• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SYARI’AH SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SYARI’AH SURABAYA."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI Oleh EVA NUR AINI NIM. C02211018

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

Skripsi dengan judul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian

Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya‛ adalah hasil

penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana proses penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT. BTN (Persero) Tbk. KCS Surabaya? Bagaimana analisis hukum Islam terhadap perjanjian KPR pada PT. BTN (Persero) Tbk. KCS Surabaya?

Metode penelitian ini yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif dengan deskriptif analisis, yaitu analisis yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Hasil penelitian mengetahui bahwa pelaksanaan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR Platinum iB yang menggunakan akad mura>bah}ah di BTN Syari’ah Surabaya telah menerapkan cara yang sesuai dengan pedoman yang ada dalam fatwa DSN bahwa sistem pembayaran dalam akad mura>bah}ah pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah. Namun apabila nasabah

melakukan tindakan wanprestasi, maka BTN Syari’ah Surabaya menggunakan

rescheduling untuk nasabah yang masih beri’tikad baik yang sesuai dengan fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005. Namun pada rescheduling yang dilakukan oleh BTN

Syari’ah Surabaya memberikan denda terhadap nasabah tersebut. Denda yang dimaksud yaitu biaya tambahan untuk nasabah, karena bank menggunakannya untuk biaya administrasi. Tetapi jika nasabah tidak mempunyai i’tikad baik untuk mengangsur sisa utang yang dimiliki nasabah, maka bank melakukan tindakan eksekusi terhadap nasabah tersebut. Dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh BTN Syari’ah Surabaya.

(6)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah………... 6

C. Rumusan Masalah………..……….. 8

D. Kajian Pustaka………..………... 8

E. Tujuan Penelitian………...……… 10

(7)

xii

G. Definisi Operasional………..………. 11

H. Metode Penelitian………...……… 12 I. Sistematika Pembahasan………..……….. 18

BAB II AKAD MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Akad Mura>bah}ah………..………… 20 B. Landasan Hukum Akad Mura>bah}ah………... 23

C. Rukun dan Syarat………... 25

D. Jenis Mura>bah}ah………..……... 26 E. Manfaat Mura>bah}ah………..………. 27 F. Berakhirnya Akad Mura>bah}ah………... 27 G. Pendapat Ulama Tentang Akad Mura>bah}ah………..…… 29

H. Akibat Wanprestasi……….... 31

I. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang

Penjadwalan Kembali Tagihan Mura>bah}ah... 32 BAB III PROSES PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. KANTOR CABANG SYARIAH SURABAYA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat BTN Syariah………..… 34

2. Profil BTN Syariah………..……… 37

3. Visi dan Misi………..……….. 38

4. Struktur Organisasi………..……….... 40

5. Etika Bank BTN Syariah………..………... 41

6. Produk dan Aplikasi Akad………..……. 42

(8)

xiii

B. Aplikasi Perjanjian KPR Platinum iB PT. BTN (Persero) Tbk. KCS Surabaya 1. Proses Penyaluran Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum

iB BTN Syariah……… 48

2. Aplikasi Pengajuan KPR Platinum iB Syariah……… 50 C. Proses Penyelesaian Wanprestasi KPR pada PT>. BTN KCS Surabaya…… 52 D. Kasus yang Terjadi pada Nasabah Wanprestasi……… 56

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (Persero) Tbk. KANTOR CABANG SYARIAH SURABAYA

A. Aplikasi Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian KPR Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya………..………… 59

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian KPR pada PT>. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya…… 64 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………... 67

B. Saran………... 68

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan masyarakat di Indonesia berkaitan erat dengan kebutuhan

pokok atau kebutuhan primer. Kebutuhan pokok tersebut merupakan kebutuhan

yang sangat mendasar, antara lain kebutuhan akan pangan, sandang dan papan.

Melihat perkembangan populasi penduduk Indonesia saat ini yang semakin

bertambah, maka kebutuhan masyarakatpun semakin tinggi, salah satunya adalah

kebutuhan akan papan atau rumah.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer. Dengan terpenuhinya

kebutuhan akan rumah maka dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan

masyarakat serta akan terciptanya suasana kerukunan hidup keluarga dan

masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, Pemerintah

menyediakan dan menyelenggarakan program yang ditujukan untuk tercapainya

tujuan tersebut melalui program kredit rumah bagi masyarakat.

Program kredit rumah ini dilaksanakan oleh Bank yang mempunyai fungsi

atau kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Sesuai dengan isi pasal 1 angka 2

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undnag No.

(10)

dan menyalurkan kepada masyarkat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak‛.1

Sejarah perkembangan industri perbankan syari’ah di Indonesia diawali dari

aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah

alternatif sistem perbankan yang Islami. Perkembangan dunia perbankan terus

mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Berdasarkan UU perbankan no. 7

tahun 1992 dan PP RI no. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi

hasil yang kemudian dijabarkan dalam Surat Edaran BI No.25/4/BPPP tanggal 29

Februari 1993, dunia perbankan terus tumbuh dan berkembang dengan catatan

prestasi yang menggembirakan.

Bank berdasarkan prinsip syari’ah, seperti halnya bank konvensional adalah

berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu

mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut

kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.

Bedanya hanyalah bahwa bank syari’ah melakukan kegiatan usahanya tidak

berdasarkan bunga atau bebas bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip

pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS

principle).2

1 Sultan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta,

Kecana Prenada Media Grup Cetakan Pertama, 2014), 32.

(11)

Pada syari’ah juga ada produk dana seperti tabungan atau deposito seperti

wa>diah} dan mudha>ra>bah}, sedangkan produk kredit terdapat produk pembiayaan

(finance) seperti mura>>>bah}ah, termasuk untuk pembiayaan rumah (KPR) dan

pembangunan property.

Berbicara masalah KPR tidak bisa dari kiprah dan peran PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. Bank milik pemerintah ini memang sudah

puluhan tahun memfokuskan layanan jasa dan produknya kepada masyarakat

dalam pemberian KPR, juga membuka layanan yang sama pada PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. Syari’ah dengan produk unggulannya KPR

Syari’ah. Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) PT. Bank Tabungan

Negara (Persero) Tbk. Syari’ah untuk pembiayaan masyarakat yang ingin

mendapatkan rumah cukup pesat.

PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya merupakan salah

satu bank syari’ah Indonesia yang menjalankan konsep mura>>>bah}ah yaitu jual beli

barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati.3 Mura>>>bah}ah adalah produk

pembiayaan yang paling banyak digunakan oleh perbankan syari’ah di dalam

kegiatan usaha. Landasan syari’ah pada akad mura>>>bah}ah yaitu berlandaskan

al-qur’an dan al-hadis.4 Menurut pengetahuan Ashraf Usmani sebagaimana yang

dikutip Sutan Remy Sjahdeini, pengurus dan pejabat bank syari’ah dan unit usaha

Indonesia, diperkirakan lebih dari 80% produk investasi dan pembiayaan dari

(12)

bank syari’ah dan unit usaha syari’ah di Indonesia berupa transaksi mura>>>bah}ah.5

PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya memberikan pelayanan

pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Produk KPR yang ditawarkan oleh

PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya ini diantaranya KPR

BTN Platinum iB dan KPR BTN Indent iB.6 Pada penelitian ini berfokus pada

produk KPR BTN Platinum iB. Maksud produk KPR BTN Platinum iB disini

adalah pembelian rumah dengan akad berdasarkan prinsip mura>>>bah}ah.7

Mura>>>bah}ah merupakan produk pembiayaan perbankan syari’ah yang dilakukan

dengan mengambil bentuk transaksi jual beli. Namun mura>>>bah}ah bukan transaksi

jual beli biasa antara satu pembeli dan satu penjual saja sebagaimana yang kita

kenal dalam dunia bisnis perdagangan di luar perbankan syari’ah. Pada perjanjian

mura>>>bah}ah, bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan oleh

nasabahnya dengan membeli terlebih dahulu barang itu dari pemasok barang dan

setelah kepemilikan barang itu secara yuridis berada ditangan bank, kemudian

bank tersebut menjualnya kepada nasabah dengan menggunakan suatu mark-up

margin atau keuntungan dimana nasabah harus diberitahu oleh bank berapa harga

beli bank dari pemasok dan menyepakati berapa besar mark-up/margin

(keuntungan) yang ditambahkan keatas harga beli bank tersebut.8

5 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah; Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta:

Kencana, cet. I, 2014), 190-191.

6 http://btn.co.id/syariah di akses 18 Oktober 2014 7 Ibid.

(13)

Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya ditemui

adanya permasalahan mengenai wanprestasi. Terjadinya wanprestasi senantiasa

diawali dengan hubungan kontraktual. Kontrak dibuat sebagai instrument yang

secara khusus mengatur hubungan hukum antara kepentingan yang bersifat privat

atau perdata khususnya dalam pembuatan kontrak.9 Keabsahan kontrak

merupakan hal yang esensial dalam hukum kontrak. Pelaksanaan isi kontrak yakni

hak dan kewajiban hanya dapat dituntut oleh pihak yang satu kepada pihak yang

lain demikian pula sebaliknya, apabila kontrak yang dibuat itu sah menurut

hukum. Kontrak yang sah tidak boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak.10

Wanprestasi disini merupakan suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak

memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur mempunyai

unsur salah. Maksud unsur salah adalah adanya unsur salah pada debitur yang

tidak dipenuhi kewajiban itu sebagaimana mestinya. 11 Menurut hukum perdata,

analisa kredit dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya wanprestasi

atau ingkar janji, sedangkan menurut dunia perbankan hal ini disebut kredit macet

yaitu suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit

bank tepat pada waktunya.

Ketika marketing PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya

menyetujui KPR yang diajukan oleh nasabah, sehingga proses KPR itu berjalan

9 Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir dari Hubungan

Kontraktual, (Jakarta, Prestasi Pustaka 2011), 49.

10 Ibid., 51.

11 J. Satrio: Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, (Bandung: Citra Aditya

(14)

sampai beberapa kali pembayaran, terkadang ada nasabah di tengah pembayaran

mengalami wanprestasi. Biasanya, kendala yang dihadapi oleh nasabah tersebut

karena permasalahan yang tidak terduga. Dengan adanya kasus yang dialami

diatas, PT. BTN (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya melakukan

restrak atau reschedulling terhadap nasabah yang tidak mengangsur sesuai dengan

penetapan waktu yang telah ditentukan. Permasalahan ini sesuai dengan

penetapan Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan

Kembali Tagihan Murabahah dan sesuai dengan Kompilasi Hukum Ekonomi

Syari’ah pasal 126. Oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian skripsi

dengan judul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian Wanprestasi dalam

Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara

(Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya‛

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi

masalah dalam penelitian ini, antara lain:

a. Aplikasi produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum IB atau

mura>ba}hah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang

(15)

b. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan

Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya

c. Faktor-faktor terjadinya wanprestasi pada perjanjian Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor

Cabang Syari’ah Surabaya

d. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di

PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah

Surabaya

2. Batasan Masalah

Batasan masalah diperlukan agar fokus pada permasalahan tertentu.

Batasan masalah dalam penelitian ini sebagaimana berikut:

1. Aplikasi produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum IB atau

mura>ba}hah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang

Syari’ah Surabaya

2. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT. Bank Tabungan

Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya

C.Rumusan Masalah

Dari uraian diatas permasalahan yang ingin dibahas atau dikaji dalam

(16)

1. Bagaimana proses penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT.

Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap perjanjian KPR pada PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang penelitian yang sudah

pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas

bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau

duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Beberapa penelitian yang telah ada berkaitan dengan judul yang peneliti

teliti antara lain adalah karya:

1. Widya Nur Istanti yang berjudul ‚Prosedur Pelaksanaan Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCP Universitas

Sebelas Maret Surakarta‛. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

prosedur pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah serta

kendala-kendala dan cara penyelesaian masalah yang dihadapi. Perbedaan penelitian

terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu sampel yang diteliti, penlitian

sekarang membahas mengenai penyelesaian wanprestasi.12

12

(17)

2. Fahmi Fahdian Aziz, penelitian ini mengenai ‚Efektivitas Pengawasan Bank

Tabungan Negara (BTN) Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Kredit

Bermasalah‛. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

terletak pada pembahasan mengenai perjanjian KPR dan mencegah

terjadinya kredit bermasalah. Perbedaan penelitian terdahulu dengan

penelitian sekarang yaitu sampel yang diteliti.13

3. Sugiawati, penelitian ini mengenai ‚Analisis Kredit Kepemilikan Rumah

(KPR) dengan akad pembiayaan mura>ba}hah di BNI Syari’ah cabang

Medan.‛ Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang

terletak pada pembahasan mengenai perjanjian KPR dan menggunakan data

deskriptif. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu

pada penelitian sekarang membahas mengenai wanprestasi sedangkan pada

penelitian terdahulu hanya membahas mengenai perjanjian.14

4. Detty Kristiana Widayat, penelitian ini mengenai ‚Pelaksanaan Akad

Murabahah dalam pembiayaan pembelian rumah (PPR) di Bank Danamon

Syari’ah Kantor cabang Solo‛. Persamaan penelitian terdahulu dan

penelitian sekarang yaitu terletak pada pembahasan mengenai pembiayaan

13

Fahmi Fahdian Aziz, ‛ Efektivitas Pengawasan Bank Tabungan Negara (BTN) Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Kredit Bermasalah‛, (Skripsi-- Universitas Brawijaya Malang, 2006), 114.

14 Sugiawati, ‚Analisis Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dengan akad pembiayaan mura>ba}hah di

(18)

kredit rumah. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian

sekarang yaitu terletak pada penyelesaian wanprestasi.15

E.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan perjanjian Kredit pemilikan

Rumah (KPR) di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang

Syari’ah Surabaya.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

Kantor Cabang Syari’ah Surabaya melakukan penyelesaian jika nasabah

melakukan wanprestasi.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan pembahasan permasalah dan penulisan ini, diharapkan

berguna dan memiliki nilai guna sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

15 Detty Kristiana Widayat, ‚Pelaksanaan Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Pembelian

(19)

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman

studi hukum Islam mahasiswa fakultas syari’ah dan hukum pada

umumnya dan mahasiswa prodi Muamalah pada khususnya.

2. Secara praktis

a. Dapat memberikan informasi tambahan maupun pembanding bagi

peneliti berikutnya untuk membuat karya tulis yang lebih sempurna.

b. Dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai penyelesaian wanprestasi

dalam perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) di PT. Bank Tabungan

Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.

G. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian

Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya‛

Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul tersebut adalah:

1. Hukum Islam : Aturan yang menyangkut pendapat para

ulama’ tentang aturan dan larangan yang sesuai

dengan aturan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional.

2. Penyelesaian Wanprestasi : Langkah-langkah yang ditempuh untuk

(20)

kredit pemilikan rumah (KPR) pada PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya

3. Perjanjian KPR : Suatu persetujuan dengan dua orang untuk

saling mengikatkan diri dalam pembiayaan

kredit pemilikan rumah (KPR) pada PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS

Surabaya. Pembiayaan ini menggunakan akad

mura>bah}ah.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)

yakni penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya16 terhadap

penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT. Bank Tabungan

Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini memuat segala sesuatu yang berkaitan

dengan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian ini

adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yakni

(21)

penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada

sekarang berdasarkan data-data dengan menyajikan data, menganalisis, dan

menginterprestasikannya.

3. Data yang dikumpulkan

Data yang diperlukan dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam

rumusan masalah yakni data tentang proses perjanjian kredit pemilikan

rumah (KPR) dan hukum Islam yang mendasari perjanjian kredit pemilikan

rumah (KPR).

Dalam pengumpulan data yang penulis pakai adalah penelitian

lapangan yaitu penelitian yang datanya diambil atau dikumpulkan dari

lapangan dimana kasus itu berada, termasuk dokumen-dokumen yang

memuat akad.

4. Sumber Data

Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini agar

mendapat data yang konkrit serta ada kaitannya dengan masalah di atas

meliputi:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah subjek penelitian yang dijadikan sebagai

sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau

pengambilan data secara langsung.17 Dalam hal ini sumber data primer

(22)

dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan langsung dari PT.

Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya,

yang terdiri dari 1 manajer, 4 karyawan, dan 1 nasabah BTN Kantor

Cabang Syari’ah Surabaya.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber

yang sudah ada.18 Sumber data sekunder meliputi literatur atau bahan

pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain:

1) Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik

2) Neni Sri Imayanti, Perbankan Syari’ah dalam Perspektif Hukum

Ekonomi

3) Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan yang

Lahir dari Hubungan Kontraktual

4) J. Satrio, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin, dan

Yurisprudensi.

5) Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah Produk-produk dan Aspek

Hukumnya.

6) Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional.

7) Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer.

8) Ismail, Perbankan Syari’ah.

18 Hendry, ‚Metode Pengumpulan Data‛, dalam

(23)

9) Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yang

ada di BTN Kantor Cabang Syari’ah Surabaya.

5. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara

langsung dari lapangan yang berkaitan dengan permasalahan diatas. Dalam

pengumpulan data tersebut penulis menggunakan metode yaitu:

a. Interview (Wawancara)

Wawancara merupakan suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan

informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan

pada para responden.19 Teknik ini digunakan untuk menggali data atau

informasi dari manajer, karyawan, dan nasabah PT. Bank Tabungan Negara

(Persero) Tbk. KCS Surabaya.

b. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengambilan data yang dilakukan dengan jalan

mempelajari dokumen-dokumen dan berkas-berkas pada instansi dan

pihak-pihak yang digunakan sebagai tahap penelitian sehingga data itu diperoleh

sebagai masukan yang berhubungan dengan pokok pembahasan.

6. Teknik pengolahan data

Setelah seluruh data terkumpul perlu adanya pengolahan data dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut:

(24)

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh dengan

memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi

kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan

serta relevansinya dengan permasalahan.20 Teknik ini digunakan penulis

untuk memeriksa kelengkapan data-data yang sudah penulis dapatkan, dan

akan digunakan sebagai sumber-sumber studi dokumentasi.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan

rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.21 Dengan

teknik ini, diharapkan penulis dapat memperoleh gambarang tentang

perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara

(Persero) Tbk. KCS Surabaya.

c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber

penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga

diperoleh kesimpulan.22

7. Teknik analisis data

Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian

dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang mengahsilkan data

20 Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara. 1997). 153 21 Ibid., 154.

(25)

deskripstif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. 23

a. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan

serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari metode ini adalah

untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara

sistemaris, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki. 24 metode ini digunakan untuk

mengetahui gambaran tentang perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.

b. Pola Pikir Deduksi

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pikir deduksi yang

berarti menggunakan pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang

berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan

fakta-fakta yang bersifat khusus. 25 Pola pikir ini berpijak pada teori-teori

akad muraba>h}ah dan hukum Islam kemudian dikaitkan dengan fakta di

lapangan tentang aplikasi konversi akad pada nasabah yang tidak

prospektif di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.

23Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya:

Airlangga University Press, 2001), 143. 24

Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), 63. 25

(26)

I. Sistematika Pembahasan

Agar penulisan dalam penelitian ini tidak keluar dari jalur yang telah

ditentukan dan lebih mudah untuk dipahami serta lebih sistematis dalam

penyusunannya, maka penulis mmbagi lima bab dalam penulisan pada penelitian

ini yang sistematikanya sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian, kegunakan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,

dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, membahas tentang dasar teori akad mura>bah}ah dalam hukum

Islam yang berisi tentang pengertian akad mura>bah}ah, dasar hukum akad

mura>bah}ah, rukun dan syarat akad mura>bah}ah, dan berakhirnya akad

mura>bah}ah.

Bab ketiga, merupakan proses penyelesaian wanprestasi di PT. Bank

Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya yang berisi

tentang gambaran umum tentang PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

Kantor Cabang Syari’ah Surabaya, aplikasi perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

(KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah

Surabaya, proses penyelesaian wanprestasi pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah

(27)

Bab keempat, berisi analisis aplikasi penyelesaian wanprestasi dalam

perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara

(Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya.

Bab kelima, berisi kesimpulan dan saran yang menyangkut penelitian yang

(28)

20

BAB II

AKAD MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Akad Mura>bah}ah

Kata akad yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt).1 Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (ar-rabt) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya tersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.2

Menurut segi etimologi, akad antara lain berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata, maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi. Pengertian akad dalam arti khusus adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-kabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.3

Sedangkan secara bahasa, mura>bah}ah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan. Dalam istilah Syari’ah, konsep mura>bah}ah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda menurut

1 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 68.

2 Gemala Dewi, Wirdiyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2005), 51.

(29)

pendapat ulama’. Diantaranya mura>bah}ah merupakan salah satu bentuk jual beli yang mengharuskan penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok) dan tambahan profit yang diinginkan dalam jual beli.4

Pendapat lain dikemukakan oleh al-Kasani sebagaimana yang dikutip Ismail Nawawi menyatakan bahwa mura>bah}ah mencerminkan transaksi jual beli, dimana harga jual merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangkan objek transaksi atau harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui oleh pembeli. Artinya pembeli diberitahu berapa harga belinya kepada supplier dan tambahan keuntungan yang diinginkan.5

Mura>bah}ah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad mura>bah}ah, penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual barang disebut dengan margin keuntungan.6

4 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,

2012), 91. 5 Ibid.

(30)

Menurut Maulana Taqi Usmani sebagaimana yang dikutip Sutan Remy Sjahdeini, mura>bah}ah pada mulanya bukan merupakan suatu cara atau moda pembiayaan (mode financing). Pada mulanya mura>bah}ah sekadar suatu sale on cost-plus basis. Namun setelah adanya konsep pembayaran tertunda, maka mura>bah}ah telah digunakan sebagai suatu moda atau cara pembiayaan dalam hal nasabah bermaksud untuk membeli suatu komoditas dengan cara menyicil pembayaran harganya. Oleh karena itu, menurut Maulana Taqi Usmani, mura>bah}ah jangan diterima sebagai suatu moda pembiayaan Islam yang ideal atau sebagai instrument universal untuk keperluan semua jenis pembiayaan. Menurut Maulana Taqi Usmani sebagaimana yang dikutip Sutan Remy Sjahdeini, mura>bah}ah hendaknya hanya diterima sebagai langkah peralihan menuju suatu sistem pembiayaan yang ideal dalam bentuk musyara>kah} atau mudha>ra>bah. Mura>bah}ah hendaknya hanya digunakan hanya digunakan terbatas kepada hal-hal di mana musya>ra}kah} atau mudha>}rabah tidak dapat digunakan sebagai cara bagi bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada nasabahnya.7

Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah memberikan definisi tentang mura>bah}ah dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d. Menurut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d tersebut, yang dimaksud dengan akad mura>bah}ah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan

(31)

menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.8

Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pembiayaan mura>bah}ah adalah fasilitas bank syari’ah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.9

Dari beberapa pengertian tersebut di atas maka akad mura>bah}ah dapat dipahami sebagai ikatan antara dua atau lebih untuk melakukan transaksi jual beli atas barang tersebut, dimana penjual menyebutkan harga pembelian kepada pembeli dengan keuntungan yang disepakati.

9 DSN MUI, Mura>bah}ah, fatwa DSN MUI. No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mura>bah}ah, 1. 10 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Saudi Arabia: Lembaga

(32)

Dalam ayat diatas, menerangkan bahwa diharamkan jual beli yang masih ada unsur riba akan tetapi jual beli mura>bah}ah merupakan salah satu bentuk jual beli yang tidak mengandung unsur ribawi dan disahkan untuk dioprasionalkan dalam praktik pembiayaan syari’ah.

 sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu‛ (Q.S An-Nisa: 29)11

Berdasarkan ayat diatas yakni Islam melarang melakukan jual beli untuk hal-hal yang sifatnya batil, dan jual beli mura>bah}ah harus dilakukan dengan suka sama-suka tanpa ada paksaan. seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.‛ (HR.

Al-Bazzar. Hadis ini sahih menurut Al-Hakim)

Dalam hadist diatas, menyarankan kepada kita untuk melakukan jual beli dengan kesepakatan antara dua pihak, yakni bank dan nasabah.

11 Ibid., 83.

(33)

C. Rukun dan Syarat Akad Mura>bah}ah

Agar suatu jual beli dapat terlaksana dengan baik (sesuai dengan aturan Islam), jika memenuhi rukun dan syarat jual beli sebagai berikut:13

a. A>qidai>n (orang yang berakad terdiri dari penjual (ba’i) dan pembeli

(mushtari’)

b. Ma’qu>d ‘alai>h, benda-benda yang diakadkan

c. Maudhu> ‘al-aqad ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad

d. Shi>ghat al-‘aqad ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang

keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan kabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab.

Berikut yarat Akad Mura>bah}ah:14 1. Penjual dan Pembeli

a. Berakal.

b. Dengan kehendak sendiri.

c. Keadaan tidak Mubadzir (pemboros). d. Baligh

2. Uang dan Benda yang dibeli (obyek yang diperjualbelikan). a. Suci.

b. Ada manfaat.

(34)

c. Keadaan barang tersebut dapat diserahkan.

d. Keadaan barang tersebut kepunyaan penjual atau kepunyaan yang diwakilkan.

e. Barang tersebut diketahui antara si penjual dan pembeli dengan terang dzat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya sehingga tidak terjadi keadaan yang mengecewakan.

D. Jenis Mura>bah}ah15

a. Mura>bah}ah Berdasarkan Pesanan (Mura>bah}ah to the purchase order)

Mura>bah}ah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.

b. Mura>bah}ah Tanpa Pesanan

Mura>bah}ah ini termasuk jenis mura>bah}ah yang bersifat tidak mengikat. Mura>bah}ah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.

(35)

E. Manfaat Mura>bah}ah16

Sesuai dengan bisnis (tija>ra}hi), transaksi mura>bah}ah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Mura>bah}ah memberi banyak manfaat kepada bank syari’ah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem mura>bah}ah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syari’ah.

Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:

a. Default atau kelalaian nasabah sengaja tidak membayar angsuran.

b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.

c. Penolakan nasabah. Barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab.

F. Berakhirnya Akad Mura>bah}ah

Menurut ketentuan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pada pasal 75, hapusnya perjanjian dilaksanakan dengan kesepakatan para pihak, dan akad penghapusan dipandang sah jika dilakukan seperti pelaksanaan perjanjian, yaitu

(36)

di sepakati oleh para pihak serta dilakukan dalam majelis. Syarat penghapusan akad adalah bahwa benda yang dijual harus sudah menjadi milik pembeli, penghapusan akad hanya berlaku pada barang yang tidak rusak, serta penurunan harga tidak mempengaruhi keabsahan penghapusan.17

Pembatalan akad kadang terjadi secara total, dalam arti mengabaikan apa yang sudah disepakati, seperti dalam khiya>r, dan kadang-kadang dengan menetapkan batas waktu ke depan, seperti dalam ijarah (sewa-menyewa) dan qardh (pinjaman), dan inilah arti fasakh dalam pengertian yang umum.18

Mengenai berakhirnya suatu akad, para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:

1. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad iu memiliki tenggang waktu.

2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat.

3. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad bisa dianggap berakhir jika;

a. Jual beli itu fa>sad, seperti terdapatnya unsur-unsur tipuan salah satu rukunnya atau syarat-syaratnya tidak terpenuhi

b. Berlakunya syarat, khiya}}>r aib, atau khiya>r rukyah c. Akad tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak

(37)

d. Tercapainya tujuan akad itu secara sempurna

4. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini para

ulama’ fiqh menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya seseorang atau salah satu pihak yang melangsungkan akad, di antaranya akad sewa-menyewa, ar-rahn, kafa>lah, as-syirkah, al-waka>lah, dan al-muzara>’ah. Akad juga akan berakhir tergantung pada persetujuan lain, apabila tidak mendapat persetujuan dari pemilik modal.

Suatu akad berahir apabila tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual.

G. Pendapat Ulama’ Tentang Akad Mura>bah}ah

Ada perbedaan di kalangan para ulama’ dalam memandang sah atau tidaknya dalam akad mura>bah}ah, hal ini disebabkan karena dalam al-qur’an

bagaimanapun juga, tidak pernah secara langsung membicarakan tentang akad mura>bah}ah, meski disana terdapat tentang acuan jual-beli, laba-rugi- dan perdagangan. Demikian pula tampaknya tidak ada hadis yang memiliki rujukan langsung kepada akad mura>bah}ah.

Para Ulama generasi awal, semisal Malik dan Syafi’i yang secara khusus

(38)

kontemporer, menyimpulkan bahwa mura>bah}ah adalah salah satu jenis jual-beli yang tidak di kenal pada jaman Nabi atau para sahabatnya. Menurutnya, para tokoh ulama mulai menyatakan pendapat mereka mengenai mura>bah}ah pada seperempat pertama abad kedua Hijriyah, atau bahkan akhir lagi. Mengingat tidak adanya rujukan lagi di dalam al-qur’an maupun hadis shahis yang diterima

umum, para fuqaha harus membenarkan mura>bah}ah dengan dasar yang lain. Malik membenarkan keabsahannya dengan merujuk pada praktik penduduk Madinah.19

Ada kesepakatan disini (Madinah) tentang keabsahan sesorang yang membelikan pakaian di kota, dan kemudian ia membawanya ke kota lain untuk menjualnya lagi dengan suatu keuntungan yang di sepakati.

Adapun Syafi’i, tanpa menyandarkan pada suatu teks syari’ah berkata:

‚Jika seseorang menunjukkan suaru barang kepaa seseorang dan berkata,

‚belikan barang (seperi) ini untukku dan aku akan member keuntungan sekian,‛

lalu orang itu membelinya, maka jual beli ini adalah sah.‛

Fiqih Mazhab Hanafi, Marghinani, membenarkan keabsahan mura>bah}ah berdasarkan bahwa syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual-beli dalam mura>bah}ah dan juga karena orang memerlukannya. Fiqih dari Mazhab

(39)

Syafi’i, Nawawi cukup mengatakan: Mura>bah}ah adalah boleh tanpa penolakan sedikitpun.20

H. Akibat Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu peristiwa, di mana debitur tidak memenuhi kewajiban perikatannya dengan baik dan mempunyai unsur salah atas tidak dipenuhinya kewajiban perikatan itu.21 Kewajiban debitur selalu dikaitkan dengan perikatan dan karenanya disebut kewajiban perikatan.

Wanprestasi berkaitan tidak terpenuhinya kewajiban perikatan atau dengan perkataan lain berkaitan dengan masalah pembayaran perikatan. Membayar dalam hukum merupakan suatu istilah teknis, suatu istilah dengan arti tertentu. Perikatan wajib dipenuhi karena tujuan pokok suatu perikatan. Tidak memenuhi kewajiban perikatan diluar sepakat kreditur merupakan suatu pelanggaran. Suatu perikatan jika dipenuhi atau dengan perkataan lain, maka dibayar oleh debitur sebagaimana disyaratkan, jadi perikatan itu telah mencapai tujuannya, dengan akibat pada asasnya perikatan itu menjadi hapus.22

Hak menuntut ganti rugi atas dasar wanprestasi muncul jika debitur salah berprestasi atau sama sekali tidak berprestasi tanpa ada unsur pembenar. Dalam kaitannya dengan hak untuk menuntut pembatalan perjanjian disertai atau tanpa

20 Digital Library, IAIN Walisongo Semarang, 30.

21 J. Satrio, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, (Bandung: PT. Citra

(40)

disertai dengan tuntutan ganti rugi. Wanprestasi dikatakan sebagai keadaan tidak berprestasi yang akibatnya bisa ditanggungkan kepada debitur. Jika tidak ada tuntutan serta berupa tuntutan untuk mengganti rugi, tetap saja dikatakan akibat wanprestasi ditanggungkan kepada debitur. Salah satu cara untuk menetapkan debitur dalam keadaan wanprestasi adalah dengan melancarkan pernyataan lalai yang diwujudkan dalam bentuk suatu somasi. Somasi sebagi sarana untuk menyatakan debitur dalam keadaan lalai.23

I. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Mura>bah}ah

a. Bahwa sistem pembayaran dalam akad mura>bah}ah pada Lembaga Keuangan

Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu

yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah.

b. Bahwa dalam hal nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan.

c. Bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan dengan cara yang tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam.

d. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam, Dewan Syari’ah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa sebagai

pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.

(41)

Fatwa tentang penjadwalan kembali tagihan mura>bah}ah mempunyai ketentuan penyelesaian sebagai berikut:

a. LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan mura>bah}ah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:

1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa

2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil 3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua

belah pihak.24

(42)

34

BAB III

PROSES PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KPR PADA

PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG

SYARI’AH SURABAYA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat BTN Syari’ah1

Berawal dari adanya perubahan peraturan perundang-undangan

perbankan oleh pemerintah dari UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 menjadi

Perbankan No. 10 Tahun 1998, dunia perbankan nasional menjadi marak

dengan boomingnya bank syari’ah. Persaingan dalam pasar perbankan pun

kian ketat. Belum lagi dengan dikeluarkannya PBI No. 4/1/PBI/2002 tentang

perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank

umumberdasarkan prinsip syari’ah oleh bank umum konvensional, jumlah

bank syari’ah pun bertambah dengan banyaknya UUS (Unit Usaha Syari’ah).

Maka manajemen PT. Bank Tabungan Negara (Persero), melalui rapat

komite pengarah tim implementasi restrukturasi Bank BTN tanggal 12

Desember 2013, manajemen bank BTN menyusun rencana kerja dan

perubahan anggaran dasar untuk membuka UUS agar dapat bersaing di pasar

perbankan syari’ah.

1

(43)

Untuk mengantisipasi kecenderungan tersebut, maka PT Bank

Tabungan Negara (Persero) pada Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 16

Januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27

Oktober 2004 oleh Emi Sulistyowati, SH Notaris di Jakarta yang ditandai

dengan terbentuknya divisi syari’ah berdasarkan Ketetapan Direksi No.

14/DIR/DSYA/2004. Pembentukan Unit Usaha Syari’ah ini juga untuk

memperkokoh tekad ajaran Bank BTN untuk menjadikan kerja sebagai

bagian dari ibadah yang tidak terpisah dengan ibadah-ibadah lainnya.

Selanjutnya Bank BTN Unit Usaha Syari’ah disebut BTN Syari’ah dengan

motto Maju dan Sejahtera Bersama.

Dalam pelaksanaan kegiatannya, Unit Usaha Syari’ah didampingi oleh

Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang bertindak sebagai pengawas,

penasehat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Devisi Syari’ah, dan

Pimpinan Kantor Cabang Syari’ah mengenai hal-hal yang terkait dengan

prinsip syari’ah. Pada bulan November 2004 dibentuklah struktur organisasi

kantor cabang syari’ah PT. BTN. Dimana setiap kantor cabang syari’ah

dipimpin oleh satu orang kepala cabang yang bertanggung jawab kepada

kepala devisi syari’ah. Yang pada saat bersamaan Dirut Bank BTN meminta

rekomendasi penunjukan DPS dan pada tanggal 3 Desember 2004, Dirut

Bank BTN menerima surat rekomendasi DSN/MUI tentang penunjukkan

(44)

oleh DSN/MUI sebagai DPS bagi BTN Syari’ah, yaitu Drs. H. Ahmad Nazri

Adlani, Drs. H Mohammad Hidayat, MBA, MBL, dan Dr. H. Endy M.

Astiwara, MA, AAIJ, FIIS, CPLHI, ACS.

Pada tanggal 15 Desember 2004, Bank BTN menerima surat

persetujuan dari BI, Surat No. 6/1350/DPbs perihal persetujuan BI mengenai

prinsip KCS (Kantor Cabang Syari’ah) Bank BTN. Maka tanggal inilah yang

diperingati secara resmi sebagai hari lahirnya BTN Syari’ah. Yang secara

sinergi melalui persetujuan dari BI dan Direksi PT. BTN maka dibukalah

KCS Jakarta pada tanggal 14 Februari 2005. Diikuti pada tanggal 25 Februari

2005 dengan dibukanya KCS Bandung kemudian pada tanggal 17 Maret 2005

dibuka KCS Surabaya yang secara berturut-turut tanggal 4 dan tanggal 11

April 2005 KCS Yogyakarta dan KCS Makassar dan pada bulan Desember

2005 dibukanya KCS Malang dan Solo.

Pada tahun 2007, Bank BTN telah mengoperasikan 12 (dua belas)

Kantor Cabang Syari’ah dan 40 Kantor Layanan Syari’ah (Office Chanelling)

pada kantor-kantor cabang dan cabang pembantu konvensional kantor cabang

syari’ah tersebar dilokasi Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makasar,

Malang, Solo, Medan, Batam, Tanggerang, Bogor, dan Bekasi. Seluruh

kantor cabang syari’ah ini dapat beroperasi secara ontime-realtime berkat

(45)

2. Profil BTN Syari’ah2

a. Latar Belakang

BTN Syari’ah merupakan Strategic Bussiness Unit (SBU) dari

Bank BTN yang menjalankan bisnis dengan prinsip syari’ah, mulai

beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor

Cabang Syari’ah pertama di Jakarta.

Pembukaan SBU ini guna melayani tingginya minat masyarakat

dalam memanfaatkan jasa keuangan syari’ah dan memperhatikan

keunggulan prinsip perbankan syari’ah, adanya Fatwa MUI tentang bunga

bank, serta melaksanakan hasil RUPS tahun 2004.

b. Tujuan Pendirian

1) Untuk memenuhi kebutuhan Bank dalam memberikan pelayanan jasa

keuangan syari’ah.

2) Mendukung pencapaian sasaran laba usaha Bank.

3) Meningkatkan ketahanan Bank dalam menghadapi perubahan

lingkungan usaha.

4) Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap

nasabah dan pegawai.

2

(46)

c. Perkembangan Jaringan

Jaringan UUS Bank BTN telah memiliki jaringan yang tersebar di

seluruh Indonesia dengan rincian sebagai berikut :

a) Kantor Cabang Syari’ah = 22 KCS

b) Kantor Cabang Pembantu Syari’ah = 21 KCPS

c) Kantor Layanan Syari’ah = 240 KLS

3. Visi dan Misi3

Visi dan Misi Bank BTN Syari’ah sejalan dengan Visi Bank BTN yang

merupakan Strategic Business Unit dengan peran untuk meningkatkan

pelayanan dan pangsa pasar sehingga Bank BTN tumbuh dan berkembang di

masa yang akan datang. BTN Syari’ah juga sebagai pelengkap dari bisnis

perbankan di mana secara konvensional tidak dapat terlayani.

a. Visi Bank BTN Syari’ah

Menjadi Strategic Business Unit BTN yang sehat dan terkemuka

dalam penyediaan jasa keuangan syari’ah dan mengutamakan

kemaslahatan bersama.

3

(47)

b. Misi Bank BTN Syari’ah

 Memberikan pelayanan jasa keuangan syari’ah yang unggul dalam

pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan syari’ah terkait

sehingga dapat memberikan kepuasan bagi nasabah dan memperoleh

pangsa pasar yang diharapkan.

 Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip

syari’ah sehingga dapat meningkatkan ketahanan BTN dalam

menghadapi perubahan lingkungan usaha serta meningkatkan

shareholders value.

 Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap

stakeholders serta memberikan ketentraman pada karyawan dan

nasabah.

4. Stuktur Organisasi4

Struktur organisasi merupakan unsur yang paling penting bagi

perusahaan. Mekanisme kerja atau operasional seluruh kegiatan perusahaan

dapat berjalan dengan baik apabila struktur organisasinya jelas.

Pengorganisasian bertujuan agar tugas dan tanggung jawab masing-masing

4

(48)

tenaga kerja dapat dilaksanakan dengan lancer dan tertib sehingga tercipta

hubungan yang harmonis antara tenaga kerja. Dengan demikian dapat

memperlancar tercapainya tuhuan perusahaan. Berikut strukur organisasi

BTN Syari’ah Surabaya:

Bagan 1.1. Struktur Organisasi Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor

(49)

5. Etika Bank BTN Syari’ah5

1. Patuh dan taat pada ketentuan syari’ah serta perundang-undangan dan

peraturan yang berlaku.

2. Melakukan pencatatan segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan

Bank BTN secara benar sebagai wujud dari profesionalisme dan sikap

amanah.

3. Berlomba dalam kebaikan untuk memberikan yang terbaik kepada seluruh

stakeholder.

4. Tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kegiatan pribadi.

5. Menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam

hal terdapat pertentangan kepentingan.

6. Menjaga kerahasiaan nasabah dan Bank BTN.

7. Memperhitungankan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang

ditetapkan Bank BTN terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan

lingkungannya.

8. Tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi

maupun keluarganya.

9. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra

profesinya.

5

(50)

6. Produk dan Aplikasi Akad6

1. Penandaan (Funding)

a. Giro BTN iB

Giro Batara iB adalah produk penyimpanan dana dengan

akad titipan (Wadiah), yang diperuntukkan bagi nasabah perorangan

maupun perusahaan atau lembaga, untuk menunjang kelancaran lalu

lintas pembayaran dengan perantara cek dan bilyet giro maupun

media perintah pembayaran lainnya.

b. Giro BTN Investasi iB

Giro Investa Batara iB adalah Giro yang bersifat investasi

atau berjangka dengan akad mudha}}>ra}bah yang penarikannya hanya

dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu melalui perantara cek

dan bilyet giro untuk mendukung kemudahan transaksi.

c. Tabungan BTN Batara iB

Produk Tabungan sebagai media penyimpanan dana dalam

rupiah dengan menggunakan akad sesuai syari’ah yaitu wadi’ah, bank

tidak menjanjikan bagi hasil tetapi dapat memberikan bonus yang

menguntungkan dan bersaing bagi nasabah.

6

(51)

d. Tabungan BTN Prima iB

Produk Tabungan sebagai media penyimpanan dana dalam

rupiah dengan menggunakan akad sesuai syari’ah yaitu mudha>}ra}bah

(investasi), bank menjanjikan bagi hasil yang menguntungkan dan

bersaing bagi nasabah atas simpanannya.

e. Tabungan BTN Haji iB

Produk tabungan sebagai media penyimpanan dana dalam

rupiah untuk Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH), dengan

menggunakan akad sesuai syari’ah yaitu mudha>}ra}bah (investasi), bank

menjanjikan bagi hasil yang menguntungkan dan bersaing bagi

nasabah atas simpanannya.

f. Deposito BTN iB

Deposito Batara iB adalah produk penyimpanan dana dalam

bentuk deposito dengan akad mudha>}ra}bah, untuk tujuan investasi

dalam jangka waktu tertentu sesuai pilihan dan kebutuhan nasabah.

g. TabunganKu

TabunganKu iB adalah produk tabungan perorangan dengan

syarat yang mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama-sama

oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung

(52)

7. Produk Pembiayaan7

a. Pembiayaan KPR Platinum iB BTN Syari’ah

KPR BTN iB adalah produk pembiayaan BTN Syari’ah yang

ditujukan bagi perorangan, untuk pembelian rumah, ruko, apartemen

baik baru maupun lama. Akad yang dipergunakan adalah akad

mura>bah}ah (Jual Beli), dimana nasabah bebas memilih obyek KPR,

sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan nasabah sendiri dari aspek

lokasi maupun harga.

b. Pembiayaan KPR Indensya iB BTN Syari’ah

KPR BTN Indensya iB adalah fasilitas pembiayaan KPR

berdasarkan akad ishtishna’ (pesanan), diperuntukkan bagi pemohon

perorangan yang akan membeli rumah dari Bank, yang dibangun oleh

pengembang sesuai dengan pesanan dari nasabah.

c. Pembiayaan Kendaraan Bermotor BTN Syari’ah

Diperuntukkan untuk membiayai nasabah yang akan membeli

kendaraan bermotor untuk dimiliki dan dipergunakan sendiri.

d. Pembiayaan Modal Kerja BTN iB

Modal kerja BTN iB adalah fasilitas pembiayaan dengan akad

mudha>}ra}bah, berupa penyediaan dana oleh bank BTN untuk memenuhi

kebutuhan modal kerja usaha nasabah, baik perorangan, perusahaan, atau

7

(53)

lembaga, maupun koperasi, dengan rencana pengembalian berdasarkan

proyeksi kemampuan cashflow nasabah.

e. Pembiayaan Swagriya BTN iB

Swagriya BTN iB adalah fasilitas pembiayaan KPR berdasarkan

akad mura>bah}ah (jual beli), yang diperuntukkan bagi pemohon yang

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bank, untuk membiayai

pembangunan atau renovasi rumah, ruko, atau bangunan lainnya diatas

tanah yang sudah memiliki oleh pemohon, baik untuk dipakai sendiri

maupun untuk disewakan.

f. Pembiayaan Investasi BTN iB

Produk pembiayaan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan

belanja barang modal (capital expenditure) perusahaan/lembaga dengan

menggunakan prinsip akad mura>bah}ah (jual beli) dan/atau musya>ra}kah

(bagi hasil), dengan rencana pengembalian berdasarkan proyeksi

kemampuan cashflow nasabah.

g. Gadai BTN iB

Pembiayaan Gadai BTN iB adalah pinjaman kepada nasabah

berdasarkan prinsip Qa}rdh yang diberikan oleh bank kepada nasabah

berdasarkan kesepakatan, yang disertakan dengan surat gadai sebagai

penyerahan marhun (barang jaminan) untuk jaminan pengembalian

(54)

h. Pembiayaan Yasa Griya BTN iB

Produk pembiayaan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan

belanja modal kerja pengembang perumahan untuk membangun proyek

perumahan dengan menggunakan prinsip akad musya>ra}kah (bagi hasil)

dengan rencana pengembalian berdasarkan proyeksi kemampuan

cashflow nasabah.

i. Pembiayaan Talangan haji BTN iB

Pinjaman dana kepada nasabah tabungan BTN iB dan tabungan

BTN haji yang membutuhkan dana talangam untuk menunaikan ibadah

haji sesuai prinsip syari’ah.

8. Kendala, Tantangan dan Tanggapan Masyarakat

Beberapa kendala yang dihadapi oleh Bank Tabungan Negara (Persero)

Tbk. KCS Surabaya dapat dibagi sebagai berikut:

a. Kendala

Kendala saat ini menghambat perkembangan BTN Syari’ah antara

lain pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan

operasional bank syari’ah, masih banyak masyarakat yang belum gaham

dengan produk-produk pembiayaan dan pendanaan (funding) yang

berbasis syari’ah yang lebih menjanjikan dan menarik minat nasabah.

(55)

BTN Syari’ah dituntut untuk menjadikan BTN Syari’ah

menjadikan bank yang benar-benar syari’ah dan mampu bersaing dengan

bank-bank syari’ah lainnya.

c. Tanggapan Masyarakat

Adapun tanggapan yang diberikan masyarakat mengenai BTN

Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Surabaya adalah sebagai berikut:

a. Dalam pelayanan yang diberikan oleh pihak bank BTN Syari’ah,

nasabah cukup puas karena pegawai dan seluruh petugas bank

ramah dan berusaha member pelayanan sebaik mungkin kepada

nasabah.

b. Tidak menyulitkan nasabah, calon nasabah, atau pihak manapun

yang hendak melakukan transaksi maupun hanya sekedar meminta

informasi

B. Aplikasi Perjanjian KPR Platinum iB pada PT. BTN Kantor Cabang Syari’ah

Surabaya

1. Proses Penyaluran Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum iB

BTN Syari’ah.8

8

(56)

Diperuntukkan untuk membiayai nasabah yang akan membeli rumah,

rumah toko, rumah kantor, apartemen, dan jenis rumah tinggal lainnya

(rumah baru/lama).

Bagan 1.2 Proses Pembiayaan KPR Platinum iB BTN Syari’ah (Mura>bah}ah)

Maksud gambar diatas yaitu, nasabah melakukan pembiayaan KPR

Platinum iB melalui BTN Syari’ah. Nasabah memberikan beberapa

spesifikasi yang diinginkan nasabah. Selanjutnya bank memesankan rumah

yang diinginkan kepada developer sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan

nasabah. Setelah bank mendapatkan rumah yang sesuai dengan yang

diinginkan, bank menawarkan rumah tersebut kepada nasabah. Jika nasabah

cocok dengan rumah dan biaya yang telah disepakati, maka nasabah

melakukan pembiayaan KPR tersebut dan mengangsur cicilan rumah kepada

bank.

DEVELOPER

(57)

Fitur produk pembiayaan KPR Platinum iB BTN Syari’ah (Mura>bah}ah)

sebagai berikut:

1. Nilai pembiayaan bebas.

2. Uang muka minimal 20%.

3. Maksimal jangka waktu pembiayaan 15 tahun.

4. Kemampuan mengansur 70% dari sisa penghasilan bersih.

5. Berada pada lokasi yang marketable.

6. Discover dengan asuransi jiwa dan kebakaran syari’ah.

7. Pelunasan dipercepat tanpa penalty.

8. Margin bersifat tetap sejak akad dihitung dengan sistem flat

Biaya realisasi akad pembiayaan sebagai berikut:

1. Biaya administrasi.

2. Biaya appraisal.

3. Biaya asuransi jiwa dan kebakaran.

4. Biaya notaris.

5. Biaya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau Akta

Pembebanan Hak Tanggungan (APHT).

2. Aplikasi Pengajuan KPR Platinum iB BTN Syari’ah9

9

(58)

Pembiayaan diberikan bank dengan mengukur dan menilai dari

persyaratan dokumen yang diajukan kepada pihak bank serta kelayakannya,

adapun poin yang diukur yakni:

1. Persyaratan Nasabah

a. Mengisi formulir permohonan

b. Menyerahkan copy identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk

(KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akta Nikah.

c. Menyerahkan copy slip/keterangan gaji atau keterangan

penghasilan.

d. Menyerahkan copy Surat Keputusan (SK) Pegawai atau keterangan

Kerja dari Perusahaan.

e. Menyerahkan copy Ijin Usaha untuk wiraswasta (Akte Pendirian,

Domisili Usaha, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Usaha

Penerbitan Pers (SIUPP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Persyaratan diatas dapat terealisai jika calon nasabah yang akan

menggunakan produk KPR Platinum iB memiliki pengasilan yang

dapat dipotong sepertiga dari besar penghasilannya untuk digunakan

(59)

2. Persyaratan Jaminan yang harus diberikan yaitu sebagai berikut:

a. Sertifikat Hak Milik (SHM), atau Sertifikat Hak Guna Bangunan

(SHGB).

b. Sertifikat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

c. Sertifikat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

C. Proses Penyelesaian Wanprestasi KPR pada PT. BTN Kantor Cabang Syari’ah

Surabaya

Nasabah KPR yang tidak dapat mengangsur sesuai dengan jangka waktu

yang telah disepakati disebut dengan nasabah wanprestasi. Nasabah dinyatakan

wanprestasi, apabila tidak memenuhi dengan baik kewajiban-kewajibannya atau

melanggar ketentuan-ketentuan dalam akad. Apabila nasabah wanprestasi, bank

berhak untuk memberikan peringatan dalam bentuk tindakan tindakan sebagai

berikut:10

1. Memberikan peringatan baik secara lisan maupun tulis, dan dalam bentuk

surat atau akta lain yang sejenis berupa pernyataan lalai/wanprestasi yang

dikirimkan ke alamat nasabah, antara lain:

10

(60)

a. Memberikan Surat Peringatan satu kepada nasabah, apabila nasabah

tidak merepon surat peringatan satu maka nasabah akan diberikan surat

peringatan kedua dan selanjutnya.

b. Memberikan Surat Panggilan kepada nasabah jika nasabah mengabaikan

semua surat peringatan.

c. Jika surat panggilan tidak direspon dengan baik, maka nasabah

mendapatkan Surat Somasi.

d. Memberikan Surat Lelang kepada nasabah secara sepihak. Memberikan

peringatan dalam bentuk pemasangan papan peringatan (Plank), Stiker

atau dengan cara apapun yang ditempelkan atau dituliskan pada jaminan

pembiayaan jika nasabah mengabaikan semua peringatan.11

2. Faktor-faktor yang menyebabkan wanprestasi antara lain:12

a. Nasabah diberhentikan dari Kantor/Instansi yang bersangkutan, dijatuhi

hukuman pidana, mendapat cacat badan, musibah, dan konflik sehingga

oleh karenanya belum/tidak dapat dipekerjakan lagi.

b. Nasabah telah dinyatakan pailit atau tidak dapat membayar atau telah

dikeluarkan perintah oleh pejabat yang berwenang untuk menunjuk wakil

atau kuratornya.

11

Ibid., 7. 12

(61)

Salah satu penyelesaian yang dilakukan olah bank BTN syari’ah Surabaya

terhadap nasabah yang melakukan wanprestasi yakni dengan rescheduling.

Rescheduling yang dimaksud ini adalah dilakukan dengan cara memperpanjang

jangka waktu angsuran dengan waktu yang sudah disepakati oleh kedua belah

pihak. Rescheduling yang ditetapkan oleh bank BTN syari’ah Surabaya dengan

memberikan denda terhadap nasabah sebagai akibat wanprestasi.13 Besarnya

denda yang didapat oleh nasabah rescheduling sebesar 1,5 % dari sisa biaya

tunggakan. Munculnya denda tersebut digunakan untuk mengurus biaya

administrasi karena perpanjangan waktu ini juga membutuhkan kinerja dua kali

lipat.14Kebijakan ini diberikan kepada nasabah beri’tikad baik untuk melanjutkan

angsurannya.

Namun jika rescheduling tidak berjalan dengan baik, maka bank berhak

mengakhiri jangka waktu pembiayaan dan dapat untuk seketika menagih

pelunasan sekaligus seluruh sisa utang yang timbul. Nasabah wajib membayar

dengan seketika dan sekaligus melunasi sisa hutang yang ditagih oleh bank.

Apabila setelah mendapat peringatan dari bank tetapi nasabah tidak dapat

melunasi seluruh sisa utang yang seketika ditagih oleh bank, maka bank berhak

memerintahkan kepada nasabah untuk mengosongkan rumah berikut tanahnya

yang telah dijaminkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga puluh hari

13

Arma Effendi, Wawancara, 8 Desember 2014. 14

Referensi

Dokumen terkait

Pada praktik di bank, seorang debitur dianggap wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhi tetapi tidak seperti yang telah

tinjauan dalam Pelaksanaan Perjanjian Alih Debitur (Over Credit) Atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara (BTN). Cabang Padang. Jenis dan Sumber Data

Kantor Cabang Surakarta telah menerapkan dengan baik prinsip 5C dalam prosedur pemberian kredit KPR BTN Platinum dan mengetahui kendala yang dihadapi PT.. Bank Tabungan

Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Medan, apakah permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tersebut dapat berikan/dicairkan atau tidak kepada nasabah/debitur

Pada praktik di bank, seorang debitur dianggap wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhi tetapi tidak seperti yang telah

Dari contoh diatas dapat menjadi acuan serta motivasi bagi Bank BTN dalam mengembangkan pelayanan penerimaan Kredit Pemilikan Rumah KPR melalui Aplikasi BTN Property Mobile yang

Didalam penelitian yang dilakukan oleh reginaldi dalam skripsinya berjudul “Analisis Akad Pembiayaan murabahah perumahan (KPR Syariah) pada BTN Syariah Menurut

Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Kredit Macet Terhadap Fasilitas KPR di Bank BTN Cabang Pekanbaru pada masa Covid-19 Kredit macet atau kredit bermasalah adalah kondisi di mana