SKRIPSI Oleh EVA NUR AINI NIM. C02211018
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya
v
ABSTRAK
Skripsi dengan judul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian
Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya‛ adalah hasil
penelitian lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana proses penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT. BTN (Persero) Tbk. KCS Surabaya? Bagaimana analisis hukum Islam terhadap perjanjian KPR pada PT. BTN (Persero) Tbk. KCS Surabaya?
Metode penelitian ini yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif dengan deskriptif analisis, yaitu analisis yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Hasil penelitian mengetahui bahwa pelaksanaan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR Platinum iB yang menggunakan akad mura>bah}ah di BTN Syari’ah Surabaya telah menerapkan cara yang sesuai dengan pedoman yang ada dalam fatwa DSN bahwa sistem pembayaran dalam akad mura>bah}ah pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah. Namun apabila nasabah
melakukan tindakan wanprestasi, maka BTN Syari’ah Surabaya menggunakan
rescheduling untuk nasabah yang masih beri’tikad baik yang sesuai dengan fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005. Namun pada rescheduling yang dilakukan oleh BTN
Syari’ah Surabaya memberikan denda terhadap nasabah tersebut. Denda yang dimaksud yaitu biaya tambahan untuk nasabah, karena bank menggunakannya untuk biaya administrasi. Tetapi jika nasabah tidak mempunyai i’tikad baik untuk mengangsur sisa utang yang dimiliki nasabah, maka bank melakukan tindakan eksekusi terhadap nasabah tersebut. Dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh BTN Syari’ah Surabaya.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah………... 6
C. Rumusan Masalah………..……….. 8
D. Kajian Pustaka………..………... 8
E. Tujuan Penelitian………...……… 10
xii
G. Definisi Operasional………..………. 11
H. Metode Penelitian………...……… 12 I. Sistematika Pembahasan………..……….. 18
BAB II AKAD MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Akad Mura>bah}ah………..………… 20 B. Landasan Hukum Akad Mura>bah}ah………... 23
C. Rukun dan Syarat………... 25
D. Jenis Mura>bah}ah………..……... 26 E. Manfaat Mura>bah}ah………..………. 27 F. Berakhirnya Akad Mura>bah}ah………... 27 G. Pendapat Ulama Tentang Akad Mura>bah}ah………..…… 29
H. Akibat Wanprestasi……….... 31
I. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang
Penjadwalan Kembali Tagihan Mura>bah}ah... 32 BAB III PROSES PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KPR PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. KANTOR CABANG SYARIAH SURABAYA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat BTN Syariah………..… 34
2. Profil BTN Syariah………..……… 37
3. Visi dan Misi………..……….. 38
4. Struktur Organisasi………..……….... 40
5. Etika Bank BTN Syariah………..………... 41
6. Produk dan Aplikasi Akad………..……. 42
xiii
B. Aplikasi Perjanjian KPR Platinum iB PT. BTN (Persero) Tbk. KCS Surabaya 1. Proses Penyaluran Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum
iB BTN Syariah……… 48
2. Aplikasi Pengajuan KPR Platinum iB Syariah……… 50 C. Proses Penyelesaian Wanprestasi KPR pada PT>. BTN KCS Surabaya…… 52 D. Kasus yang Terjadi pada Nasabah Wanprestasi……… 56
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (Persero) Tbk. KANTOR CABANG SYARIAH SURABAYA
A. Aplikasi Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian KPR Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya………..………… 59
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian KPR pada PT>. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya…… 64 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………... 67
B. Saran………... 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kesejahteraan masyarakat di Indonesia berkaitan erat dengan kebutuhan
pokok atau kebutuhan primer. Kebutuhan pokok tersebut merupakan kebutuhan
yang sangat mendasar, antara lain kebutuhan akan pangan, sandang dan papan.
Melihat perkembangan populasi penduduk Indonesia saat ini yang semakin
bertambah, maka kebutuhan masyarakatpun semakin tinggi, salah satunya adalah
kebutuhan akan papan atau rumah.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer. Dengan terpenuhinya
kebutuhan akan rumah maka dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat serta akan terciptanya suasana kerukunan hidup keluarga dan
masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, Pemerintah
menyediakan dan menyelenggarakan program yang ditujukan untuk tercapainya
tujuan tersebut melalui program kredit rumah bagi masyarakat.
Program kredit rumah ini dilaksanakan oleh Bank yang mempunyai fungsi
atau kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Sesuai dengan isi pasal 1 angka 2
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undnag No.
dan menyalurkan kepada masyarkat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak‛.1
Sejarah perkembangan industri perbankan syari’ah di Indonesia diawali dari
aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah
alternatif sistem perbankan yang Islami. Perkembangan dunia perbankan terus
mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Berdasarkan UU perbankan no. 7
tahun 1992 dan PP RI no. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi
hasil yang kemudian dijabarkan dalam Surat Edaran BI No.25/4/BPPP tanggal 29
Februari 1993, dunia perbankan terus tumbuh dan berkembang dengan catatan
prestasi yang menggembirakan.
Bank berdasarkan prinsip syari’ah, seperti halnya bank konvensional adalah
berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu
mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.
Bedanya hanyalah bahwa bank syari’ah melakukan kegiatan usahanya tidak
berdasarkan bunga atau bebas bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip
pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS
principle).2
1 Sultan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta,
Kecana Prenada Media Grup Cetakan Pertama, 2014), 32.
Pada syari’ah juga ada produk dana seperti tabungan atau deposito seperti
wa>diah} dan mudha>ra>bah}, sedangkan produk kredit terdapat produk pembiayaan
(finance) seperti mura>>>bah}ah, termasuk untuk pembiayaan rumah (KPR) dan
pembangunan property.
Berbicara masalah KPR tidak bisa dari kiprah dan peran PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Bank milik pemerintah ini memang sudah
puluhan tahun memfokuskan layanan jasa dan produknya kepada masyarakat
dalam pemberian KPR, juga membuka layanan yang sama pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Syari’ah dengan produk unggulannya KPR
Syari’ah. Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Syari’ah untuk pembiayaan masyarakat yang ingin
mendapatkan rumah cukup pesat.
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya merupakan salah
satu bank syari’ah Indonesia yang menjalankan konsep mura>>>bah}ah yaitu jual beli
barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati.3 Mura>>>bah}ah adalah produk
pembiayaan yang paling banyak digunakan oleh perbankan syari’ah di dalam
kegiatan usaha. Landasan syari’ah pada akad mura>>>bah}ah yaitu berlandaskan
al-qur’an dan al-hadis.4 Menurut pengetahuan Ashraf Usmani sebagaimana yang
dikutip Sutan Remy Sjahdeini, pengurus dan pejabat bank syari’ah dan unit usaha
Indonesia, diperkirakan lebih dari 80% produk investasi dan pembiayaan dari
bank syari’ah dan unit usaha syari’ah di Indonesia berupa transaksi mura>>>bah}ah.5
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya memberikan pelayanan
pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Produk KPR yang ditawarkan oleh
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya ini diantaranya KPR
BTN Platinum iB dan KPR BTN Indent iB.6 Pada penelitian ini berfokus pada
produk KPR BTN Platinum iB. Maksud produk KPR BTN Platinum iB disini
adalah pembelian rumah dengan akad berdasarkan prinsip mura>>>bah}ah.7
Mura>>>bah}ah merupakan produk pembiayaan perbankan syari’ah yang dilakukan
dengan mengambil bentuk transaksi jual beli. Namun mura>>>bah}ah bukan transaksi
jual beli biasa antara satu pembeli dan satu penjual saja sebagaimana yang kita
kenal dalam dunia bisnis perdagangan di luar perbankan syari’ah. Pada perjanjian
mura>>>bah}ah, bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan oleh
nasabahnya dengan membeli terlebih dahulu barang itu dari pemasok barang dan
setelah kepemilikan barang itu secara yuridis berada ditangan bank, kemudian
bank tersebut menjualnya kepada nasabah dengan menggunakan suatu mark-up
margin atau keuntungan dimana nasabah harus diberitahu oleh bank berapa harga
beli bank dari pemasok dan menyepakati berapa besar mark-up/margin
(keuntungan) yang ditambahkan keatas harga beli bank tersebut.8
5 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah; Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta:
Kencana, cet. I, 2014), 190-191.
6 http://btn.co.id/syariah di akses 18 Oktober 2014 7 Ibid.
Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya ditemui
adanya permasalahan mengenai wanprestasi. Terjadinya wanprestasi senantiasa
diawali dengan hubungan kontraktual. Kontrak dibuat sebagai instrument yang
secara khusus mengatur hubungan hukum antara kepentingan yang bersifat privat
atau perdata khususnya dalam pembuatan kontrak.9 Keabsahan kontrak
merupakan hal yang esensial dalam hukum kontrak. Pelaksanaan isi kontrak yakni
hak dan kewajiban hanya dapat dituntut oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain demikian pula sebaliknya, apabila kontrak yang dibuat itu sah menurut
hukum. Kontrak yang sah tidak boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak.10
Wanprestasi disini merupakan suatu peristiwa atau keadaan, dimana debitur tidak
memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan debitur mempunyai
unsur salah. Maksud unsur salah adalah adanya unsur salah pada debitur yang
tidak dipenuhi kewajiban itu sebagaimana mestinya. 11 Menurut hukum perdata,
analisa kredit dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya wanprestasi
atau ingkar janji, sedangkan menurut dunia perbankan hal ini disebut kredit macet
yaitu suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit
bank tepat pada waktunya.
Ketika marketing PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya
menyetujui KPR yang diajukan oleh nasabah, sehingga proses KPR itu berjalan
9 Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir dari Hubungan
Kontraktual, (Jakarta, Prestasi Pustaka 2011), 49.
10 Ibid., 51.
11 J. Satrio: Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, (Bandung: Citra Aditya
sampai beberapa kali pembayaran, terkadang ada nasabah di tengah pembayaran
mengalami wanprestasi. Biasanya, kendala yang dihadapi oleh nasabah tersebut
karena permasalahan yang tidak terduga. Dengan adanya kasus yang dialami
diatas, PT. BTN (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya melakukan
restrak atau reschedulling terhadap nasabah yang tidak mengangsur sesuai dengan
penetapan waktu yang telah ditentukan. Permasalahan ini sesuai dengan
penetapan Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murabahah dan sesuai dengan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah pasal 126. Oleh sebab itu penulis ingin melakukan penelitian skripsi
dengan judul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian Wanprestasi dalam
Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya‛
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi
masalah dalam penelitian ini, antara lain:
a. Aplikasi produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum IB atau
mura>ba}hah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang
b. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya
c. Faktor-faktor terjadinya wanprestasi pada perjanjian Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor
Cabang Syari’ah Surabaya
d. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah
Surabaya
2. Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan agar fokus pada permasalahan tertentu.
Batasan masalah dalam penelitian ini sebagaimana berikut:
1. Aplikasi produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum IB atau
mura>ba}hah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang
Syari’ah Surabaya
2. Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya
C.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas permasalahan yang ingin dibahas atau dikaji dalam
1. Bagaimana proses penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT.
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap perjanjian KPR pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya?
D.Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang penelitian yang sudah
pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas
bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.
Beberapa penelitian yang telah ada berkaitan dengan judul yang peneliti
teliti antara lain adalah karya:
1. Widya Nur Istanti yang berjudul ‚Prosedur Pelaksanaan Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCP Universitas
Sebelas Maret Surakarta‛. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
prosedur pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah serta
kendala-kendala dan cara penyelesaian masalah yang dihadapi. Perbedaan penelitian
terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu sampel yang diteliti, penlitian
sekarang membahas mengenai penyelesaian wanprestasi.12
12
2. Fahmi Fahdian Aziz, penelitian ini mengenai ‚Efektivitas Pengawasan Bank
Tabungan Negara (BTN) Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Kredit
Bermasalah‛. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
terletak pada pembahasan mengenai perjanjian KPR dan mencegah
terjadinya kredit bermasalah. Perbedaan penelitian terdahulu dengan
penelitian sekarang yaitu sampel yang diteliti.13
3. Sugiawati, penelitian ini mengenai ‚Analisis Kredit Kepemilikan Rumah
(KPR) dengan akad pembiayaan mura>ba}hah di BNI Syari’ah cabang
Medan.‛ Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
terletak pada pembahasan mengenai perjanjian KPR dan menggunakan data
deskriptif. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu
pada penelitian sekarang membahas mengenai wanprestasi sedangkan pada
penelitian terdahulu hanya membahas mengenai perjanjian.14
4. Detty Kristiana Widayat, penelitian ini mengenai ‚Pelaksanaan Akad
Murabahah dalam pembiayaan pembelian rumah (PPR) di Bank Danamon
Syari’ah Kantor cabang Solo‛. Persamaan penelitian terdahulu dan
penelitian sekarang yaitu terletak pada pembahasan mengenai pembiayaan
13
Fahmi Fahdian Aziz, ‛ Efektivitas Pengawasan Bank Tabungan Negara (BTN) Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Kredit Bermasalah‛, (Skripsi-- Universitas Brawijaya Malang, 2006), 114.
14 Sugiawati, ‚Analisis Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dengan akad pembiayaan mura>ba}hah di
kredit rumah. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang yaitu terletak pada penyelesaian wanprestasi.15
E.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan perjanjian Kredit pemilikan
Rumah (KPR) di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang
Syari’ah Surabaya.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Kantor Cabang Syari’ah Surabaya melakukan penyelesaian jika nasabah
melakukan wanprestasi.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan pembahasan permasalah dan penulisan ini, diharapkan
berguna dan memiliki nilai guna sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
15 Detty Kristiana Widayat, ‚Pelaksanaan Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Pembelian
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman
studi hukum Islam mahasiswa fakultas syari’ah dan hukum pada
umumnya dan mahasiswa prodi Muamalah pada khususnya.
2. Secara praktis
a. Dapat memberikan informasi tambahan maupun pembanding bagi
peneliti berikutnya untuk membuat karya tulis yang lebih sempurna.
b. Dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai penyelesaian wanprestasi
dalam perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) di PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Penyelesaian
Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya‛
Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul tersebut adalah:
1. Hukum Islam : Aturan yang menyangkut pendapat para
ulama’ tentang aturan dan larangan yang sesuai
dengan aturan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional.
2. Penyelesaian Wanprestasi : Langkah-langkah yang ditempuh untuk
kredit pemilikan rumah (KPR) pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya
3. Perjanjian KPR : Suatu persetujuan dengan dua orang untuk
saling mengikatkan diri dalam pembiayaan
kredit pemilikan rumah (KPR) pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS
Surabaya. Pembiayaan ini menggunakan akad
mura>bah}ah.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)
yakni penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya16 terhadap
penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian KPR pada PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini memuat segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian ini
adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yakni
penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada
sekarang berdasarkan data-data dengan menyajikan data, menganalisis, dan
menginterprestasikannya.
3. Data yang dikumpulkan
Data yang diperlukan dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam
rumusan masalah yakni data tentang proses perjanjian kredit pemilikan
rumah (KPR) dan hukum Islam yang mendasari perjanjian kredit pemilikan
rumah (KPR).
Dalam pengumpulan data yang penulis pakai adalah penelitian
lapangan yaitu penelitian yang datanya diambil atau dikumpulkan dari
lapangan dimana kasus itu berada, termasuk dokumen-dokumen yang
memuat akad.
4. Sumber Data
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini agar
mendapat data yang konkrit serta ada kaitannya dengan masalah di atas
meliputi:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah subjek penelitian yang dijadikan sebagai
sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau
pengambilan data secara langsung.17 Dalam hal ini sumber data primer
dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan langsung dari PT.
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya,
yang terdiri dari 1 manajer, 4 karyawan, dan 1 nasabah BTN Kantor
Cabang Syari’ah Surabaya.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber
yang sudah ada.18 Sumber data sekunder meliputi literatur atau bahan
pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain:
1) Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik
2) Neni Sri Imayanti, Perbankan Syari’ah dalam Perspektif Hukum
Ekonomi
3) Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan yang
Lahir dari Hubungan Kontraktual
4) J. Satrio, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin, dan
Yurisprudensi.
5) Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syari’ah Produk-produk dan Aspek
Hukumnya.
6) Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional.
7) Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer.
8) Ismail, Perbankan Syari’ah.
18 Hendry, ‚Metode Pengumpulan Data‛, dalam
9) Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yang
ada di BTN Kantor Cabang Syari’ah Surabaya.
5. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara
langsung dari lapangan yang berkaitan dengan permasalahan diatas. Dalam
pengumpulan data tersebut penulis menggunakan metode yaitu:
a. Interview (Wawancara)
Wawancara merupakan suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan
pada para responden.19 Teknik ini digunakan untuk menggali data atau
informasi dari manajer, karyawan, dan nasabah PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk. KCS Surabaya.
b. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu pengambilan data yang dilakukan dengan jalan
mempelajari dokumen-dokumen dan berkas-berkas pada instansi dan
pihak-pihak yang digunakan sebagai tahap penelitian sehingga data itu diperoleh
sebagai masukan yang berhubungan dengan pokok pembahasan.
6. Teknik pengolahan data
Setelah seluruh data terkumpul perlu adanya pengolahan data dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi
kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan
serta relevansinya dengan permasalahan.20 Teknik ini digunakan penulis
untuk memeriksa kelengkapan data-data yang sudah penulis dapatkan, dan
akan digunakan sebagai sumber-sumber studi dokumentasi.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan
rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.21 Dengan
teknik ini, diharapkan penulis dapat memperoleh gambarang tentang
perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk. KCS Surabaya.
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya, sehingga
diperoleh kesimpulan.22
7. Teknik analisis data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang mengahsilkan data
20 Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara. 1997). 153 21 Ibid., 154.
deskripstif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. 23
a. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan
serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari metode ini adalah
untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara
sistemaris, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. 24 metode ini digunakan untuk
mengetahui gambaran tentang perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.
b. Pola Pikir Deduksi
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pikir deduksi yang
berarti menggunakan pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan berdasarkan
fakta-fakta yang bersifat khusus. 25 Pola pikir ini berpijak pada teori-teori
akad muraba>h}ah dan hukum Islam kemudian dikaitkan dengan fakta di
lapangan tentang aplikasi konversi akad pada nasabah yang tidak
prospektif di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. KCS Surabaya.
23Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya:
Airlangga University Press, 2001), 143. 24
Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005), 63. 25
I. Sistematika Pembahasan
Agar penulisan dalam penelitian ini tidak keluar dari jalur yang telah
ditentukan dan lebih mudah untuk dipahami serta lebih sistematis dalam
penyusunannya, maka penulis mmbagi lima bab dalam penulisan pada penelitian
ini yang sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunakan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, membahas tentang dasar teori akad mura>bah}ah dalam hukum
Islam yang berisi tentang pengertian akad mura>bah}ah, dasar hukum akad
mura>bah}ah, rukun dan syarat akad mura>bah}ah, dan berakhirnya akad
mura>bah}ah.
Bab ketiga, merupakan proses penyelesaian wanprestasi di PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya yang berisi
tentang gambaran umum tentang PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Kantor Cabang Syari’ah Surabaya, aplikasi perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah
Surabaya, proses penyelesaian wanprestasi pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah
Bab keempat, berisi analisis aplikasi penyelesaian wanprestasi dalam
perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah Surabaya.
Bab kelima, berisi kesimpulan dan saran yang menyangkut penelitian yang
20
BAB II
AKAD MURA>BAH}AH DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Akad Mura>bah}ah
Kata akad yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt).1 Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (ar-rabt) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya tersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.2
Menurut segi etimologi, akad antara lain berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata, maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi. Pengertian akad dalam arti khusus adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-kabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.3
Sedangkan secara bahasa, mura>bah}ah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan. Dalam istilah Syari’ah, konsep mura>bah}ah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda menurut
1 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 68.
2 Gemala Dewi, Wirdiyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2005), 51.
pendapat ulama’. Diantaranya mura>bah}ah merupakan salah satu bentuk jual beli yang mengharuskan penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan komoditas (harga pokok) dan tambahan profit yang diinginkan dalam jual beli.4
Pendapat lain dikemukakan oleh al-Kasani sebagaimana yang dikutip Ismail Nawawi menyatakan bahwa mura>bah}ah mencerminkan transaksi jual beli, dimana harga jual merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangkan objek transaksi atau harga pokok pembelian dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui oleh pembeli. Artinya pembeli diberitahu berapa harga belinya kepada supplier dan tambahan keuntungan yang diinginkan.5
Mura>bah}ah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad mura>bah}ah, penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual barang disebut dengan margin keuntungan.6
4 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,
2012), 91. 5 Ibid.
Menurut Maulana Taqi Usmani sebagaimana yang dikutip Sutan Remy Sjahdeini, mura>bah}ah pada mulanya bukan merupakan suatu cara atau moda pembiayaan (mode financing). Pada mulanya mura>bah}ah sekadar suatu sale on cost-plus basis. Namun setelah adanya konsep pembayaran tertunda, maka mura>bah}ah telah digunakan sebagai suatu moda atau cara pembiayaan dalam hal nasabah bermaksud untuk membeli suatu komoditas dengan cara menyicil pembayaran harganya. Oleh karena itu, menurut Maulana Taqi Usmani, mura>bah}ah jangan diterima sebagai suatu moda pembiayaan Islam yang ideal atau sebagai instrument universal untuk keperluan semua jenis pembiayaan. Menurut Maulana Taqi Usmani sebagaimana yang dikutip Sutan Remy Sjahdeini, mura>bah}ah hendaknya hanya diterima sebagai langkah peralihan menuju suatu sistem pembiayaan yang ideal dalam bentuk musyara>kah} atau mudha>ra>bah. Mura>bah}ah hendaknya hanya digunakan hanya digunakan terbatas kepada hal-hal di mana musya>ra}kah} atau mudha>}rabah tidak dapat digunakan sebagai cara bagi bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada nasabahnya.7
Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah memberikan definisi tentang mura>bah}ah dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d. Menurut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d tersebut, yang dimaksud dengan akad mura>bah}ah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.8
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pembiayaan mura>bah}ah adalah fasilitas bank syari’ah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.9
Dari beberapa pengertian tersebut di atas maka akad mura>bah}ah dapat dipahami sebagai ikatan antara dua atau lebih untuk melakukan transaksi jual beli atas barang tersebut, dimana penjual menyebutkan harga pembelian kepada pembeli dengan keuntungan yang disepakati.
9 DSN MUI, Mura>bah}ah, fatwa DSN MUI. No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mura>bah}ah, 1. 10 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Saudi Arabia: Lembaga
Dalam ayat diatas, menerangkan bahwa diharamkan jual beli yang masih ada unsur riba akan tetapi jual beli mura>bah}ah merupakan salah satu bentuk jual beli yang tidak mengandung unsur ribawi dan disahkan untuk dioprasionalkan dalam praktik pembiayaan syari’ah.
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu‛ (Q.S An-Nisa: 29)11
Berdasarkan ayat diatas yakni Islam melarang melakukan jual beli untuk hal-hal yang sifatnya batil, dan jual beli mura>bah}ah harus dilakukan dengan suka sama-suka tanpa ada paksaan. seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.‛ (HR.
Al-Bazzar. Hadis ini sahih menurut Al-Hakim)
Dalam hadist diatas, menyarankan kepada kita untuk melakukan jual beli dengan kesepakatan antara dua pihak, yakni bank dan nasabah.
11 Ibid., 83.
C. Rukun dan Syarat Akad Mura>bah}ah
Agar suatu jual beli dapat terlaksana dengan baik (sesuai dengan aturan Islam), jika memenuhi rukun dan syarat jual beli sebagai berikut:13
a. A>qidai>n (orang yang berakad terdiri dari penjual (ba’i) dan pembeli
(mushtari’)
b. Ma’qu>d ‘alai>h, benda-benda yang diakadkan
c. Maudhu> ‘al-aqad ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad
d. Shi>ghat al-‘aqad ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang
keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan kabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab.
Berikut yarat Akad Mura>bah}ah:14 1. Penjual dan Pembeli
a. Berakal.
b. Dengan kehendak sendiri.
c. Keadaan tidak Mubadzir (pemboros). d. Baligh
2. Uang dan Benda yang dibeli (obyek yang diperjualbelikan). a. Suci.
b. Ada manfaat.
c. Keadaan barang tersebut dapat diserahkan.
d. Keadaan barang tersebut kepunyaan penjual atau kepunyaan yang diwakilkan.
e. Barang tersebut diketahui antara si penjual dan pembeli dengan terang dzat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya sehingga tidak terjadi keadaan yang mengecewakan.
D. Jenis Mura>bah}ah15
a. Mura>bah}ah Berdasarkan Pesanan (Mura>bah}ah to the purchase order)
Mura>bah}ah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
b. Mura>bah}ah Tanpa Pesanan
Mura>bah}ah ini termasuk jenis mura>bah}ah yang bersifat tidak mengikat. Mura>bah}ah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
E. Manfaat Mura>bah}ah16
Sesuai dengan bisnis (tija>ra}hi), transaksi mura>bah}ah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Mura>bah}ah memberi banyak manfaat kepada bank syari’ah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem mura>bah}ah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syari’ah.
Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:
a. Default atau kelalaian nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah. Barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab.
F. Berakhirnya Akad Mura>bah}ah
Menurut ketentuan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pada pasal 75, hapusnya perjanjian dilaksanakan dengan kesepakatan para pihak, dan akad penghapusan dipandang sah jika dilakukan seperti pelaksanaan perjanjian, yaitu
di sepakati oleh para pihak serta dilakukan dalam majelis. Syarat penghapusan akad adalah bahwa benda yang dijual harus sudah menjadi milik pembeli, penghapusan akad hanya berlaku pada barang yang tidak rusak, serta penurunan harga tidak mempengaruhi keabsahan penghapusan.17
Pembatalan akad kadang terjadi secara total, dalam arti mengabaikan apa yang sudah disepakati, seperti dalam khiya>r, dan kadang-kadang dengan menetapkan batas waktu ke depan, seperti dalam ijarah (sewa-menyewa) dan qardh (pinjaman), dan inilah arti fasakh dalam pengertian yang umum.18
Mengenai berakhirnya suatu akad, para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:
1. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad iu memiliki tenggang waktu.
2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak mengikat.
3. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad bisa dianggap berakhir jika;
a. Jual beli itu fa>sad, seperti terdapatnya unsur-unsur tipuan salah satu rukunnya atau syarat-syaratnya tidak terpenuhi
b. Berlakunya syarat, khiya}}>r aib, atau khiya>r rukyah c. Akad tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak
d. Tercapainya tujuan akad itu secara sempurna
4. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini para
ulama’ fiqh menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya seseorang atau salah satu pihak yang melangsungkan akad, di antaranya akad sewa-menyewa, ar-rahn, kafa>lah, as-syirkah, al-waka>lah, dan al-muzara>’ah. Akad juga akan berakhir tergantung pada persetujuan lain, apabila tidak mendapat persetujuan dari pemilik modal.
Suatu akad berahir apabila tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual.
G. Pendapat Ulama’ Tentang Akad Mura>bah}ah
Ada perbedaan di kalangan para ulama’ dalam memandang sah atau tidaknya dalam akad mura>bah}ah, hal ini disebabkan karena dalam al-qur’an
bagaimanapun juga, tidak pernah secara langsung membicarakan tentang akad mura>bah}ah, meski disana terdapat tentang acuan jual-beli, laba-rugi- dan perdagangan. Demikian pula tampaknya tidak ada hadis yang memiliki rujukan langsung kepada akad mura>bah}ah.
Para Ulama generasi awal, semisal Malik dan Syafi’i yang secara khusus
kontemporer, menyimpulkan bahwa mura>bah}ah adalah salah satu jenis jual-beli yang tidak di kenal pada jaman Nabi atau para sahabatnya. Menurutnya, para tokoh ulama mulai menyatakan pendapat mereka mengenai mura>bah}ah pada seperempat pertama abad kedua Hijriyah, atau bahkan akhir lagi. Mengingat tidak adanya rujukan lagi di dalam al-qur’an maupun hadis shahis yang diterima
umum, para fuqaha harus membenarkan mura>bah}ah dengan dasar yang lain. Malik membenarkan keabsahannya dengan merujuk pada praktik penduduk Madinah.19
Ada kesepakatan disini (Madinah) tentang keabsahan sesorang yang membelikan pakaian di kota, dan kemudian ia membawanya ke kota lain untuk menjualnya lagi dengan suatu keuntungan yang di sepakati.
Adapun Syafi’i, tanpa menyandarkan pada suatu teks syari’ah berkata:
‚Jika seseorang menunjukkan suaru barang kepaa seseorang dan berkata,
‚belikan barang (seperi) ini untukku dan aku akan member keuntungan sekian,‛
lalu orang itu membelinya, maka jual beli ini adalah sah.‛
Fiqih Mazhab Hanafi, Marghinani, membenarkan keabsahan mura>bah}ah berdasarkan bahwa syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual-beli dalam mura>bah}ah dan juga karena orang memerlukannya. Fiqih dari Mazhab
Syafi’i, Nawawi cukup mengatakan: Mura>bah}ah adalah boleh tanpa penolakan sedikitpun.20
H. Akibat Wanprestasi
Wanprestasi adalah suatu peristiwa, di mana debitur tidak memenuhi kewajiban perikatannya dengan baik dan mempunyai unsur salah atas tidak dipenuhinya kewajiban perikatan itu.21 Kewajiban debitur selalu dikaitkan dengan perikatan dan karenanya disebut kewajiban perikatan.
Wanprestasi berkaitan tidak terpenuhinya kewajiban perikatan atau dengan perkataan lain berkaitan dengan masalah pembayaran perikatan. Membayar dalam hukum merupakan suatu istilah teknis, suatu istilah dengan arti tertentu. Perikatan wajib dipenuhi karena tujuan pokok suatu perikatan. Tidak memenuhi kewajiban perikatan diluar sepakat kreditur merupakan suatu pelanggaran. Suatu perikatan jika dipenuhi atau dengan perkataan lain, maka dibayar oleh debitur sebagaimana disyaratkan, jadi perikatan itu telah mencapai tujuannya, dengan akibat pada asasnya perikatan itu menjadi hapus.22
Hak menuntut ganti rugi atas dasar wanprestasi muncul jika debitur salah berprestasi atau sama sekali tidak berprestasi tanpa ada unsur pembenar. Dalam kaitannya dengan hak untuk menuntut pembatalan perjanjian disertai atau tanpa
20 Digital Library, IAIN Walisongo Semarang, 30.
21 J. Satrio, Wanprestasi menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, (Bandung: PT. Citra
disertai dengan tuntutan ganti rugi. Wanprestasi dikatakan sebagai keadaan tidak berprestasi yang akibatnya bisa ditanggungkan kepada debitur. Jika tidak ada tuntutan serta berupa tuntutan untuk mengganti rugi, tetap saja dikatakan akibat wanprestasi ditanggungkan kepada debitur. Salah satu cara untuk menetapkan debitur dalam keadaan wanprestasi adalah dengan melancarkan pernyataan lalai yang diwujudkan dalam bentuk suatu somasi. Somasi sebagi sarana untuk menyatakan debitur dalam keadaan lalai.23
I. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Mura>bah}ah
a. Bahwa sistem pembayaran dalam akad mura>bah}ah pada Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu
yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah.
b. Bahwa dalam hal nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan.
c. Bahwa keringanan sebagaimana dimaksud di atas dapat diwujudkan dengan cara yang tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam.
d. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam, Dewan Syari’ah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa sebagai
pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.
Fatwa tentang penjadwalan kembali tagihan mura>bah}ah mempunyai ketentuan penyelesaian sebagai berikut:
a. LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan mura>bah}ah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa
2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil 3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.24
34
BAB III
PROSES PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KPR PADA
PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG
SYARI’AH SURABAYA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat BTN Syari’ah1
Berawal dari adanya perubahan peraturan perundang-undangan
perbankan oleh pemerintah dari UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 menjadi
Perbankan No. 10 Tahun 1998, dunia perbankan nasional menjadi marak
dengan boomingnya bank syari’ah. Persaingan dalam pasar perbankan pun
kian ketat. Belum lagi dengan dikeluarkannya PBI No. 4/1/PBI/2002 tentang
perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank
umumberdasarkan prinsip syari’ah oleh bank umum konvensional, jumlah
bank syari’ah pun bertambah dengan banyaknya UUS (Unit Usaha Syari’ah).
Maka manajemen PT. Bank Tabungan Negara (Persero), melalui rapat
komite pengarah tim implementasi restrukturasi Bank BTN tanggal 12
Desember 2013, manajemen bank BTN menyusun rencana kerja dan
perubahan anggaran dasar untuk membuka UUS agar dapat bersaing di pasar
perbankan syari’ah.
1
Untuk mengantisipasi kecenderungan tersebut, maka PT Bank
Tabungan Negara (Persero) pada Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 16
Januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27
Oktober 2004 oleh Emi Sulistyowati, SH Notaris di Jakarta yang ditandai
dengan terbentuknya divisi syari’ah berdasarkan Ketetapan Direksi No.
14/DIR/DSYA/2004. Pembentukan Unit Usaha Syari’ah ini juga untuk
memperkokoh tekad ajaran Bank BTN untuk menjadikan kerja sebagai
bagian dari ibadah yang tidak terpisah dengan ibadah-ibadah lainnya.
Selanjutnya Bank BTN Unit Usaha Syari’ah disebut BTN Syari’ah dengan
motto Maju dan Sejahtera Bersama.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, Unit Usaha Syari’ah didampingi oleh
Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang bertindak sebagai pengawas,
penasehat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Devisi Syari’ah, dan
Pimpinan Kantor Cabang Syari’ah mengenai hal-hal yang terkait dengan
prinsip syari’ah. Pada bulan November 2004 dibentuklah struktur organisasi
kantor cabang syari’ah PT. BTN. Dimana setiap kantor cabang syari’ah
dipimpin oleh satu orang kepala cabang yang bertanggung jawab kepada
kepala devisi syari’ah. Yang pada saat bersamaan Dirut Bank BTN meminta
rekomendasi penunjukan DPS dan pada tanggal 3 Desember 2004, Dirut
Bank BTN menerima surat rekomendasi DSN/MUI tentang penunjukkan
oleh DSN/MUI sebagai DPS bagi BTN Syari’ah, yaitu Drs. H. Ahmad Nazri
Adlani, Drs. H Mohammad Hidayat, MBA, MBL, dan Dr. H. Endy M.
Astiwara, MA, AAIJ, FIIS, CPLHI, ACS.
Pada tanggal 15 Desember 2004, Bank BTN menerima surat
persetujuan dari BI, Surat No. 6/1350/DPbs perihal persetujuan BI mengenai
prinsip KCS (Kantor Cabang Syari’ah) Bank BTN. Maka tanggal inilah yang
diperingati secara resmi sebagai hari lahirnya BTN Syari’ah. Yang secara
sinergi melalui persetujuan dari BI dan Direksi PT. BTN maka dibukalah
KCS Jakarta pada tanggal 14 Februari 2005. Diikuti pada tanggal 25 Februari
2005 dengan dibukanya KCS Bandung kemudian pada tanggal 17 Maret 2005
dibuka KCS Surabaya yang secara berturut-turut tanggal 4 dan tanggal 11
April 2005 KCS Yogyakarta dan KCS Makassar dan pada bulan Desember
2005 dibukanya KCS Malang dan Solo.
Pada tahun 2007, Bank BTN telah mengoperasikan 12 (dua belas)
Kantor Cabang Syari’ah dan 40 Kantor Layanan Syari’ah (Office Chanelling)
pada kantor-kantor cabang dan cabang pembantu konvensional kantor cabang
syari’ah tersebar dilokasi Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Makasar,
Malang, Solo, Medan, Batam, Tanggerang, Bogor, dan Bekasi. Seluruh
kantor cabang syari’ah ini dapat beroperasi secara ontime-realtime berkat
2. Profil BTN Syari’ah2
a. Latar Belakang
BTN Syari’ah merupakan Strategic Bussiness Unit (SBU) dari
Bank BTN yang menjalankan bisnis dengan prinsip syari’ah, mulai
beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor
Cabang Syari’ah pertama di Jakarta.
Pembukaan SBU ini guna melayani tingginya minat masyarakat
dalam memanfaatkan jasa keuangan syari’ah dan memperhatikan
keunggulan prinsip perbankan syari’ah, adanya Fatwa MUI tentang bunga
bank, serta melaksanakan hasil RUPS tahun 2004.
b. Tujuan Pendirian
1) Untuk memenuhi kebutuhan Bank dalam memberikan pelayanan jasa
keuangan syari’ah.
2) Mendukung pencapaian sasaran laba usaha Bank.
3) Meningkatkan ketahanan Bank dalam menghadapi perubahan
lingkungan usaha.
4) Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap
nasabah dan pegawai.
2
c. Perkembangan Jaringan
Jaringan UUS Bank BTN telah memiliki jaringan yang tersebar di
seluruh Indonesia dengan rincian sebagai berikut :
a) Kantor Cabang Syari’ah = 22 KCS
b) Kantor Cabang Pembantu Syari’ah = 21 KCPS
c) Kantor Layanan Syari’ah = 240 KLS
3. Visi dan Misi3
Visi dan Misi Bank BTN Syari’ah sejalan dengan Visi Bank BTN yang
merupakan Strategic Business Unit dengan peran untuk meningkatkan
pelayanan dan pangsa pasar sehingga Bank BTN tumbuh dan berkembang di
masa yang akan datang. BTN Syari’ah juga sebagai pelengkap dari bisnis
perbankan di mana secara konvensional tidak dapat terlayani.
a. Visi Bank BTN Syari’ah
Menjadi Strategic Business Unit BTN yang sehat dan terkemuka
dalam penyediaan jasa keuangan syari’ah dan mengutamakan
kemaslahatan bersama.
3
b. Misi Bank BTN Syari’ah
Memberikan pelayanan jasa keuangan syari’ah yang unggul dalam
pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan syari’ah terkait
sehingga dapat memberikan kepuasan bagi nasabah dan memperoleh
pangsa pasar yang diharapkan.
Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip
syari’ah sehingga dapat meningkatkan ketahanan BTN dalam
menghadapi perubahan lingkungan usaha serta meningkatkan
shareholders value.
Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap
stakeholders serta memberikan ketentraman pada karyawan dan
nasabah.
4. Stuktur Organisasi4
Struktur organisasi merupakan unsur yang paling penting bagi
perusahaan. Mekanisme kerja atau operasional seluruh kegiatan perusahaan
dapat berjalan dengan baik apabila struktur organisasinya jelas.
Pengorganisasian bertujuan agar tugas dan tanggung jawab masing-masing
4
tenaga kerja dapat dilaksanakan dengan lancer dan tertib sehingga tercipta
hubungan yang harmonis antara tenaga kerja. Dengan demikian dapat
memperlancar tercapainya tuhuan perusahaan. Berikut strukur organisasi
BTN Syari’ah Surabaya:
Bagan 1.1. Struktur Organisasi Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor
5. Etika Bank BTN Syari’ah5
1. Patuh dan taat pada ketentuan syari’ah serta perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku.
2. Melakukan pencatatan segala transaksi yang bertalian dengan kegiatan
Bank BTN secara benar sebagai wujud dari profesionalisme dan sikap
amanah.
3. Berlomba dalam kebaikan untuk memberikan yang terbaik kepada seluruh
stakeholder.
4. Tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kegiatan pribadi.
5. Menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam
hal terdapat pertentangan kepentingan.
6. Menjaga kerahasiaan nasabah dan Bank BTN.
7. Memperhitungankan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang
ditetapkan Bank BTN terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan
lingkungannya.
8. Tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi
maupun keluarganya.
9. Tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra
profesinya.
5
6. Produk dan Aplikasi Akad6
1. Penandaan (Funding)
a. Giro BTN iB
Giro Batara iB adalah produk penyimpanan dana dengan
akad titipan (Wadiah), yang diperuntukkan bagi nasabah perorangan
maupun perusahaan atau lembaga, untuk menunjang kelancaran lalu
lintas pembayaran dengan perantara cek dan bilyet giro maupun
media perintah pembayaran lainnya.
b. Giro BTN Investasi iB
Giro Investa Batara iB adalah Giro yang bersifat investasi
atau berjangka dengan akad mudha}}>ra}bah yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu melalui perantara cek
dan bilyet giro untuk mendukung kemudahan transaksi.
c. Tabungan BTN Batara iB
Produk Tabungan sebagai media penyimpanan dana dalam
rupiah dengan menggunakan akad sesuai syari’ah yaitu wadi’ah, bank
tidak menjanjikan bagi hasil tetapi dapat memberikan bonus yang
menguntungkan dan bersaing bagi nasabah.
6
d. Tabungan BTN Prima iB
Produk Tabungan sebagai media penyimpanan dana dalam
rupiah dengan menggunakan akad sesuai syari’ah yaitu mudha>}ra}bah
(investasi), bank menjanjikan bagi hasil yang menguntungkan dan
bersaing bagi nasabah atas simpanannya.
e. Tabungan BTN Haji iB
Produk tabungan sebagai media penyimpanan dana dalam
rupiah untuk Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH), dengan
menggunakan akad sesuai syari’ah yaitu mudha>}ra}bah (investasi), bank
menjanjikan bagi hasil yang menguntungkan dan bersaing bagi
nasabah atas simpanannya.
f. Deposito BTN iB
Deposito Batara iB adalah produk penyimpanan dana dalam
bentuk deposito dengan akad mudha>}ra}bah, untuk tujuan investasi
dalam jangka waktu tertentu sesuai pilihan dan kebutuhan nasabah.
g. TabunganKu
TabunganKu iB adalah produk tabungan perorangan dengan
syarat yang mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama-sama
oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung
7. Produk Pembiayaan7
a. Pembiayaan KPR Platinum iB BTN Syari’ah
KPR BTN iB adalah produk pembiayaan BTN Syari’ah yang
ditujukan bagi perorangan, untuk pembelian rumah, ruko, apartemen
baik baru maupun lama. Akad yang dipergunakan adalah akad
mura>bah}ah (Jual Beli), dimana nasabah bebas memilih obyek KPR,
sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan nasabah sendiri dari aspek
lokasi maupun harga.
b. Pembiayaan KPR Indensya iB BTN Syari’ah
KPR BTN Indensya iB adalah fasilitas pembiayaan KPR
berdasarkan akad ishtishna’ (pesanan), diperuntukkan bagi pemohon
perorangan yang akan membeli rumah dari Bank, yang dibangun oleh
pengembang sesuai dengan pesanan dari nasabah.
c. Pembiayaan Kendaraan Bermotor BTN Syari’ah
Diperuntukkan untuk membiayai nasabah yang akan membeli
kendaraan bermotor untuk dimiliki dan dipergunakan sendiri.
d. Pembiayaan Modal Kerja BTN iB
Modal kerja BTN iB adalah fasilitas pembiayaan dengan akad
mudha>}ra}bah, berupa penyediaan dana oleh bank BTN untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja usaha nasabah, baik perorangan, perusahaan, atau
7
lembaga, maupun koperasi, dengan rencana pengembalian berdasarkan
proyeksi kemampuan cashflow nasabah.
e. Pembiayaan Swagriya BTN iB
Swagriya BTN iB adalah fasilitas pembiayaan KPR berdasarkan
akad mura>bah}ah (jual beli), yang diperuntukkan bagi pemohon yang
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bank, untuk membiayai
pembangunan atau renovasi rumah, ruko, atau bangunan lainnya diatas
tanah yang sudah memiliki oleh pemohon, baik untuk dipakai sendiri
maupun untuk disewakan.
f. Pembiayaan Investasi BTN iB
Produk pembiayaan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan
belanja barang modal (capital expenditure) perusahaan/lembaga dengan
menggunakan prinsip akad mura>bah}ah (jual beli) dan/atau musya>ra}kah
(bagi hasil), dengan rencana pengembalian berdasarkan proyeksi
kemampuan cashflow nasabah.
g. Gadai BTN iB
Pembiayaan Gadai BTN iB adalah pinjaman kepada nasabah
berdasarkan prinsip Qa}rdh yang diberikan oleh bank kepada nasabah
berdasarkan kesepakatan, yang disertakan dengan surat gadai sebagai
penyerahan marhun (barang jaminan) untuk jaminan pengembalian
h. Pembiayaan Yasa Griya BTN iB
Produk pembiayaan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan
belanja modal kerja pengembang perumahan untuk membangun proyek
perumahan dengan menggunakan prinsip akad musya>ra}kah (bagi hasil)
dengan rencana pengembalian berdasarkan proyeksi kemampuan
cashflow nasabah.
i. Pembiayaan Talangan haji BTN iB
Pinjaman dana kepada nasabah tabungan BTN iB dan tabungan
BTN haji yang membutuhkan dana talangam untuk menunaikan ibadah
haji sesuai prinsip syari’ah.
8. Kendala, Tantangan dan Tanggapan Masyarakat
Beberapa kendala yang dihadapi oleh Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk. KCS Surabaya dapat dibagi sebagai berikut:
a. Kendala
Kendala saat ini menghambat perkembangan BTN Syari’ah antara
lain pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan
operasional bank syari’ah, masih banyak masyarakat yang belum gaham
dengan produk-produk pembiayaan dan pendanaan (funding) yang
berbasis syari’ah yang lebih menjanjikan dan menarik minat nasabah.
BTN Syari’ah dituntut untuk menjadikan BTN Syari’ah
menjadikan bank yang benar-benar syari’ah dan mampu bersaing dengan
bank-bank syari’ah lainnya.
c. Tanggapan Masyarakat
Adapun tanggapan yang diberikan masyarakat mengenai BTN
Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Surabaya adalah sebagai berikut:
a. Dalam pelayanan yang diberikan oleh pihak bank BTN Syari’ah,
nasabah cukup puas karena pegawai dan seluruh petugas bank
ramah dan berusaha member pelayanan sebaik mungkin kepada
nasabah.
b. Tidak menyulitkan nasabah, calon nasabah, atau pihak manapun
yang hendak melakukan transaksi maupun hanya sekedar meminta
informasi
B. Aplikasi Perjanjian KPR Platinum iB pada PT. BTN Kantor Cabang Syari’ah
Surabaya
1. Proses Penyaluran Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Platinum iB
BTN Syari’ah.8
8
Diperuntukkan untuk membiayai nasabah yang akan membeli rumah,
rumah toko, rumah kantor, apartemen, dan jenis rumah tinggal lainnya
(rumah baru/lama).
Bagan 1.2 Proses Pembiayaan KPR Platinum iB BTN Syari’ah (Mura>bah}ah)
Maksud gambar diatas yaitu, nasabah melakukan pembiayaan KPR
Platinum iB melalui BTN Syari’ah. Nasabah memberikan beberapa
spesifikasi yang diinginkan nasabah. Selanjutnya bank memesankan rumah
yang diinginkan kepada developer sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan
nasabah. Setelah bank mendapatkan rumah yang sesuai dengan yang
diinginkan, bank menawarkan rumah tersebut kepada nasabah. Jika nasabah
cocok dengan rumah dan biaya yang telah disepakati, maka nasabah
melakukan pembiayaan KPR tersebut dan mengangsur cicilan rumah kepada
bank.
DEVELOPER
Fitur produk pembiayaan KPR Platinum iB BTN Syari’ah (Mura>bah}ah)
sebagai berikut:
1. Nilai pembiayaan bebas.
2. Uang muka minimal 20%.
3. Maksimal jangka waktu pembiayaan 15 tahun.
4. Kemampuan mengansur 70% dari sisa penghasilan bersih.
5. Berada pada lokasi yang marketable.
6. Discover dengan asuransi jiwa dan kebakaran syari’ah.
7. Pelunasan dipercepat tanpa penalty.
8. Margin bersifat tetap sejak akad dihitung dengan sistem flat
Biaya realisasi akad pembiayaan sebagai berikut:
1. Biaya administrasi.
2. Biaya appraisal.
3. Biaya asuransi jiwa dan kebakaran.
4. Biaya notaris.
5. Biaya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau Akta
Pembebanan Hak Tanggungan (APHT).
2. Aplikasi Pengajuan KPR Platinum iB BTN Syari’ah9
9
Pembiayaan diberikan bank dengan mengukur dan menilai dari
persyaratan dokumen yang diajukan kepada pihak bank serta kelayakannya,
adapun poin yang diukur yakni:
1. Persyaratan Nasabah
a. Mengisi formulir permohonan
b. Menyerahkan copy identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk
(KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akta Nikah.
c. Menyerahkan copy slip/keterangan gaji atau keterangan
penghasilan.
d. Menyerahkan copy Surat Keputusan (SK) Pegawai atau keterangan
Kerja dari Perusahaan.
e. Menyerahkan copy Ijin Usaha untuk wiraswasta (Akte Pendirian,
Domisili Usaha, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Persyaratan diatas dapat terealisai jika calon nasabah yang akan
menggunakan produk KPR Platinum iB memiliki pengasilan yang
dapat dipotong sepertiga dari besar penghasilannya untuk digunakan
2. Persyaratan Jaminan yang harus diberikan yaitu sebagai berikut:
a. Sertifikat Hak Milik (SHM), atau Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB).
b. Sertifikat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
c. Sertifikat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
C. Proses Penyelesaian Wanprestasi KPR pada PT. BTN Kantor Cabang Syari’ah
Surabaya
Nasabah KPR yang tidak dapat mengangsur sesuai dengan jangka waktu
yang telah disepakati disebut dengan nasabah wanprestasi. Nasabah dinyatakan
wanprestasi, apabila tidak memenuhi dengan baik kewajiban-kewajibannya atau
melanggar ketentuan-ketentuan dalam akad. Apabila nasabah wanprestasi, bank
berhak untuk memberikan peringatan dalam bentuk tindakan tindakan sebagai
berikut:10
1. Memberikan peringatan baik secara lisan maupun tulis, dan dalam bentuk
surat atau akta lain yang sejenis berupa pernyataan lalai/wanprestasi yang
dikirimkan ke alamat nasabah, antara lain:
10
a. Memberikan Surat Peringatan satu kepada nasabah, apabila nasabah
tidak merepon surat peringatan satu maka nasabah akan diberikan surat
peringatan kedua dan selanjutnya.
b. Memberikan Surat Panggilan kepada nasabah jika nasabah mengabaikan
semua surat peringatan.
c. Jika surat panggilan tidak direspon dengan baik, maka nasabah
mendapatkan Surat Somasi.
d. Memberikan Surat Lelang kepada nasabah secara sepihak. Memberikan
peringatan dalam bentuk pemasangan papan peringatan (Plank), Stiker
atau dengan cara apapun yang ditempelkan atau dituliskan pada jaminan
pembiayaan jika nasabah mengabaikan semua peringatan.11
2. Faktor-faktor yang menyebabkan wanprestasi antara lain:12
a. Nasabah diberhentikan dari Kantor/Instansi yang bersangkutan, dijatuhi
hukuman pidana, mendapat cacat badan, musibah, dan konflik sehingga
oleh karenanya belum/tidak dapat dipekerjakan lagi.
b. Nasabah telah dinyatakan pailit atau tidak dapat membayar atau telah
dikeluarkan perintah oleh pejabat yang berwenang untuk menunjuk wakil
atau kuratornya.
11
Ibid., 7. 12
Salah satu penyelesaian yang dilakukan olah bank BTN syari’ah Surabaya
terhadap nasabah yang melakukan wanprestasi yakni dengan rescheduling.
Rescheduling yang dimaksud ini adalah dilakukan dengan cara memperpanjang
jangka waktu angsuran dengan waktu yang sudah disepakati oleh kedua belah
pihak. Rescheduling yang ditetapkan oleh bank BTN syari’ah Surabaya dengan
memberikan denda terhadap nasabah sebagai akibat wanprestasi.13 Besarnya
denda yang didapat oleh nasabah rescheduling sebesar 1,5 % dari sisa biaya
tunggakan. Munculnya denda tersebut digunakan untuk mengurus biaya
administrasi karena perpanjangan waktu ini juga membutuhkan kinerja dua kali
lipat.14Kebijakan ini diberikan kepada nasabah beri’tikad baik untuk melanjutkan
angsurannya.
Namun jika rescheduling tidak berjalan dengan baik, maka bank berhak
mengakhiri jangka waktu pembiayaan dan dapat untuk seketika menagih
pelunasan sekaligus seluruh sisa utang yang timbul. Nasabah wajib membayar
dengan seketika dan sekaligus melunasi sisa hutang yang ditagih oleh bank.
Apabila setelah mendapat peringatan dari bank tetapi nasabah tidak dapat
melunasi seluruh sisa utang yang seketika ditagih oleh bank, maka bank berhak
memerintahkan kepada nasabah untuk mengosongkan rumah berikut tanahnya
yang telah dijaminkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga puluh hari
13
Arma Effendi, Wawancara, 8 Desember 2014. 14