• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POSITA PUTUSAN PERCERAIAN NO. 0255/Pdt.G/2013/PA.PAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POSITA PUTUSAN PERCERAIAN NO. 0255/Pdt.G/2013/PA.PAS."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POSITA PUTUSAN PERCERAIAN NO. 0255/Pdt.G/2013/PA.PAS

SKRIPSI

Oleh

NURIL ISTIKMALIYA NIM : C01211060

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Islam

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam

Surabaya

(2)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POSITA PUTUSAN PERCERAIAN NO. 0255/Pdt.G/2013/PA.PAS

SKRIPSI Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Ilmu Syariah

Oleh Nuril Istikmaliya NIM : C01211060

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Islam

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian skripsi ini adalah hasil studi kasus dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Posita Putusan Perceraian No. 0255/Pdt.G/2013/Pa.Pas.” Penelitian ini

bertujuan untuk mengemukakan tentang rumusan masalah yang akan dibahas yakni bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara perceraian No.0255/Pdt.G/2013/Pa.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan, kemudian bagaimana analisis Hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan perceraian No 0255/Pdt.G/2013/Pa.Pas.

Guna menjawab permasalahan di atas maka data penelitian yang dikumpulkan adalah dengan cara dokumentasi dan studi kepustakaan serta literatur yang terkait. Sumber data yang diperoleh untuk melakukan penelitian dibagi menjadi dua yakni sumber data primer yaitu berkas perkara perceraian sedangkan sumber data sekunder terdiri dari buku, kitab fiqih serta undang-undang. Selanjutnya di analisis dengan metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif untuk memperjelas kesimpulannya.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan, pertama tentang pertimbangan hukum hakim dalam memutus perceraian adalah sudah sesuai dengan alasan yang diperbolehkan dalam pasal 39 UU No.1 tahun 1974 yang dirinci lagi dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah dan dijelaskan juga dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 sehingga dapat dijadikan landasan sebagai landasan bahwa antara suami dan isteri sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup bersama sebagai suami isteri. Analisis yang dilakukan dengan pertimbangan hukum hakim adalah analisis hukum islam yang menyatakan bahwa perselisihan yang diakibatkan oleh perselingkuhan tergugat inilah yang menjadi dasar, karena sudah dijelaskan sebelumnya bahwa shiqa>q telah terjadi pada kehidupan rumah tangga penggugat dan tergugat oleh karena itulah Islam memperbolehkan seorang isteri mengajukan gugatan terhadap suaminya. Islam juga telah menjelaskan bahwa alasan ini diperbolehkan seorang pasangan mengajukan permohonan atau gugatan perceraian karena penggugat sudah menasehati serta mengingatkan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah dilarang oleh agama Islam.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM ... 20

A. Pengertian Perceraian ... 20

B. Pengertian Fundamentum Petendi ... 24

(8)

E. Sebab-sebab Perselisihan ... 29

F. Akibat Perselisihan ... 29

G. Pembuktian ... 30

H. Macam-macam Alat Bukti ... 32

BAB III CERAI GUGAT DALAM POSITA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PASURUAN NO. 0255/Pdt.G/2013.PA.Pas. ... 39

A. Kompetensi Pengadilan Agama Pasuruan ... 39

1. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Pasuruan 42 B. Kronologi Perkawinan ……….. 43

C. Kronologi Perselisihan ……….………. 44

D. Kronologi Gugat Cerai ………. 46

1. Identitas para pihak ... 47

2. Kasus Posisi Perceraian di Pengadilan Agama Pasuruan 47 E. Penyelesaian Putusan Pengadilan Agama Pasuruan No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas ……… 49

BAB IV ANALISIS TENTANG POSITA DALAM MEMUTUS PERKARA PERCERAIAN NO.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ... 57

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas ……… 57

B. Analisis Hukum Islam terhadap Pertimbangan Hukum Hakim dalam dalam putusan perkara perceraian No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas ... 64

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Alam semesta diciptakan oleh Allah SWT secara berpasang-pasangan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Karena manusia disini merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu Allah menyediakan “transportasi” yang sah guna mengikat dua jenis makhlukNya

yakni laki-laki dan perempuan yaitu perkawinan.

Perkawinan merupakan satu sarana yang ditempuh oleh manusia dalam rangka berkembang biak dan melestarikan keturunannya. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Sebagaimana dalam firman Allah dalam QS Al Nuur ayat 32

  ...                        

Artinya: ...Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang orang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.2

(10)

2

Pada prinsipnya, suatu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami isteri yang bersangkutan. Keluarga bahagia yang kekal itulah yang dituju. Banyak perintah Allah dan Rasul yang bermaksud untuk ketenteraman keluarga selama hidup tersebut. Namun, pada kenyataannya bahwa dalam membangun dan membina sebuah hubungan keluarga tidaklah selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Karena dalam keluarga adalah menyatukan dua orang yang berbeda kepribadian, karakter serta pemikiran yang mengakibatkan perbedaan pendapat, kesalah-pahaman dan pertengkaran terus menerus dalam skala yang terus bertambah rumit sehingga dapat menyebabkan perceraian antara kedua belah pihak yang berseteru yakni suami dan isteri tersebut.

Islam memperbolehkan suami dan isteri untuk bercerai, akan tetapi disebutkan dalam firman Allah bahwa tidak ada sesuatu yang halal yang paling dimurkai oleh Allah selain dari perceraian.3 Banyak firman Allah dan sabda Rasul yang membahas mengenai perceraian antara suami dan isteri.

Dalam hadits Nabi disebutkan:

Artinya: Bahwa sesungguhnya perceraian itu adalah boleh atau halal tapi sangat dibenci oleh Allah.4

Perceraian dapat dilakukan apabila memenuhi berbagai persyaratan yang sudah ditetapkan baik dalam ketentuan Undang-undang maupun ketentuan

3

Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara.1999), 98.

4

(11)

3

agama. Ketentuan perundangan yang membolehkan terjadinya perceraian dapat ditemukan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan alasan-alasan perceraian sebagai berikut.5

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau hal lain di luar kemampuan. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun atau hukuman yang lebih berat

setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri

6. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

7. Suami melanggar taklik talak.

8. Peralihan agama/murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Ketentuan lain ditemukan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 yaitu sebagai berikut.6

1. Kematian salah seorang di antara suami isteri

2. Khulu‘ (semacam tebus talak) disertai tebus iwadh dari isteri kepada suami

atas persetujuan bersama.

3. Fasakh karena suami atau isteri tidak dapat berfungsi sebagai suami isteri yang baik.

4. Shiqa>q karenan pecekcokan terus menerus tidak berkesudahan dapat disesuaikan melalui dua orang hakam (arbiter/juru damai) dari pihak masing-masing, atau melalui proses Pengadilan Agama.

5

Kompilasi Hukum Islam, (Bandung;Nuansa Aulia, 2008), 5.

6

(12)

4

5. Li‘an karena tuduhan berzina dari suami (yang tidak dapat mengajukan

empat orang saksi) sehubungan dengan status hukum yang diragukan terhadap anak atau kandungan isteri melalui proses Pengadilan Agama. 6. Akibat pelanggaran ta‘lik talaq.

Beragam ketentuan di atas sudah tentu menarik jika dihubungkan dengan posita hakim yang terdapat dalam putusan No.0255/Pdt.G/2013/PA.PAS. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa bahwa kasus yang terjadi adalah seorang pasangan suami isteri yang bertempat tinggal di kota Pasuruan. Mereka mengadakan perkawinan pada tanggal 27 November 1995 dan mulai terjadi goncangan pada rumah tangga mereka pada tahun 1998 yang disebabkan oleh perselingkuhan sang suami bahkan seringkali berganti-ganti pasangan yang mengalami perseteruan sehingga isteri sudah merasa tidak ada lagi kecocokan antara keduanya,akan tetapi isteri masih berusaha mempertahankan keutuhan rumah tangganya mengingat sudah dikaruniai anak.

Diktum dalam putusan tersebut adalah: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat;

2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughra Tergugat terhadap Penggugat;

(13)

5

Nikah (PPN) di tempat perkawinan Penggugat dan Tergugat dilangsungkan, guna didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu;

4. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 336.000,- (Tiga ratus tiga puluh enam ribu rupiah);

Sedangkan posita dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa doktrin dalam hukum Islam yang dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam meutuskan suatu masalah dikemukakan oleh Ulama dalam Kitab Ghayah al-Maram disebutkan: “Jika istri sudah sangat tidak senang kepada suaminya, maka Hakim boleh menjatuhkan talak suami tersebut”.

Kontradiksi yang terjadi disebabkan oleh posita hakim yang terdapat dalam putusan perkara perceraian No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. yaitu disebutkan bahwa alasan tidak senang yang terdapat pada sebuah kitab dapat dijadikan sebagai rujukan untuk memutuskan perkara, padahal pada teori umum perceraian sudah dipaparkan secara rinci tentang alasan-alasan perceraian yang dibolehkan dan sah untuk dilakukan. Dan alasan tidak senang tersebut jelas tidak ada, tetapi mengapa hakim mencantumkan alasan tersebut di dalam posita.

(14)

6

tergugat hanya ingin menuruti penggugat untuk bercerai dikarenakan sering terjadinya perselisihan yang semakin parah.

Penelitian ini ditulis berdasarkan paparan di atas karena tidak adanya kesinambungan antara posita putusan perkara perceraian dengan alasan-alasan perecraian yang ada di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, padahal perceraian terjadi disebabkan oleh perselingkuhan seorang suami dengan perempuan lain yang bahkan seringkali berganti-ganti pasangan. Menurut ketentuan yang ada dalam hukum Islam perbuatan tersebut sudah termasuk perbuatan zina meskipun zina di sini bukan tergolong zina kelamin tetapi jenis perselingkuhan ini sudah termasuk zina dan alasan zina tersebut sudah dapat dijadikan sebagai alasan perceraian. Kemudian sudah dijelaskan pula bahwa di dalam KHI pasal 116 bahwa jika sudah terjadi shiqa>q/percekcokan secara terus menerus yang tidak berkesudahan dan sudah tidak dapat disatukan kembali maka alasan tersebut dapat dibenarkan apabila dijadikan sebagai alasan seorang isteri mengajukan gugatan perceraian kepada suaminya.

Selingkuh/perselingkuhan disini menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, curang, tidak jujur, serong, suka menyeleweng.7 Namun yang dimaksud selingkuh

dalam kasus di sini adalah perbuatan serong yang sudah jelas dilakukan oleh seorang suami terhadap isteri dengan perempuan lain.

7

(15)

7

Seiring berjalannya waktu, perilaku sang suami tidak berubah sampai si isteri menyelidiki sendiri tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya dan akhirnya si suamipun mengakui semuanya. Perselisihan antara suami isteri ini semakin hebat sehingga menyebabkan suami mengusir isteri untuk pulang ke rumah orang tuanya dan saat itupun sang isteri memutuskan untuk menggugat sang suami.

Gugatan perceraian adalah gugatan tentang pemutusan ikatan perkawinan oleh pihak perempuan/isteri. Menurut tinjauan hukum perdata, pada prinsipnya gugatan perceraian ini bisa dikategorikan gugatan tentang ingkar janji atas perjanjian untuk mengikatkan diri secara lahir batin (vide Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974).8 Sejak sang suami mengusir isterinya, secara otomatis mereka berpisah tempat tinggal selama 4 bulan yaitu sejak bulan Oktober 2012 sampai isteri mengajukan surat gugatan yaitu pada tanggal 04 Februari 2013 yang di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas.

Alasan-alasan perceraian yang telah disebutkan di atas tidak dijelaskan bahwa seorang wanita dapat melakukan gugatan perceraian terhadap suaminya yang disebabkan oleh adanya orang ketiga atau si suami melakukan perselingkuhan. Sehingga hakim dalam memutuskan perceraian akibat perselingkuhan perlu mencari alasan yang lain sesuai dengan undang-undang dan

8

(16)

8

hakim harus mempertimbangkan dahulu apakah gugatan isteri tersebut benar atau tidak.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah yang bisa dibahas dalam penyusunan skripsi ini adalah:

1. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan perceraian Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan.

2. Analisis Hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan perceraian Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan. 3. Ketentuan perceraian dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974.

4. Alasan-alasan perceraian dalam Hukum Islam 5. Hukum perceraian dalam Agama Islam.

6. Alasan perceraian yang ada dalam putusan Pengadilan Agama Pasuruan. Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, untuk membatasi pembatasan masalah, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pertimbangan hukum hakim perceraian Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan.

(17)

9

C. Rumusan Masalah

Untuk lebih jelas dan sistematis maka permasalahan tersebut di atas dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara perceraian No 0255/Pdt.G/2013/Pa.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan?

2. Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan perceraian No 0255/Pdt.G/2013/Pa.Pas?

D. Kajian Pustaka

Secara umum kajian ini adalah deskripsi ringkas tentang penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak ada pengulangan atau duplikasi.Pada penelitian sebelumya sudah pernah dibahas tentang cerai gugat tetapi dengan alasan yang berbeda dan dengan putusan serta dalil yang berbeda, sebagaimana yang saat ini penulis tulis dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Posita Putusan Perceraian Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas” tentang cerai gugat dengan alasan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri.

(18)

10

Skripsi karya Karimatun Nisa’ yang memfokuskan penelitian pada

tahun 2004 terhadap cerai gugat terhadap suami di Pengadilan Agama Pasuruan dengan judul “Studi Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor

760/Pdt.G/1999/PA.Pas Tentang Kasus Perselisihan Sebagai Alasan Perceraian”.

Karimatun Nisa’ dalam skripsinya menjelaskan tentang cerai gugat yang ada di

Pengadilan Agama Pasuruan dengan berbagai alasan yang digunakan oleh penggunggat dalam mengajukan gugatan terhadap suami, kemudian meneliti alasan dan dasar hukum pertimbangan hakim dalam memutus perkara di Pengadilan Agama Pasuruan. Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan tentang faktor perceraian yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam dan disangkut pautkan dengan apa yang sedang diteliti sehingga ditemukan titik temu antar keduanya serta mengetahui dasar yang menjadi landasan diputuskan perceraian antara suami isteri tersebut. Maka alasan yang ada dalam undang-undang serta KHI telah terpenuhi dalam melakukan perceraian serta tidak merugikan antara pihak satu dengan pihak yang lain. Kesimpulan dari penelitian sebelumnya adalah Majelis Hakim memutuskan perceraian antara keduanya dikarenakan sudah tidak bisa hidup dan tinggal bersama karena sebuah alasan yakni perselisihan secara terus menerus sehingga gugatan yang diajukan oleh isteri dikabulkan oleh Hakim dengan berbagai pertimbangan yang ada dalam Undang-undang perkawinan.

(19)

11

yang disebabkan oleh perselingkuhan isteri dan sekaligus mengajukan gugatan cerai kepada suaminya sendiri. Jurnal ini meneliti tentang dasar hukum diputuskannya kasus cerai gugat karena isteri selingkuh sehingga dikabulkannya cerai gugat tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif dengan menggunakan penelitian lapangan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menitikberatkan pada hasil pengumpulan data dari informan yang ditentukan yaitu Hakim Pengadilan Agama Malang yang berperan dalam memutuskan perkara cerai gugat karena isteri selingkuh. Sumber data yang diperoleh dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara kemudian data-data tersebut diolah melalui tahapan editing, classifying, verifying, analizing dan concluding sehingga menjadi sebuah hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.9

Berdasarkan kajian pustaka yang telah digambarkan di atas menunjukkan bahwa penelitian ini berbeda dalam hal

a. Objek Kajian

Berdasarkan paparan di atas penelitian yang akan dibahas sudah tentu berbeda jika dilihat secara objektf yaitu pada putusan di atas menjelaskan bahwa cerai gugat yang dilakukan oleh isteri dikarenakan dia sendiri melakukan perselingkuhan dengan laki-laki lain sedangkan pada penelitian ini cerai gugat dilakukan karena suami berselingkuh bahkan dengan beberapa

9Nur Khamidiyah, “Putusan Cerai gugat isteri karena selingkuh”, dalam http://lib.uin.malang.ac.id.html,

(20)

12

wanita sehingga ini juga menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutus suatu putusan dan mengabulkan gugatan yang diajukan penggugat.

b. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan juga sangat berbeda yakni metode dengan menggunakan penelitian hukum normatif hanya meneliti peraturan perundang-undangan tetapi pada penelitian yang terdapat dalam jurnal di atas menggunakan metode penelitian lapangan sehingga mengharuskan untuk melakukan kegiatan lapangan atau terjun langsung dalam penelitian tersebut. c. Sumber Kajian

Teknik wawancara hakim dilakukan pada penelitian atas cerai gugat yang disebabkan oleh perselingkuhan isteri terhadap suami sedangakan studi kepustakaan dan literature digunakan dalam penelitian cerai gugat karena suami berselingkuh dan bergabti-ganti pasangan.

E. Tujuan Penelitian

Meninjau dari tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan apa saja pertimbangan hukum hakim dalam memutus

perkara perceraian Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan.

(21)

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Secara Teoritis dapat dijadikan bahan acuan untuk menyusun hipotesis bagi peneliti berikutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perceraian dengan alasan perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pihak (suami, isteri).

2. Secara Praktis sebagai referensi bagi seorang hakim agama dalam memutuskan suatu perkara yang berkenaan dengan perceraian.

G. Definisi Operasional

Untuk lebih jelas dan mudah dalam memahami skripsi ini sehingga tidak terjadi kesalahpahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini yaitu “Analisis Hukum Islam Terhadap Posita Putusan Perceraian Nomor

0255/Pdt.G/2013/PA.Pas” maka penulis mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud judul tersebut:

(22)

14

2. Posita adalah pertimbangan hukum seorang aparat penegak hukum (Hakim) yang ada dalam putusan No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. dalam menjatuhkan putusan yang didasarkan kepada teori, undang-undang dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek yang melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hukum.

3. Putusan perceraian adalah suatu putusan/ketetapan yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Pasuruan yang terkait oleh Majelis Hakim yang berwenang dalam bidang perceraian.

4. Pengadilan Agama Pasuruan adalah Pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam.10

5. Cerai gugat adalah perceraian antara suami dan isteri yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan yang lebih dahulu dari pihak isteri kepada pengadilan dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan Pengadilan Agama Pasuruan.

Berdasarkan definisi operasional di atas maka penelitian ini membahas tentang ”Analisis Hukum Islam Terhadap Posita Putusan Perceraian

No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas” yang isinya mengupas secara mendalam latar

(23)

15

belakang hakim dalam memutus suatu perkara perceraian dari sudut pandang hukum islam.

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif bisa juga disebut penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian ini, seringkali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Law in book) atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku.

Penelitian hukum normatif hanya meneliti peraturan perundang-undangan dan mempunyai beberapa konsekuensi dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder.11

1. Data yang dikumpulkan.

a. Data tentang cerai gugat dengan alasan suami selingkuh dan sering berganti-ganti pasangan di Pengadilan Agama Pasuruan.

b. Data tentang alasan dan pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara perceraian.

c. Data tentang putusan perceraian di Pengadilan Agama Pasuruan. 2. Sumber Data.

Sumber data primer adalah sumber yang diambil secara langsung yang paling utama yaitu berupa:

11

(24)

16

a. Sumber Data Primer.

Penelitian yang terjadi sudah tentu membutuhan sumber data untuk melengkapi data-data yang diperlukan yakni sumber data primer. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya atau juga bisa disebut sebagai data asli atau data baru yang bersifat up to date. Yaitu berupa:

1. Berkas perkara perceraian No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung atau melalui pihak kedua sebagai penunjang penelitian.

1. Kitab-kitab fiqih yang membahas tentang masalah perceraian, buku-buku yang terdiri dari bahan pustaka yang berkaitan dengan kasus tersebut seperti buku-buku tentang hukum meliputi:

a) Soemiyati, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, Tentang Perkawinan, Surabaya;Winpress, 2007.

b)Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung;Diponegoro, 2005.

c) Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.1999.

d)Abi Dawud Sulaiman bin as-Sijtani, Fiqih Wanita, Abu Husen Nurhadi, Bandung: Al-Maarif. 1980.

e) Kompilasi Hukum Islam, Bandung;Nuansa Aulia, 2008.

f) Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di dunia Islam Modern, Yogyakarta;Graha Ilmu, 2011.

g)Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya;Karya Agung, 2005.

h)Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata, Jakarta;Sinar Grafika, 2011.

(25)

17

2. Undang-undang yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. 3. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Teknik dokumen yaitu merupakan teknik pengumpulan data dengan sumber bukan manusia, non human resources diantaranya dokumen dan bahan statistik.

b. Studi kepustakaan dengan literatur yang terkait adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.12

4. Teknik Pengolahan Data.

Data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumber-sumber data akan di olah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Organizing, (menyusun data). Teknik ini menyusun dan mensistemasikan data yang terkait dengan konsep cerai gugat dengan alasan perselingkuhan seorang suami.

b. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh.Proses editing ini sangat memperhatikan aspek kesesuaian, kelengkapan, kejelasan relevansi dan keseragaman.13

12 Muhammad Subhan, “Teknik Penulisan Karya Ilmiah” dalam http://muhammadsubhan.

blogspot.com/p/teknik-penulisan-karya-ilmiah-resume.html, diakses pada 17 Maret 2014.

(26)

18

5. Teknik Analisis Data.

Analisis data merupakan kegiatan mencatat hasil setelah dilakukannya penelitian secara mendalam untuk meningkatkan pemahaman terhadap kasus yang akan diteliti, setelah data berhasil dikumpulkan maka dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu menceritakan secara jelas dan terperinci kasus cerai gugat kepada seorang suami dengan alasan perselingkuhan dan sering berganti-ganti pasangan di Pengadilan Agama Pasuruan serta pertimbangan hukum yang dilakukan oleh Hakim.

Secara sistematis menggunakan teori-teori yang bersifat umum tentang perceraian, kemudian dilakukan analisis terhadap data dan pertimbangan hukum hakim tentang cerai gugat terhadap suami yang berselingkuh dan berganti-ganti pasangan untuk memperoleh sebuah kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami pembahasan yang ada dalam skripsi ini sehingga mempunyai alur yang jelas, maka sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan, bab ini merupakan gambaran tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

(27)

19

perselisihan antara suami isteri, sebab-sebab perselisihan, akibat perselisihan, pembuktian.

Bab ketiga uraian data tentang laporan hasil penelitian, dalam bab ini menguraikan laporan hasil penelitian putusan Pengadilan Agama Pasuruan tentang cerai gugat dengan alasan perselingkuhan dan seringnya suami berganti-ganti pasangan. Bab ini menguraikan kompetensi Pengadilan Agama Pasuruan, kronologi perkawinan, kronologi perselisihan, kronologi gugat cerai serta penyelesaian putusan Pengadilan Agama Pasuruan.

Bab keempat Analisis tentang pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara perceraian No. 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas di Pengadilan Agama Pasuruan.

(28)

BAB II

PERCERAIAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Perceraian

Talak (perceraian) ةيلختلا secara bahasa berarti melepaskan. Secara

syar’i هضعب وأ حاكنلا ديق لح adalah melepaskan ikatan pernikahan secara

menyeluruh atau sebagiannya. (Al-mulakhos} Al-Fiqhiy : 410).1 Sebuah hadith yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwasanya dia menalak istrinya yang sedang haid. Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “...Perintahkan kepadanya agar dia merujuk istrinya, kemudian membiarkan bersamanya sampai suci, kemudian suci lagi. Lantas setelah itu terserah kepadanya, dia bisa mempertahankannya jika mau dan dia bisa menalaknya (menceraikannya) sebelum menyentuhnya (jima’). Itulah iddah seperti yang diperintahkan oleh Allah agar para isteri yang ditalak dapat langsung menghadapinya

(iddah)”.2

Allah juga berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 229-230

 …                                             

Artinya: …kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan

1

Ahmad Suwandi, “Penjelasan Tentang Talak (perceraian), Rujuk dan Iddah”

http//hukum.perkawinan.islam_SPICA.html, diakses pada 29 mei 2015.

2

(29)

21

oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Perceraian yang dimaksud dalam undang-undang adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami dan isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa antara suami dan isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Perceraian yang terjadi karena keputusan Pengadilan Agama dapat terjadi karena talak atau gugatan perceraian serta telah cukup adanya alasan yang ditentukan oleh undang-undang setelah tidak berhasil didamaikan antara suami isteri tersebut (Pasal 114, Pasal 115 dan Pasal 116 KHI).

Pasal 114 KHI menjelaskan bahwa perceraian bagi umat islam dapat terjadi karena adanya permohonan talak dari pihak suami atau yang biasa disebut cerai talak ataupun berdasarkan gugatan dari pihak istri atau yang biasa disebut dengan cerai gugat.3

Definisi dari gugat cerai atau khulu‘ menurut madhab Syafi‘i adalah sebagai berikut

Artinya: Khulu‘ secara shari‘ah adalah kata menunjukkan atas putusnya hubungan perkawinan antara suami isteri dengan tebusan (dari isteri) yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Setiap kata yang

3

(30)

22

menunjukkan pada talak, baik s}arih atau kinayah, maka sah khulu‘ nya

dan terjadi ba‘in).4

Asal hukum dari perceraian itu sendiri adalah makruh karena hal itu menghilangkan kemaslahatan perkawinan dan mengakibatkan keretakan keluarga.

Suatu gugatan perceraian akan diakui oleh negara akan memiliki kekuatan hukum formal apabila dilakukan di Pengadilan Agama dan diputuskan oleh seorang Hakim yang berwenang. Gugatan perceraian/khulu‘ seorang isteri dapat diajukan sendiri atau wakilnya di Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggalnya. Bagi seseorang yang tinggal di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat keduanya menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

Perceraian yang dilakukan tanpa alasan yang benar atau tanpa ada kebutuhan untuk melakukannya maka hukumnya adalah makruh. Hal itu berdasarkan hadith yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya bab “S}ifat al-Munafiqin wa ahkamuhum” dari Jabir bin ‘Abdillah ra. Ia berkata,

Rasulullah bersabda,

4

(31)

23

Artinya: Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian ia mengutus bala tentaranya, dan mereka yang paling dekat kedudukannya darinya adalah yang paling besar kerusakan dan waswas yang disebarkannya. Iblis mendatangi salah satu dari mereka, yakni dari tentaranya. Tentara yang didatanginya berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu”. Iblis berkata padanya “Kamu tidak melakukan sesuatau apapun”. Iblis pun mendatangi salah satu dari mereka. Tentara yang didatanginya berkata, “Aku tidak meninggalkan seseorang sampai aku memisahkannya terlebih dahulu dari istrinya (membuatnya bercerai dengan istrinya). Iblis menghampirinya seraya

berkata, “Engkau adalah tentaraku yang paling hebat”. Dalam suatu

riwayat dikatakan: Iblis menghampirinya dan memeluknya.5

Dijelaskan pula dalam suatu hadith s}ahih yang diriwayatkan para penulis kitab as-Sunan, Imam Ahmad dan perawi lainnya dari Tsauban ra. Bahwa Nabi SAW bersabda,

Artinya: Istri manapun yang menggugat cerai atau meminta cerai kepada suaminya tanpa ada sebab yang mengkhawatirkan, niscaya diharamkan atasnya (mencium) bau wewangian surga.6

Sebagian orang mengira bahwa seorang suami dapat menceraikan istrinya setiap waktu tanpa mempedulikan kondisi waktu atau iddah. Itu merupakan suatu hal yang fatal bahkan tidak diperbolehkan bagi seorang Mukmin yang beriman kepada Allah dan firman-Nya dan beriman kepada sabda Rasul-Nya. Dalam hal tersebut Allah berfirman,

5

Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, S}ifat al-Munafiqin wa ahkamuhum, Abu Hilmi Kamaluddin, (Jakarta;Pustaka Al-Sofwa, 2005), 202.

6

(32)

24                                                                                



Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu menceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (at-Talaq:1).

Allah berfirman dalam ayat lain,

   …

Artinya: “... Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang dzalim” (al-Baqarah:229)

B. Fundamentum petendi/posita gugatan

(33)

25

riil yang ada. Fakta mana yang harus dikesampingkan atau cukup disampaikan melalui keterangan saksi di depan persidangan.7

Posita atau dalil gugatan merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara. Pemeriksaan dan penyelesaian tidak boleh menyimpang dari dalil gugatan. Juga sekaligus memikulkan beban wajib bukti kepada penggugat untuk membuktikan dalil gugatan sesuai yang dijelaskan pada pasal 1865 KUH Perdata dan Pasal 163 HIR yang menegaskan bahwa setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya maupun membantah hak orang lain, diwajibkan membuktikan hak atau peristiwa tersebut. Supaya gugatan sah dalam arti tidak mengandung cacat formil, haruslah mencantumkan petitum gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat, berupa deskripsi yang jelas menyebut satu per satu dalam akhir gugatan tentang hal-hal pokok tuntutan atau permintaan kepada pengadilan untuk dinyatakan dan ditetapkan dalam persidangan sebagai hak penggugat atau sebagai hukuman kepada tergugat. Petitum dalam gugatan adalah suatu tuntutan atau permintaan yang dikehendaki dan diharapkan oleh penggugat untuk dapat dikabulkan dan diputuskan oleh pengadilan yang mengadili terkait suatu perkara. Petitum didasarkan oleh pertimbangan hukum dan hal-hal yang telah diuraikan dalam posita. Oleh karena itu, penggugat harus merumuskan petitum dengan jelas dan tegas. Dalam membuat petitum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.8

7

Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata ..., 20.

8

(34)

26

1. Antara posita dengan petitum harus sinkron, karena apa-apa yang menjadi alasan yang telah diuraikan dalam posita adalah dasar untuk mengajukan permintaan agar pengadilan mengabulkan.

2. Antara petitum dan bagian petitum lainnya tidak boleh saling bertentangan atau kontradiktif dengan posita.

3. Orang yang ditetapkan dalam petitum harus sebagai pihak dalam perkara. 4. Petitum tidak membingungkan hakim harus jelas dan tegas artinya apa yang

diminta harus jelas dan tegas.

5. Petitum tidak boleh berisi perintah untuk tidak berbuat.

6. Petitum harus runtut dan disusun sesuai dengan poin-poin posita, serta diberi nomor urut.

Data tentang posita hakim Nomor 0255/Pdt.G/2013/PA.PAS dirujuk dalam hukum Islam yang dikemukakan Ulama dalam Kitab Ghayatul Maram disebutkan yang artinya “Jika istri sudah sangat tidak senang kepada suaminya,

maka Hakim boleh menjatuhkan talak suami tersebut”. Ini sungguh tidak sejalan

(35)

27

C. Alasan-alasan Perceraian

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa terdapat beberapa alasan-alasan perceraian yang diperbolehkan, mengenai talak cerai disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 adalah.9

1. Kematian salah seorang di antara suami isteri

2. Khulu‘ (semacam tebus talak)

Disertai tebus iwadh dari isteri kepada suami atas persetujuan bersama. 3. Fasakh karena suami atau isteri tidak dapat berfungsi sebagai suami isteri

yang baik.

4. Shiqa>q karena percekcokan terus menerus tidak berkesudahan dapat disesuaikan melalui dua orang hakam (arbiter/jurudamai) dari pihak masing-masing, atau melalui proses Pengadilan Agama.

5. Li‘an karena tuduhan berzina dari suami (yang tidak dapat mengajukan

empat orang saksi) sehubungan dengan status hukum yang diragukan terhadap anak atau kandungan isteri melalui proses Pengadilan Agama. 6. Akibat pelanggaran ta‘lik talaq.

Undang-undangNomor 1 tahun 1974 juga telah disebutkan bahwa alasan-alasanperceraian yang sah adalahsebagaiberikut.10

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau hal lain di luar kemampuan.

9

Mardani, HukumPerkawinan Islam Di dunia Islam Modern..., 29.

10

(36)

28

3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri

6. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

7. Suami melanggar taklik talak.

8. Peralihan agama/murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

D. Pengertian Perselisihan

Pengertian dari perselisihan adalah pertikaian yang terjadi yang di sebabkan oleh perbedaan pendapat, terjadi kesalahpahaman serta keegoisan seseorang sehingga menyebabkan pertengkaran/sengketa dengan orang lain.11 Perselisihan juga seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan, perselisihan ini terjadi apabila antara suami isteri tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan lahir dan batin sehingga dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi pertengkaran. Perselisihan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah perselisihan yang terjadi antara suami dan isteri sehingga mengakibatkan perceraian adalah satu-satunya jalan yang ditempuh oleh salah satu pihak yang merasa dirinya benar dan merasa sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan rumah tangganya.

11

(37)

29

E. Sebab-sebab perselisihan

Perselisihan tentu saja tidak terjadi begitu saja, setelah membahas tentang pengertian dari perselisihan, tentu saja perselisihan ini terjadi dikarenakan karena beberapa sebab yang dijadikan sebagai alasan atau landasan seseorang bisa bercerai dengan pasangannya. Misalnya:

a. Kurangnya komunikasi antara suami isteri b. Materi

c. Adanya orang ketiga/perselingkuhan d. Buruknya akhlak pasangan

e. Kesalahpahaman f. Perbedaan prinsip g. Perbedaan status sosial

h. Kurangnya dukungan orangtua i. Akibat perjodohan

Apabila seorang suami dan istri tidak bisa menanggulangi masalah atau sebab-sebab di atas, maka perceraian adalah jalan yang diambil oleh mereka karena amarah dan ego yang besar tidak bisa mereka atasi. Oleh karena itu perceraian sangat dimurkai oleh Allah meskipun itu di halalkan.

F. Akibat perselisihan

(38)

30

seorang anak, ini dapat mengakibatkan penelantaran anak, perebutan hak asuh anak sehingga psikis anak terganggu yang lebih parahnya anak menjadi objek trafficking oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab karena kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orangtua.

G. Pembuktian

Setiap orang mempunyai hak guna meneguhkan maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut (Pasal 163 HIR (283 RBg) dan Pasal 1865 KUH Perdata). Oleh karena itu pembuktian dapat diartikan sebagai upaya memberi kepastian dalam arti yuridis, memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim tentang kebenaran dari suatu peristiwa yang diajukan oleh pihak yang berperkara secara formil, artinya terbatas pada bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan. Dalam hadith Nabi SAW juga dijelaskan

Artinya: “Jika gugatan seseorang dikabulkan begitu saja niscaya akan banyaklah orang yang menggugat hak atau hartanya terhadap orang lain tetapi (ada cara pembuktiannya) kepada yang menuntut hak (termasuk yang membantah hak orang lain dan menunjuk suatu peristiwa tertentu) dibebankan untuk membuktikan dan (bagi mereka yang tidak mempunyai bukti lain) dapat mengingkarinya dengan sumpahnya. H.R. Bukhary dan Muslim dengan sanad sahih.12

12

(39)

31

Prinsip dan sistem pembuktian harus ditegakkan dan diterapkan sepenuhnya dalam proses pemeriksaan dan penyelesaian permohonan.13 Pembuktian di muka pengadilan adalah merupakan hal yang terpenting dalam Hukum Acara, sebab pengadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan tidak lain berdasarkan pembuktian. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Acara itu mengabdi untuk terwujudnya hukum material Islam yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama, bagaimanapun wujudnya Acara itu adalah tetap harus demi untu tegak dan terpeliharanya hukum Islam sendiri.

Proses membuktikan dalam pembuktian di muka persidangan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil yang dikemukakan di muka sidang dalam suatu persengketaan. Jadi membuktikan itu hanyalah dalam hal adanya perselisihan sehingga dalam perkara perdata di muka Pengadilan, terhadap hal-hal yang tidak dibantah oleh pihak lawan, tidak memerlukan untuk dibuktikan.14 Dalam proses pembuktian, pengadilan berwenang membebankan kepada para pihak untuk mengajukan suatu pembuktian dengan cara seadil-adilnya. Bahkan pengadilan juga memberikan bimbingan dalam hal pengajuan pembuktian, sehingga pembuktian itu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Adapun bukti yang diajukan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya harus diberi kesempatan untuk menilai dan mengajukan pendapatnya terhadap alat bukti tersebut.

13

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. (Jakarta;Sinar Grafika, 2012), 39.

14

(40)

32

Banyak hal dan usaha yang dilakukan untuk meyakinkan hakim tetapi belum tentu semuanya mampu meyakinkannya. Karena itulah usaha tersebut perlu diatur supaya para pencari keadilan dapat menggunakannya di samping agar hakim tidak sembarangan dalam menyusun keyakinannya. Untuk membuktikan itu, para pihaklah yang aktif berusaha mencarinya, menghadirkan ke muka sidang, tanpa menunggu diminta oleh siapapun.

H. Macam-Macam Alat Bukti

Dipandang dari segi pihak-pihak yang berperkara (pencari keadilan), alat bukti adalah alat atau upaya yang bisa digunakan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim di muka pengadilan. Alat bukti tersebut diajukan untuk membenarkan dalil-dalil gugatan atau bantahan maupun fakta-fakta yang mereka kemukakan dengan jenis atau bentuk alat bukti tertentu.

Suatu persengketaan atau perkara tidak bisa diselesaikan tanpa adanya alat bukti, artinya jika gugatan penggugat tidak berdasarkan bukti maka perkara tersebut akan diputus juga oleh hakim tetapi dengan menolak gugatan karena tidak terbukti. Alat bukti yang sah menurut agama dan Undang-undang adalah sebagai berikut.15

1. Alat Bukti Tertulis atau Surat-surat

Pada pasal 1866 KUH Perdata urutan dalam alat bukti adalah alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan pikiran seseorang untuk digunakan

15

(41)

33

sebagai pembuktian. Surat-surat sebagai alat bukti tertulis terbagi menjadi akta otentik dan akta bukan otentik.

a. Akta Otentik (Pasal 165 HIR dan Pasal 1867 s.d. 1874 a KUH Perdata) adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu, menurut ketentuan tertentu yang telah ditetapkan. Akta Otentik juga memberikan pembuktian yang cukup bagi para pihak tentang segala sesuatu yang dinyatakan sebagai perbuatan atau kesaksian dari pejabat umum yang membuat akta tersebut. Contoh dari akta otentik adalah Akta Nikah

b. Akta di Bawah Tangan

Akta di bawah tangan atau akta bukan otentik adalah segal tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tetapi tidak dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang untuk itu dan bentuknya pun tidak pula terikat kepada bentuk tertentu (Pasal 1874 KUH Perdata). Contoh dari akta bawah tangan adalah ijazah sarjana.

c. Surat-surat Lainnya yang Bukan Akta

(42)

34

pembayaran pajak ia otentik. Tentu saja kekuatan pembuktian surat-surat non akta ini terserah kepada hakim dalam penilaiannya (bebas).

2. Bukti Saksi

Bukti saksi adalah keterangan seseorang yang dialami secara langsung, didengar dan dilihat sendiri oleh saksi, keterangan tersebut harus juga menyebutkan sebab-sebab yang diketahuinya itu. Dalam hukum Islam disebut juga dengan syahid (saksi laki-laki) atau syahidah (saksi perempuan) yang diambil dari kata musyahadah yang artinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Jadi saksi dimaksudkan adalah manusia hidup. Dalam surat Al-Baqarah ayat 282 juga dijelaskan.

                                             … 

Artinya: ... Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang-orang lelaki maka boleh seorang lelaki bersama dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu sukai, supaya jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil...

Mereka yang tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi menurut Pasal 145 HIR adalah

a. keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dari salah satu pihak yang berperkara.

(43)

35

c. anak-anak di bawah umur 15 tahun.

d. orang yang sakit ingatannya menurut keterangan dokter.

Bila seorang saksi cacat seperti bisu, tuli, sehingga tidak dapat memberikan keterangan secara lisan, dapat memberikan keterangan secara tertulis atau dengan bantuan seorang yang dapat menolongnya, dengan ketentuan bahwa mereka harus mengucapkan sumpah terlebih dahulu.

3. Persangkaan

Persangkaan yang ada di dalam Hukum Acara Peradilan Islam disebut al-qarinah yaitu hal-hal yang mempunyai hubungan atau pertalian yang erat sedemikian rupa terhadap sesuatu sehingga memberikan petunjuk adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal. Persangkaan ada dua macam yakni persangkaan menurut undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang yaitu yang nyata/kenyataan (Pasal 1915 KUH Perdata).

a. Persangkaan menurut undang-undang, adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu.

(44)

36

4. Pengakuan

Alat bukti pengakuan dalam Hukum Acara Peradilan Islam disebut al-iqrar yaitu suatu pernyataan dengan bentuk tertulis atau lisan dari salah satu pihak berperkara yang isinya membenarkan dalil lawan, baik sebagian maupun seluruhnya. Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak atau kuasa sahnya, yang dilakukan di dalam persidangan. Pengakuan ada kalanya di depan sidang dan ada kalanya tidak di depan sidang. Pengakuan di depan sidang adalah merupakan alat bukti yan sempurna dan mengikat, jadi pihak lawan atau hakim tidak perlu membuktikan lagi melainkan telah cukup untuk memutu dalam bidang persengketaan yang telah diakui tersebut. Suatu pengakuan yang dilakukan di muka hakim tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila dibuktikan bahwa pengakuan itu adalah akibat dari suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang terjadi. Dasar pengakuan sebagai alat bukti menurut Acara Peradilan Islam misalnya dalam surat An-Nisa’ ayat 135.                          …  

(45)

37

5. Sumpah

Sumpah menurut bahasa Hukum Islam disebut al-yamin. Bila kebenaran gugatan atau kebenaran jawaban atas gugatan tidak cukup terang, tetapi ada juga kebenarannya, dan sama sekali tidak ada jalan lain untuk menguatkannya dengan alat bukti lain, maka karena jabatannya hakim dapat menyuruh salah satu pihak bersumpah di hadapan hakim, supaya dengan itu perkara dapat diputuskan. Jika tidak ada keterangan sama sekali untuk meneguhkan gugatan atau jawaban terhadap gugatan, maka slah satu pihak dapat meminta kepada pihak lain untuk bersumpah di hadapan hakim, supaya keputusan perkara bergantung pada sumpah itu, asal sumpah itu mengenai suatu perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang bersumpah yang atas sumpahnya keputusan perkara itu bergantung. Ada dua macam sumpah di muka hakim, yaitu:

a. Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya, sumpah ini dinamakan sumpah pemutus. Sumpah pemutus adalah sumpah yang dapat diperintahkan tentang segala persengketaan yang berupa apapun juga, selain tentang hal-hal yang para pihak tidak berkuasa mengadakan suatu perdamaian atau hal-hal di mana pengakuan mereka tidak akan boleh diperhatikan.

(46)

38

(47)

BAB III

CERAI GUGAT DALAM POSITA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PASURUAN No. 0255/Pdt.G/2013/PA.Pas.

A. Kompetensi Pengadilan Agama Pasuruan

Pengadilan Agama Pasuruan sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-perkara tertentu yang diatur dalam undang-undang.

Secara kuantitas, Pengadilan Agama Pasuruan sampai akhir Desember 2013 mempunyai sumber daya manusia sebanyak 21 orang. Terjadinya perangkapan jabatan tidak bisa dihindari. Jumlah hakim 10 orang tidak berimbang dengan jumlah Panitera Pengganti murni 1 orang. Sedangkan Jumlah sukwan sebanyak 10 orang, yang terdiri 6 orang tenaga honorer dan 4 orang tenaga kontrak, rinciannya terdiri dari

a. Hakim berjumlah 10 orang;

b. Panitera/Panitera Pengganti berjumlah 6 orang (1 orang merangkap jabatan jurusita pengganti, 1 orang merangkap Wakil Sekretaris);

c. Jurusita/jurusita pengganti 5 orang (2 orang merangkap jabatan Panitera Pengganti, 1 orang merangkap sebagai wakil sekretaris, 1 orang merangkap sebagai kepala urusan umum, 1 orang merangkap sebagai kepala urusan keuangan);

d. Pejabat struktural 9 orang ;

e. Staf 7 orang, 6 orang diantaranya tenaga honorer; f. Tenaga Pramubhakti 2 Orang;

g. Sopir dinas 1 orang; h. Satpam 1 orang;

(48)

40

adalah hukum acara perdata yang berlaku bagi peradilan umum (Pengadilan Negeri) yaitu HIR/RBG maka pada dasarnya ketentuan-ketentuan di dalam HIR/RBG, yang mengatur ke pengadilan dimana gugatan harus diajukan, berlaku juga bagi Pengadilan Agama termasuk kewenangan Pengadilan Tinggi untuk memutus pada tingkat pertama dan terakhir dalam hal terjadi sengketa wewenang antar pengadilan tingkat pertama yang menyangkut kewenangan relatif. Kompetensi relatif yang khusus berlaku di Pengadilan Agama yaitu:

1. Permohonan izin kawin di Pengadilan Agama tempat pemohon.

2. Dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama tempat pemohon menikah. 3. Poligami diajukan di Pengadilan tempat pemohon.

4. Pembatalan perkawinan diajukan di Pengadilan Agama tempat suami, perkawinan isteri atau dimana tempat perkawinan dilaksanakan.

5. Cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama tempat termohon, kecuali isteri meninggalkan kediaman tempat tinggal bersama, isteri di luar negeri, isteri tidak diketahui tempat tinggalnya, jika suami/isteri bertempat tinggal di luar negeri maka permohonan dapat diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat atau ke Pengadilan Agama tempat perkawinan dilaksanakan.

6. Cerai gugat di Pengadilan Agama penggugat bertempat tinggal kecuali penggugat meninggalkan kediaman tempat tinggal bersama, jika suami/isteri bertempat tinggal di luar negeri maka permohonan dapat diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat atau ke Pengadilan Agama tempat perkawinan dilaksanakan.

7. Harta bersama diajukan ke Pengadilan Agama tempat tergugat kecuali di akumulasikandengan perceraian maka diajukan di tempat termohon atau di tempat penggugat.

(49)

41

perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah dan Ekonomi Syari’ah.

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 melengkapi kompetensi Peradilan Agama dengan menambahkan beberapa kewenangan hukum diantaranya:

1. Pengangkatan anak; 2. Zakat, Infaq;

3. Ekonomi syari’ah.

Penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah antara lain meliputi:

1. Bank Syari’ah;

2. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah;

3. Asuransi Syari’ah;

4. Reasuransi Syari’ah;

5. Reksadana Syari’ah;

6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;

7. Sekuritas syari’ah;

8. Pembiyaan syari’ah;

9. Penggadaian Syari’ah;

10.Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan

11.Bisnis Syari’ah

(50)

42

Disamping itu, Pengadilan Agama Pasuruan dengan kekuatan yang dimiliki tersebut dapat mewujudkan masyarakat yang taat akan hukum yang bermuara pada cita-cita negara yakni Negara Hukum (rechtstaats).

1. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Pasuruan

Pengadilan Agama Pasuruan yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan perubahan kedua dengan undang-undang Nomor 50 tahun 2009.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama Pasuruan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan pelaksanaan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;

2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi lainnya;

3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur dilingkungan Pengadilan Agama (Umum, Kepegawaian dan Keuangan termasuk biaya perkara)

4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya serta memberikan keterangan isbat kesaksian rukyatul hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah, sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 52A UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

(51)

43

yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

6. Waarmerking Akta Keahliwarisan dibawah tangan untuk pengambilan deposito/tabungan, pensiunan dan sebaginya;

7. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,memberikan pertimbangan hukum agama, pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap advokad/penasehat hukum dan sebagainya.

8. Membuka dan memberikan pelayanan kehumasan serta penanganan pengaduan masyarakat terhadap tingkah laku, manajemen dan kepemimpinan, kinerja dan kualitas pelayanan publik aparat peradilan.

B. Kronologi Perkawinan

Deskripsi perkara No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas tentang perceraian karena perselingkuhan yaitu bermula dari pertemuan antara penggugat yang bernama Nur Hidayati dengan tergugat yang bernama Sami’un terjadi karena

mereka berdua sudah saling kenal sejak lama yang tidak lain tergugat adalah tetangga dari penggugat. Mereka mulai saling berkomunikasi secara intens pada bulan Juli tahun 1990.Dalam menjalin hubungan, mereka sangat serius sehingga orangtua masing-masing sudah memberi restu terhadap hubungan keduanya karena juga adanya dukungan dari masing-masing keluarga yang sudah saling mengenal satu sama lain.

(52)

44

karena merasa sudah saling cocok antara satu dengan yang lain untuk dijadikan sebagai pasangan seumur hidup pada tanggal 27 Nopember 1995.

Penggugat telah melangsungkan perkawinan secara suka cita dengan Tergugat pada tanggal 27 Nopember 1995 di Kantor Urusan Agama Kabupaten Pasuruan. Mereka sangat bahagia karena cinta mereka telah disatukan dalam ikatan perkawinan. Setelah menikah, penggugat dan tergugat hidup rukun layaknya suami isteri pada umumnya dan mereka membina rumah tangga yang bertempat tinggal di rumah orangtua tergugat selama 16 tahun 10 bulan. Dalam perkawinannya, mereka dikaruniai 2 orang anak yakni Satriyo Wicaksono yang berumur 15 tahun dan anak kedua Indah Lestari yang berumur 4 tahun. Kebahagiaan mereka semakin bertambah karena kehadiran buah hati yang diimpikan oleh seluruh keluarga pada umumnya sehingga tidak ada cacat yang terlihat dalam keluarga mereka.

C. Kronologi Perselisihan

(53)

45

secara musyawarah agar tidak menimbulkan hal-hal yang bersifat emosional. Mereka berusaha untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga yang terjadi karena mereka sudah saling berjanji untuk saling menghargai dan menghormati setiap pendapat pasangan untuk membuat rumah tangga menjadi sakinah, mawaddah, warahmah.

Persoalan dan masalah yang terjadi dalam rumah tangga penggugat dan tergugat semakin menjadi permasalahan yang rumit dan seringkali menjadikan pertengkaran hebat antara penggugat dan tergugat.Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi disebabkan oleh karena tergugat seringkali tidak pulang kerumah dengan alasan sedang sibuk di bengkel karena banyaknya pelanggan yang datang. Penggugat mencoba mengerti dan memahami keadaan tergugat yang sudah rela dan mau bekerja keras untuk menghidupi keluarga, akan tetapi semakin lama perilaku tergugat mulai berubah dengan sikapnya yang kasar serta mulai tidak peduli dengan penggugat dan anak-anak mereka. Penggugat mulai tidak nyaman dengan perubahan sikap tergugat, akhirnya penggugat mulai menyelidiki alasan yang menyebabkan itu terjadi sehingga diketahuilah bahwa tergugat melakukan perselingkuhan dengan wanita lain yang tidak dikenal oleh penggugat, bahkan seringkali tergugat berganti-ganti pasangan.

(54)

46

bisa tahan dan sabar akan perselingkuhan tergugat karena mengingat mereka sudah dikaruniai anak.

Penggugat masih bisa bersikap wajar meskipun sudah terbukti bahwa tergugat melakukan perselingkuhan mengingat penggugat masih ingin menyelamatkan rumah tangga mereka karena cinta penggugat masih begitu kuat terhadap tergugat dan berharap sikap tergugat kembali seperti sedia kala, saat pertama kali mereka memutuskan untuk menikah dan hidup berumah tangga. D. Kronologi Gugat Cerai

(55)

47

bersama tergugat karena kebahagiaan dan ketenteraman rumah tangga sudah tidak dapat lagi diselamatkan serta sudah tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perkawinan, akhirnya penggugat mengajukan gugatan perceraian dan sudah mendapat persetujuan dari orang tua penggugat untuk memilih jalan bercerai di Pengadilan Agama Pasuruan serta mendapatkan kepastian hukum atas perkawinan penggugat dan tergugat.

Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor:0255/Pdt.G/2013/PA.Pas.permohonan gugatan perceraian yang diajukan dan di daftarkan oleh penggugat pada tanggal 03 Februari 2013. Permohonan diajukan oleh penggugat yang tyerdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Pasuruan dalam register No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. yang berisi

1. Identitas para pihak

a. Penggugat, umur 37 tahun, agama Islam, pendidikan SD, tidak bekerja, bertempat tinggal di Kabupaten Pasuruan.

b. Tergugat, umnur 43 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, bekerja sebagai teknisi di sebuah bengkel, bertempat tinggal di Kabupaten Pasuruan. c. Saksi I

d. Saksi II

2. Kasus Posisi Perceraian di Pengadilan Agama Pasuruan

Penggugat Nur Hidayati (bukan nama asli) dan tergugat Sami’un

(56)

48

Nopember 1995. Selama perkawinan, penggugat dan tergugat tinggal dirumah orang tua tergugat sealama kurang lebih 16 tahun 10 bulan. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, penggugat dan tergugat mulanya berjalan sebagaimana suami isteri pada umumnya, mereka hidup rukun hingga dikaruniai 2 orang anak.

Anak I Satriyo Wicaksono (bukan nama asli) umur 15 tahun Anak II Indah Lestari (bukan nama asli) umur 4 tahun

Perkawinan penggugat dan tergugat berjalan harmonis meskipun perselisihan dan kesalahpahaman terjadi antara mereka tapi mereka dapat mangatasi dengan berbagai pertimbangan yang salah satunya adalah anak-anak mereka.

(57)

49

Puncak perselisihan antar penggugat dan tergugat terjadi karena penggugat sudah tidak tahan dengan perselingkuhan yang dilakukan tergugat sehingga penggugat mencoba menegur tergugat dan tergugat tidak suka atas teguran penggugat tersebut sehingga tergugat mengusir penggugat dari rumah orang tuanya. Penggugat pun pulang ke rumah orang tuanya dengan sakit hati karena pengusiran yang dilakukan oleh tergugat.

Selama penggugat dan tergugat berpisah, mereka tidak berkomunikasi dan melakukan kewajiban sebagai suami dan isteri serta tidak melakukan hubungan layaknya suami isteri. Penggugat mulai jengah dengan keadaannya karena tergugat juga tidak pernah memberikan nafkah setelah penggugat diusir dari rumah tergugat, padahal penggugat dan tergugat juga telah berpisah tempat tinggal selama empat bulan yakni sejak bulan Oktober 2012 sampai sekarang (04 Februari 2013). Pada tanggal 04 Februari 2013 penggugat memutuskan untuk mendaftarkan perkara perceraiannya dengan tergugat di Pengadilan Agama Pasuruan karena sampai saat di daftarkan gugatan penggugat, tergugat juga tidak menunjukkan itikat baik kepada penggugat.

E. Penyelesaian Putusan Pengadilan Agama Pasuruan No.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas tentang perceraian karena perselingkuhan suami

(58)

50

Bahwa Majelis Hakim telah mendamaikan penggugat dan tergugat agar rukun lagi membina rumah tangga dengan mediator yang ditunjuk oleh pengadilan yaitu Hakim Mediator Drs. Akhmad Khoiron yang disepakati oleh penggugat dan tergugat, namun sesuai laporan mediator tanggal 04 April 2013, mediasi tersebut gagal.

Bahwa tergugat menyampaikan jawaban secara lisan di depan siding pada tanggal 02 Mei 2013 yang menyatakan bahwa benar penggugat dan tergugat adalah suami

Referensi

Dokumen terkait

Hansui preten ted to be dead and escaped danger.. Shuko was despatched to

Pengujian ketiga variabel bebas X (NPL, LAR, dan LDR) berpengaruh signifikan terhadap variabel Keputusan Pemberian Kredit (Y) sehingga hipotesis yang diajukan terbukti.

Dapat pula siswa bekerja dalam suatu proyek yang bertolak dari ide orang lain, tetapi kemudian mengadakan modifikasi dari dasar pemikiran tersebut (Dahar,

Lingkungan keluarga dapat berperan penuh terhadap perkembangan keluarganya untuk memberikan system pendidikan secara komprehensif, saling berkesinambungan, mulai dari

Kalibamba 24 sampel (30%), Dusun Hikma 26 sampel (32,50%) dan Dusun Kayumaloa 30 sampel (37,50%) dengan persentase tertinggi positif sebanyak tujuh sampel (8,75%)

Pajak merupakan sumber keuangan terbesar karena dipungut dari warga negara yang terdaftar sebagai wajib pajak serta semua warga negara yang merupakan wajib pajak

Dengan menggunakan Algoritma Greedy pada graph di atas, hasil akhir yang akan didapatkan sebagai jarak terpendek adalah A-C-D-E-F-B.. Hasil jarak terpendek yang

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dewasa kelamin ayam Ketarras lebih cepat, dengan berat dewasa kelamin lebih ringan, berat telur pertama lebih berat,