• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN BERBAGAI PROSES DESTRUKSI SAMPEL DAN EFEKNYA

Susila Kristianingrum

Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak

Dalam suatu analisis sampel diperlukan suatu metode analisis yang dapat memberikan informasi untuk pengambilan suatu keputusan dan penetapan kebijakan. Jika prosedur analisis baik, dilaksanakan dengan baik pula, maka hasil analisis akan akurat. Berbagai proses destruksi sampel baik bahan organik maupun anorganik dilakukan untuk melarutkan komponen-komponen sampel yang diinginkan. Proses destruksi ini meliputi proses basah dan kering, yang masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Dalam destruksi basah, bahan organik diuraikan dalam larutan oleh asam pengoksidasi pekat dan panas seperti H2SO4, HNO3, dan HClO4. Penambahan larutan pengoksidasi tersebut dilakukan untuk mempercepat proses destruksi. Dalam destruksi kering, bahan organik dibakar habis dalam muffle furnace dengan menaikkan suhu perlahan-lahan, yaitu 500–600oC, tergantung bahan. Pengabuan awal dilakukan perlahan-lahan agar bahan tak terbawa pergi oleh nyala api. Destruksi kering lebih aman, sederhana, pada umumnya tidak memerlukan pereaksi, prosedurnya paling umum digunakan untuk menentukan total mineral. Kekurangan dalam destruksi kering yaitu memerlukan waktu yang cukup lama, penggunaan muffle furnace memakan banyak biaya karena harus dinyalakan terus menerus. Pada destruksi basah, suhu yang digunakan relatif lebih rendah dibandingkan dengan destruksi kering sehingga hilangnya unsur-unsur sangat kecil. Di samping itu peralatannya lebih sederhana, proses oksidasi lebih cepat, dan waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat dari destruksi kering. Namun demikian, penerapannya di lapangan jika tidak hati-hati penuh dengan risiko karena menggunakan asam pengoksidasi yang pekat dan panas.

Kata Kunci: destruksi, muffle furnace, asam pengoksidasi

PENDAHULUAN

Dewasa ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat pesat, sehingga diperlukan peningkatan dan pengembangan bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK dilandasi dengan penemuan-penemuan baru dari berbagai hasil penelitian oleh para ahli. Berbagai hasil penelitian tersebut berasal dari berbagai bidang, misalnya bidang kimia analitik, farmasi, kimia organik, kimia anorganik, kimia fisika, kedokteran, pertanian, biologi, fisika, dan lain-lain. Di bidang kimia sendiri banyak hasil-hasil penelitian yang belum diaplikasikan. Dalam suatu analisis sampel diperlukan suatu metode analisis yang dapat memberikan informasi untuk pengambilan suatu keputusan dan penetapan kebijakan. Jika prosedur analisis baik, dilaksanakan dengan baik pula, maka hasil analisis akan menjadi lebih akurat dan dapat dipercaya. Berbagai proses destruksi sampel baik bahan organik maupun anorganik dilakukan untuk melarutkan komponen-komponen sampel yang diinginkan.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia, maka pencemaran terhadap lingkungan juga meningkat. Salah satu pencemaran yang terjadi adalah pencemaran udara yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor (KOMPAS. Com. Minggu, 21 September 2008).

Menurut Badan POM RI (2009), yang dimaksud dengan cemaran kimia adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari unsur atau senyawa kimia yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, dapat berupa cemaran logam berat, cemaran mikotoksin, cemaran antibiotik, cemaran sulfonamida atau cemaran kimia lainnya.

Pencemaran logam berat ini dapat mencemari makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Hal ini terbukti dari adanya kandungan logam berat dalam berbagai makanan. Kebanyakan cemaran logam berat yang terjadi pada makanan yang dijual di pinggir jalan adalah Pb. Kandungan timbal (Pb) dalam beberapa bahan makanan bervariasi besarnya (Reilly, 1980: 98).

(2)

mengetahui keberadaan dan kadar logam berat dalam berbagai bahan, namun terlebih dahulu dilakukan tahap pendestruksi cuplikan. Pada metode destruksi basah dekomposisi sampel dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi asam tertentu ke dalam suatu bahan yang dianalisis. Asam-asam yang digunakan adalah asam-asam pengoksidasi seperti H2SO4, HNO3, H2O2, HClO4, atau campurannya. Pemilihan jenis asam untuk mendestruksi suatu bahan akan mempengaruhi hasil analisis.

Kandungan matriks atau ion-ion lain dapat mengganggu proses analisis logam berat dengan spektroskopi serapan atom. Hal ini mengakibatkan akurasi hasil analisis menjadi rendah. Oleh karena itu sebelum analisis dilakukan destruksi untuk menghilangkan/memisahkan kandungan ion lain, dengan perlakuan awal diharapkan kesalahan pada saat analisis dapat ditekan seminimal mungkin. Metode perlakukan awal yang digunakan adalah metode destruksi yaitu dengan memutuskan ikatan unsur logam dengan komponen lain dalam matriks sehingga unsur tersebut berada dalam keadaan bebas kemudian dianalisis menggunakan AAS karena pengerjaannya cepat, sensitif, spesifik untuk unsur yang ditentukan, dan dapat digunakan untuk penentuan kadar unsur yang konsentrasinya sangat kecil tanpa harus dipisahkan terlebih dahulu (Murtini dkk,

Oleh karena itu perlu untuk dilakukan pembahasan mengenai berbagai proses destruksi sampel dan efeknya terhadap hasil analisis. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui berbagai proses destruksi sampel dan efeknya terhadap hasil analisis, sehingga dapat diketahui kondisi destruksi yang sesuai untuk suatu bahan tertentu. Pada akhirnya nanti dapat diperoleh hasil analisis yang optimal seperti yang diharapkan.

PEMBAHASAN Logam berat

Logam berat termasuk golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam lain, yaitu: a. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar panas

b. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik c. Memiliki kekerapan tinggi

d. Dapat membentuk alloy dengan logam lain e. Untuk logam yang padat dapat ditempa

Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Heryando Palar, 1994: 20). Logam berat esensial seperti Zn, Fe, dan Cu, bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebih akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. Dan jika yang masuk adalah logam berat beracun, seperti Pb, Cd, Cr, dan Hg, maka dipastikan organisme tersebut akan keracunan. Dalam sistem biologi logam berat bersift toksik, sebab dapat bereaksi dengan protein, enzim dan asam amino. Logam berat dalam senyawa organic dapat terikat sebagai bio anorganik, yaitu senyawa logam yang terikat dalam sistem biologi (Heryando Palar, 1994).

Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada awal digunakannya logam sebagai alat, belum diketahui pengaruh pencemarannya pada lingkungan. Proses oksidasi dari logam yang menyebabkan perkaratan sebetulnya merupakan tanda-tanda adanya pencemaran. Tahun demi tahun ilmu kimia semakin berkembang dengan cepat dan dengan mulai ditemukannya garam logam seperti HgNO3, PbNO3, HgCl, CdCl2 dan lain-lain, serta diperjualbelikannya garam tersebut untuk industri, maka tanda-tanda pencemaran lingkungan mulai meningkat. (Darmono, 1995: 10).

Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam dan ini dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu udara, air, dan tanah. Di daerah perkotaan dan industri pencemaran udara disebabkan karena uap sisa pembakaran bahan bakar kendaraan dan asap pabrik. Udara di daerah ini akan tercemar oleh logam berat dan kemudian terbawa oleh air hujan, sehingga air hujan trsebut juga mengandung logam berat. Air yang mengandung logam berat ini akan mencemari tanah dan lingkungan. (Darmono, 1995: 13).

(3)

sama sekali belum diketahui kegunaannya, walaupun dalam jumlah mikro akan menyebabkan keracunan (Darmono, 1995: 21).

Metode Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah (oksida basah) dan destruksi kering (oksida kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda.

Metode Destruksi Basah

Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida. Kesemua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa-senyawa garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama beberapa hari. Pada umumnya pelaksanaan kerja destruksi basah dilakukan secara metode Kjeldhal. Dalam usaha pengembangan metode telah dilakukan modifikasi dari peralatan yang digunakan (Raimon, 1993).

Metode Destruksi Kering

Destruksi kering merupakan perombakan organic logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan system ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Untuk logam Fe, Cu, dan Zn oksidanya yang terbentuk adalah Fe2O3, FeO, CuO, dan ZnO. Semua oksida logam ini cukup stabil pada suhu pengabuan yang digunakan. Oksida-oksida ini kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan. Contoh yang telah didestruksi, baik destruksi basah maupun kering dianalisis kandungan logamnya. Metode yang digunakaan untuk penentuan logam-logam tersebut yaitu metode Spektrofotometer Serapan Atom (Raimon, 1993). Metode ini digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam dalam jumlah kecil atau trace level ( Kealey, D. dan Haines, P.J. 2002).

Menurut Raimon (1993) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi basah ataukah kering, antara lain:

a. Sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya. b. Jenis logam yang akan dianalisis.

c. Metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya

Selain hal-hal di atas, untuk memilih prosedur yang tepat perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain: waktu yang diperlukan untuk analisis, biaya yang diperlukan, ketersediaan bahan kimia, dan sensitivitas metode yang digunakan.

Menurut Sumardi (1981: 507), metode destruksi basah lebih baik daripada cara kering karena tidak banyak bahan yang hilang dengan suhu pengabuan yang sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu faktor mengapa cara basah lebih sering digunakan oleh para peneliti. Di samping itu destruksi dengan cara basah biasanya dilakukan untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama. Sifat dan karakteristik asam pendestruksi yang sering digunakan antara lain:

1) Asam sulfat pekat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk mempercepat terjadinya oksidasi. Asam sulfat pekat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat. Meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk mendestruksi masih cukup lama.

(4)

3) Campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat banyak digunakan untuk mempercepat proses destruksi. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350 0C, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik.

4) Asam perklorat pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi, karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat. Kelemahan dari perklorat pekat adalah sifat mudah meledak (explosive) sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan harus sangat hati-hati.

5) Aqua regia yaitu campuran asam klorida pekat dan asam nitrat pekat dengan perbandingan volume 3:1 mampu melarutkan logam-logam mulia seperti emas dan platina yang tidak larut dalam HCl pekat dan HNO3 pekat. Reaksi yang terjadi jika 3 volume HCl pekat dicampur dengan 1 volume HNO3 pekat:

3 HCl(aq) + HNO3(aq) Cl2(g) + NOCl(g) + 2H2O(l)

Gas klor (Cl2) dan gas nitrosil klorida (NOCl) inilah yang mengubah logam menjadi senyawa logam klorida dan selanjutnya diubah menjadi kompleks anion yang stabil yang selanjutnya bereaksi lebih lanjut dengan Cl-.

Efek Bekerja dengan Bahan Kimia yang Sangat Reaktif atau Mudah Meledak

Pada proses destruksi sampel sering digunakan bahan kimia yang sangat reaktif atau mudah meledak. Bahan sangat reaktif dan mudah meledak yang digunakan di laboratorium memerlukan prosedur yang tepat. Langkah berikut untuk menghindari kecelakaan serius saat bahan yang sangat reaktif digunakan:

a. Gunakan bahan kimia berbahaya dalam jumlah minimal dengan perlindungan dan pelindung diri memadai.

b. Siapkan peralatan darurat.

c. Rakit semua peranti sedemikian rupa sehingga jika reaksi mulai berjalan di luar kendali, pelepasan sumber panas, pendinginan bejana reaksi, penghentian penambahan reagen, dan penutupan pintu geser tudung kimia laboratorium dapat dilakukan dengan segera. Pelindung ledakan plastik transparan yang tebal harus digunakan untuk memberi perlindungan ekstra selain jendela tudung kimia.

d. Jika reaksi berjalan di luar rencana, batasi akses ke area hingga reaksi dapat dikendalikan. Pertimbangkan kendali pengoperasian jarak jauh.

e. Beri pendinginan dan permukaan cukup untuk pertukaran panas sehingga

memungkinkan pengendalian reaksi. Bahan kimia yang sangat reaktif memicu reaksi dengan kecepatan yang meningkat sangat cepat seiring meningkatnya suhu. Jika panas yang dihasilkan tidak dihilangkan, kecepatan reaksi meningkat hingga terjadi ledakan. Hal ini sangat menjadi masalah saat meningkatkan skala eksperimen.

f. Hindari konsentrasi larutan berlebih, terutama saat reaksi dicoba atau dinaikkan

Skalanya untuk pertama kali. Beri perhatian secara khusus pada tingkat penambahan reagen terhadap tingkat konsumsinya, terutama jika reaksi dipengaruhi periode induksi.

g. Ikuti prosedur penyimpanan, penanganan, dan pembuangan khusus untuk reaksi

skala besar dengan reagen organometalik dan reaksi yang menghasilkan bahan mudah terbakar atau dilakukan dalam pelarut yang mudah terbakar. Jika terdapat logam aktif, gunakan pemadam api dengan bahan pemadam khusus seperti bubuk berbahan dasar grafit dengan dicampur pemlastis atau bubuk berbahan dasar natrium klorida.

h. Hindari penguraian lambat pada skala besar jika pemindahan panas tidak memadai

atau jika panas dan gas yang berkembang dibatasi. Penguraian beberapa zat yang diawali dengan panas, seperti peroksida tertentu, hampir terjadi secara instan. Khususnya, reaksi yang terpengaruh periode induksi dapat berbahaya karena tidak ada indikasi awal risiko. Kendati demikian, proses hebat dapat terjadi setelah induksi.

i. Lakukan penentuan suhu eksotermik mula-mula dengan kalorimeter skala besar

(5)

dimana evaluasi bahaya operasional formal atau data andal dari sumber apa pun lainnya menunjukkan bahaya, lakukan review kelompok berpengalaman atau ubah kondisi yang skalanya dinaikkan untuk menghindari kemungkinan bahwa seseorang mungkin melewatkan bahaya atau perubahan prosedur yang paling sesuai.

j. Hindari menyebabkan ledakan fisik dari tindakan seperti menyebabkan cairan

panas mengalami kontak mendadak dengan cairan dengan titik didih lebih rendah atau menambahkan air ke cairan panas pada rendaman pemanas. Ledakan juga dapat terjadi saat memanaskan bahan kriogenik dalam wadah tertutup atau memberi tekanan berlebih pada peralatan dari kaca dengan nitrogen (N2) atau argon saat regulator diatur dengan tidak tepat. Ledakan fisik hebat juga terjadi jika sekumpulan partikel sangat panas dituangkan secara tiba-tiba ke air.

Beberapa Alat Pelindung diri (APD) dapat digunakan saat menangani bahan yang mudah meledak, seperti:

a. kaca keselamatan yang memiliki pelindung sisi kokoh atau kaca mata pelindung percikan bahan kimia;

b. pelindung panjang penuh yang sepenuhnya melindungi wajah dan tenggorokan (beri perhatian khusus saat mengoperasikan atau memanipulasi sistem sintesis yang mungkin berisi bahan mudah meledak, seperti diazometana, saat pelindung bangku dipindahkan ke samping, dan saat menangani atau mengangkut sistem semacam itu);

c. sarung tangan kulit berat untuk menjangkau di belakang area terlindung saat eksperimen berbahaya sedang berlangsung atau saat menangani senyawa reaktif atau reaktan yang mengandung gas

d. jas laboratorium yang terbuat dari bahan tahan api dan mudah dilepas (Moran, L. and Masciangioli, T., 2010).

Berbagai penelitian yang terkait dengan proses destruksi sampel telah banyak dilakukan, diantaranya adalah:

a. Siti Sulastri, dkk ( 2004: 62 ) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pasir malelo dalam HNO3 akan memberikan sedikit kenaikan harga Efisiensi Penjerapan (Ep) terhadap ion kromium(III). Makin tinggi konsentrasi HNO3 yang dipakai untuk merendam, kenaikan harga Ep juga makin banyak.

b. Perlakuan perendaman pasir malelo dalam asam klorida maupun asam sulfat akan menurunkan harga Ep terhadap ion kromium(III), perbedaan Ep kromium(III) yang signifikan hanya terjadi pada pasir Malelo yang direndam dengan HCl 1M (Mika Wulan Sari dkk, 2004).

c. Proses perendaman tanah guano dalam asam fluorida dapat menaikkan harga Ep terhadap ion kromium(VI). Penelitian terhadap beberapa jenis tanah liat ( Siti Sulastri,dkk, 2001:21) juga menunjukkan bahwa ada kenaikan harga Ep oleh adanya perlakuan dengan asam fluorida. Sedangkan tanah liat dari daerah Minggir yang direndam dengan HF pekat menunjukkan bahwa harga Epnya akan lebih kecil dari tanah dari Minggir yang asli (tanpa perlakuan).

(6)

perendaman dengan asam perklorat 15 yang didahului dengan pemanasan 6000 C . Apabila asam perklorat 7,5% yang dipakai sebagai perendam, proses pemanasan 200 0C akan memberikan kenaikan harga Ep terhadap kromium(VI) yang paling besar.

e. Pada penelitian Murtini, dkk ternyata menunjukkan bahwa proses destruksi memberikan hasil yang lebih baik dibanding tanpa destruksi pada uji terhadap efek destruksi pada penetapan kadar Cu(II) dalam sampel air sumur, air laut dan air limbah pelapisan krom dengan menggunakan AAS, f. kecuali pada sampel dengan penambahan larutan standar.

PENUTUP

Proses destruksi kering ternyata lebih aman dan sederhana, serta pada umumnya tidak memerlukan pereaksi. Prosedurnya paling umum digunakan untuk menentukan total mineral dalam suatu sampel/bahan. Kekurangan dalam destruksi kering yaitu memerlukan waktu yang cukup lama, penggunaan muffle furnace memakan banyak biaya karena harus dinyalakan terus menerus. Pada proses destruksi basah, suhu yang digunakan relatif lebih rendah dibandingkan dengan destruksi kering sehingga hilangnya unsur-unsur sangat kecil. Di samping itu peralatannya lebih sederhana, proses oksidasi lebih cepat, dan waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat dari destruksi kering

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI (2009), Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta: BP.POM.

Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Heryando Palar. (1994). Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Kealey, D. dan Haines, P.J. (2002). Analytical Chemistry. London: BIOS Scientific Publishers Ltd.

KOMPAS. Com. Minggu, 21 September 2008 (diakses 27 Maret 2012).

Mika Wulan Sari, Siti Sulastri, dan Susila Kristianingrum. (2004).Pengaruh Perendaman Pasir Malelo dengan HCl dan H2SO4 Terhadap Efisiensi Penjerapan Kromium. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Yogyakarta: Jurdik Kimia FMIPA UNY.

Moran, L. and Masciangioli, T. (2010). Chemical Laboratory Safety and Security A Guide to Prudent Chemical Management. Washington DC: The National Academies Press.

Murtini, Rum Hastuti, Gunawan. Efek Destruksi Terhadap Penentuan Kadar Cu(II) Dalam Air Sumur, Air Laut Dan Air Limbah Pelapisan Krom Menggunakan AAS.Jurnal RisetMurty pdf. Semarang:FMIPA UNDIP.

Raimon. (1993). Perbandingan Metoda Destruksi Basah dan Kering Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Lokakarya Nasional.Jaringan Kerjasama Kimia Analitik Indonesia. Yogyakarta.

Reilly, C. (1980). Metal Contamination of Food. London: Aplied Science Published Ltd.

Siti Sulastri, Susila K, Eddy S, Suwardi, dan Endang Dwi S. (2001). Pengaruh Asampada Berbagai Jenis Tanah dan Hubungannya Dengan Peningkatan Manfaat. Laporan Penelitian. Yogyakarta: UNY.

(7)

Siti Sulastri , Susila K., dan Retno Arianingrum (2004). Pengaruh Perendaman Pasir Malelo dengan HNO3 Terhadap Efisiensi Penjerapan Kromium. Jurnal Penelitian Saintek ISSN: 1412-3991 Vol.9, No.1, April 2004.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Asam askorbat mempercepat pembentukkan nitrit oksida dari nitrit sehingga diperoleh warna merah yang diharapkan dan residu nitrit yang tertinggal pada produk daging

yang berasal dari beras dan asam lemak atau fatty acid dengan katalisator asam kuat.. Asam lemak yang digunakan berupa asam lemak jenuh rantai panjang,

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam sulfat, suhu reaksi sulfo- nasi, dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh sangat nyata (signifikan

ClO 2 adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, kerja dari proses pemutihan ini biasanya dengan cara oksidasi terhadap lignin dan bahan-bahan berwarna

emisivitas, meningkatkan ketahanan abrasi, mendeteksi daerah peka retakan. Lazimnya oksidasi anodik menggunakan asam sulfat, karena selain murah mudah untuk

yang bukan berupa asam format, yaitu asam sulfat atau perasan buah atau akibat dari oksidasi alami yang terdapat pada karet terutama pada saat perendaman koagulan dalam

I ANALISIS PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON NORMAL DAN BETON RINGAN SETELAH PROSES PERENDAMAN MENGGUNAKAN ASAM SULFAT & AIR PAYAU SKRIPSI Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,