dibanding alternatif bentuk di sebelah kiri. Demikian juga semakin ke bawah, menunjukkan alternatif yang semakin tidak baik. Oleh karena itu berdasarkan teori biogeografi bentuk habitat/kawasan konservasi yang paling bagus adalah sebuah areal (isodiametric) tunggal yang seluas mungkin.
Tampaknya para ahli tidak semua setuju atas aplikasi teori biogeografi pada mainland habitat seperti yang digambarkan pada Gambar 5. Blouin dan Connor (1985) menganalisa data kelimpahan species pada 33 pulau dengan luas dan bentuk
beda dengan menggunakan multiple regresi. Mereka menemukan bahwa bila mekanisme kontrol species di pulau (oceanic islands) sama dengan di patch (isolated habitat), maka bentuk (shape) bukanlah penentu utama dalam mendesain kawasan konservasi/lindung. Hal sama diutarakan oleh Simberloff dan Abele (1976), bahwa
Lebih Baik
Tidak Baik
kawasan konservasi/refugee/lindung harus sebuah areal yang luas (Single Large/SL), adalah teori yang perlu didiskusikan lagi. Mereka menyatakan bahwa teori tersebut kurang data/fakta pendukung.
Kontroversi tidak hanya menyangkut luasannya, namun juga pada jumlah habitat/path dalam rangkaian kawasan konservasi/dilindungi. Deshaye dan Morissset (1989) menemukan bahwa pada sebuah areal diatas 12 ha, tidak ada bedanya antara Single Large (SL) Or Several Small (SS) (SLOSS). Hal ini disebabkan (a) habitat cukup
Gambar 9. Bentuk-bentuk geometris untuk desain bagi cagar alam
berdasarkan studi biogeografi pulau.
A
F
B
C
D
luas untuk menampung semua jenis species, (b) species langka (rare) dan occasional masih bisa berkembang. Debat species-area relationship ini masih terus berlangsung. Tampaknya penentuan bentuk dan jumlah ini sangat tergantung dari key species yang menjadi target konservasi. Menghadapi kontroversi dalam penentuan luas dan bentuk kawasan dilindungi, maka sebaiknya diambil jalan tengah yaitu, bila memang tersedia areal yang luas, maka tidak ada salahnya kita mendesain areal tunggal yang luas.
Pustaka :
Blouin, M.S. dan E.F.Connor. 1985. Is there a best shape for Nature Reserve. Biological Conservation 32 (1985) : 277-288
Deshaye, Jean dan P. Morisset. 1989, Species-area Relationships and the SLOSS Effect in Subartic Archipheago. Biological Conservation 48 (1989) : 265-276
Diamon, J.M. 1975. The island dilemma:Lesson of modern biogeographics studies for the design of the natural reserves. Biol. Conserv. (1975) : 129 – 146.
Frohn, Robert C. 1998. Remote Sensing fro Landscape Ecology. Lewis Pub. Washington DC. 99 p