• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memberdayakan Seni Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Memberdayakan Seni Lokal"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Memberdayakan Seni Lokal

Oleh: Mustofa W Hasyim

Seni lokal termasuk keluarga besar seni tradisional. Bersamaan dengan memudarnya masyarakat tradisional maka seni tradisional, demikian juga seni lokal ikut memudar. Paling tidak, posisinya sudah tidak lagi dominan, tidak berada di posisi tengah arena untuk menentukan trend. Memang masih ada, dan di beberapa tempat seperti tengah mengalami kebangkitan kembali. Tetapi yang jelas zaman kejayaannya, di mana ia merupakan pemain tunggal dalam jagad kesenian

masyarakat betul-betul telah lenyap di telan waktu. Sekarang posisi seni tradisional, demikian juga seni lokal, harus berbagi dengan berbagai gejala seni yang lain. Misalnya gejala seni modern, kontemporer, pascamodern, seni yang bersifat global, bahkan seni eksperimental yang merupakan berbagai adonan elemen, unsur, media, spirit zaman, bahasa, berbagai simbol, dimana unsur ekspresi dan komunikasinya dipentingkan ketimbang apa yang disebut keaslian (otentisitas) atau kemurnian, pattern atau pakem dan semacamnya. Seni adonan atau seni yang bersifat kolaboratif ini sering muncul menghardik kesadaran kita, lengkap dengan berbagai sensasinya, dan mendapat dukungan media, ketimbang seni lokal atau seni tradisional yang terkungkung oleh kemurnian dan semangat pelestarian yang seolah-olah dapat menghentikan waktu.

Untuk kasus Indonesia, seni-seni lokal itu sumbernya macam-macam. Ada seni lokal yang bersumber dari Kraton atau pusat kekuasaan lama. Ada seni lokal yang bersumber dari pedesaan atau masyarakat di luar kraton. Ada juga seni lokal yang bersumber dari pondok pesantren yang kemudian lebih dikenal sebagai seni pesantren. Ketiga seni lokal ini memiliki karakter yang berbeda, meski karena proses sejarah sering terjadi persilangan-persilangan.

Yang menarik, kalau dilacak dan dicermati, ternyata semua seni lokal itu pada awalnya memiliki karakter relijius, baru dalam perkembangan selanjutnya mengalami proses profanisasi, bahkan sekularisasi, kemudian berujung pada komersialisasi. Yaitu ketika kekuatan kapitalis dan industrialis mencaploknya menjadi barang dagangan (hiburan) dan atraksi andalan (wisata). Pernah juga seni lokal itu mengalami proses politisasi yang berlebihan sehingga betul-betul (menurut istilah pak Kuntowijoyo) kehilangan otonominya. Memang komersialisasi dan

politisasi merupakan ‘musuh besar’ yang dapat menipiskan atau malahan menamatkan otonomi budaya dari seni lokal ini. Alih-alih tidak memberdayakan, tetapi justru memperdayakan seni lokal menjadi semata-mata budak modal (komersialisasi) dan budak kepentingan politik (politisasi).

Dalam konteks ini agaknya yang dimaksudkan dengan memberdayakan seni lokal adalah dengan mengembalikan otonomi budaya dari seni lokal, kemudian mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan akan kemandirian budaya dari masyarakat pendukungnya. Tentu saja ini tidak mudah. Sebab selama ini intervensi ekonomi dan intervensi politik sudah demikian jauh masuk ke dalam tubuh seni lokal. Kedua intervensi itu ternyata menghasilkan akibat yang sama, penyeragaman karya seni. Terutama dalam tema yang diharapnya. Hanya tema yang laris, yang menghibur dan tema yang memihak pembangunan misalnya yang dulu direstui dan diberi hak hidup untuk dimunculkan Sedang tema-tema yang kritis, sekalipun relijius sulit untuk dimunculkan.

(2)

masyarakat lereng Merapi, yang disebut masyarakat Tutup Ngisor yang sudah memiliki fasilitas, pelaku, pendamping dan pengembang seni lokal, sampai kemudian mereka mampu

melaksanakan berbagai ijtihad kesenian. Maksudnya, berbagai bentuk dan ungkapan seni lokal baru sudah mampu diciptakan, sesuai dengan tema-tema yang mereka butuhkan. Misalnya tema perikanan.

Komunitas pesantren pun tidak tinggal diam Mereka menggeliat, dan mulai mencoba untuk juga melakukan ijtihad kesenian. Dengan menggunakan metode transformasi maka komunitas

pesantren di Langitan Tuban Jawa Timur dapat mengubah lagu-lagu tradisional dari pelosok tanah Arabia sana menjadi lebih kaya bunyi dan sesuai dengan telinga Indonesia. Lalu komunitas pesantren di Tegalrejo tidak mau kalah. Mereka melakukan inventarisasi dan berhasil

mengumpulkan 179 syair sholawat dan qasidah, termasuk di dalamnya lagu Ummi, yang ketika dilagukan oleh Sulis dan Hadad Alwi mampu membuat banyak orang menangis itu.

Dalam waktu dekat, komunitas pesantren di Gunungkidul (4 pesantren) bersekutu dalam arti baik, untuk memproduksi lagu-lagu hadrah, rodat, kasidah, dan slawatan, yang beberapa diantaranya sudah dimasak dan dibumbui dengan aransemen baru, juga dengan lirik lagu yang baru dan segar. Mungkin untuk lebih memperseru suasana, akan dilengkapi dengan lagu campursari relijius. Sekarang komunitas pesantren di Gunungkidul ini tengah melakukan berbagai latihan, sehingga ketika rekaman nanti mereka betul-betul sudah siap.

Bagaimana dengan komunitas Muhammadiyah? Sebenarnya di berbagai pelosok Jawa Tengah dan DIY komunitas Muhammadiyah pun tidak ketinggalan melakukan pemberdayaan seni-seni lokal, yang masih dapat diselamatkan nilai relijiusnya. Komunitas Muhammadiyah Kotagede dan Bantul misalnya. Komunitas Muhammadiyah ini mulai bergerak memberdayakan seni lokal sejak lama, sejak ketika Majelis Kebudayaan masih ada dan belum dikurangi wewenang dan fungsinya menjadi Lembaga Seni Budaya seperti sekarang ini.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel dan peta di atas kita dapat melihat bahwa perubahan fungsi bangunan pada daerah permukiman sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Jayadinata, 1992

Tugas utama praktikan adalah melaksanakan atau ikut andil dalam seluruh program pembelajaran yang ada di UPTD SKB Ungaran, sehingga praktikan bisa mengetahui

Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya "korupsi" lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara

Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota dengan

Seperti pada gambar di atas, untuk memilih mata kuliah dan kelas yang akan diambil. yaitu dengan cara menandai kotak kecil atau “check box” sebelah kiri kode

Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien

sirri terhadap perempuan (istri) dan anak-anak secara hukum adalah hak-hak Individu dapat tertutupi dan hilangnya kekhawatiran perzinah- an diantara pasangan pelaku nikah sirri

Tugas Akhir Program Studi S1 Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu. Pengetahuan Alam Universitas Sumatera