TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
TERHADAP JUAL BELI DENGAN SISTEM
REAL MONEY
TRADING
DI
GAME
RISING FORCE ONLINE
SKRIPSI
Oleh :
Fiki Adi Pamungkas NIM. C72213125
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang “Tinjauan Hukum
Islam dan Hukum Positif Terhadap Jual Beli Dengan Sistem RMT (Real Money Trading) di Game Rising Force Online”. Rumusan masalahnya:
Pertama, Bagaimana praktik jual beli dengan sistem RMT (Real Money Trading). Kedua, Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap praktik jual beli dengan sistem RMT (Real Money Trading) di Game Rising Force Online.
Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dengan pemain game Rising Force Online yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif, yaitu ketentuan Hukum Islam dan Hukum Positif mengenai transaksi jual beli yang selanjutnya dijelaskan pada kajian komprehensif, untuk selanjutnya ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum.
Dari Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mekanisme jual beli menggunakan sistem Real Money Trading yaitu dengan mengiklankan barang menggunakan fitur chat all, calon pembeli yang melihat dapat melakukan negoisasi dengan fitur whips, setelah timbul kesepakatan dilakukanlah pembayaran melalui rekber ataupun Cash On Delivery (COD). Dari hasil penelitian juga ditemukan adanya ketidakjelasan mengenai kepemilikan barang atau item yang diperjualbelikan. Berdasarkan Terms Of Service poin 18 yang tersedia di website Rising Force Online, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kepemilikan benda yang diperjualbelikan adalah kepemilikan yang tidak sempurna, player hanya memiliki benda dan manfaatnya, namun tidak dengan hak kepemilikannya. Dalam pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa objek yang diperjualbelikan merupakan fasilitas yang disediakan oleh lyto, player berhak atas barang tersebut tetapi player tidak memiliki barang tersebut sepenuhnya. Objek tersebut juga dapat menghilang sewaktu – waktu ketika game Rising Force Online Tutup. Dari hal tersebut maka dapat diketahui adanya unsur gharar dalam jual beli tersebut. Menurut Hukum Islam kepemilikan barang merupakan salahsatu syarat sahnya transaksi yang berarti jual beli dengan menggunakan sistem Real Money Trading di Game Rising Force Online tidak memenuhi salah satu syarat jual beli menurut hukum Islam. Sedangkan menurut hukum Positif, mekanisme jual beli dengan menggunakan sistem Real Money Trading, sah menurut Undang – Undang ITE. Namun keabsahan tersebut dibatalkan oleh pasal 1471 KUHPerdata yang mengharuskan adanya kejelasan mengenai kepemilikan barang.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 8
D.Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Manfaat Penelitian ... 11
G.Definisi Operasional ... 12
H.Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DALAM HUKUM POSITIF A.Jual Beli dalam Hukum Islam ... 20
1. Pengertian Jual Beli ... 20
3. Rukun Jual Beli... 24
4. Syarat Jual Beli ... 25
5. Macam – Macam Jual Beli ... 29
6. Bentuk – Bentuk Jual Beli ... 31
7. Jual Beli Gharar ... 32
B. Transaksi Elektronik Menurut Hukum Positif 1. Pengertian Transaksi Elektronik ... 33
2. Syarat dan Ketentuan Transaksi Elektronik Menurut Undang – Undang No 11 Tahun 2008 ... 36
3. Hal – Hal yang Dilarang Dalam Transaksi Elektronik Menurut Undang – Undang No 11 Tahun 2008 ... 41
BAB III PRAKTIK REAL MONEY TRADING DI GAME RISING FORCE ONLINE A.Gambaran Umum Mengenai Game Rising Force Online ... 48
B.Definisi dan Praktik Jual Beli Menggunakan Sistem Real Money Trading ... 58
1. Definisi Real Money Trading ... 58
2. Praktik Jual Beli Menggunakan Sistem Real Money Trading di Game Rising Force Online ... 58
3. Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Real Money Trading di Game Rising Force Online ... 63
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI MENGGUNAKAN SISTEM REAL MONEY TRADING DI GAME RISING FORCE ONLINE A.Analisis Terhadap Praktik Jual Beli Dengan Menggunakan Sistem Real Money Trading di Game Rising Force Online ... 65
B.Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Menggunakan Sistem Real Money Trading di Game Rising Force Online ... 69
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 80 B.Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep hukum bisnis Islam saat ini tidak lepas dari cara-cara praktik di
masa awal Rasulullah hidup bersama para sahabatnya. Karena itu konsep
bisnis Islam bisa dikatakan sebagai reformasi cara-cara bisnis di masa
jahiliyah yang melanggar hak-hak dan prinsip keadilan dan kemanusiaan.1
Ada tiga aspek yang sangat mendasar dalam ajaran Islam, yaitu aspek
akidah (tawhi>d), hukum (Syari^’ah), dan akhlak. Ketika seseorang memahami
tentang ekonomi Islam secara keseluruhan, maka ia harus mengerti ekonomi
Islam dalam ketiga aspek tersebut. Ekonomi Islam dalam dimensi akidahnya
mencakup atas dua hal : yaitu pemahaman tentang ekonomi Islam yang
bersifat ekonomi ilahiyah dan pemahaman tentang ekonomi Islam yang
bersifat Rabba>niyah.
Segala pembahasan yang berkaitan dengan ekonomi Islam sebagai
ekonomi ilahiyah, berpijak pada ajaran tawhi>d ulu>hiyah. Ketika seseorang
mengesakan dan menyembah Allah, dikarenakan kapasitas Allah sebagai dzat
yang wajib disembah dan juga tidak menyekutukan-Nya, hal ini berimplikasi
pada adanya niat yang tulus, bahwa segala pekerjaan yang dikerjakan oleh
manusia adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, sebagai salah satu
1 Asep Saepudin Jahar, Euis Nurlaelawati, dan Jaenal Aripin, Hukum Keluarga, Pidana, dan
2
bentuk peyembahan kepada-Nya. Termasuk ketika seseorang melakukan
kegiatan ekonomi kesehariannya.2
Sistem Ekonomi Islam berusaha mendialektikkan nilai-nilai ekonomi
dengan nilai akidah ataupun etika. Artinya, kegiatan ekonomi dan perikatan
lain yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai
materialisme dan spiritualisme berdasarkan sumber hukum syari’at Islam.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan
tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai
ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah juga sangat
konsen terhadap nilai-nilai humanisme.3
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-bay’ yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily
mengartikan secara bahasa dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Kata al-bay’ dalam Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yaitu kata al-Syira (beli). Dengan demikian, kata al-bay’ berarti jual, tetapi
sekalius juga berarti beli.4 Jadi, jual beli atau al-bay’ yaitu saling tukar
menukar harta dengan tujuan kepemilikan.
Kaidah umum dalam bermuamalah dijelaskan :
اَهيْْيرََْ ىَلَع ٌلْييلَد َلُدَي ْنَأ َايا ُةَحََيإا يةَلَماَعُمْلا يِ ُلْصَأَا
2 Fauzia Ika Yunia dan Riyadi Abdul Kadir, Prinsip Dasar Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana,
2014), 8.
3 Dimyaudin Djuwaini, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), 16.
4 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid 5, cet. Ke 8, (Damaskus: Dar al-Fikr al
3
Artinya : “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”5
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa, Pada dasarnya hukum dari jual beli
adalah mubah, namun terkadang hukumya bisa berubah menjadi wajib, haram,
sunnah dan makruh bergantung pada situasi dan kondisi berdasarkan
maslahah.6
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi saat ini,
jual beli pun ikut berkembang dalam parktiknya, saat ini sangat marak jual
beli dengan media elektronik. Transaksi dengan media elektronik dapat
memudahkan penjual dan pembeli, karena penjual dan pembeli tidak perlu
repot-repot untuk bertemu, mereka hanya perlu berkomunikasi lewat
telefon/SMS untuk bertransaksi.
Menurut Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 yang dimaksud dengan
transaksi elektronik yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan atau media elektronik
lainnya.7
Dengan berkembangnya era jual beli saat ini, yang menjadi obyek jual
belipun ikut meluas seiring dengan kebutuhan manusia, dari mulai kebutuhan
pokok hingga kebutuhan tersier, seperti suatu item atau gold dalam game
online.
5 A. Djazuli, Kaidah-kaidah fikih: kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah
masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), 130.
6 Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 26.
7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
4
Dari banyaknya pengguna game online di Indonesia tak sedikit yang
menjadikan game online sebagai bisnis untuk mendapatkan pundi-pundi
keuntungan. Berawal dari hiburan, kini banyak pula orang-orang menjadikan
game online sebagai pekerjaannya. Mengetahui peluang tersebut, para
developer game online berlomba-lomba untuk menciptakan game semenarik
mungkin. Publisher atau Developer game di Indonesia biasanya membuat
game bertipe Free to Play dan Freemium. Free to Play yaitu pemain bisa
memainkan game tersebut secara gratis dan tidak perlu memerlukan uang
sepeserpun. Sedangkan Freemium yaitu gabungan dari Free dan Premium
yakni yaitu game yang menawarkan layanan mendasar secara cuma-cuma, dan
mengenakan biaya untuk fitur-fitur tertentu. Game yang ber genre Freemium
lah yang menguasai pasar game Indonesia.
Real Money Trading merupakan transaksi elektronik didalam suatu
game untuk melakukan pembelian gold ataupun item dalam game dengan
menggunakan uang asli seperti rupiah.8 Real Money Trading tidak harus
anatar sesama player. Real Money Trading bisa terjadi antara player dengan
Publisher/Developer. Contohnya seperti seorang player membeli voucher
game untuk mengisi suatu kredit tertentu, lalu dengan kredit tersebut dia bisa
membeli barang yang jarang tersedia di pasaran. Dari segi keamanan, Real
Money Trading antara player dengan developer/publisher lebih aman
dibandingkan Real Money Trading dengan antar sesama player. Dikarenakan
8 Ketut Krisna Wijaya, “Itemku: Marketplace Gold dan Item Game Online di Indonesia”,
5
banyaknya kasus penipuan dan kecurangan dalam memperoleh barang yang
akan diperjual belikan tersebut.
Real Money Trading lebih marak digunakan pada game berjenis
MMORPG (Massively Multiplayer Online Role-Playing Game) yaitu suatu
game berbasis Role Playing Game dimana pemain terhubung ke server di
dalam game yang dimainkannya. Terdapat ratusan bahkan ribuan pemain yang
saling berinteraksi di dalam dunia virtual.
Rising Force Online yaitu salah satu game yang bergenre MMORPG
terbesar yang di dari sekian banyak game yang berada di Indonesia. Rising
Force Online juga dapat ditemukan di beberapa negara besar seperti Korea,
Jepang, Inggris, Rusia dan Filipina9.
Dari sekian banyak game online, game Rising Force Online lah yang
sangat aktif kegiatan Real Money Tradingnya, baik Real Money Trading
antara player dengan player maupun antara player dengan developer.
Obyek yang kebanyakan dijual dalam game Rising Force Online ini
antara lain :
1. CP/Disena/Dalant (Mata uang di dalam game tersebut) dengan kisaran
harga Rp. 2.000,00 – Rp. 5.000,00 tiap 1.000.000 CP/Disena/Dalant
(harga jual tiap bangsa berbeda-beda bergantung pada kondisi
kemakmuran suatu bangsa. semakin makmur suatu bangsa maka harga
jual semakin murah).
6
2. Voucher game (voucher yang berguna untuk mengisi suatu kredit di
dalam game untuk membeli item premium), voucher tersedia dengan
harga Rp. 10.000, Rp. 20.000, Rp. 35.000, Rp. 65.000, Rp. 175.000, dan
Rp. 500.000. Voucher tersebut dapat dijual didalam game untuk dijadikan
CP/Disena/Dalant.
3. Item (suatu barang di dalam game) item dapat dijual dengan rupiah
ataupun mata uang di dalam game tersebut, apabila dijual dengan rupiah,
maka penentuan harganya menyesuaikan dengan harga item di suatu
game tersebut lalu di rupiahkan.10
Obyek yang diperjualbelikan di atas berguna sebagai salah satu faktor
penguat karakter di dalam game tersebut, karena dengan karakter yang kuat
kita dapat melakukan banyak hal, salah satunya yaitu terbukanya peluang
untuk menjadi Race Leader, dewan dalam game Rising Force Online tersebut.
Berdasarkan dari persoalan yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti tentang “Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap
Jual Beli Dengan Sistem Real Money Trading Di Game Rising Force Online”.
Kajian skripsi ini, dapat memberikan wawasan tentang penjelasan dalam
aspek hukum Islam tentang jual beli untuk menyikapi berbagai pola kegiatan
muamalah yang ada.
7
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis
mengidentifikasi permasalahan - permasalahan yang dimungkinkan dapat
muncul dalam penelitian ini. Diantaranya yaitu :
1. Praktik jual beli dengansistem Real Money Trading di game Rising Force
Online
2. Akad yang digunakan dalam jual beli dengan sistem Real Money Trading
di game Rising Force Online
3. Obyek yang diperjualbelikan dengan sistem Real Money Trading di game
Rising Force Online
4. Manfaat obyek yang diperjualbelikan
5. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap jual beli dengan
sistem Real Money Trading di game Rising Force Online
Dari beberapa identifikasi masalah di atas, Kiranya perlu penulis
membatasi pembahasan mengenai masalah dalam penelitian ini agar penulisan
penlitian ini lebih terarah pada ruang lingkupnya dan permasalahannya.
1. Mekanisme kerja dari praktik jual beli dengan sistem Real Money Trading
di game Rising Force Online
2. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap jual beli dengan
8
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah yang meliputi hal-hal tersebut adalah :
1. Bagaimana praktik jual beli dengan sistem Real Money Trading di game
Rising Force Online ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap praktik jual
beli dengan sistem Real Money Trading di game Rising Force Online ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran tentang
topik yang diteliti oleh peneliti sebelumnya agar tidak terjadi pengulangan
atau duplikasi dari kajian peneliti atau yang telah ada.11
Penelitian tentang jual beli merupakan hal yang biasa dan sangat banyak
sekali ditemukan di internet. Tapi pada saat ini ada sangat banyak ragam dari
jenis jual beli, salah satunya yaitu jual beli benda maya dengan sistem Real
Money Trading. Hal tersebut saat ini banyak terjadi dan dilakukan dikalangan
para gamers dikarenakan mereka dapat memadukan hobbynya dan dapat
mendapatkan pundi-pundi keuntungan dari hal tersebut.
Di antara skripsi yang sudah membahas adalah skripsi yang ditulis oleh
Moh. Afifuddin Zuhri pada tahun 2013, Jurusan Muamalah Fakultas Syariah
IAIN Sunan Ampel yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
11 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknik
9
Follower Twitter” dalam skripsi tersebut penulis menjelaskan tentang
kesesuaian hukum Islam terhadap praktik jual beli follower twitter. Skripsi
tersebut berkesimpulan bahwa jual beli follower twitter sah secara rukun dan
syarat. Tetapi jika melihat dampak yang diakibatkan, jual beli follower twitter
tidak sesuai dengan asas muamalah yang mengedepankan prinsip
kemaslahatan.12
Selanjutnya terdapat pula skripsi yang ditulis oleh Yasinta Devi pada
tahun 2010, Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Analisa Hukum Islam
Tentang Jual Beli Gold Pada Game Online Jenis World Of Warcraft (WOW)”.
Pada skripsi tersebut menjelaskan tentang cara mendapatkan gold pada game
World of Warcraft (WOW) dan Tinjauan hukum islam terhadap jual beli gold
pada game World of Warcraft (WOW). Skripsi tersebut berkesimpulan jual
beli gold pada game online jenis World of Warcraft (WOW) ini dinyatakan
tidak sah berdasarkan hukum Islam, karena barang yang diperjual belikan
merupakan barang haram yang didapat dari perjudian. Meskipun rukun dan
syarat jual beli terpenuhi, akan tetapi keabsahan itu rusak akibat barang yang
diperjual belikan bukan barang yang diperbolehkan menurut hukum Islam.13
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Salsa Bella Rizky Nur Annisak,
jurusan Muamalah, fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya
12 Moh. Afifuddin Zuhri, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Follower Twitter” (Skripsi--
IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013). 71.
13Yasinta Devi, “Analisa Hukum Islam Tentang Jual Beli Gold Pada Game Online Jenis World Of
10
yang berjudul “Analisis Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 11 Pasal
28 Dan Pasal 32 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
(ITE) Terhadap Jual Beli Account Clash Of Clans (COC) Via Online”. Pada
skripsi tersebut menjelaskan tentang bagaimana praktek jual beli Account
Clash Of Clans (COC) Via Online dan tinjauan hukum Islam dan
Undang-Undang ITE terhadap praktik jual beli Account Clash Of Clans (COC) Via
Online. Skripsi tersebut berkesimpulan bahwa praktik jual beli Account Clash
Of Clans (COC) Via Online sah menurut rukun dan syarat. Tapi dalam sistem
pembanyaran lewat pulsa terdapat unsur Gharar karena ada tambahan yang
tidak jelas. Sedangkan ditinjau dari undang-undang ITE, praktik jual beli
Account Clash Of Clans (COC) Via Online tidak sesuai dengan ketentuan UU
ITE karena praktik jual beli Account Clash Of Clans (COC) banyak terjadi
penipuan dan kecurangan14
Dalam judul skripsi yang penulis bahas kali ini berbeda dengan judul
skripsi yang ada di kajian pustaka di atas, dimana dalam skripsi yang pertama
menjelaskan mengenai jual beli follower twitter. Dalam skripsi yang ditulis
oleh penulis yang menjadi media jual beli berbeda dengan skripsi tersebut.
Sedangkan di dalam judul skripsi yang kedua obyek yang diperjualbelikan
hanyalah gold. Dalam skripsi yang ditulis oleh penulis obyek jual belinya
sangat luas meliputi item, fitur premium dan sebagainya. Lalu pada skripsi
14Salsa Bella Rizky Nur Annisak, “Analisis Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 11 Pasal
11
yang ketiga yang menjadi objek transaksi yaitu akun. Dalam penelitian yang
ditulis oleh penulis yang menjadi obyek jual-beli yaitu sesuatu hal yang ada
dalam akun tersebut.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan Skripsi
ini adalah antara lain :
1. Untuk mengetahui mekanisme praktik jual beli dengan sistem Real
Money Trading di game Rising Force Online
2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap
jual beli dengan sistem Real Money Trading di game Rising Force Online
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya dan khususnya ilmu pengetahuan hukum
Islam dan minimal digunakan untuk dua aspek yaitu :
1. Secara Teoritis
Secara Teoritis, hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk dapat
memeberikan wawasan akan hal hal yang baru dan saat ini telah
berkembang pesat.
2. Secara Praktis
Secara Praktis, hasil dar penelitian ini diharapkan berguna sebagai
12
dan jual beli sistem Real Money Trading dalam Game Online dalam
penyelesaian masalah dalam bidang muamalah pada umumnya dan
masalah jual beli pada khususnya.
G. Definisi Operasional
Sebagai gambaran didalam memahami suatu pembahasan maka perlu
sekali adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam
tulisan skripsi ini, agar mudah dipahami secara jelas tentang arah dan
tujuannya.
Adapun judul skripsi adalah “Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif
Terhadap Jual Beli Dengan Sistem Real Money Trading Di Game Rising Force
Online” dan agar tidak terjadi kesalahpahaman di dalam memahami judul
skripsi ini, maka perlu kiranya penulis uraikan tentang pengertian judul
tersebut, sebagai berikut :
Hukum Islam : Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu
Allah dan Sunnah Rosul tentang tingkah laku
manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
mengikat untuk semua yang beragama Islam.15
Dalam skripsi ini yang dimaksud hukum islam
berupa firman Allah, sunnah Rasul, kaidah dan
fiqh.
13
Hukum Positif : Kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis
dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang
berlaku dan mengikat secara umum atau
khusus dan ditegakkan oleh atau melalui
pemerintah atau pengadilan dalam negara
Indonesia. Dalam skripsi inim hukum positif
berupa undang – undang ITE dan KUHPerdata
Jual Beli : Menjual atau menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain.16
Real Money Trading : Sebuah transaksi yang menjual belikan benda
maya dalam suatu game dengan menggunakan
uang asli (Rupiah).
Rising Force Online : Yaitu salahsatu game online di Indonesia
dengan berbasis Role Playing Game.
H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Data mengenai transaksi jual beli dengan sistem Real Money
Trading dengan cara terjun ke lapangan dengan mewawancarai pelaku
jual beli. Data berupa informasi mengenai bagaimana transaksi tersebut
16 Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT Raja
14
berlangsung, pihak siapa saja yang terlibat, bagaimana cara mendapatkan
objek yang diperjualbelikan, dan sebagainya
2. Sumber Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara
langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara,
maupun observasi. Sumber informasi yang memiliki kompetensi
sesuai dengan obyek penelitian. Adapun data pada penelitian ini
diperoleh dari para gamers yang pernah/berpengalaman dalam
melakukan jual beli dengan sistem Real Money Trading di game
Rising Force Online.
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder
adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan
dengan penelitian yang dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat
serta memberikan penjelasan mengenai sumber-sumber data
primer.17 Dalam skripsi ini, yang dijadikan sumber sekunder adalah
buku-buku referensi, website, dan jurnal yang akan melengkapi hasil
observasi dan wawancara yang telah ada. Untuk itu beberapa sumber
yang ada kaitannya dengan tema skripsi yaitu tentang jual beli
17 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cet. Ke 8, (Bandung: Alfabeta,
15
dengan sistem Real Money Trading. Diantaranya sumber data
tersebut adalah :
1) Dimyaudin Djuwaini, Fiqh Muamalah
2) Yusuf Al Subaily, Pengantar Fiqh Muamalat dan Aplikasinya
dalam Ekonomi Modern
3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
4) Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu
5) Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riadi, Prinsip Dasar Ekonomi
Islam
6) Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual
7) Asep Saepudin Jahar, Euis Nurlaelawati, Jaenal Aripin, Hukum
Keluarga, Pidana & Bisnis
8) Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum
9) https://id.techinasia.com
10)https://rf.lytogame.com
3. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati
langsung terhadap objek penelitian. Observasi juga merupakan
16
yang diteliti.18 Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan
langsung terhadap praktik jual beli dengan sistem Real Money
Trading di game Rising Force Online. Pengamatan ini dilakukan
dengan cara mengamati/mengikuti jalannya proses jual beli dengan
dengan sistem Real Money Trading, kemudian mencatat hal-hal yang
dianggap penting dan diperlukan dalam penelitian.
b. Interview (Wawancara)
Yaitu merupakan dialog yang dilakukan peneliti kepada pelaku jual
beli yang dengan sistem Real Money Trading guna mendapatkan
informasi dari pihak penjual dan pembeli. Metode ini digunakan
untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.19
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada orang
yang pernah melakukan transaksi jual beli dengan sistem Real Money
Trading
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah seluruh data terkumpul maka dilakukan analisis data secara
kualitatif dengan tahapan sebagai berikut :
a. Editing, yaitu pengecekan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan atau dengan kata lain memeriksa kembali informasi
yang telah diterima oleh peneliti. Dalam penelitian ini data yang
telah diperoleh dari wawancara maupun observasi diperiksa kembali.
18 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, cet Ke 4, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), 54.
17
b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam
penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.20 Setelah
dilakukan pemeriksaan, data yang telah didapat dipilah untuk diambil
bagian yang diperlukan untuk penelitian ini.
c. Analyzing, yaitu dengan menganalisis data yang telah diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta
yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari
rumusan masalah.21 Data yang telah diperiksa dan dipilah di analisis
untuk mendapatkan kesimpulan.
c. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu data yang berupa informasi
nyata dilapangan dan data yang dipahami sebagai data yang tidak bisa
diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.22 Setelah data yang
terkumpul lengkap, maka penulis menganalisa data ini dengan
menggunakan metode sebagai berikut :
a. Deskriptif Analitis
Deskriptif analitis yaitu metode yang digunakan untuk
menggambarkan dan memaparkan tentang konsep jual beli dengan
20 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 136.
21 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, Cet Ke 7, (Bandung: Alfa Beta,
2008), 246.
22 Andi Pratowo, Menguasai Teknik-Teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Diva
18
sistem Real Money Trading dan konsep jual beli dalam hukum
Islam.
b. Deduktif, dalam analisis ini penulis menggunakan pola pikir
deduktif yaitu proses pendekatan yang berangkat dari fakta khusus,
yaitu jual beli dengan sistem Real Money Trading yang kemudian
dijelaskan pada kajian komperhensif dan selanjutnya adalah
didapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran sederhana dan
menyeluruh, maka penulis membuat sistematika yang bertujuan untuk
mempermudah pembahasan. Sistematika penulisan saling berkaitan antara
bab satu dengan bab lainnya. Sedangkan gambaran umumnya adalah sebagai
berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian
dan sistematika pembahasan tentang Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum
Positif Terhadap Jual Beli dengan Sistem Real Money Trading Di Game
Rising Force Online
Bab kedua merupakan pembahasan tentang transaksi dalam Hukum
Islam dan Hukum Positif, yang di dalamnya meliputi unsur-unsur jual beli,
19
sah jual-beli serta bentuk dan macam-macam jual beli, definisi jual beli
elektronik, definisi jual beli berdasarkan Hukum Positif.
Bab ketiga merupakan pembahasan mengenai gambaran umum tentang
game Rising Force Online, pengertian transaksi dengan sistem Real Money
Trading, mekanisme jual beli dengan sistem Real Money Trading, latar
belakang terjadinya jual beli dengan sistem Real Money Trading di game
Rising Force Online.
Bab keempat merupakan analisis Praktik jual beli dengan Sistem Real
Money Trading ditinjau dari perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.
Bab kelima penutup. Skripsi ini ditutup dengan mengemukakan
kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan pada
bab pendahuluan. Juga dikemukakan sejumlah saran sebagai aplikasi dari
BAB II
JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT HUKUM POSITIF
A. Pengertian Jual Beli Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli atau al-bay’ secara bahasa artinya memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti.1 Jual beli atau perdagangan
dalam istilah fiqh disebut al-bay’ yang menurut etimologi berarti menjual atau
mengganti. Wahbah Al Zuhaily mengartikannya secara bahasa dengan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.2
Menurut istilah terminologi yang dimaksud dengan jual beli adalah
suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima bendabenda
dan pihak lain yang menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.3
Definisi jual-beli yang disepakati para ulama yaitu tukar – menukar
harta dengan harta dengan cara – cara tertentu yang bertujuan untuk
memindahkan kepemilikan.4
1 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), 23.
2 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid 5, cet. Ke 8, (Damaskus: Dar al-Fikr al
Muashir, 2005), 126.
21
Definisi lain yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah yang dikutip oleh
Wahbah Al-Zuhaily, jual-beli adalah saling tukar harta dengan harta dengan
cara tertentu atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat.5
Dalam istilah perbankan jual beli atau al-bay’ didefinisikan sebagai
suatu pertukaran (exchanging) antara suatu komoditas dengan uang atau
antara komoditas dan komoditas yang lain.6
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong – menolong antara sesama umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’a>n dan sunnah Rasulullah saw.
Terdapat beberapa ayat al-Qur’a>n dan sunah Rasulullah saw, yang berbicara
tentang jual beli antara lain :7
a. Al-Qur’an
1) Surat al-Baqarah ayat 275
َبِ رلا َمرَحَو َعْيَ بْلا َُا لَحَأَو
Artinya : “Padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba”8
5 Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Saipudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana,
2010), 67-68.
6 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), 185.
7 Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Saipudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana,
2010), 68.
8 Departemen Agama RI, Al-Mudarris, Al-Qur’anul Karim,(Jakarta: PT. Readboy Indonesia, 2008),
22
Ayat al-Qur’a>n di atas menjelaskan bahwa manusia
diperbolehkan melakukan jual beli selama tidak melanggar
ketentuan – ketentuan hukum Islam yakni salah satunya yaitu riba.
2) Surat al-Baqarah ayat 282
َأَو
ْش
دِه
اْو
ْمُتََْاَبَ تاَذِإ
Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”9Ayat al-Qur’a>n di atas menjelaskan bahwa manusia membawa saksi
ketika kegiatan jual beli berlangsung.
3) Surat an-Nisa> ayat 29
ََ اوُنَمَآ َنيِذلا اَه يَأ ََ
ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَراَِِ َنوُكَت ْنَأ َِإ ِلِطاَبْلِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكََْ
ْمُكْنِم
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makanharta sesama kalian dengan cara yang batil, selain melalui perdagangan yang saling ridha diantara kalian.”10
Ayat al-Qur’a>n di atas menjelaskan bahwa Allah
mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan,
menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang
lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh
syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain
dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas.
9 Ibid., 49.
23 b. As-Sunnah
...
ِئُس
َل
ِبنلا
ىلَص
ُل
ِهْيَلَع
َملَسَو
:
يَأ
ِبْسَكْلا
أ
ُبَيْط
؟
َلاَقَ ف
:
ُلَمَع
ِلُجرلا
ِِدَيِب
لُكَو
َ ب ٍعْي
ٍرْوَُْْم
11Artinya : “...Rasulullah saw. ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah saw. menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati”12
Makna hadits di atas yaitu jual beli yang baik merupakan jual beli
yang di bekati oleh Allah, di mana jual beli tersebut merupakan jual beli
yang jujur tanpa diiringi kecurangan dalam jual beli tersebut.
َع ْن
َد
ُوا َد
ْب
ِن
َص
ِلا
ِح
ْلا
َم َد
ن
َبَأ ُتْعََِ :َلاَق ِهْيِبَا ْنَع ,
ْلا َدْيِعَس
م.ص ِل ُلْوُسَر َلاَق ُلوُقَ ي يِرْدُخى
َهجام نبا اورُ ٍضاَرَ ت ْنَع ُعْيَ بْلا اََِاَو
Artinya : “Dari Abu Dawud Ibnu Shalih Al-Maddani dari ayahnyaberkata saya mendengar Abu Sa’id al-Qhudri berkata;
bahwa Rasullullah Saw; jual beli atas dasar saling
meridha>i”. (HR. Ibnu Ma>jah)13
Makna hadits di atas yaitu jual beli harus didasarkan atas keridhoan
kedua belah pihak, tidak ada unsur keterpaksaan yang terkandung dalam
jual beli.
c. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
11mam Ahmad Ibn Hanbal, al-Musnad al-Imam ahmad Ibn Hanbal, Jilid 4, (Beirut: Darul Kutub
al-Ilmiyah, 1993), 173-174.
12Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid 5, cet. Ke 8, (Damaskus: Dar al-Fikr
al Muashir, 2005), 26.
24
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain
yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang miliknya yang
sesuai.14
3. Rukun Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga
jual-beli itu dapat dikatakan sah oleh Syara’. Dalam menentukan rukun jual
beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama.
Rukun jual beli menurut ulama hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan
membeli dari pembeli), dan kabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut
mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan kedua belah
pihak untuk melakukan transaksi jual-beli.15
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:
a. Ada orang yang berakad al muta’aqida>yn (penjual dan pembeli).
b. Ada s}igha>t.
c. Ada objek yang dibeli.
d. Ada nilai tukar pengganti barang.16
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, unsur atau rukun jual beli
ada tiga yaitu :
a. Pihak - pihak
14Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalat, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 75.
15 Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Saipudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana,
2010), 71.
25
Pihak pihak yang terkait dalam perjanjian jual beli terdiri atas penjual,
pembeli, dan pihak lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
b. Objek
Objek jual beli terdiri atas benda yang berwujud dan benda yang tidak
berwujud, benda bergerak maupun benda yang tidak bergerak, dan yang
terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Syarat objek yang diperjualbelikan
adalah sebagai berikut :
1) Barang yang diperjualbelikan harus ada.
2) Barang yang diperjualbelikan harus dapat diserahkan.
3) Barang yang diperjualbelikan harus berupa barang yang memiliki
nilai/harga tertentu.
4) Barang yang diperjualbelikan harus halal.
5) Barang yang diperjualbelikan harus diketahui oleh pembeli.
6) Kekhususan barang yang diperjualbelikan harus diketahui.
7) Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad.
c. Kesepakatan
Kesepakatan dapat dilakukan dengan tulisan, lisan, dan isyarat, ketiganya
memiliki makna hukum yang sama.17
4. Syarat Jual Beli
Dalam jual beli, terdapatempat macam syarat, yaitu syarat terjadinya
akad, syarat sahnya akad, syarat terlaksananya akad, dan syarat lujum.
26
Secara umum tujuan adanya semua syarat tersebut antara lain untuk
menghindari pertentangan di antara manusia. Menjaga kemaslahatan orang
yang sedang berakad. Menghindari jual-beli gharar (terdapat unsur penipuan),
dan lain-lain.
Jika jual beli tidak memenuhi syarat terjadinya akad, akad tersebut
batal. Jika tidak memenuhi syarat sah, menurut ulama Hanafiyah, akad
tersebut fasid. Jika tidak memenuhi syarat nafadz, akad tersebut mauquf yang
cenderung boleh, bahkan menurut ulama Malikiyah, cenderung kepada
kebolehan. Jika tidak memenuhi lujum, akad tersebut mukhayyir (pilih-pilih),
baik khiyar untuk menetapkan maupun membatalkan.18
Adapun syarat – syarat jual beli yang disepakati jumhur ulama yaitu
sebagai berikut :
a. Syarat – syarat orang yang berakad.
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli
itu harus memenuhi syarat :
1) Berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil yang
belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil
yang telah mummayiz, menurut ulama Hanafiyah apabila akad yang
dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima
hibah, wasiat, dan sedekah, maka akadnya sah. Sebaliknya, apabila
akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan
27
hartanya kepada orang lain, mewakafkan, atau menghibahkannya,
maka tindakan hukumnya tidak boleh dilaksanakan.
2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan
sebagai penjual dan pembeli.19
b. Syarat – syarat yang terkait dengan Ijab Kabul
Para ulama fiqh sepakat bahwa unsur utama dari jual beli yaitu
kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari
ijab dan kabul yang dilangsungkan. Menurut mereka ijab dan kabul perlu
diungkapkan secara jelas dalam transaksi – transaksi yang bersifat
mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual beli, sewa – menyewa, dan
nikah.
Apabila ijab kabul telah diucapkan dalam akad jual beli, maka
kepemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik
semula. Barang yang dibeli berpindah tangan menjadi milik pembeli. Dan
nilai atau uang berpindah tangan menjadi milik penjual
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan kabul yaitu
sebagai berikut :
1) Orang yang mengucapkannya telah ba>ligh dan berakal.
2) Kabul sesuai dengan ijab.
3) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis.
19Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Saipudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana,
28
Di zaman modern, perwujudan ijab dan kabul tidak lagi diucapkan,
tetapi dilakukan dengan sikap mengambil barang dan membayar uang
oleh pembeli, serta menerima uang dan menyerahkan barang oleh penjual
tanpa ucapan apa pun.20
c. Syarat -syarat barang yang diperjualbelikan (Ma’qud ‘ala>ih)
Syarat – syarat yang terlkati dengan barang yang diperjual belikan
yaitu sebagai berikut :
1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
3) Milik sendiri. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak
boleh diperjualbelikan.
4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang
disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.21
d. Syarat - syarat nilai tukar
Terkait dengan masalah nilai tukar, para ulama fiqh membedakan
al-ts}aman dengan al-si’r. al-ts}aman adalah harga pasar yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-si’r adalah modal
barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke
konsumen. Jadi, harga barang itu ada dua, yaitu harga antar pedagang dan
harga atar pedagang dengan konsumen.22
20 Ibid., 74.
29
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ath-thaman
sebagai berikut:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.
b. Bisa diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara
hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit.
Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang), maka
waktu pembayarannya harus jelas.
c. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan
barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan syara’.23
5. Macam -Macam Jual beli
Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli, Imam
Taqiyyudin mengemukakan pendapat bahwa jual-beli dibagi menjadi tiga
bentuk yaitu jual-beli benda yang terlihat, jual beli benda yang disebutkan
sifat sifatnya dalam janji, dan jual beli benda yang tidak ada.
Jual beli benda yang terlihat ialah pada waktu melakukan akad, benda
atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini
lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli
beras di pasar.
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli
salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam jual dilakukan
23 Abdul Rahman Ghazaly, Dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),
30
untuk jual beli tidak tunai (kontan). Salam pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu, maksudnya ialah perjanjian yang
penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai
imbalan uang telah ditetapkan akad.
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat adalah jual beli
yang dilarang oleh agama Islam, karena barangnya tidak tentu atau masih
gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau
barang titipan yang akibatnya menimbulkan kecurigaan salah satu pihak.
Sementara itu merugikan dan menghancurkan harta benda seseorang yang
tidak diperbolehkan.24
Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan. Akad jual
beli yang dilakukan dengan lisan ialah akad yang dilakukan oleh kebanyakan
orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karena isyarat merupakan
pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang dipandang dalam
akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan
pertanyaan. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan,
atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya
via pos dan giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak
berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui pos dan giro, jual beli
seperti ini dibolehkan menurut syara. Dalam pemahaman sebagian ulama,
31
bentuk jual beli salam antara penjual dan pembeli salin berhadapan dalam satu
majelis akad sedangkan jual beli via pos dan giro antara penjual dan pembeli
tidak berada dalam satu majelis akad.25
6. Bentuk – Bentuk Jual Beli
Dari berbagai tinjauan, al-bay’ dapat dibagi menjadi beberapa bentuk,
antara lain :
a. Ditinjau dari sisi objek akad al-bay’ yang menjadi.
1) Tukar – menukar uang dengan barang, ini bentuk bay’ berdasarkan
konotasinya.
2) Tukar - menukar barang dengan barang, disebut juga dengan
muqayadhah (barter).
3) Tukar – menukar uang dengan uang, disebut juga dengan sharf.
b. Ditinjau dari sisi waktu serah terima, al-bay’ dibagi menjadi empat
bentuk :
1) Barang dan uang serah terima dengan tunai. Hal ini merupakan
bentuk asal al-bay’.
2) Uang dibayar di muka dan barang menyusul pada waktu yang
disepakati. Hal tersebut dinamakan salam.
3) Barang diterima di muka dan uang menyusul, disebut dengan ba’i ajal
(jual beli tidak tunai).
32
4) Barang dan uang tidak tunai, disebut ba’i dain bi dain (jual beli utang
dengan utang).
c. Ditinjau dari cara menetapkan harga, al-bay’ dibagi menjadi :
1) Ba’i msawamah (jual-beli dengan cara tawar – menawar)
Yaitu jual beli dimana pihak penjual tidak menyebutkan harga
pokok barang, akan tetapi menetapkan harga tenrtentu dan
membuka peluang untuk ditawar. Ini bentuk asal al – bay’
2) Ba’i amanah, yaitu jual belu dimana pihak penjual menyebutkan
harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut.26
7. Jual – Beli Gharar
Gharar menurut bahasa berarti tipuan yang mengandung
kemungkinan besar tidak adanya kerelaan menerimanya ketika diketahui
dan ini termasuk memakan harta orang lain secara tidak benar (batil).
Sedangkan gharar menurut istilah fiqh, mencakup kecurangan (gisy),
tipuan (khida>’) dan ketidakjelasan pada barang (jiha>lah), juga
ketidakmampuan untuk menyerahkan barang. Suatu akad mengandung
unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak
ada objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad
tersebut.27
Bai’ al-gharar (jual – beli gharar) adalah setiap akad jual beli yang
mengandung resiko atau bahaya kepada salah satu pihak orang yang
26 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2013), 109.
27 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid 5, cet. Ke 8, (Damaskus: Dar al-Fikr al
33
berakad sehingga mendatangkan kerugian finansial. Hal ini disebabkan
karena adanya keragu-raguan antara apakah barang yang diperjualbelikan
itu mulus atau tidaknya (ada cacat).28
Para ulama sepakat mengenai keharaman bai’ al-gharar ini. Hal ini
berdasarkan pada hadits Rasulullah Saw :
ىَََ
َع َملَسَو ِهْيَلَع َُا ىلَص َِا ُلوُسَر
ِرَرَغْلا ِحْيَ ب ْنَعَو َةاَصَحا ِحْيَ ب ْن
Artinya : “Rasulullah Saw melarang jual beli gharar dan jual beli kerikil”29
B. Transaksi Elektronik Menurut Hukum Positif
1. Pengertian Transaksi Elektronik
Jual beli menurut hukum positif yaitu suatu perjanjian bertimbal – balik
dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik
atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk
membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari
perolehan hak milik tersebut.30
Transaksi elektronik didefinisikan bermacam-macam oleh parah ahli.
Menurut Adi Nugroho : Transaksi elektronik merupakan persetujuan jual beli
antara pihak pembeli dan penjual secara elektronik yang biasanya
mengunakan jaringan komputer pribadi. Menurut Ommo W. Purbo dan Aang
Arif : Transaksi elektronik merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan
28 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), 102. 29 Ibid., 104.
34
proses bisnis yang menggabungkan perusahaan, konsumen dan komunitas
tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang pelayanan, dan
informasi yang dilakukan secara elektronik.31
Menurut Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 yang dimaksud dengan
transaksi elektronik yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer, dan atau media elektronik
lainnya.32
Menurut Pasal 1 angka (17) Undang – Undang No. 11 Tahun 2008
tentang informasi dan transaksi elektronik, kontrak elektronik adalah
perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.33 Kontrak online
dalam transaksi elektronik menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a. Kontrak melalui chatting dan video conference.
Chatting adalah alat komunikasi yang disediakan oleh internet yang
biasa digunakan untuk dialog interaktif secara langsung. Dengan chatting
seseorang dapat berkomunikasi secara langsung dengan orang lain sama
seperti telepon, hanya saja komunikasi lewat chatting ini adalah tulisan
pertanyaan yang terbaca komputer masing-masing. Video conference
adalah alat untuk berbicara dengan beberapa pihak dengan melihat
gambar dan mendengar suara secara langsung pihak yang dihubungi
dengan alat ini. Dengan demikian, melakukan kontrak dengan melakukan
31 Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 58.
32 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
1 angka (2).
33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
[image:43.595.136.515.227.540.2]
35
chatting dan video conference ini dapat dilakukan secara langsung antara
beberapa pihak dengan menggunakan sarana komputer atau monitor
televisi.
b. Kontrak melalui e-mail
Kontrak melalui e-mail adalah salah satu kontrak online yang
sangat populer karena pengguna e-mail saat ini sangat banyak dan
mendunia, dengan biaya yang sangat murah dan waktu yang efisien.
Untuk memperoleh alamat e-mail, dapat dilakukan dengan cara
mendaftarkan diri sebagai subscriber pada server atau ISP (internet
service provider) tertentu. Kontrak berupa e-mail dapat berupa penawaran
yang dikirim kepada seseorang atau banyak orang yang tergabung dalam
sebuah mailing list (daftar kirim), serta penerimaan dan pemberitahuan
penerimaan yang seluruhnya dikirimkan melalui email.
c. Kontrak melalui web atau situs.
Kontrak melalui web dapat dilakukan dengan cara situs web
seorang supplier (baik yang berlokasi di server supplier maupun
diletakkan pada server pihak ketiga) memiliki deskripsi produk atau jasa
dan satu seri halaman yang bersifat self contraction, yaitu dapat
digunakan untuk membuat kontrak sendiri, yang memungkinkan
36
konsumen harus menyediakan informasi personal dan harus menyediakan
nomor kartu kredit.34
Dihubungkan dengan jual beli, pengertian jual beli dalam ketentuan
pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Berdasarkan pada Pasal 1457
KUHPerdata, Subekti berpendapat bahwa pengertian tersebut kurang tepat,
karena yang dimaksud penyerahan dalam jual beli tidak hanya benda, tetapi
juga hak miliknya. Oleh karena itu, Subekti mengemukakan definisi jual beli
yaitu suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual)
berjanji utuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan
dan perolehan hak milik tersebut.35
Objek jual beli juga diharuskan jelas kepemilikan barangnya. Dalam
pasal 1471 KUH Perdata mengatakan: “Jual beli barang orang lain adalah
batal, dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan
bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan
orang lain”.36
2. Syarat dan Ketentuan Transaksi Elektronik Berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
34 Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 63. 35 Ibid., 66.
36 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
37
Syarat dan ketentuan dalam bertransaksi elektronik juga di atur pada
Undang-Undang No 11 Tahun 2008. Ketentuan tersebut, terdapat pada pasal
17 sampai 22, dengan perincian sebagai berikut :
a. Pasal 17
1) Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup
publik maupun lingkup privat.
2) Para pihak yang melakukan transaksi elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib beritikad baik dalam melakukan
interaksi dan atau pertukaran informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik selama transaksi berlangsung.37
b. Pasal 18
1) Transaksi lektronik yang dituangkan kedalam kontrak elektronik
mengikat para pihak.
2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku
bagi transaksi elektronik Internasional yang dibuatnya.
3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi
elektronik Internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif
37 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
38
lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul
dari transaksi elektronik Internasional yang dibuatnya.
5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang
berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.38
Dalam pasal diatas menekankan mengenai ruang lingkup
penyelenggaraan transaksi elektronik. Penyelenggara transaksi boleh memilih
antara lingkup hukum publik ataupun lingkup hukum private.
c. Pasal 19
Para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan
sistem elektronik yang disepakati.39
d. Pasal 20
1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak. Transaksi elektronik terjadi
pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima
dan disetujui penerima.
38 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
18.
39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
39
2) Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan
penerimaan secara elektronik.40
Dalam pasal diatas menjelaskan mengenai subjek atau pelaku transaksi
dan mengenai media yang dipilih sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak dalam penyelenggaraan transaksi elektronik.
e. Pasal 21
1) Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik
sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen
elektronik.
2) Pihak yang bertanggungjawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur sebagai berikut :
a) Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang
bertransaksi;
b) Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum
dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab
pemberi kuasa; atau
40 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
40
c) Jika dilakukan melalui agen elektronik, segala akibat hukum
dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab
penyelenggara agen elektronik.
3) Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroprasinya
agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung
terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung
jawab penyelenggara agen elektronik.
4) Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroprasinya
agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala
akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam
hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.41
f. Pasal 22
1) Penyelenggara agen elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada
agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan
penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam
proses transaksi.
41 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
41
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara agen elektronik
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah42
Pasal diatas menjelaskan mengenai siapa saja yang dapat dan terlibat
dalam kegiatan transaksi elektronik. Jika kerugian transaksi eletronik
disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat pihak ketiga secara
langsung terhadap sistem elektronik, maka semua akibat hukum menjadi
tanggung jawab penyelenggara agen elektronik. Sedangkan jika kerugian
transaksi eletronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat
pihak pengguna jasa layanan, maka semua akibat hukum menjadi tanggung
jawab pengguna jasa layanan.
3. Hal – hal yang dilarang dalam transaksi elektronik menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2011 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Hal – hal yang dilarang dalam bertransaksi elektronik di atur pada pasal
27 sampai dengan pasal 37 yang kurang lebih isinya antara lain :
a. Pasal 27
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan
atau/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
42
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.43
b. Pasal 28
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam transaksi elektronik.
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).44
c. Pasal 29
43 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
27.
44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
43
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditunjukkan secara pribadi.45
d. Pasal 30
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain
dengan cara apapun.
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun
dengan tujuan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik.
3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun
dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
keamanan.46
e. Pasal 31
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem
elektronik tertentu milik orang lain.
45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
29.
46 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
44
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam
suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain,
baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
sedang ditransmisikan.
3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum
lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang – undang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.47
f. Pasal 32
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik milik orang lain atau milik publik.
47 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal
45
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik
orang lain yang tidak berhak.
3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayau (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses
oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana
mestinya.48
g. Pasal 33
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem
elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak
bekerja sebagaimana mestinya.49
h. Pasal 34
<