• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MEMBUAT POLA DASAR ROK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD BERBASIS MEDIA POWER POINT DI SMK PELITA BUANA BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR MEMBUAT POLA DASAR ROK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD BERBASIS MEDIA POWER POINT DI SMK PELITA BUANA BANTUL."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan posisi yang strategis dalam meningkatkan kualitas Sumber daya manusia (SDM), baik dalam aspek spiritual, intelektual maupun kemampuan profesional terutama dikaitkan dengan tuntutan pembangunan bangsa. Hal tersebut dapat dipahami bahwa dengan memprioritaskan pendidikan sebagai kunci pokok keberhasilan pembangunan suatu bangsa, maka diharapkan pendidikan dapat menjadi alat pemberdayaan masyarakat menuju SDM yang lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam menghadapi tantangan yang kompleks.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan formal sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi. SMK ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai keterampilan tertentu untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus memberikan bekal untuk melanjutkan pendidikan kejuruan yang lebih tinggi. SMK sebagai lembaga memiliki bidang keahlian yang berbeda-beda menyesuaikan dengan lapangan kerja yang ada, dan di SMK ini para peserta didik dididik dan dilatih keterampilan agar profesional dalam bidang keahliannya masing-masing. Struktur kurikulum SMK pun diarahkan untuk mencapai kompetensi kejuruan sesuai dengan kebutuhan program keahlian untuk memenuhi standar kompetensi kerja di dunia kerja.

(2)

2

keahlian tata busana. Program tersebut ditempuh selama masa studi tiga tahun atau enam semester, selama itu peserta didik memperoleh bekal ilmu, pengalaman, serta keterampilan sesuai dengan jurusan untuk siap terjun di dunia kerja. Bidang keahlian Tata Busana adalah salah satu program keahlian yang ada di SMK yang membekali peserta didik dengan ketrampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten dalam hal: 1) mengukur, membuat pola, menjahit dan menyelesaikan busana; 2) memilih bahan tekstil dan bahan pembantu secara tepat; 3) menggambar macam-macam busana sesuai kesempatan; 4) menghias busana sesuai desain; 5) mengelola usaha di bidang busana.

(3)

3

SMK Pelita Buana adalah salah satu SMK swasta di kabupaten Bantul yang beralamat di dusun Garon, Panggungharjo, Sewon, Bantul. SMK Pelita Buana Bantul membuka program keahlian Busana Butik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Busana Butik merupakan salah satu program studi pada Bidang Studi Keahlian Seni, kerajianan ,dan Pariwisata. Pada program keahlian Busana Butik terdiri dari tiga kelas antara laian, kelas X Busana Butik, kelas XI Busana Butik, dan kelas XII Busana Butik. Mata diklat yang diajarkanpun beragam antara lain, mata diklat adaptif, mata diklat produktif, dan mata diklat normatif. Salah satu mata diklat pada program studi produktif yang diajarkan yaitu mata diklat pola dasar.

Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan peserta didik kelas X SMK Pelita Buana Bantul ditemukan bahwa kompetensi membuat pola dasar teknik konstruksi merupakan kompetensi yang dianggap peserta didik melelahkan dan membosankan. Peserta didik kurang termotivasi, kurang aktif dan kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas, pekerjaan rumah banyak yang tidak mengerjakan dengan berbagai alasan, ada juga yang mengerjakannya asal jadi saja. Keadaan ini mengakibatkan tidak efektifnya kegiatan pembelajaran. Pada pembelajaran pola dasar, guru lebih cenderung menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional ini kurang memberikan hasil yang maksimal, peserta didik merasa jenuh, motivasi peserta didik menjadi rendah dan nilai yang diporoleh kurang maksimal, selain itu pembelajaran konvensional membuat peserta didik hanya duduk, diam, mendengar, dan mencatat.

(4)

4

masih rendah, hal ini ditunjukan dengan adanya 11 siswa yang belum mencapai taraf ketuntasan belajar dari 16 siswa. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa setiap diberikan tugas baru, masih kurang dari nilai KKM 75. Sehingga masih diperlukan suatu perbaikan untuk mencapai kompetensi.

Materi, pendekatan, strategi, model dan media pembelajaran harus disusun sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik agar proses pembelajaran berjalan efektif sehingga tercapai kompetensi yang sesuai sasaran. Untuk itu, seorang guru membutuhkan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif dalam mengoptimalkan keterampilan peserta didik dalam pembelajaran pola dasar. Guru dituntut dapat berperan aktif dalam dunia pendidikan sehingga memberikan peluang untuk guru mengembangkan kreativitasnya, dapat dilakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif, misalnya pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan yang berkompeten dengan harapan dapat mengembangkan pemahaman, ketelitian, kreativitas, keaktifan, kekritisan dan kecerdasan peserta didik. Selain itu, peserta didik mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik, aktif, dan menyenangkan.

(5)

5

(2005:4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya.

Tipe pembelajaran kooperatif ada beberapa macam, salah satunya adalah Student Teams Achievement Division (STAD). Peneliti akan menggunakan model pembelajaran ini sebagai strategi dalam meningkatkan kompetensi membuat pola busana secara konstruksi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk memotivasi peserta didik agar saling membantu antara peserta didik satu dengan yang lain dalam menguasai ketrampilan atau pengetahuan yang disajikan oleh guru, model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) juga menuntut para peserta didik untuk aktif dan dapat memahami materi. Adapun kelebihan dari pembelajaran cooperative learning tipe STAD yaitu dapat: 1) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; 2) meningkatkan prestasi belajar siswa; 3) meningkatkan kreativitas siswa; 4) mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain; 5) mengurangi kejenuhan dan kebosanan; 6) menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti.

(6)

6

para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. Sehingga dari pendapat tersebut peneliti menyempurnakan sebuah model pembelajaran ini dengan alat pembantu media powerpoint. Media berbasis powerpoint merupakan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software

komputer. Media berbasis powerpoint ini memiliki kelebihan yaitu menggabungkan unsur media seperti teks, video, animasi, image, dan sound didalam presentasi powerpoint sehingga dapat dibuat semenarik mungkin.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti mengkaji secara mendalam dengan melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Membuat Pola Dasar Rok Menggunakan Model Pembelajaran Tipe STAD Berbasis Media Powerpoint Di SMK Pelita Buana Bantul”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil wawancara dengan Busana Butik di SMK Pelita Buana Bantul, terdapat beberapa masalah yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar yang menyebabkan peserta didik kurang bersemangat dan mengerjakan tugas asal jadi.

(7)

7

secara berkelompok sehingga hasil belajara siswa kurang maksimal, dan dibutuhkan variasi penggunaan model pembelajaran yang baru.

3. Keikutsertaan peserta didik dalam proses belajar mengajar masih rendah, kebanyakan peserta didik kurang aktif sehingga dibutuhkan variasi model pembelajaran untuk pembelajaran praktik.

4. Peserta didik selama proses pembelajaran kurang memperhatikan, sehingga banyak siswa yang mengerjakan tugas asal jadi saja dan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang bersifat kerja sama/kelompok agar lebih memahami materi.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, masalah-masalah yang terkait dengan penelitian ini sangat banyak. Untuk itu guru memerlukan pembelajaran yang menarik sehingga dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi membuat pola dasar merupakan pembelajaran praktek sehingga memerlukan model pembelajaran yang dapat memberi pemahaman dan membuat peserta didik aktif, termotivasi dan menyenangkan dalam proses pembelajaran.

(8)

8

hasil siswa apabila ada kesalahan langsung diberitahu kepada peserta didik. Dengan demikian peserta didik dapat memahami pembelajaran membuat pola, menjadikan peserta didik aktif dan langsung mempraktekannya dengan diskusi antar teman tanpa ada tanya jawab dengan guru. Peserta didik yang dipilih menjadi sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X busana butik SMK Pelita Buana Bantul, karena mereka yang sedang menempuh mata diklat pola dasar.

Sehingga di dalam penelitian ini hanya memfokuskan penggunaan model pembelajaran tipe STAD berbasis media powerpoint pada pencapaian hasil belajar dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pada membuat pola dasar rok di SMK Pelita Buana Bantul.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah peneltian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran tipe STAD berbasis media

powerpoint dalam meningkatkan kualitas pembelajaran membuat pola dasar rok di SMK Pelita Buana Bantul ?

2. Seberapa besar peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point di SMK Pelita Buana Bantul ?

E. Tujuan Penelitian

(9)

9

1. Mengetahui penerapan model pembelajaran tipe STAD berbasis media

powerpoint dalam meningkatkan kualitas pembelajaran membuat pola dasar rok di SMK Pelita Buana Bantul.

2. Mengetahui Seberapa besar peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media

powerpoint di SMK Pelita Buana Bantul.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukkan dalam peningkatan hasil belajar melalui model koorperatif tipe STAD, dan media proyeksi berbasis powerpoint pada pembuatan pola dasar rok kelas X Busana Butik SMK Pelita Buana Bantul.

2. Secara praktis

a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point di SMK Pelita Buana Bantul.

b. Bagi SMK Pelita Buana Bantul

(10)

10 c. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan tentang peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point dan sebagai bahan pertimbangan, serta masukan dalam penggunaan media pembelajaran khususnya pada mata diklat pola dasar.

d. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk dapat memahami dan menguasai materi yang disampaikan oleh guru sehingga dapat mencapai hasil belajar yang baik.

e. Bagi Peneliti

(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan a. Pembelajaran

Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar.

Menurut Syaiful Sagala (2013:61) pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:157) pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Zainal Arifin(2011:10) pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, dan sistemik yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.

(12)

12

tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Belajar tidak hanya meliputi mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, kompetensi, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita.

Dari beberapa pendapat tentang pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap baik di kelas maupun luar kelas untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.

Menurut Asep dan Abdul (2012:13-14) mengemukakan rancangan pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik.

2) Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik siswa. 3) Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan.

4) Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat(life long contiuning education).

(13)

13

karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada ”bagaimana

membelajarkan siswa”, dan bukan pada”apa yang dipelajari siswa”. Dengan

demikian perlu diperhatikan bagaimana cara mengorganisasi sebuah pembelajaran agar dapat dirancang dan direncanakan secara optimal untuk memenuhi harapan dan tujuan.

b. Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana yang ditengaskan dalam penjelasan Pasal 15 Sisdiknas N0.20 Tahun 2003 yang merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Menurut House Committee on Education and Labour (HCEL) dalam (Oemar H.Malik,2003:94) bahwa: “Pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan, dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan

keterampilan”.Sementara Slamet

(http://http:/konsep-pendidikan-kejuruan.diakses tanggal 07/02/2015), menyatakan: ”Pendidikan kejuruan adalah pendidikanuntuk suatu pekerjaan atau beberapa jenis pekerjaan yang disukaiindividu untuk kebutuhan sosialnya”.

Adapun tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan menurut Sisdiknas N0.20 Tahun 2003 antara lain :

1) Tujuan umum

(14)

14

b)

Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.

c)

Mengembangkan potensi peserta didik agar memililki potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.

d)

Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.

2) Tujuan khusus

a)

Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industi sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilih.

b)

Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi dilingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.

c)

Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agar mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
(15)

15

Dengan demikian, secara esensial dapat disimpulkan bahwa pembelajaran di sekolah menengah kejuruan memungkinkan untuk keterlaksanaan pembekalan keterampilan pada para siswa. Keterampilan inilah yang membedakan utama dengan sekolah menengah umum. Kenyataannya, lulusan sekolah menengah kejuruan lebih siap di dunia kerja dibandingkan lulusan sekolah umum.

2. Kompetensi Pola Dasar di SMK a. Kompetensi Keahlian Busana Butik

Kompetensi diartikan sebagai kecapakan yang memadahi untuk melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan (suhaenah Suparno,2001:27). Menurut Hamzah (2007:78) kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. Sedangkan menurut Robert A. Roe (2001:73) kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas, peran atau pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

(16)

16

Nasional Indonesia (SKKNI). Setiap keahlian mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik bekerja dalam bidang tertentu yang sudah dipilih dan digeluti selama pendidikan.

SMK terbagi beberapa bidang keahlian, salah satunya adalah bidang keahlian Busana Butik.Secara khusus tujuan program keahlian busana butik adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang berkompeten. Pada bidang keahlian busana butik diperlukan target pencapaian kompetensi (TPK) untuk mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Untuk mencapai hasil target pencapaian kompetensi ini program keahlian busana butik kemudian membagi menjadi beberapa standar kompetensi (SK) yang kemudian dikerucutkan pada kompetensi dasar (KD). Berikut tabel 1 yang menjelaskan standar kompetensu dan kompetensi dasar pada bidang keahlian busana butik berdasarkan Spectrum 2009 :

Tabel 1. Kompetensi Kejuruan Bidang Keahlian Busana Butik Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1) Menggambar

busana

(fashion drawing)

a) Memahami bentuk bagian-bagian busana

b) Mendiskripsikan bentuk proporsi tubuh anatomi beberapa tipe tubuh manusia

c) Menerapkan teknik pembuatan desain busana d) Penyelesaian pembuatan gambar busana 2) Pola Dasar

(Pattern making)

a) Menguraikan macam-macam teknik pembuatan pola (teknik konstruksi dan teknik drapping)

b) Membuat pola 3) Membuat busana

wanita

a) Mengelompokkan Macam-Macam Busana Wanita b) Memotong bahan

c) Membuat krah wanita

d) Menyelesaikan busana wanita dengan jahitan tangan e) Menghitung harga jual

(17)

17 4) Membuat busana

pria

a) Mengelompokkan macam-macam busana pria b) Memotong bahan

c) Membuat krah pria

d) Menyelesaikan busana pria dengan jahitan tangan e) Menghitung harga jual

f) Melakukan pengepresan 5) Membuat busana

anak

a) Mengelompokkan macam-macam busana anak b) Memotong bahan

c) Membuat krah anak

d) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan e) Menghitung harga jual

f) Melakukan pengepresan 6) Membuat busana

bayi

a) Mengelompokkan busana bayi b) Memotong bahan

c) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan d) Menghitung harga jual

e) Melakukan pengepresan 7) Memilih bahan baku

busana

a) Mengidentifikasi jenis bahan utama dan bahan pelapis b) Mengidentifikasi pemeliharaan bahan tekstil

c) Menentukan bahan pelengkap 8) Membuat hiasan

pada busana

a) Mengidentifikasi hiasan busana b) Membuat hiasan pada kain atau bahan 9) Mengawasi mutu

busana

a) Memeriksa kualitas bahan utama b) Memeriksa kualitas bahan pelengkap c) Memeriksa mutu pola

d) Memeriksa mutu potongMemeriksa hasil jahit

b. Kompetensi Pola Dasar

(18)

18

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pola busana adalah potongan kertas untuk memotong kain sesuai dengan ukuran badan. Pola terdiri dari berbagai bagian, seperti pola badan, pola lengan, pola krah, pola rok, pola celana, yang masing-masing pola tersebut dapat dirubah sesuai model yang dikehendaki.

Ada beberapa macam pola yang dapat digunakan dalam membuat busana (Ernawati, 2008:246) yaitu :

1) Pola kontruksi

Pola konstruksi adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran badan sipemakai, dan digambar dengan perhitungan secara matematika sesuai dengan sistem pola konstruksi masing-masing. Pembuatan pola konstruksi lebih rumit dari pada pola standar disamping itu juga memerlukan waktu yang lebih lama, tetapi hasilnya lebih baik dan sesuai dengan bentuk tubuh sipemakai. Ada beberapa macam pola konstruksi antara lain : pola sistem Dressmaking, pola sistem So-en , pola sistem Charmant, pola sistem

Aldrich, pola sistem Meyneke dan lain-lain sebagainya. 2) Pola standar

Pola standar adalah pola yang dibuat berdasarkan daftar ukuran umum atau ukuran yang telah distandarkan, seperti ukuran Small (S),

Medium (M), Large (L), dan Extra Large (XL). Pola standar di dalam pemakaiannya kadang diperlukan penyesuaian menurut ukuran sipemakai. Jika sipemakai bertubuh gemuk atau kurus, harus menyesuaikan besar pola, jika sipemakai tinggi atau pendek diperlukan penyesuaian panjang pola.

(19)

19

pada bagian bawah badan. Umumnya rok dibuat mulai dari pinggang sampai ke bawah sesuai dengan model yang diinginkan. Berdasarkan ukuran rok, rok dapat dikelompokkan atas rok mini, rok kini. rok midi, rok maxi dan longdress.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rok adalah berupa bagian pakaian luar yang bebas tergantung dari pinggang ke bawah dengan mengambil ukuran lingkar pinggang, lingkar panggul, tinggi panggul, panjang rok, dan panjang sisi. Dibawah ini merupakan gambar pola dasar rok:

Gambar 1. Pola Dasar Rok Skala 1:8 Sistem Cuppens Geurs

Dalam membuat pola macam-macam rok diperlukan pola dasar rok yang kemudian dikembangkan sesuai dengan disain rok yang diinginkan.

Menurut Sri Wening (1996: 47) aspek penilaian pembuatan pola terdiri atas :

(20)

20

2) Proses (faham gambar, ketepatan ukuran, ketepatan sistem pola, merubah model).

3) Hasil (ketepatan tanda pola, gambar pola, kerapian dan kebersihan). Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini difokuskan pada pembuatan pola dasar rok secara konstruksi yang dikerjakan siswa yaitu persiapan, proses, dan hasil unjuk kerja.

Adapun aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1) Persiapan

Aspek persiapan yang dinilai adalah kelengkapan alat dan bahan. Untuk alat yaitu mesin disediakan oleh pihak sekolah, jadi peneliti menilai kelengkapan alat dan bahan sebagai berikut :

Alat : a) Penggaris b) Skala c) Pensil d) Penghapus e) Pensil merah biru Bahan :

a) Buku kostum/buku pola b) Kertas merah biru c) Kertas payung 2) Proses

(21)

21

maka pada proses pembuatan pola apabila selesai perlu pengecekan pola dengan ukuran.

3) Hasil

a) Kelengkapan tanda pola

b) Tanda-tanda pola adalah beberapa macam garis warna yang dapat menunjukkan keterangan dan gambar pola. Macam-macam tanda pola antara lain :

: Letak arah serat vertikal, atau horizontal

: Potong kain serong

: Garis pola asli dengan warna hitam : Garis lipatan

: Garis penyelesaian

: Garis merah untuk pola bagian muka : Garis biru untuk pola bagian belakang : Garis lipatan/ploi

: Garis siku 90°

Gambar 2 . Macam-Macam Tanda Pola(Ida saraswati,2013:25-26) c) Kerapian dan kebersihan

Apabila pola dibuat dengan rapi dan bersih maka dapat mudah terbaca atau lebih mudah memahami bagian-bagian pola seperti garis pola tegas, garis bantu pola.

(22)

22

Keluwesan bentuk pada gambar polarok yakni pada garis lengkung rok. Kebersihan serta kerapihan pola, dalam arti apabila pola dibuat dengan rapi dan bersih maka dapat mudah terbaca atau lebih mudah memahami bagian-bagian pola dan memperjelas saat memotong pola sampai merader.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris (Nana Sudjana, 2011:3). Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Menurut Asep dan Abdul(2012:14) hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif,dan psikomotor dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil atas pencapaian belajar melalui perlakuan yang mencangkup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Menurut Nana Sudjana (2011:23-31) ada beberapa unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar yaitu :

a. Tipe hasil belajar bidang kognitif.

Dalam tipe hasil belajar bidang kognitif dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :

1) Tipe hasil belajar pengetahuan(knowledge).

(23)

23 4) Tipe hasil belajar analisis.

5) Tipe hasil belajar sintesis. 6) Tipe hasil belajar evaluasi. b. Tipe hasil belajar bidang afektif.

Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. c. Tipe hasil belajar psikomotor.

Hasil belajar psikomotor tampak pada bentuk ketrampilan (skill), dan kemampuan bertindak individu (seseorang).

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:6) klasifikasi hasil belajar secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga ranah antara lain :

a. Ranah kognitif

Ranah ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai pemahaman konsep atau isi bahan pembelajaran yang telah diterimanya. Dominan kognitif antara lain:Pengetahuan, ingatan, memahami, menjelaskan, contoh, menerapkan, menganalisis, mengorganisasikan, merencanakan, dan menilai.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap, minat, nilai, dan konsep diri. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, menghargai seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, menghargai orang lain, dan lain-lain. Dominan ranah afektif meliputi: menerima, menjawab, menilai, pengorganisasian, dan pengkarakteran.

c. Ranah psikomotor

(24)

24

terdiri dari empat dominan yaitu: gerakan, manipulasi, komunikasi, dan menciptakan.

Sedangkan untuk mencapai hasil belajar pada pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007:76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:

a.

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

b.

Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Sedangkan menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002:120), yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil antara lain:

a. Daya serap terhadap pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus (TIK) telah dicapai siswa, baik secara individu maupun kelompok.

(25)

25

(kemampuan/ketrampilan/berperilaku) dapat dicapai dengan hasil yang baik. Dan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas, peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD.

Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar indikator dikaitkan dengan jenis prestasi yang ingin diukur. Berikut adalah tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi menurut Muhibbin Syah (2007:151) :

Tabel 2. Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi

Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi a. Ranah Kognitif

1) Pengamatan 1) Dapat menunjukkan 2) Dapat membandingkan 3) Dapat menghubungkan

1) Tes lisan 2) Tes tulis 3) Observasi 2) Ingatan 1) Dapat menyebutkan

2) Dapat menunjukkan kembali

1) Tes lisan 2) Tes tulis 3) Observasi 3) Pemahaman 1) Dapat menjelaskan

2) Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri

1) Tes tulis 2) Tugas

4) Penerapan 1) Dapat memberikan contoh 2) Dapat menggunakan

secara tepat

1) Tes tulis 2) Tugas

5) Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti)

1) Dapat menguraikan

2) Dapat mengklasifikasikan/ memilah-milah

1) Tes tulis 2) Tugas

6) Sintetis (membuat paduan baru dan utuh)

1) Dapat menghubungkan 2) Dapat menyimpulkan 3) Dapat melealisasikan

(membuat prinsip umum)

(26)

26 Ranah/Jenis

Prestasi

Indikator Cara Evaluasi

b. Ranah Afektif

1) Penerimaan 1) Menunjukkan sikap menerima

2) Menunjukkan sikap menolak

1) Tes sikap 2) Tes tulis 3) Observasi 2) Sambutan 1) Kesediaan

berpartisipasi/terlibat 2) Kesediaan memanfaatkan

1) Tes sikap 2) Tugas 3) Observasi 3) Apresiasi (sikap

menghargai)

1) Menganggap penting dan bermanfaat

2) Menganggap indah dan harmoni

1) Tes sikap 2) Tugas 3) Observasi 4) Internalisasi

(pendalaman)

1) Mengakui dan meyakini 2) Mengingkari

1) Tes sikap 2) Tugas 3) Observasi 5) Karakteristik

(penghayatan)

1) Mengakui dan meyakini 2) Mengingkari

1) Tes lisan 2) Tes tulis 3) Observasi c. Ranah psikomotor

1) Keterampilan bergerak dan bertindak

1) Mengkoordinasikan gerak, mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya.

1) Observasi 2) Tes

tindakan 2) Kecakapan

ekspresi verbal dan non verbal

1) Mengucapkan

2) Membuat mimik dan gerak jemari

1) Observasi 2) Tes lisan

(27)

27

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD)

a. Pembelajaran Kooperatif

Robert E. Slavin (2005:3) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa akan duduk bersama dalam kelompok untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Artz dan Newman (Miftahul Huda,2013:32) pembelajaran koorperatif merupakan kelompok kecil pembelajar / siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama. Menurut Isjoni (2010:14), pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa berupa pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif (Asep Jihad,2012:30) antara lain: a. Untuk menuntaskan materi materi belajarnya, siswa belajar dalam

kelompok secara kooperatif.

b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompokpun terdiri dari suku, budya, jenis kelamin yang berbeda pula.

(28)

28

Sedangkan menurut Isjoni (2010:27) ada beberapa ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:

a. Setiap anggota memiliki peran.

b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.

c. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya, dan juga teman-teman sekelompoknya.

d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan personal kelompok, dan

e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif siswa harus memiliki peran didalam kelompok untuk membangun sebuah kerjasama, dan guru hanya mampu mengembangkan keterampilan siswa dengan memberikan penghargaan untuk memberikan semangat siswa. Menurut Sadker dalam Miftahul huda (2011:66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini :

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar;

(29)

29

d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000:46) yaitu :

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sedangkan menurut Nur Asma (2006:14-16) menyatakan ada 5 prinsip dalam cooperative learning, yaitu :

a. Belajar siswa aktif yaitu berpusat pada siswa, yang dominan dilakukan siswa dalam membangun dan menemukan pengetahuan dengan belajar bersama-sama secara berkelompok.

b. Belajar bekerjasama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang sedang dipelajari. Prinsip pembelajaran inilah yang melandasi keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif

c. Belajar patrisipatorik yaitu siswa belajar dengan melakukan sesuatu (learning by doing) secara bersama-sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.

(30)

30

mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat dari pembelajaran tersebut.

e. Pembelajaran yang menyenangkan dan tidak ada lagi suasana pembelajaran yang membuat siswa merasa tertekan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas yang diberikan dapat diorganisir dengan baik oleh peserta didik. Struktur tujuan dan reward mengacu pada kerja sama dalam kelompok atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan maupun reward.

Menurut Robert Slavin (2005:11-26), ada beberapa macam-macam metode pembelajaran Kooperatif antara lain :

a. Student Teams-Achievement Division (STAD)

(31)

31

mendorong siswa bersaing meningkatkan prestasi. Kelebihan model STAD ini dapat dipakai pada mata pelajaran teori maupun praktikum.

b. Team Game Tournament (TGT)

Para siswa ditugaskan untuk membaca sub bab, buku kecil, atau materi lain yang bersifat terperinci. Dari pembagian tim, setiap anggota tim

ditugaskan secara acak untuk menjadi “ ahli “ dalam aspek tertentu dari tugas

membaca tersebut, lalu mereka kembali kepada timnya untuk mengajar topik mereka kepada teman satu timnya. Kelebihan pada model ini dapat diterapkan pada pelajaran langsung praktikum.

c. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

CIRC merupakan program komperhensif untuk mengajarkan membaca dan menulis. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dua siswa dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim dalam semua kegiatan membaca dan menulis. Model ini cocok untuk membimbing pada sekolah jurusan bahasa.

d. Team Assisted Individualization (TAI)

(32)

32

kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok. Model ini juga dapat diterapkan pada pelajaran langsung praktikum.

e. Group Investigation

Group Investigation merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil mengunakan pertanyaan koorperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek koorperatif. Dalam metode ini kelemahannya, para siswa dibebaskan dalam membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua orang sampai dengan enam orang anggota. Sehingga apabila dalam satu tim tingkat kemampuannya rendah maka yang ada tingkat prestasi siswa akan turun, dan konsentrasi siswa saat mengerjakan materi kurang maksimal.

f. Learning Together

Metode ini melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas empat atau lima kelompok dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok ini menerima satu lembar tugas, dan menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Tetapi, model ini hanya cocok diterapkan di kelas tinggi karena lebih didominasi

kegiatan diskusi dan presentasi. Memakan waktu cukup lama dan sedikit

membosankan serta guru tidak bisa melihat kemampuan tiap-tiap siswa

karena mereka bekerja dalam kelompok.

(33)

berbeda-33

beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etnicnya. Model pembelajaran STAD ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran produktif yang mengacu pada materi teori seperti mata pelajaran pola dasar. Dengan begitu diharapkan ada kerjasama yang baik dalam sebuah tim untuk mendapatkan sebuah prestasi disetiap materi yang disampaikan.

b. Model Pembelajaran Koorperatif Tipe STAD

Dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) yang akan di implementasikan di kelas. Menurut Robert Slavin (2005:11) Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan banyak digunakan dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni (2007:74) merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Trianto (2010:68) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompokkecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara

heterogen.

(34)

34

kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Ciri terpenting dalam model pembelajaran kooperatif STAD adalah kerja tim.

Menurut Agus Suprijono (2009:65) langkah-langkah pengajaran STAD ini terdiri dari enam fase seperti yang disajikan pada Tabel berikut: Tabel 3.Fase-Fase Pembelajaran Tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase I

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar Fase II

Menyajikan atau

menyampaikan informasi

Menyajikan informasi pada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan

Fase III

Mengorganisasikan siswa pada kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan pada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase IV

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka bekerja dan belajar Fase V

Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya

Fase VI

Memberikan penghargaan Mengali cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu a. Fase Pertama

(35)

35 b. Fase Kedua

Pada fase ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan jalan mendemostrasikan melalui bahan bacaan maupun media pembelajaran. c. Fase Ketiga Fase

kedua ini guru membagi tim yang terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras maupun etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah semua anggota tim harus benar-benar belajar, khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dnegan baik. Tim adalah yang paling penting dalam STAD.

d. Fase Keempat

Pada fase ini guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingat tentang tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa siswa mengulangi hal yang sudah ditunjukkan. Sebelum siswa diberikan tugas secara kelompok guru memberikan penjelasan materi didepan kelas.

e. Fase Kelima

Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan stratergi evaluasi konsisten dengan tujuan pembelajaran.

f. Fase Keenam

Setelah evaluasi dilaksanakan maka guru mempersiapkan struktur

(36)

36

Sedangkan menurut Robert Slavin (2010:134) Adapun sintak dari metode pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions

[image:36.595.133.513.181.381.2]

(STAD) adalah sebagai berikut : Tabel 4. Sintak Pembelajaran STAD

Fase-Fase Perlakuan Guru

Fase1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Fase 2. Menyajikan atau

menyampaikan informasi

Memberikan penjelasan kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari

Fase 3. Mengondisikan kelas dan membagi kelompok secara heterogen

Membagi kelompok dengan perbedaan jenis, kepandaian

Fase 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Mengamati, memberikan motivasi dan membantu siswa apabila kesulitan.

Fase 5. Mengevaluasi dan memberikan penghargaan

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran

atau kelompok-kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

Menurut Robert Slavin (2010:138) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions (STAD) adalah sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

b. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa dengan kemampuan yang heterogen.

c. Guru menyampaikan materi pelajaran secara garis besar.

d. Bahan atau materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.

e. Guru memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

(37)

37

g. Guru memfasilitasi siswa dalam bentuk rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pelajaran yang telah dipelajari. h. Guru memberiakan tes/kuis kepada siswa secara individu.

i. Guru memberikan pujian/penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai hasil belajar individu dari skor kuis berikutnya.

Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD(Robert Slavin,2010:139) adalah :

a. Keunggulan

1) Dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran.

2) Setiap siswa dituntut untuk selalu siap dan bertanggung jawab penuh terhadap suatu konsep ataupun masalah yang diajukan oleh guru.

3) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang tinggi.

b. Kelemahan

1) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mendominasi kelompoknya.

2) Dalam penentuan anggota kelompok yang akan mempresentasikan hasil diskusinya, dimungkinkan siswa yang mememiliki kemampuan akademik tinggi dapat mendominasi diskusi/presentasi kelas.

Dengan memahami dan mengetahui model pembelajaran

(38)

38

adalah penyampaian tujuan dan motivasi pembelajaran, menyajikan menyampaikan informasi, mengoganisasi kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), membimbing kelompok bekerja dan belajar, kuis (evaluasi), dan penghargaan prestasi tim.

Menurut Robert E.Slavin (2005:143) tipe pembelajaran kooperatif STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Dalam presentasi ini bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

Sehingga dari pendapat tersebut peneliti menyempurnakan sebuah model pembelajaran ini dengan alat pembantu media powerpoint. Media berbasis powerpoint merupakan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software komputer. Media berbasis

powerpoint ini memiliki kelebihan yaitu menggabungkan unsur media seperti teks, video, animasi, image, dan sound didalam presentasi powerpoint

sehingga dapat dibuat semenarik mungkin.

5. Microsoft Power Point

a. Pengertian Microsoft Power Point

Menurut Musliadi KH (2013:1) microsoft power point adalah bagian dari microsoft office yang digunakan untuk keperluan presentasi dalam bentuk slide, outline presentasi, presentasi elektronika, menampilkan slide

(39)

39

power point adalah suatu software yang akan membantu dalam menyusun sebuah presentasi yang efektif, professional, dan juga mudah. Menurut Wahana komputer (2011:2) microsoft power point merupakan salah satu aplikasi presentasi yang banyak digunakan pada saat ini, hal ini dikarenakan banyak sekali kemudahan dan kelebihan yang disediakan sehingga pelaku bisnis dapat menyampaikan presentasi kerja secara profesional dan menarik.

Berdasarkan pengertian microsoft power point yang telah dipaparkan oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa microsoft office power point merupakan perangkat lunak (software) yang mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan dan penggunaannya relatif murah. Microsoft power point memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai unsur media, seperti pengolahan teks, warna, gambar, dan grafik, serta animasi.

b. Pembuatan Animation Of Shapes

Animation of shapes merupakan bagian dari suatu presentasi yang terdapat pada microsoft power point. “Animation“ dalam bahasa indonesia mempunyai arti animasi atau gerakan. Menurut Musliadi KH (2013:75) fasilitas shapes digunakan untuk menambahkan objek gambar pada slide presentasi, sedangkan menurut Abdul kadir (2011:2) fasilitas shapes

(40)

40

custom animations yang merupakan animasi dengan beragam variasi animasi yang ada pada toolbar animations. Sedangkan “shapes” mempunyai arti bentuk. Shapes digunakan membuat berbagai bentuk gambar yang terdiri dari kotak, lingkaran, garis, arah, dan lain-lain.

Menurut banyak orang yang menyukai power point sebagai media pembelajaran presentasi dikarenakan program ini memiliki beberapa keunggulan, salah satunya custom animation of shapes. Dengan fasilitas ini presentasi dapat menjadi lebih hidup, menarik, dan interaktif. Dalam pembuatan animation of shapes ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu :

a. Membuka aplikasi microsoft power point dengan tampilan sebagai berikut.

Gambar 3. Halaman Awal Microsoft Power Point

(Abdul Kadir,2011:3)

[image:40.595.232.429.363.473.2]

b. Kemudian membuka bagian Insert, pilih apilkasi Shapes sebagai pembuatan garis sesuai pola.

(41)

41

[image:41.595.271.393.134.278.2]

c. Pada Bagian shapes akan muncul berbagai garis yang akan membantu dalam pembuatan pola dasar.

Gambar 5. Macam-macam Garis pada Apilkasi Shapes

(Abdul Kadir,2011:96 )

d. Dalam pembuatan ilustrasi gambar pola, ada beberapa garis yang digunakan yaitu :

1) Line ( ) digunakan untuk membuat garis lurus.

2) Double Arrow ( ) digunakan untuk membuat garis dengan dua ujung panah. Pada pembuatan pola garis ini digunakan sebagai arah serat. 3) Curve ( ) digunakan untuk membuat kurva. Pada pembuatan

pola garis ini digunakan sebagai garis lengan.

4) Arc ( ) digunakan untuk membuat garis busur. Pada pembuatan pola garis ini digunakan sebagai garis lengkung pada panggul. (Abdul Kadir,2011:96)

e. Setelah selesai pembuatan garis-garis pola dan langkahnya, selanjutnya adalah memberi Animasi pada setiap garis dengan cara :

(42)

42

3) Memilih effects untuk memberikan animasi pada text atau objek yang diinginkan dengan memilih pada icon.

[image:42.595.277.386.183.332.2]

4) Setelah memilih effects yang diinginkan maka akan nampak sebagai berikut :

Gambar 6. Custom Animation

a) Mengatur Start berdasarkan pada saat apa animasi ini dilakukan. b) Mengatur Direction berdasarkan arah yang diinginkan.

c) Mengatur Speed berdasarkan seberapa cepat animasi tersebut dilakukan d) Menyesuaikan urutan tampilan animasi sesuai keinginan dengan

mengatur order.

e) Menekan play untuk melihat tampilan preview hasil pengaturan yang dilakukan.

(43)
[image:43.595.215.445.89.261.2]

43

Gambar 7. Hasil Jadi Job sheet berbasis animation of shapes. B. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian relevan yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Nur Ikomah (2007) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Berbantuan Job Sheet Terhadap Hasil Belajar Membuat Pola Celana Anak Kelas X Busana 2 Di SMK N 6 Purworejo”.

2. Siti Chaeriyah (2010) dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas VII Di SMP Negeri 2 Depok Pada Materi Bangun Segiempat”.

3. Septi Dwi Dayati (2011) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pada Pencapaian Kompetensi Membuat Pola Blazer Di SMK N 1 Sewon

Bantul”.

(44)
[image:44.595.130.527.108.515.2]

44 Tabel 5. Penelitian Yang Relevan

Uraian penelitian Nur

Ikomah (2007)

Siti Chaeriyah (2010)

Septi Dwi Dayati (2011)

Apris Sarah Wijayanti (2014)

Tujuan Pencapaian

kemampuan pemecahan masalah

Pencapaian

kompetensi

Pencapaian hasil

belajar

Tempat penelitian

SD

SMP

SMA

SMK

Jenis Penelitian

Deskriptif Kualitatif R&D

PTK

Quasi eksperimen

Teknik analisis data

Angket

Observasi

Wawancara

Catatan lapangan

Analisis data Statistik deskriptif

Analisis deskriptif

Materi Matematika

Pola Celana

Pola Blazer

Pola dasar

Media Buku pedoman

Job sheet

Riil object

Powerpoint

Model pembelajaran

STAD

(45)

45 C. Kerangka Pikir

Dalam berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, proses sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Berhasil atau tidaknya hasil belajar peserta didik sangat bergantung pada keefektifan metode pembelajaran yang digunakan saat menyampaikan suatu meteri pelajaran pada peserta didik. Salah satu ciri pembelajaran yang efektif adalah penyampaian materi pembelajaran dengan berbagai metode dan media pembelajaran untuk menarik perhatian dan minat peserta didik dalam belajar, serta dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

(46)

46

didukung media powerpoint berbasis animation of shapes yang digunakan pada saat pembelajaran dasar pola maka dapat membantu siswa mengatasi masalah-masalah belajar sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 1.

Kerangka Pikir

Bagan 1. Kerangka Pikir Pengamatan :

Kompetensi Membuat Pola Rendah

Perencanaan tindakan:

Model Cooperative Learning tipe STAD

Penerapan Tindakan model kooperatif STAD : 1. Pendahuluan :

a. Salam b. Presensi

c. Apersepsi materi dan menyajikan informasi d. Memotivasi siswa

2. Kegiatan Inti :

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Membagi jobsheet

c. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD :

1) Mengelompokkan siswa menjadi 4 kelompok untuk saling bekerja sama

3) Guru menjelaskan materi pembelajaran.

d. Pemberian tugas pola dasar rok dari pengukuran hingga hasil jadi dan dikumpulkan

e. Evaluasi pekerjaan siswa f. Tes uraian

Mengobservasi dan mengevaluasi

proses dan hasil tindakan

Peningkatan

Hasil Belajar Membuat Pola Dasar Rok

Motivasi dan Minat Belajar Meningkat

(47)

47 D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang dikemukan diatas, dirumuskan hipotesis tindakan sebagai dugaan awal penelitian sebagai berikut :

1. Penerapan pembelajaran membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di SMK Pelita Buana Bantul. 2. Penerapan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point

(48)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas atau (Classroom Action Research) adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto,2010:8). Sedangkan menurut Pardjono dkk (2007:12), peneltian tindakan kelas merupakan salah satu jenis penelitian tindakan yang dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar didalam kelas secara bersama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran. Peneliti memilih metode penelitian tindakan kelas karena mempertimbangkan :

a. Masalah yang dihadapi adalah masalah yang timbul dalam proses pembelajaran

(49)

49

c. Ingin melihat perkembangan siswa sampai adanya peningkatan kemampuan membuat pola dasar yang digunakan sebagai subjek peneliti.

Ciri khas lainnya dari penelitian tindakan kelas, yaitu:

a. PTK merupakan kegiatan penelitian yang tidak saja berupaya untuk memecahkan masalah,tetapi sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. b. Hal yang dipermasalahkan bukan dari hasil kajian teoritis atau dari hasil

penelitian terdahulu, tetapi berasal dari adanya perasalahan yang nyata dan aktual yang terjadi dalam pembelajaran di kelas.

c. PTK hendaknya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata,jelas, dan tajam mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. d. Adanya kolaborasi (kerja sama) antara praktisi (guru, kepala sekolah,

siswa dan lain-lain) dan penelitian dalam pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan,pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan persamaan tindakan (action). (Suharsimi Arikunto,2010:65) Sedangkan tujuan penelitian tindakan kelas (PTK), antara lain:

a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

b. Membentu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas.

c. Meningkatkan sikap profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. d. Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable). (Suharsimi Arikunto,2010:61)

(50)

50

yang sebenarnya terjadi. Dengan demikian guru akan dapat menentukan sendiri bagaimana strategi mengubah dan meningkatkan proses pembelajaran di kelasnya secara konsektual.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian model Kemmis dan Mc Taggart. Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, menurut Suharsimi Arikunto (2010:131) secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang disajikan dalam bagan 2 berikut ini :

Bagan 2. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc. Taggart ( suharsimi, 2010:132).

(51)

51 a. Penyusunan Rencana (Planning)

Rencana PTK disusun berdasarkan pada hasil pengamatan awal sehingga mampu mengungkap faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan tindakan. Dalam tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah :1) mengidentifikasi masalah; 2) mencari penyebab masalah; 3) memilih masalah yang ada, dan 4) merancang tindakan yang akan dilakukan. Rencana PTK hendaknya cukup fleksibel untuk dapat diadaptasi dengan pengaruh dan kendala yang belum atau tidak dapat diduga.

b. Tindakan (Acting)

Pada tahap tindakan dilaksanakan tindakan sebagaimana yang telah direncanakan. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan pada perencanaan yang telah dibuat. Perencanaan yang dibuat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan dalam pelaksanaannya. Jadi, tindakan bersifat dinamis dan fleksibel yang memerlukan pertimbangan yang matang untuk menghasilkan perbaikan.

c. Observasi

(52)

52

perilaku siswa. Proses tindakan, pengaruh tindakan yang sengaja atau tidak sengaja, perubahan perilaku dan situasi tempat tindakan dilakukan serta kendala tindakan dalam konteks terkait seluruhnya dicatat dalam kegiatan observasi yang terencana secara fleksibel dan terbuka.

d. Refleksi

Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi merupakan kegiatan analisis, interpretasi, dan eksplanasi (penjelasan) terhadap semua informasi yang diperoleh dari observasi atas pelaksanaan tindakan. Kegiatan dalam tahap refleksi yaitu:

1)

Merenungkan kembali mengenai kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang telah dilakukan

2)

Menjawab tentang penyebab situasi dan kondisi yang terjadi selama pelaksanaan tindakan

3)

Memperkirakan solusi atas keluhan yang muncul

4)

Mengidentifikasi kendala atau ancaman yang mungkin dihadapi

5)

Memperkirakan akibat dan implikasi atas tindakan yang direncanakan

Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan, dalam tahap refleksi terdapat tahap evaluasi dan revisi.

1) Tahap Evaluasi

(53)

53

silkus berikutnya. Kriteria evaluasi bersifat absolute sebagai acuan dalam mempertimbangkan dan memberikan makna terhadap pencapaian setelah proses tindakan, yaitu bahwa hasil tindakan diukur dari pengamatan dan dibandingkan dengan standar minimal yang ditentukan. Apabila setelah dilaksanakan tindakan terjadi perubahan perilaku belajar lebih baik dari sebelumnya, maka tindakan tersebut dinyatakan berhasil tetapi apabila perilaku belajar lebih buruk, maka tindakan dinyatakan belum berhasil. Sehubungan dengan itu, maka perlu langkah revisi untuk memperbaiki atau menyusun rencana program baru, yang akan dilaksanakan pada program siklus II.

2) Tahap Revisi

Pada tahap revisi, peneliti dan guru mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Selanjutnya diperoleh temuan tingkat keefektifan disain pembelajaran (dengan menggunakan cooperative learning tipe jigsaw dan permasalahan yang muncul di lapangan. Temuan ini dapat dipakai sebagai dasar melakukan perancangan ulang untuk penyempurnaan serta merevisi rancangan yang akan dilakukan pada tindakan selanjutnya.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

(54)

54

teknik konstruksi. Penelitian ini berbantuan dengan media pembelajaran yang belum pernah dilakukan di sekolah tersebut.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 5 Maret sampai dengan 19 Maret 2014 pada semester genap.

C. Subyek Penelitian

Subyek yang diambil adalah populasi pada kelas X di SMK Pelita Buana. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:61). Sedangkan menurut Saifudin Azwar (2012:77) populasi adalah sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:173) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang ada dalam wilayah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMK Pelita Buana dengan jumlah 16 siswa. Dalam penetapan populasi dilakukan dengan asumsi bahwa kelas X busana perlu mendapat perlakuan ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian populasi adalah keseluruhan yang akan diselidiki dalam suatu tempat.

D. Jenis Tindakan

(55)

55

analisis serta refleksi (Pardjono dkk,2007:10). Jadi, kolaboratif artinya peneliti berkolaborasi atau berkerjasama dengan guru dalam pembelajaran pembuatan dasar pola, tergabung dalam satu tim untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam praktik pembelajaran. Sehingga dalam penelitian ini peneliti bekerjasama dengan guru mata diklat Pola Dasar kelas X di SMK Pelita Buana. Prosedur dalam tindakan penelitian kolaboratif ini sebagai berikut :

1. Peneliti bersama guru kelas saling tukar pendapat untuk menentukan persiapan diadakannya pembelajaran (action) di kelas dengan maksud agar tidak mengganggu jadwal pembelajaran sesuai dengan program sekolah.

2. Peneliti melakukan observasi pra siklus untuk mengetahui kelemahan dari pembelajaran yang guru sampaikan sebelum dilakukan tindakan siklus I. 3. Peneliti dan guru kelas secara bersama-sama membuat persiapan

pembelajaran (skenario) yang meliputi : persiapan bahan ajar, pembuatan satuan pelajaran, dan persiapan pembuatan media yang digunakan, serta penyusunan tes.

4. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti bersama guru kelas berdiskusi menentukan hal-hal (indikator) yang akan diobservasi pada saat kegiatan pembelajaran.

5. Pelaksanaan tindakan pertama, guru kelas mengajar sebagaimana adanya sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah ditentukan. 6. Diskusi untuk membicarakan hasil temuan/refleksi dan menentukan

(56)

56 E. Teknik dan Instrumen penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Nana Syaodah (2012:151) teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas hanya satu, tetapi menggunakan multi teknik atau multi instrumen. Menurut Wolcott (Nana Syaodah,2012:151) ada tiga kelompok teknik pengumpulan data, yang disebutnya sebagai strategi pekerjaan lapangan primer.

Dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data antara lain

a. Observasi

Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2009:70) observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Menurut Sutrisno Hadi (2000:136) observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:199) observasi merupakan pengamatan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan cara mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat aktivitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan kooperatif Student Teams Achievement Division

(57)

57

sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2006:228) bahwa manfaat observasi antara lain :

1) Dengan observasi dilapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.

2) Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.

3) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu. 4) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal

Gambar

Tabel 4. Sintak Pembelajaran STAD
Gambar 4. Apilkasi Shapes
Gambar 5. Macam-macam Garis pada Apilkasi Shapes
Gambar 6. Custom Animation
+7

Referensi

Dokumen terkait