PRINSIP-PRINSIP REGULASI DALAM
BIDANG KESEHATAN DAN OTONOMI
DAERAH
Dr. Mailinda Eka Yuniza,
S.H., LL.M
Pengantar
•
Pertanyaan yang sering muncul ketika berbicara
prinsip-prinsip regulasi di bidang kesehatan pada
masa otonomi daerah, al:
–
Bagaimana kita tahu bahwa regulasi/keputusan yang
kita ambil adalah keputusan yang benar secara yuridis?
–
Apa yang berbeda pada kewenangan untuk membuat
Regulasi Daerah Yang Benar
•
Materi yang diatur Masuk Kepada Kewenangan
Daerah Untuk Mengatur
•
Tidak Bertentangan dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang Lebih Tinggi dan Kepentingan
Umum -> substansi, prosedur
Regulasi Daerah Yang
Dibatalkan
• KLIKSAMARINDA.COM - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan 3.143 Peraturan Daerah di seluruh Indonesia. Menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo
Kumolo, sejumlah perda tersebut dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur
birokrasi, menghambat investasi, dan kemudahan berusaha. • “Tujuan dari pembatalan perda ini adalah memperkuat daya
saing bangsa di era kompetisi. Perda itu merupakan aturan yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, menghambat investasi, dan kemudahan berusaha,” kata Tjahjo, seperti dikutip dari
Setkab.go.id, Selasa 21Juni 2016.
• Nah, di Kalimantan Timur (Kaltim), terdapat 59 Perda yang menjadi bagian dari pembatalan dari Kemendagri. Sembilan Perda di antaranya berada pada tingkat Pemerintahan
REGULASI
•
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan
•
Regulasi tidak sama dengan keputusan
•
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
Partisipasi Masyarakat (Ps 96)
•
(1) Masyarakat berhak
memberikan masukan secara
lisan dan/atau tertulis dalam
Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
•
(2) Masukan secara lisan
dan/atau tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui: a. rapat
dengar pendapat umum; b.
kunjungan kerja; c. sosialisasi;
dan/atau d. seminar,
lokakarya, dan/atau diskusi.
•
Masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah
orang perseorangan atau
kelompok orang yang
mempunyai kepentingan atas
substansi Rancangan Peraturan
Perundang-undangan.
•
(4) Untuk memudahkan
masyarakat dalam memberikan
masukan secara lisan dan/atau
tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), setiap Rancangan
Peraturan Perundang-undangan
harus dapat diakses dengan
PRINSIP REGULASI
Asas pembentukan peraturan perundangan yg baik
•
a. kejelasan tujuan;
•
b. kelembagaan atau pejabat
pembentuk yang tepat;
•
c. kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan;
•
d. dapat dilaksanakan;
•
e. kedayagunaan dan
kehasilgunaan;
•
f. kejelasan rumusan; dan
•
g. keterbukaan.
Materi peraturan perundangan harus berisi asas:
• a. pengayoman; • b. kemanusiaan; • c. kebangsaan; • d. kekeluargaan; • e. kenusantaraan;
• f. bhinneka tunggal ika; • g. keadilan;
• h. kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan;
• i. ketertiban dan kepastian
hukum;
• dan/atau j. keseimbangan,
Teori Kewenangan
Menurut cara berfikir hukum (
juridische denken
),
para pengambilan keputusan/kebijakan
hanya
dapat dilakukan oleh orang yang memiliki
kewenangan. Hal ini dapat diperoleh dari 3 sumber:
1) Kewenangan atribusi
bersumber dari peraturan
perundang undangan
2) Kewenangan delegasi
bersumber dari
pelimpahan wewenang atasan yang sifatnya terus
menerus, tanggung jawab atas tindakan berada
3) Kewenangan mandat
bersifat sekali selesai
(
eenmaligh
), tindakan yang dibuat
Terkait dg kewenangan
atribusi
Mengingat kewenangan atribusi adalah
kewenangan yang didasarkan oleh Peraturan,
maka penting kiranya mengetahui mana saja yang
disebut dengan peraturan, bagaimana
hierarkisitasnya, dll.
Hal ini dapat dilihat di UU tentang Pembentukan
Peraturan Per-Undang-undangan, biasa dikenal
dengan sebutan UU P3.
Perbandingan UU P3 yang
lama dengan yang baru
Pasal 7 ay 1 UU N0
10/2004
N
o
Pasal 7 ay 1 UU No
12/2011
UUD 45 1 UUD 45
UU/Perppu (Peraturan
pemerintah pengganti UU) 2 Tap MPR
PP 3 UU/Perppu (Peraturan pemerintah pengganti UU)
Perpres 4 PP
Peraturan Daerah (Perda Prov,
Perda Kab/Kota, Perdes) 5 Perpres
6
Perda ProvinsiPoin-Poin Perubahan
• penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinyaditempatkan setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
• perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak hanya untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya; • pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang
Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
• pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
• pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan
Perundangundangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan
Apa Makna Perubahan UU P3 bagi
Pengambil Kebijakan di Kab/Kota?
Dahulu daerah kabupaten/kota merasa tidak terikat
dengan peraturan provinsi, sehingga koordinasi sulit
dilakukan
Namun dalam UU P3 yang baru Perda Provinsi memiliki
hierarkisitas lebih tinggi daripada Perda kabupaten/kota.
Artinya, kebijakan apapun yang dilahirkan di
kabupaten/kota
perlu merujuk dan tidak boleh
bertentangan
dengan aneka aturan yang lebih tinggi.
Hal ini tidak terkecuali untuk Peraturan Daerah
Lalu bagaimana dengan kedudukan Peraturan2
yang tidak disebutkan dalam hierarki UU N
12/2011 (seperti Permenkes)?
Apakah aneka aturan tersebut tetap berlaku sah
dan dapat digunakan sebagai rujukan dalam
pengambilan kebijakan?
UU N0 10/2004 UU No 12/2011
Pada Pasal 7 ayat (4) dinyatakan: Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pada Pasal 8 ayat (1) dinyatakan Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI,
Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
Pada intinya ketika ketika bapak/ibu menginginkan
memastikan apakah kebijakan yang bapak ibu
ambil telah sesuai ataukah belum ditinjau dari
aspek yuridis, maka bapak ibu perlu melihat
sampai sejauh mana kewenangan atribusi yang
bapak ibu miliki untuk mengambil kebijakan
tersebut. Apabila tidak ada kewenangan atribusi,
maka dimungkinkan didasarkan atas kewenangan
delegasi (tetapi tidak atas kewenangan mandat).
Bapak/ibu juga perlu melihat kesesuaian antara
kebijakan yang diambil dengan aturan-aturan yang
ada di atasnya (baik aturan aturan yang secara
eksplisit disampaikan dalam hierarki, maupun yang
tidak terdapat didalam hierarki namun mengikat).
Good governance
Seain itu, kebijakan juga hendaknya
dapat merujuk pada aspek aspek yang
terkandung dalam good governance, yi:
REGULASI KESEHATAN DAN OTDA
•
Desentralisasi: asas terkait hubungan pusat daerah
dlm penyelenggaraan pemerintahan
•
Otonomi: hak mengatur/mengurus RTS
•
Implikasi desentralisasi/otonomi:
–
Pembagian urusan pusat daerah
–
Daerah mempunyai kewenangan mengatur
•
Peran Regulasi masih dianggap sbg kelemahan dlm
Pengaturan Tentang Pemerintahan
Daerah
•
UU 22/1999, PP 25/2000
•
UU 32/2004, PP 38/2007
•
UU 23/2014 --
pembagian urusan terdapat pada
Pembagian Urusan Menurut UU
23/2014
Urusan Konkurent dibagi
berdasarkan asas eksternalitas, akuntabilitas,efisiensi dan
UU 23/2014
•
Ps 9: Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
•
Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat: politik luar
negeri, (2) pertahanan, (3) keamanan, (4) yustisi, (5) moneter dan
fiskal nasional, dan (6) agama.
•
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota: wajib dan pilihan
bidang kesehatan. Pembagian
didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas,
serta kepentingan strategis nasional. Pemerintah pusat memeiliki
kewenangan pembentukan NSPK dan SPM, pembinaan dan
pengawasan
UU 23/2014
•
Mengatur tentang perda dan Perkada
•
Perda disusun untuk melaksanakan Otonomi Daerah dan
tugas pembantuan. Perda disusun bersama2 oleh Pemda
dan DPRD
•
Ps 236; Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat materi muatan:
–
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan;
dan
–
b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan
UU 23/2014
•
Ps 250: Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249
•
ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan
umum, dan/atau kesusilaan.
•
(2) Bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana
•
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
– a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; – b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik; – c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
– d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau
UU 23/2014
•
Berusaha menjembatani masalah koordinasi antara
kementerian kesehatan dan dinas kesehatan dengan
menghadirkan kembali pembinaan teknis oleh
kementerian kesehatan
•
Pembentukan OPD harus tunduk dan linier dengan
Organisasi Kementerian Kesehatan
•
Ada sanksi bila pemda tidak memenuhi perintah
pusat
Desentralisasi
•
Secara teoritis, otonomi= daerah mempunyai
kewenangan mengatur sendiri
•
Semakin desentralistis
pemda makin mengatur
Desentralisasi
•
Kota Jayapura:
– Selama kurun waktu tahun 2000 sampai 2011 ada sekitar 5 peraturan daerah yang ditetapkan pemerintah daerah Kota Jayapura di bidang kesehatan. Perda yang
dikeluarkan mengatur tentang: retribusi pelayanan kesehatan, organisasi dan tata kerja dinas daerah Kota Jayapura, Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual, Human Immunodeficiency Virus, dan Acquired Immuno Deficiency
Syndrome.
– Dalam konteks Kota Jayapura, terjadi peningkatan pelayanan kesehatan di Kota Jayapura yang cukup baik selama pelaksanaan otonomi luas. Baiknya pelayanan kesehatan di Kota Jayapura ini antara lain dapat dilihat dari: tingginya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Jayapura dan kinerja dinas kesehatan Kota jayapura.
• Kota Yogyakarta:
– Selama kurun waktu tahun 2004 sampai 2012 ada sekitar 8 peraturan daerah yang ditetapkan pemerintah daerah Kota Yogyakarta di bidang kesehatan. Selain itu ada sekitar 27 peraturan walikota di bidang kesehatan yang dikeluarkan dalam kurun waktu yang sama. Baik Perda maupun Perwal yang dikeluarkan mengatur tentang: fungi dan tugas dinas kesehatan, program jaminan kesehatan daerah, mutu
pelayanan, Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan, Ijin Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, dan retribusi pelayanan kesehatan. Secara lebih detail,
Refleksi
•
Secara General, meskipun desentralistis , daerah
belum secara maksimal mengatur urusan
kesehatan sesuai kondisi daerah
•
Perda sebagian besar terkait Retribusi dan tarif,
SOTK dan perijinan
•
Anomali: pelayanan kesehatan meningkat
•
Pertanyaan:
•
Mengapa daerah tidak memaksimalkan
kewenangannya untuk mengatur
•
Jika tidak diatur daerah, bagaimana pelaksanaan
hal-hal penting di daerah?
Maturnuwun