• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PEMBIAYAAN GADAI EMAS DI BANK SYARIAH INDONESIA : STUDI KASUS PT. BANK BNI SYARIAH CABANG SURABAYA DHARMAWANGSA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN PEMBIAYAAN GADAI EMAS DI BANK SYARIAH INDONESIA : STUDI KASUS PT. BANK BNI SYARIAH CABANG SURABAYA DHARMAWANGSA."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PEMBIAYAAN GADAI EMAS

DI BANK SYARIAH INDONESIA

(Studi kasus PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya

Dharmawangsa)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Ekonomi Syariah

OLEH :

AHMAD BAIHAQI ABDILLAH

NIM : C04210116

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Prodi Ekonomi Syariah

SURABAYA

(2)

MANAJEMEN PEMBIAYAAN GADAI EMAS

DI BANK SYARIAH INDONESIA

(Studi kasus PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya

Dharmawangsa)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Ekonomi Syariah

OLEH :

AHMAD BAIHAQI ABDILLAH

NIM : C04210116

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Prodi Ekonomi Syariah

SURABAYA

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama : Ahmad Baihaqi Abdillah

NIM : C04210116

Fakultas/ Prodi : Ekonomi dan Bisnis Islam/ Ekonomi Syariah

Judul Skripsi : MANAJEMEN PEMBIAYAAN GADAI EMAS DI BANK SYARIAH INDONESIA (Studi kasus PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa)

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul sebagaimana tercantum di atas adalah asli karya penulis dan bukan hasil plagiat, baik sebagian maupun seluruhnya, kesuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan judul

“Manajemen Pembiayaan Gadai Emas di Bank Syariah Indonesia (StudiKasus PT. Bank BNI Syariah Surabaya Dharmawangsa)”. Penelitian ini ditujukan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu : Bagaimana mekanisme pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa?; Bagaimana strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa?

Analisis data dilakukan dengan metode penelitian ini digunakan pendekatan Mix Research (penelitian campuran), yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti data dengan cara menggabungkan dua metode penelitian atau lebih.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa BNI Syariah dan Nasabah menandatangani akad pembiayaan emas dengan rahn, di mana tercantum didalamnya akad Qardh (utang), Rahn (gadai) dan Ijarah (penaksiran, pemeliharaan dan perawatan barang gadai) dan Nasabah menyerahkan barang agunan bersamaan dengan penandatanganan perjanjian. Setelah semua itu dilaksanakan, maka BNI Syariah melakukan pencairan dana Qardh sesuai dengan kesepakatan. Dan yang paling penting saat jatuh tempo, nasabah mengembalikan dana Qardh beserta Ujrah sesuai kesepakatan. Jangka waktu pembiayaan, maksimal 4 bulan (120 hari) dan dapat dilakukan perpanjangan maksimum 2 kali. Strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas yang dilakukan oleh Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa adalah sebelum melakukan gadai emas, biasanya Bank BNI Syariah melakukan penilaian terhadap calon nasabah, bagaimana karakternya, kebiasaannya, kemampuan bayar, dan perilaku nasabah dalam hal pembiayaan. Apabila terjadi gagal bayar oleh nasabah, maka Bank BNI Syariah berhak untuk menjual barang yang di gadaikan tersebut, namun Bank BNI Syariah tidak secara langsung menjual barang gadai, akan tetapi nasabah diberi kesempatan lebih untuk dapat membayar Gadainya terlebih dahulu.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITRASI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II GADAI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM A. Pandangan Umum tentang Gadai ... 19

B. Landasan Hukum tentang Gadai ... 21

C. Rukun dan Syarat Gadai ... 24

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Gadai ... 29

E. Pendapat Ulama Tentang Pemanfaatan Barang Gadai ... 32

F. Fatwa MUI Tentang Gadai ... 36

(8)

B. Mekanisme Pembiayaan Emas Dengan Akad Rahn Di BNI Syariah ... 50 C. Strategi yang Dilakukan oleh Bank BNI Syariah Cabang

Surabaya Dharmawangsa untuk Menyelamatkan Pembiayaan Gadai Emas ... 55

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME DAN STRATEGI PENYELAMATAN PEMBIAYAAN GADAI EMAS

A. Implementasi Mekanisme Pembiayaan Gadai Emas di BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa ... 57 B. Analisis Strategi Penyelamatan Pembiayaan Gadai Emas IB

Hasanah di PT. Bank BNI Syariah Surabaya ... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekayaan yang kita terima sebenarnya adalah amanah yang harus digunakan atau dinafkahkan sesuai dengan ketentuan-Nya, karena kekayaan yang dilimpahkan kepada kita bukanlah semata-mata untuk diri kita sendiri. Dalam kekayaan tersebut juga terdapat amanah berupa hak pihak-pihak lain yang diberikan melalui kita. Amanah tersebut adalah amanah untuk orang lain, untuk masa kini, untuk masa sulit, untuk masa depan, serta amanah untuk masyarakat yang harus dikelola.1

Dalam sistem perekonomian manapun, uang dan perbankan memiliki peranan yang sangat penting. Uang dan perbankan merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem ekonomi suatu negara. Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang masih bermasalah dalam bidang keuangan dan perbankan. Permasalahannya, karena Indonesia menata sistem ekonominya tidak berdasarkan syariat Islam.

Hal yang harus diteliti lebih dalam saat berinvestasi yaitu dua kondisi ekstrem pada kebijakan moneter, yaitu inflasi dan deflasi. Para pengamat memberikan definisi inflasi sebagai suatu kemerosotan nilai mata uang karena terlalu banyak uang beredar sehingga harga barang dan jasa

(10)

2

menjadi naik Kita harus lebih memilah-milah investasi yang menguntungkan dan tidak terlalu dipengaruhi hal tersebut.2

Investasi pada emas adalah salah satu jenis instrumen yang banyak dianjurkan oleh banyak tokoh dan pakar di bidang investasi, karena investasi pada jenis instrumen ini memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh instrumen investasi lainnya. Masyarakat Indonesia umumnya sudah mempraktekkan investasi dengan menggunakan emas sejak dulu. Dengan cara membeli emas dengan harga tertentu dan karat tertentu, dalam bentuk perhiasan untuk digunakan atau disimpan. Kemudian emas yang telah dibeli tersebut disimpan dalam kurun waktu tertentu sampai tiba saat harga emas tersebut naik, baik naik secara signifikan ataupun tidak, baru kemudian mereka jual emas tersebut. Selisih harga antara harga beli emas dimasa lalu dengan harga jual emas dimasa kini adalah merupakan keuntungan yang diperoleh.

Fakta membuktikan, semakin tinggi laju inflasi maka semakin tinggi harga emas.3 Harga emas dipercaya akan selalu bisa mengamankan kemampuan beli kita, artinya harga emas akan naik, setidaknya sama dengan tingkat inflasi dalam suatu waktu tertentu.4 Jelaslah bahwa emas adalah investasi yang paling aman dan menguntungkan karena relatif tahan

2 Muhaimin Iqbal, Dinar Solution, (Jakarta: Gema Insani,2008), 18.

3 Muhammad Ihsan, dkk., Kemilau Investasi Emas: Menjaga dan Melejitkan Kesehatan Finansial

dengan Emas,(Jakarta: Science Research Fondation, 2006), 69.

4 JokoSalim, Jangan Investasi Emas sebelum Baca Buku Ini !, (Jakarta: Transmedia

(11)

3

terhadap inflasi. Emas juga sering disebut sebagai produk investasi penangkal inflasi.

Definisi deflasi adalah kebalikannya, yaitu suatu kondisi dimana harga yang turun terus menerus disebabkan menurunnya jumlah uang yang beredar secara drastis. Deflasi yang kisarannya juga lepas kontrol disebut kepanikan atau depresi ekonomi, dimana daya beli melambung karena harga barang dan jasa menurun, sedangkan harga emas cenderung konstan.5

Seiring berkembangnya zaman yang semakin modern, beberapa lembaga keuangan, baik lembaga keuangan bank ataupun non bank, seperti Pegadaian Syariah dan beberapa Bank Syariah membuat suatu inovasi di dalam produk investasi menggunakan emas sebagai instrumennya. Inovasi yang berbentuk investasi emas ini tentunya mempunyai keunggulan masing-masing yang diperuntukkan bagi masyarakat atau nasabah yang ingin berinvestasi dengan emas yang tentunya sangat menguntungkan.

Salah satu bank yang menawarkan produk pembiayaan emas adalah BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa. Produk pembiayaan emas yang ada di Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa menggunakan akad rahn sebagai barang jaminan pelunasan pembayaran atas gadai emas yang dilakukan secara tangguh.6

5 Muhammad Ihsan, dkk., Kemilau Investasi Emas: Menjaga dan Melejitkan . . ., 69.

6 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis dan Keuangan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

(12)

4

Mekanisme produk pembiayaan emas dengan akad rahn di BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa adalah pihak bank menyediakan sejumlah nominal pinjaman kepada nasabahnya yang akan melaksanakan gadai emas, nasabah menyerahkan emas kepada pihak bank untuk ditaksir berapa harga emas yang akan digadaikan, setelah pihak bank menaksir harga emas tersebut, maka dibuatlah kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah dengan harga yang ditawarkan oleh bank dan disepakati oleh nasabah.Setelah harga disepakati maka dibutlah perjanijian tentang gadai emas, dengan dibuktikan dari Surat Bukti Gadai Emas dari BNI Syariah. Dalam pembiayaan emas dengan akad rahn ini nasabah diharuskan membayar ujrah sesuai dengan kadar emas yang digadaikan.7

Ujrah hitungannya adalah perhari, namun dihitung ketika sudah lima hari, sebab dihitung kelipatan lima. Jadi, ketika nasabah melunasi pada hari ketiga belas maka di akumulasikan dengan hari kelima belas. Pembayaran pelunasan pinjaman bergantung dengan cepat atau lamanya melunasi pinjaman, atau pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang sudah disepakati. Setelah nasabah sudah bisa melunasi cicilan pembiayaan emas, kemudian emas diserahkan kepada nasabah.8 Sistem hutang piutang dengan gadai ini diperbolehkan dan disyariatkan dengan dasar Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ para Ulama.

1. Dalil Al-Qur’an

7 Fitria Herawaty, Wawancara, Surabaya, 13 Juni 2014

(13)

5

Di antara dalil Al-Qur’an tentang gadai adalah QS. Al- Baqarah ayat 283, sebagai berikut:



















Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.9

Berdasarkan ayat di atas, bahwa dalam melakukan kegiatan muamalah yang tidak secara tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadi juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan yang oleh pihak yang berpiutang di jadikan jaminan.10

2. Hadits

Masalah rahn juga diatur dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Sebagai berikut:

9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan . . ., 71.

(14)

6

ِهْيَلَع ها ُلْوُسَر َنََر : َلاَق سَنَا ْنَع

ُهَل اًعْرِد َمَلَسَو

ٍيِدْوُهَ ي َدِْع

يئاس لاو يراخبلاو دما اور( ِهِلَِِْ اًرْ يِعَش ُهِْم َذَخَاَو ِةَْ يِدَمْلاِب

)هجام نباو

Artinya: "Dari Anas berkata: telah merungguhkan Rasulullah SAW akan baju besi beliau kepada orang Yahudi di Madinah sewaktu beliau mengutang syair dari seorang Yahudi untuk ahli rumah (keluarga) beliau" (HR. Ahmad, al-Bukhari, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)11

Dari hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa gadai itu boleh dilakukan dalam keadaan bermukim, hal ini terlihat bahwa Nabi SAW menggadaikan baju besinya dengan makanan kepada orang Yahudi untuk keluarga beliau.

Perbankan Syari’ah dibentuk sebagai salah satu upaya menampung keinginan masyarakat khususnya umat muslim yang menginginkan transaksi kredit sesuai syariat Islam. Dan dengan cara pelunasan yang sangat mudah, jika masa jatuh tempo tiba dan belum bisa melunasi maka pihak bank membuat perjanjian baru dengan nasabah.12

Dengan diluncurkannya produk pembiayaan emas dengan akad rahn di BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa tersebut sangat memudahkan para nasabah untuk menggadaikan emas (lantakan atau perhiasan). Namun, apakah sudah benar, pelaksanaann rahn yang dilakukan oleh BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa menurut Hukum Islam?.

11Mu’ammal Hamidy, Terjemah Nailul Authar, Jilid IV, (Surabaya: Bina Ilmu, 1785), 235.

(15)

7

Berawal dari permasalahn tersebut di atas, maka peneliti mengangkat penelitian ini dengan judul : Manajemen Pembiayaan Gadai Emas pada Bank Syariah Di Indonesia (StudiKasus PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa Dharmawangsa).

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan, sebagai berikut :

1. Akad yang digunakan dalam pembiayaan gadai emas. 2. Prosedur serta aplikasi pembiayaan gadai emas. 3. Sistem pembayaran pembiayaan gadai emas. 4. Penyimpanan fisik emas.

5. Keunggulan dan kekurangan dari produk pembiayaan gadai emas.

6. Signifikansi pengaruh pembiayaan gadai emas terhadap pendapatan PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa.

7. Mekanisme pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa

8. Strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa

(16)

8

1. Mekanisme gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa

2. Strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan yang diambil dari identifikasi dan pembatasanmasalah yang menjadi materi dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana mekanisme pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa?

2. Bagaimana strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah penelitian, berupa sajian hasil atau bahasan ringkas dari hasil temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah penelitian.13 Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan dan hampir sama dengan penelitian ini hanya berkisar mengenai akad pembiayaan gadai emas, tinjauan hukum dan mekanisme gadai, sebagai berikut:

1. Skripsi karya Robby Aris Subakti pada tahun 2005 dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aplikasi Penetapan Tarif Ija>rah Pada

13 Masyhuri dan Zainuddin, Metode Penelitian : Pendekatan Praktis dan Aplikatif, (Jakarta:

(17)

9

Barang Gadai Di Pegadaian Syari’ah Sidokare Sidoarjo”. Dalam

penelitiannya membahas tentang aplikasi penetapan tarif Ija>rah pada barang gadai di Pegadaian Syari’ah Sidokare Sidoarjo, dimana penetapan tarifnya dihitung berdasarkan kelipatan per 10 hari; 1 hari dihitung sama dengan 10 hari. Hal ini diperbolehkan karena perhitungannya tidak dengan konsep mempersamakan waktu yang berbeda. Akan tetapi, dengan menggunakan dasar satuan waktu minimal (terkecil).14

2. Skripsi karya Rindy Antika Rosnia pada tahun 2010, dengan judul

“Investasi Berkebun Emas dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada

PT Bank Rakyat Indonesia Syariah)”. Skripsi ini membahas tentang

bagaimana konsep dan implementasi investasi berkebun emas di BRI Syariah dan bagaimana tinjauannya menurut ekonomi Islam.15

3. Skripsi karya Asita pada tahun 2011 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap dua akad (Mura>bah}ah dan Rahn) dalam Pembiayaan MULIA (Mura>bah}ah Emas Logam Mulia untuk Investasi Abadi) di

Pegadaian Syariah Blauran Surabaya”. Skripsi ini membahas tentang dua

akad yaitu Mura>bah}ah danRahndalam satu transaksi di Pegadaian Syariah Blauran Surabaya. Hal iniboleh menurut hukum Islam karena

14 Robby Aris Subakti,Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aplikasi Penetapan Tarif Ija>rah Pada

Barang Gadai Di Pegadaian Syari’ah Sidokare Sidoarjo ,(Skripsi -- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005), 12

15 Rindy Antika Rosnia, Investasi Berkebun Emas dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Pada

(18)

10

adanya kejelasan dalam kedua akad tersebut. Selain itu, kedua akad tersebut berdasarkan kesepakatan dankerelaan.16

Pada penelitian-penelitian terdahulu, fokus penelitian berbeda dengan fokus isi skripsi yang ditulis oleh penulis saat ini. Penulis memfokuskan kajian mengenai mekanisme dan aplikasi pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa, bagaimana investor mendapatkan keuntungan, bagaimana tingkat perkembangannya, sertabagaimana analisis SWOT dari pembiayaan investasi emas tersebut.

E. Tujuan Penelitian

Setiap penulisan ilmiah tentu berdasar atas maksud dan tujuan pokok yang akan dicapai atas pembahasan materi tersebut. Oleh karena itu, penulis merumuskan tujuan penelitian skripsi sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui mekanisme pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa.

2. Untuk mengetahui strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pihak-pihak terkait, diantaranya adalah:

1. Akademisi

16 Asita, Tinjauan Hukum Islam terhadap dua akad (mura>bahah dan rahn) dalam Pembiayaan

(19)

11

Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah literatur perpustakaan dengan memperkenalkan Pembiayaan Investasi Emas melalui analisis SWOT.

2. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa dan lembaga-lembaga keuangan lainnya.

Memberikan sumbangan pemikiran kepada praktisi perbankan secara keseluruhan, khususnya PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa, sebagai salah satu acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip perekonomian yang sesuai dengan aturan syariat Islam.

3. Masyarakat Umum dan Nasabah

Memberikan sumbangsih pengetahuan bagi masyarakat umum khususnya para nasabah pembiayaan gadai emas agar dapat memahami prosedur pembiayaan gadai emasyang benar dan sesuai dengan prinsip ekonomi Islam.

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah dalam penelitian ini, maka dijelaskan maknanya sebagai berikut :

Manjemen Pembiayaan Gadai Emas di Bank Syariah Indonesia :

(20)

12

ingin mendapatkan dana pinjaman dari PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa dengan menggunakan akad qa>rdh, akad rahn dan akad ija>rah}.17 Dengan menjalankan kegiatannya berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana atas akad rahn yang beralamatkan di jalan Dharmawangsa Surabaya

H. Metodologi Penilitian 1. Jenis Penelitian

Skripsi ini termasuk kedalam tipe kualitatif. Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang metode penelitian deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.18

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Mix Research (penelitian campuran), yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti data dengan cara menggabungkan dua metode penelitian atau lebih. Adapun kedua metode itu adalah: Pertama, Library Research, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti data dengan cara mempelajari, mengkaji dan meneliti bahan pustaka yang relevan. Kedua, Field Research, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti data dengan cara melihat langsung fenomena yang ada dan terjadi di

17 Fitria Herawaty, Wawancara, Surabaya, 13 Juni 2014

(21)

13

lapangan. Penelitian ini juga menggunakan bantuan teknik observasi dan wawancara agar mampu memperkuat data yang diteliti.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa yang beralamat di jalan Bukit Darmo Boulevard 8A-8B Kota Surabaya.

3. Data yang Dihimpun

Data yang terhimpun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data tentang produk pembiayaan emas dengan akad rahn di BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa

b. Data tentang praktek dan prosedur pembiayaan emas dengan akad rahn BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa

c. Data tentang kelembagaan BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian lapangan ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.19 Data dan sumber data yang diperlukan dalam penulisan ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Sumber data primer

Sumber primer yakni subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat

(22)

14

pengukuran atau pengambilan data secara langsung20 atau yang dikenal dengan istilah interview (wawancara).

Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula dipilih satu atau dua orang, tetapi karena belum dirasa lengkap maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh orang sebelumnya.21Dalam hal ini subjek penelitian yang dimaksud adalah nasabah pelaku pembiayaan serta Small Medium Enterprise Financing Head (SFH) dan Operational Manager (OM).

Sumber data primer lainnya adalah sumber dokumentatif dari BNI Syariah tentang pengajuan hingga realisasi pembiayaan nasabah korporasi, diantaranya:

1) Form Akad Pembiayaan Gadai Emas.

2) Syarat-syarat dan Ketentuan Hukum Pembiayaan Gadai Emas 3) Checklist Dokumen

4) Form Infomasi Pokok Nasabah 5) Memorandum Usulan Pembiayaan

6) Surat Persetujuan Pemberian Pembiayaan Gadai Emas 7) Surat Keputusan Pembiayaan dll.

20 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian,(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007) , 91.

21 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:

(23)

15

b. Sumber data sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah dan jurnal-jurnal ilmiah yang ada relevansinya dengan penelitian ini dan dapat memberi petunjuk dan inspirasi bagi penulis dalam rangka melakukan penelitian. Dokumen-dokumen yang terkait dengan masalah pembiayaan gadai emas pada BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa, serta buku-buku dan artikel-artikel yang menunjang terhadap permasalahan dan kelengkapan penelitian ini.

5. Teknik Penghimpunan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan nasabah pelaku pembiayaan serta beberapa praktisi yang terlibat dalam proses pembiayaanterhadap nasabah korporasi.

b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.22Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembiayaan modal kerja di BNI Syariah.

c. Studi Kepustakaan, yaitu mengumpulkan data dengan cara memperoleh dari kepustakaan dimana penulis mendapatkan teori-teori

(24)

16

dan pendapat ahli serta beberapa buku referensi yang ada hubungannya dengan penelitian ini.23

6. Teknik Pengolahan Data

Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan atau penulisan, maka penulis menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.24 Dalam hal ini penulis akan mengambil data yang akan dianalisis dengan rumusan masalah saja.

b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.25 Penulis melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk dianalisis dan menyusun data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan penulis dalam menganalisa data.

c. Penemuan Hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran

23 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif

(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 136.

24 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfa Beta, 2008),

243.

(25)

17

fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.26

7. Teknik Analisis Data

Seluruh data yang penulis peroleh baik dari observasi, wawancara dan literatur-literatur yang ada mengenai materi penelitian, akan diolah dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif. Selanjutnya, langkah-langkah yang akandilakukan adalah sebagai berikut:

1) Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT akan menjadi bahan scoring,pembobotan, dan rating masing-masing faktor.

2) Hasil penelitian akan memberikan strategi untuk masing-masing pendekatan dan menghasilkan strategi terbaik dari penggabungan kedua pendekatan tersebut.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan suatu hal yang sangat urgan dalam pembahasan skripsi ini agar dapat memberikan gambaran yang teratur tentang isi dan kerangka penyusunan skripsi ini. Sebagai bahan untuk pemahaman dan kemudahan bagi penyusun dan pembaca dalam memahami tulisan ini. Sebagai upaya untuk menjaga keutuhan dalam pembahasan skripsi ini penyusun menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama, pendahuluan dari pembahasan skripsi yang meliputi: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

(26)

18

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, memuat landasan teori yang mana mencakup konsep pembiayaan gadai emas, teori tentang investasi dalam konvensional dan Islam, teori tentang akad yang digunakan dalam produk pembiayaan investasi emas dan teori tentang penyelamatan pembiayaan gadai emas.

Bab ketiga, membahas tentang objek yang berkaitan dengan tentang kelembagaan PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa yang terdiri dari latar belakang dan sejarah bedirinya, visi dan misi, struktur organisasi dan produk-produk dari PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa. Produk pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa yang terdiri dari sejarah produk, dasar produk serta prosedur pengajuan, aplikasi atau mekanisme prosedur pembiayaan gadai emas, taksiran harga emas, pelunasan pembiayaan gadai emas dan keuntungan pembiayaan gadai emas serta manajemen penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa.

Bab keempat, memuat analisis tentang analisis pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa dan strategi penyelamatan pembiayaan gadai emas di PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Dharmawangsa.

(27)

BAB II

GADAI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Pandangan Umum tentang Gadai

Gadai adalah menjadikan benda yang bersifat harta (harta benda) sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak dibayar.1 Istilah gadai dalam bahasa Arab diistilahkan Ar-rahn.2 Ada yang menyatakan kata rahn bermakna tertahan.

Dengan dasar firman Allah surat al-Muddatstsir ayat 38:





Artinya: Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.3

Menurut Syekh Zainuddin Bin Abdul Azis Al-Malibari adalah menjaminkan barang yang dapat dijual sebagai jaminan utang, jika penanggung tidak mampu membayar utangnya karena kesulitan. Oleh karena itu tidak boleh menggadaikan barang wakaf atau ummu al-walad (budak perempuan yang punya anak dari tuannya),4

1 Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, Problematika Hukum . . . , 445.

2 Choiruman Pasribu Suhrowardi K.Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1996), 139.

3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 577.

4 Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemah Fathul Mu’in, Jilid I, (Bandung:

(28)

20

Rahn adalah menjadikan barang yang boleh dijual sebagai kepercayaan hutang yang digunakan untuk membayar hutang jika terpaksa tidak bisa melunasi hutang tersebut, maka berarti tidak sah menggadaikan barang wakaf atau budak ummu al-walad.5

Menurut Sayid Sabiq bahwa pengertian gadai adalah menjadikan

barang yang mempunyai nilai harta menurut syara’ sebagai jaminan utang,

sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang atau bisa mengambil sebagian (manfaat) barang itu.6

Pengertian gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.7

Pengertian gadai menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetbook) Pasal

1150 Gadai adalah: “Suatu hak yang diperoleh kreditur (orang yang

berpiutang) atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh debitur (orang yang berhutang) atau orang lain atas namanya sebagai jaminan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat pembayaran terlebih dahulu dari kreditur lainnya atas hasil penjualan benda-benda.8

5 M. Ali As’ad, Terjemah Fathul Muin, , Jilid 2 (Kudus: Menara Kudus, 1979), 215.

6 Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 12, (Jakarta: Pustaka Percetakan Offset, 1998), 139.

7 Muhamad Sholihul Hadi, Pegadaian Syari’ah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 16.

(29)

21

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gadai menurut hukum Islam dan KUH Perdata adalah suatu perjanjian (akad) utang

piutang dengan menjadikan barang yang bernilai menurut syara’ sebagai

jaminan untuk menguatkan kepercayaan, sehingga memungkinkan terbayarnya utang dari si peminjam kepada pihak yang memberikan pinjaman.

B. Landasan Hukum tentang Gadai

Sistem hutang piutang dengan gadai ini diperbolehkan dan disyariatkan dengan dasar Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ para Ulama.

1. Dalil Al-Qur’an

Di antara dalil Al-Qur’an tentang gadai adalah QS. Al- Baqarah ayat 283, sebagai berikut:



















(30)

22

menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.9

Berdasarkan ayat di atas, bahwa dalam melakukan kegiatan muamalah yang tidak secara tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadi juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan (borg) yang oleh pihak yang berpiutang dijadikan jaminan.10

2. Hadits

Masalah rahn juga diatur dalam hadits Nabi Muhammad SAW. sebagai berikut:

َنَا ْنَع

س

ها ُلْوُسَر َنََر : َلاَق

ها ىلص

ِهْيَلَع

َدِْع ُهَل اًعْرِد َمَلَسَو

يراخبلاو دما اور( ِهِلَِِْ اًرْ يِعَش ُهِْم َذَخَاَو ِةَْ يِدَمْلاِب ٍيِدْوُهَ ي

)هجام نباو يئاس لاو

Artinya: "Dari Anas berkata: Rasulullah SAW menggadaikan baju besi kepada orang Yahudi di Madinah sewaktu beliau mengutang gandum untuk ahli keluarganya" (HR. Ahmad Bukhori, An Nasa’i, dan Ibnu Majah)11

Dari hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa gadai itu boleh dilakukan dalam keadaan bermukim, hal ini berdasarkan bahwa Nabi SAW menggadaikan baju besinya dengan makanan kepada orang Yahudi untuk keluarganya.

9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan . . ., 71.

10 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 125.

(31)

23

Selain hadits di atas dapat dikemukakan dalam ketentuan hadits dari Aisyah r.a:

ْنَع

َيِضَر ُةَشِئاَع

َلَسَو ِهْيَلَع ها ىَلَص ََِِلا َنَا اَهْ َع ُها

ىَرَ تْسِا َم

يِدْوُهَ ي ْنِم

.ُهَعْرِد ُهََِرَو لَجَأ ََِا اًماَعَط

Artinya: Dari Aisyah r.a, bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi secara jatuh tempo dan Nabi SAW, menggadaikan sebuah baju besinya.12

Dengan adanya beberapa hadits di atas, maka dapat diambil pemahaman bahwa aqad gadai dalam syari'at Islam adalah jaiz (boleh) dan kebolehan gadai tersebut tidak hanya dalam keadaan bepergian saja, akan tetapi juga boleh pada waktu sedang bermukim (tidak dalam bepergian) 3. Pendapat Jumhur Ulama

Pada dasarnya para ulama telah bersepakat bahwa gadai itu boleh. Para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian pula landasan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat bahwa gadai disyari’atkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu

bepergian.13

12 Imam Bukhori, Shahih al Bukhari, Juz 3, (Beirut: Dar Al- Kutub Al-Ilmiyah, tt), 161.

(32)

24

C. Rukun dan Syarat Gadai

Akad gadai dipandang sah dan benar menurut syariat Islam apabila telah memenuhi syarat dan rukun gadai yang telah ditentukan dalam hukum Islam.

1. Rukun Gadai

Di samping syarat-syarat dalam perjanjian gadai di atas, juga mengenal adanya rukun dalam gadai. Menurut hukum Islam bahwa rukun gadai itu ada 4 (empat), yaitu: 14

a. Shighat atau perkataan

TM. Hasbi Ash-Shiddieqi menyatakan bahwa, pengertian shighat (akad) menurut bahasa adalah :

و طبرلا

ىرط عم

اصتي يح رخااب امدحا دسيو نلبحا

.ةدحاو ةعطقك احبصيف

Artinya: "Ikatan yang mengumpulkan dua tepi tali dan mengikat salah satunya dengan tali yang lain hingga bersambung, lalu keduanya

menjadi sepotong benda”.15

Rukun gadai akan sah apabila disertai ijab dan qabul, sedangkan ijab dan qabul adalah shighat aqdi atas perkataan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak, seperti kata "Saya gadaikan ini kepada saudara untuk utangku yang sekian kepada engkau", yang menerima gadai menjawab "Saya terima marhunini" Shighat aqdi

14 Choiruman, Hukum Perjanjian dalam . . ., 142.

15 Hasbi Ash-Shiddieqi, Pengantar Fiqih Muamalah, Jakarta: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet.I,

(33)

25

memerlukan tiga syarat yaitu harus terang pengertiannya, harus bersesuaian antara ijab dan qabul dan memperlihatkan kesungguhan dari pihak-pahak yang bersangkutan.16

Di samping ketentuan di atas, akad gadai juga bisa dilakukan dengan bentuk bahasa, kata isyarat tersebut diberikan terhadap apa yang dimaksudkan, sebagaimana yang dikatakan oleh TM. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Pengantar Fiqh Muamalah bahwa isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (sama dengan ucapan penjelasan dengan lidah)17

b. Adanya pemberi gadai (rahin) dan penerima gadai (murtahin).

Pemberi gadai haruslah orang yang dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan. Sedangkan penerima gadai adalah orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).18 c. Adanya barang yang digadaikan (marhun).

Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah barang milik si pemberi gadai

16 Ibid., 29

17 Ibid., 31

18 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan syariah, (Yogyakarta: Ekonisia Kampus

(34)

26

(rahin), barang gadaian itu kemudian berada di bawah pengawasan penerima gadai (murtahin).19

Pada dasarnya semua barang bergerak dapat digadaikan, namun ada juga barang bergerak tertentu yang tidak dapat digadaikan. Jenis barang jaminan yang dapat digadaikan di pegadaian antara lain: 1) Barang-barang perhiasan; emas, perak, intan, mutiara, dan lain-lain. 2) Barang-barang elektronik:tv, kulkas, radio, vidio, tape recorder, dan

lain-lain.

3) Kendaraan: sepeda, motor, mobil.

4) Barang-barang rumah tangga: barang-barang pecah belah. 5) Mesin: mesin jahit, mesin ketik, dan lain-lain.

6) Tekstil: kain batik, permadani.

7) Barang-barang lain yang dianggap bernilai.20

Dalam hubungan ini menurut pendapat ulama Syafi’iyah

barang yang digadaikan itu memiliki tiga syarat yaitu bukan utang (karena barang hutangan tidak dapat digadaikan), penetapan kepemilikan penggadai atas barang yang digadaikan tidak terhalang dan barang yang digadaikan bisa dijual apabila sudah tiba masa pelunasan hutang gadai.21

d. Adanya hutang (marhun bih)

19 Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam. . . , 142.

20 Muhamad Sholihul Hadi, Pegadaian . . ., 32.

(35)

27

Hutang (marhun bih) merupakan hak yang wajib diberikan kepada pemiliknya, yang memungkinkan pemanfaatannya (artinya apabila barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak sah), dan dapat dihitung jumlahnya.22 Selain itu hutang yang digunakan haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba.23

e. Berakhirnya Akad Gadai

Menurut Sayyid Sabiq, hak hak gadai akan berakhir jika rahin (yang menggadaikan barang) telah melunasi semua kewajibannya kepada murtahin (yang menerima gadai), rukun dan syarat gadai tidak terpenuhi dan baik penggadai dan penerima gadai atau salah satunya

ingkar dari ketentuan syara’ dan akad yang telah disepakati oleh

keduanya.24 2. Syarat gadai

Menurut Imam Al-Syafi’i bahwa syarat sah gadai adalah harus ada jaminan yang berkriteria jelas dalam serah terima. Sedangkan Maliki mensyaratkan bahwa gadai wajib dengan akad dan setelah akad orang yang menggadaikan wajib menyerahkan barang jaminan kepada yang menerima gadai.25

22 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga. . ., 161.

23 Choiruman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam. . ., 142.

24 Muhamad Sholihul Hadi, Pegadaian . . ., 53.

(36)

28

Menurut Sayyid Sabiq, syarat sah akad gadai adalah berakal, baligh (dewasa), wujudnya marhun ( barang yang dijadikan jaminan pada saat akad), dan barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima barang gadai atau wakilnya.26 Berdasarkan dari keempat syarat tersebut dapat di simpulkan bahwa syarat sah gadai tersebut ada 2 hal yaitu : a. Syarat aqidain (rahin dan murtahin)

Dalam perjanjian gadai unsur yang paling penting adalah pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian gadai (unsur subjektif), yaitu cukup dengan melakukan tukar menukar benda, apabila mereka berakal sehat (tidak gila), dan telah mumayyiz (mencapai umur). Kemudian untuk orang yang berada di bawah pengampuan wali dengan alasan amat dungu (safih) hukumnya seperti mumayyiz, akan tetapi tindakan-tindakan hukum sebelum mencapai usia baligh diperlukan izin dari wali, apabila pengampu mengizinkan perjanjian gadai dapat dilakukan, tetapi apabila wali tidak mengizinkan maka perjanjian gadai tersebut batal menurut hukum.27

b. Syarat barang gadai (marhun)

Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat antara lain harus dapat diperjualbelikan, berupa harta yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syari’ah, diketahui keadaan

26 Sayid Sabiq, Fiqih . . . , 141.

(37)

29

fisiknya, maka piutang diterima secara langsung dan dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya.28

Salah satu syarat bagi marhun adalah penguasaan marhun oleh muntahin. Mengenai penguasaan barang yang digadaikan, maka pada dasarnnya dalam firman Allah “maka hendaklah ada barang yang

digadaikan (oleh yang berhutang)” tetapi ulama masih berselisih

pendapat, apakah penguasaan barang ini merupakan syarat kelengkapan ataukah syarat sahnya gadai. Selama belum terjadi penguasaan, maka akad gadai tidak mengikat bagi orang yang menggadaikan. Bagi fuqaha yang menganggap penguasaan sebagai syarat kelengkapan akad gadai itu sudah mengikat dan orang yang menggadaikan sudah dipaksa untuk menyerahkan barang kecuali bila penerima gadai tidak mau adanya penentuan demikian.29

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Gadai

Para pihak (pemberi dan penerima gadai) masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajibannya sebagai berikut:30

1. Hak dan kewajiban pemberi gadai (rahin) a. Hak pemberi gadai

28 Ibid., 168.

29 Ibnu Rusyd, Analisis Fiqih Para Mujtahid, terj. Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun,

(Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 308.

(38)

30

1) Pemberi gadai mempunyai hak untuk mendapatkan kembali barang miliknya setelah melunasi utangnya.

2) Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai apabila hal itu di sebabkan oleh kelalaian penerima gadai.

3) Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari penjualan barangnya setelah dikurangi biaya pelunasan utang dan biaya lainnya.

4) Pemberi gadai berhak meminta kembali barangnya apabila penerima gadai telah jelas menyalahgunakan barangnya.

b. Kewajiban pemberi gadai

1) Pemberi gadai berkewajiban untuk melunasi utang yang telah diterimanya dari penerima gadai dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.

2) Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi utangnya kepada pemegang gadai.31

2. Hak dan kewajiban penerima gadai (murtahin) a. Hak penerima gadai (murtahin)

(39)

31

1) Penerima gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan, apabila pemberi gadai pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibanya sebagai orang yang berhutang.

2) Penerima gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan barang jaminan.

3) Selama utangnya belum dilunasi, maka penerima gadai berhak untuk menahan barang jaminan yang diserahkan oleh pemberi gadai. b. Kewajiban penerima gadai (murtahin)

1) Penerima gadai berkewajiban bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya harga barang yang digadaikan jika itu semua atas kelalaianya.

2) Penerima gadai tidak dibolehkan menggunakan barang yang di gadaikan untuk kepentingan pribadi.

3) Penerima gadai berkewajiban untuk memberitahu kepada pemberi gadai sebelum di adakan pelelangan barang gadai.32

Dalam perjanjian gadai baik pemberi gadai atau penerima gadai tidak akan lepas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Hak penerima gadai adalah menahan barang yang digadaikan, sehingga orang yang menggadaikan barang dapat melunasi barangnya. Sedangkan hak menahan barang gadai adalah bersifat menyeluruh, artinya jika seseorang menggadaikan barangnya dengan jumlah tertentu, kemudian ia melunasi sebagiannya, maka keseluruhan barang gadai masih berada di tangan penerima gadai, sehingga

(40)

32

rahinmenerima hak sepenuhnya atau melunasi seluruh utang yang ditanggungnya.33

Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan tidak boleh bila yang menerima gadai menjual barang gadai yang diterimanya dengan syarat harus dijual setelah jatuh tempo dan tidak sanggup ditebus olehnya tetapi harus dijual belikan oleh pemberi gadai, atau wakilnya dengan seizin murtahin (yang menerima gadai). Jika pemberi gadi tidak mau menjual barang tersebut, maka yang menerima gadai berhak mengajukan tuntutan kepada hakim.34

E. Pandangan Ulama tentang Memanfaatkan Barang Gadai

Pada dasarnya segala sesuatu yang diperbolehkan untuk dijual, maka boleh untuk dijadikan jaminan (borg) atas utang. Selain itu juga barang yang dijadikan jaminan sudah ada pada saat perjanjian terjadi, sehingga memungkinkan bagi barang itu untuk diserahkan seketika kepada murtahin dan barang tersebut mempunyai nilai menurut syara’. 35

Persoalan lain adalah apabila yang dijadikan barang jaminan itu adalah binatang ternak. Menurut sebagian ulama Hanafiyah, murtahin boleh

33 Ibnu Rusyd, Analisis Fiqih. . .,311.

34 Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam : Tinjauan Antar Mazhab, (Semarang:

Pustaka Risky Putra, 2001), 366.

35 Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Terjemah Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka

(41)

33

memanfaatkan hewan ternak itu apabila mendapat izin dari pemiliknya.36

Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanafiyah berpendirian bahwa apabila hewan itu dibiarkan saja, tanpa diurus pemiliknya, maka murtahin boleh memanfaatkannya, baik seizin pemiliknya maupun tidak, karena membiarkan hewan itu tersia-sia, termasuk dalam larangan Rasulullah.37

Ulama Hanabilah berpendapat bahwa apabila yang dijadikan barang jaminan itu adalah hewan, maka pemegang barang jaminan berhak untuk mengambil susunya dan mempergunakanya, sesuai dengan jumlah biaya pemiliharaan yang dikeluarkan pemegang barang jaminan.38 Hal tersebut dijelaskan dalam hadits yaitu:

ىأ نعو

ىضر ةرير

ها ىلص هاوسر لاق : لاق ه ع َاعت ها

رهظلا ملسو هيلع

برشيردلا نلو ،انو رم ناك اذا هتقف ب بكري

اور( .ةقف لا برشيو بكري ىذلا ىلعو ،انو رم ناك اذا هتقف ب

)ىراخبلا

Artinya: “Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: binatang tunggangan yang dirungguhkan atau diborgkan harus ditunggangi dipakai, disebabkan ia harus dibayar, air susunya boleh diminum diperas untuk pembayaran ongkosnya, orang yang menunggangi dan meminum air

susunya harus membayar.”39

36 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh, Jilid V, (Beirut: Dar Ar-Fikr, 1984),

256.

37 Fathi Ad-Duraini, Al-Fat Al-Islami Al-Muqaram Ma’al Al-Mazzahib, (Demaskus: Mathba’ah

Ath-Tharriyin, 1979), 555.

38 Ibid., 432-433

(42)

34

Hadits di atas menerangkan bahwa binatang yang dijadikan jaminan boleh diambil manfaatnya seperti untuk tunggangan, diminum air susunya hal ini disebabkan karena adanya biaya yang telah dikeluarkan untuk pemeliharaan tetapi apabila hasil ternaknya ada kelebihannya, maka kelebihan itu dibagi rata antara murtahin dan rahin. Dan apabila orang yang menunggangi dan yang minum air susunya tidak membaginya maka orang tersebut harus membayar kelebihan itu. Akan tetapi menurut ulama Hanabilah, apabila barang jaminan itu bukan hewan atau sesuatu yang tidak memerlukan biaya pemiliharaan, seperti tanah, maka pemegang gadaitidak boleh memanfaatkanya.40

Ulama Hanafiyah mengatakan apabila barang jaminan itu hewan ternak, maka pihak penerima gadai boleh memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari pemilik barang. Sedangkan ulama Malikiyah dan

Syafi’iyah mengatakan bahwa kebolehan memanfaatkan hewan ternak yang dijadikan barang jaminan oleh pemberi gadai, hanya apabila hewan itu dibiarkan saja tanpa diurus pemiliknya.41

Madzhab Maliki berpendapat gadai wajib dengan akad (setelah akad) pemberi gadai (rahin) dipaksakan untuk menyerahkan marhun untuk dipegang oleh penerima gadai (murtahin). Jika marhun sudah berada di tangan pemegang gadaian (murtahin), pemberi gadai (rahin) mempunyai hak memanfatkan, berbeda dengan pendapat Imam Asy Syafi’i yang mengatakan

40 Ibid., 162.

(43)

35

hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/ membahayakan penerima gadai (murtahin).42

Para ulama fiqih sepakat bahwa barang yang dijadikan barang jaminan itu tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali, karena tindakan itu termasuk tindakan yang menyia-nyiakan harta, akan tetapi bolehkah pihak pemegang barang jaminan (murtahin), memanfaatkan barang jaminan itu? Sekalipun mendapat ijin dari pemilik barang jaminan, dalam persoalan ini terjadi perbedaan pendapat para Jumhur ulama fiqih.43 Para ulama fiqih juga sepakat bahwa segala biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan barang-barang jaminan itu menjadi tanggung jawab pemiliknya, yaitu orang yang berhutang (rahin).44

Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Namun apabila mendapat izin dari masing-masing pihak, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Hal ini dilakukan karena pihak pemilik barang (pemberi gadai) tidak memiliki barang secara sempurna yang memungkinkan ia melakukan perbuatan hukum (barangnya sudah digadaikan). Misalnya, mewakafkan, menjual dan sebagainya sewaktu-waktu atas barang yang telah digadaikan tersebut.

42 Sayid Sabiq, Fiqh . . ., 141.

43 Abu Walid Muhammad, Bidayatul Al-Mujtahid Wanihayat Wamuqtasid, (Beirut: Dar Al-Jiil,

1409 H/1989), 272.

(44)

36

Sedangkan hak penerima gadai (murtahin) terhadap barang tersebut hanya pada keadaan atau sifat kebendaannya yang mempunyai nilai, tetapi tidak pada guna pemanfaatan/ pemungutan hasilnya. Murtahin hanya berhak menahan barang gadai, tetapi tidak berhak menggunakan atau memnfaatkan hasilnya, sebagaimana pemilik barang (pemberi gadai) tidak berhak menggunakan barangnya itu, tetapi sebagai pemilik apabila barang yang digadaikan itu mengeluarkan hasil, maka hasil itu menjadi miliknya.45

Secara jelas dapat dikatakan bahwa adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab dalam membahas pemanfaatan barang gadai di atas merupakan referensi bagi para pihak dalam transaksi gadai (rahn) untuk dapat memilih atau mencari jalan tengah dalam hal pemanfaatan barang yang digadaikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada, sehingga tujuan utama gadai sebagai pengikat pada transaksi yang tidak tunai tidak terabaikan.46

F. Fatwa MUI Tentang Rahn Emas

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn sebagai berikut:

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

45 Muhamad Sholihul Hadi, Pegadaian . . ., 54.

(45)

37

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizing rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar mengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan marhun.

a. Apabila jatuh tempo, marhun harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.

b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun

dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syari’ah.

c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.47

47 Dsn-Mui, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, (Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006),

(46)

38

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang berupa emas sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn emas dengan ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn sebagai berikut :

1. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat Fatwa DSN nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn).

2. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin).

3. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah.48

Pertimbangan DSN menetapkan fatwa tentang rahn adalah:Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang.

Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya. Agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.49

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syari’ah,

diantaranya sebagai berikut:

48 Ibid., 155-156

49 Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Dewan Syari’ah Nasional Dalam Sistem Hukum Nasional

(47)

39

1. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn.

2. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas.

3. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 09/DSN-MUI/III/2000, tentang Pembiayaan Ijaroh.\

4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 10/DSN-MUI/III/2000, tentang Wakalah.

5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.43/DSN -MUI/III/2004, tentang Ganti Rugi.50

Fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab keberadaannya sering dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah. Terlebih, adanya keterikatan antara DPS dan DSN karena anggota DPS

direkomendasikan oleh DSN. “Keterikatan itu juga ketika melakukan tugas pengawasan, DPS harus merujuk pada fatwa DSN.” Adapun kedudukannya adalah:

1. Dewan Syari’ah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama’

Indonesia.

(48)

40

2. Dewan Syari’ah Nasional membantu pihak terkait, seperti departement keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan atau

ketentuan untuk lembaga keuangan syari’ah.

3. Anggota Dewan Syari’ah Nasional terdiri dari para ulama’, praktisi, dan

para pakar dalam bidang yang terkait dengan Muamalah syari’ah.

4. Anggota Dewan Syari’ah National ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun.51

(49)

BAB III

MEKANISME GADAI EMAS DANSTRATEGI

PENYELAMATAN PEMBIAYAAN GADAI EMAS

A.Gambaran Umum BNI Syariah

1. Latar Belakang berdirinya BNI Syariah

Sistem Syariah yang terbukti dapat bertahan dalam tempaan krisis

moneter 1997, meyakinkan masyarakat bahwa sistem tersebut kokoh dan

mampu menjawab kebutuhan perbankan yang transparan. Berdasarkan hal

itu dan mengacu pada UU no 10 Tahun 1998, mulailah PT Bank Negara

Indonesia (Persero ) merintis Divisi Usaha Syariah.

Berawal dari 5 kantor Cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan,

Jepara dan Banjarmasin yang mulai beroperasi tanggal 29 April 2000, kini

BNI Syariah memiliki lebih dari 20 Cabang di seluruh Indonesia. Untuk

memperluas layanan pada masyarakat, masing-masing kantor cabang utama

tersebut membuka kantor-kantor cabang pembantu syariah (KCPS),

sehingga keseluruhan kantor cabang syariah sampai tahun 2007 berjumlah

54 buah. Selanjutnya berlandaskan peraturan Bank Indonesia No 8/3/

PBI/2006 tentang pemberian ijin bagi kantor cabang Bank konvensional

yang memiliki unit usaha syariah untuk melayani pembukaan rekening

produk dana syariah, BNI Syariah merespon ketentuan ini dengan cara

(50)

42

channelling”. Hingga saat ini outlet layanan syariah pada kantor cabang

konvensional berjumlah 636 outlet.

Pada tahun 2000 BNI syariah membuka 5 kantor cabang syariah

sekaligus dikota-kota petensial yakni Yogyakarta, Malang, Pekalongan,

Jepara, dan Banjarmasin, tahun 2001 BNI Syariah membuka 5 Kantor

Cabang Syariah yang difokuskan di kota-kota besar Indonesia seperti ;

Jakarta (2 cabang), Bandung , Makasar, dan Padang.

Pada tahun 2004 BNI syariah prima cabang Surabaya beroperasi di

surabaya berlokasi di jalan raya darmo nomor 127 surabaya. BNI syariah

prima cabang surabaya di dirikan pada tahun 2004, yang mana

membuktikan kinerja yang baik, dan terbukti dengan diterimanya

penghargaan untuk BNI syariah prima kantor cabang surabaya sebagi

cabang yang miliki kinerja terbaik tahun 2005 dan 2006, berupa tingkat

pertumbuhan yang mencapai 140 % untuk laba dan 35 % untuk

pembiayaan pada tahun 2006. yang mana syarat atau ketentuan menjadi

nasabah dari BNI syariah ini nasabah harus menabung dengan jumlah uang

sebesar 250.000 keatas, dengan berlalu waktu dan pasar-pasar uang

semakin menurun maka BNI Syariah merubah BNI Syariah prima menjadi

BNI Syariah Reguler yang beralokasi di jalan Bukit darmo Boulevard no

8A Surabaya. Dan sampai sekarang Bank BNI ini masih tetap eksis di

(51)

43

2. Visi dan Misi BNI Syariah

a. Visi BNI Syariah

Menjadi Bank Syariah yang unggul dalam layanan dan kinerja

dengan menjalankan bisnis sesuai kaidah sehingga insya Allah

membawa berkah.

b. Misi BNI Syariah

Secara istiqomah melaksanakan amanah untuk memaksimalkan

kinerja dan layanan perbankan dan jasa keuangan syariah sehingga dapat

menjadi Bank Syariah kebanggaan anak negeri.1

3. Prospek Bank BNI Syariah

Prospek Bank BNI Syariah ke depan dapat diidentifikasi sebagai

berikut :

a. Memiliki kekuatan (strenght), diantaranya :

1) Dukungan umat islam.

2) Adanya kerinduan umat terhadap praktik ekonomi syariah.

3) Di tanggani sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman.

4) Pelayanan yang prima.

b. Memiliki peluang (opportunity), diantaranya :

1) Makin banyak kajian-kajian yang meningkatkan kesadaran umat

islam untuk bertransaksi secara syariah

(52)

44

2) Dengan dikeluarkannya fatwa MUI tentang bunga bank membuka

peluang pada Bank BNI Syariah yang tidak menggunakan sistem

bunga untuk berkembang.

3) Munculnya berbagai macam lembaga bisnis syariah.2

4. Struktur Organisasi, Tugas, dan Jabatannya

Setiap personil di Bank BNI Syari’ah Surabaya memiliki Tugas

dan wewenang sebagai berikut :

a. Pemimpin Cabang

1) Memimpin dan bertanggung jawab penuh atas seluruh aktivitas

Kantor Cabang Syariah dan Kantor Pembantu Syariah terutama

dalam hal meningkatkan kualitas Asset & Liabilities, mutu layanan

dalam yang unggul terhadap nasabah, pengembangan dan pengedalian

usaha dan pengelolahan administrasi Cabang sehingga dapat

memberikan kontribusi laba yang nyata terhadaap BNI.

2) Bertanggung jawab sepenuhnya untuk membina daan

mengembanngkan kepegawaian Kantor Cabang Syariah dan Kantor

Cabang Pembantu Syariah dalam usaha meningkatkan Prestasi dan

mutu kerja para Pegawai.

3) Bertanggung jawab sepenuhnya atas pelaksanan fungsi menegemen

secara optimal melalui pembentukan komitmen-komitmen yang

melibatkan Kantor Cabang Syariah dan Kantor Cabang Pembantu

(53)

45

Syariah secara berkesinambungan sehinga berjalan dan berfungsi

secara efek

Referensi

Dokumen terkait

Gadai masuk dalam akad qardh atau akad yang memberikan pinjaman kepada nasabah ini merupakan pelengkap dari produk pembiayaan di suatu bank dengan menjaminkan suatu

Strategi Pemasaran Produk Gadai Emas (Rahn) pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Cipulir .... Implementasi Promosi Produk Gadai Emas (Rahn) pada Bank

pembiayaan pada masyarakat non bank, dengan pokok kajian (1) Dasar hukum Gadai Emas Syariah sebagai pembiayaan, (2) Syarat dan prosedur pembiayaan melalui akad Rahn, serta

SISTEM AKUNTANSI PEMBIAYAAN GADAI EMAS PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI KANTORi. CABANG GAJAH

Mudharabah di BNI Syariah Cabang Banjarmasin. Analisis nasabah yang kurang tepat akan mengakibatkan suatu pembiayaan kedepannya akan berisiko. Dikarena pada histori

Bank BNI Syariah Kantor Cabang Dharmawangsa, keputusan penempatan posisi kerja didasarkan pada hasil wawancara psikologi yang dilakukan oleh Tim EXPERD dan hanya dilakukan satu

Dalam Rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa (ijarah) atau penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan akad pendamping dari gadai syariah yaitu akad ijarah (PSAK 107)

1) Akad rahn yaitu akad penyerahan barang atau harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan. 2) Akad ijarah (ujroh), yaitu suatu akad pemindahan