• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan definisi-definisi dari para ahli berkaitan dengan judul sub bab diatas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan definisi-definisi dari para ahli berkaitan dengan judul sub bab diatas."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Dalam sub bab ini peneliti mencoba memaparkan kajian teori yang menghubungkan bagaimana posisi sebuah film yang juga secara sifat menjadi bagian dari komunikasi massa, dengan demikian peneliti merasa perlu juga memberikan definisi-definisi dari para ahli berkaitan dengan judul sub bab diatas. dalam Wiryanto (2003:3) mengatakan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, Pool mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, film atau televisi. Sedangkan menurut Nurudin (2007:13) Menurut paradigmanya, alat komunikasi massa dibagi menjadi dua jenis yaitu paradigma lama (film, surat kabar, majalah, tabloid, buku, radio, televisi, kaset/CD) dan paradigma baru (surat kabar, majalah, tabloid, internet, radio, televisi).

Film sebagai media komunikasi massa memang tidak lepas dari hubungan antara film dan masyarakat itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Oey Hong Lee yakni, “film sebagai alat komunikasi massa kedua yang muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur

(2)

7

teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 (Sobur, 2006 : 126).

Film lahir di penghujung abad ke-19 sebagai bentuk dari perkembangan teknologi yang diciptakan oleh Thomas Alva Edison dan Lumiere Bersaudara yang kemudian disebut gambar bergerak (motion picture) alias film. Film juga semakin mengekalkan apa yang telah dilakukan manusia selama beribu-ribu tahun, yakni menyampaikan kisah, yang diceritakan tentu saja perihal kehidupan. Eric Sasono menulis, dibandingkan media lain, film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin dengan kenyataan sehari-hari (Irwansyah, 2009 : 12).

2.2 Pengertian dan Unsur Pembentuk Film

Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur dikutip Himawan pratista (2008:1) yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya berdiri sendiri. Bisa kita katakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya.

Dalam film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau juga sering di istilahkan gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok yakni, mise-en scene, sinematografi, editing dan suara.

(3)

8

Masing-masing elemen sinematik tersebut juga saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk gaya sinematik secara utuh.

Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu serta lainya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruan. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi serta berkesinambugan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas, (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur-unsur dan waktu adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif.

Sedangkan unsur sinematik lebih ke aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Mise-en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Menurut Onong Uchjana Effendy (2002:13) Film memiliki banyak jenis termasuk film cerita pendek yang berdurasi di bawah 60 menit, film cerita pendek banyak dijadikan batu loncatan untuk kemudian memproduksi cerita panjang. Sedangkan film cerita panjang memiliki durasi 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit.

(4)

9

2.2.1 Jenis-Jenis Film

Menurut Himawan Pratista (2008: 4-8) film dibedakan menjadi tiga jenis, yakni:

1. Film dokumenter

Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan antagonis konflik, serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur bertutur film dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan.

2. Film fiksi

Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering mengunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pegadeganan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pembangunan cerita yang jelas. Film fiksi yang berada di tengah-tengah dua kutub, nyata dan abstrak, sering kali memikiki tendensi ke salah satu kutubnya, baik secara naratif maupun sinematik.

(5)

10

3. Film Eksperimental

Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film lainya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau perorangan. Mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi filmnya sejak awal hingga akhir. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Struktur sangat dipengaruhi oleh insting subjektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pegalaman batin. Film eksperimental juga umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang kausalitas. Film-film eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami.

2.2.2 Klasifikasi Film

Genre berasal dari bahasa perancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”, kata genre sendiri megacu pada istilah biologi yakni. Genus, sebuah klasifikasi flora dan fauna yang tingkatanya berada di atas spesies dan di bawah family. Genus mengelompokan beberapa spesies yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik tertentu. Dalam film, genre dapat di definisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi dan subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan genre-genre populer seperti aksi, petualagan, drama, komedi, horor, western, thriller, film noir dan sebagainya. Fungsi genre adalah untuk memudahkan klasifikasi sebuah film sesuai dengan spesifikasinya (Pratista, 2008:10).

(6)

11

Kebanyakan film merupakan kombinasi dari beberapa genre sekaligus. Kombinasi genre dalam sebuah film sering di istilahkan genre hibrida (campuran) walapun begitu film tetap memiliki genre yang dominan. Genre juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian khusus. Seperti genre induk primer, genre induk sekunder, serta genre khusus (Pratista, 2008:11-12).

1. Genre Induk Primer

Genre induk primer merupakan genre-genre pokok yang telah ada dan populer sejak awal perkembagan sinema era 1900-an hingga 1930-an. Bisa kita katakan bahwa setiap film pasti mengandung setidaknya satu genre induk primer namun lazimnya sebuah film adalah kombinasi dari beberapa genre induk sekaligus. Tidak semua genre induk primer populer dan sukses dari masa ke massa. (Pratista 2008:13).

a. Aksi : Film aksi berhubugan dengan adegan-adegan aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, nonstop dengan tempo yang cepat. Genre aksi adalah genre yang paling adaptif degan genre lainya.

b. Drama : Film drama umumnya berhubugan dengan tema cinta, cerita setting, karakter serta suasana yang memotret kehidupan nyata. Dan genre yang paling banyak di produksi karena jangkauan ceritanya yang sagat luas.

c. Epik Sejarah : Genre ini umumnya mengambil tema periode masa silam (sejarah) dengan latar sebuah kerajaan, peristiwa atau tokoh besar yang menjadi mitos, legenda atau bibilkal.

(7)

12

d. Fantasi : Film fantasi berhubugan dengan tempat, peristiwa, serta karakter yang tidak nyata. Film fantasi berhubungan dengan unsur magis, mitos, negri dongeng, imajinasi, halusinasi, serta alam mimpi. e. Fiksi Ilmiah : Film fiksi ilmiah berhubugan dengan masa depan,

perjalanan angkasa luar, percobaan ilmiah, penjelajahan waktu, investasi, atau kehancuran bumi. Fiksi ilmiah juga sering berhubungan dengan teknologi serta kekuatan yang berada di luar jangkauan teknologi masa kini.

f. Horor : Film horor memiliki tujuan utama memberikan efek rasa takut, kejutan serta teror yang mendalam bagi penontonya. Film horor umumnya mengunakan karakter-karakter antagonis non manusia yang berwujud fisik yang menyeramkan.

g. Komedi : komedi adalah jenis film yang mengundang tawa bagi penontonya. Film komedi biasanya berupa drama ringan yang melebih-lebihkan aksi, situasi, bahasa, hingga karakternya.

h. Kriminal dan gangster : Film-film kriminal dan gangster berhubungan dengan aksi-aksi kriminal seperti, perampokan bank, pencurian pemerasan, perjudian, pembunuhan, persaingan antar kelompok, serta aksi kelompok bawah tanah yang bekerja di luar sistem hukum.

i. Musikal : Genre musikal adalah film yang mengkombinasi unsur musik, lagu, tari (dansa), serta gerak (koreografi). Lagu-lagu dan tarian biasanya mendominasi sepanjang film dan biasanya menyatu dengan

(8)

13

cerita. Pengunaan musik dan lagu bersama liriknya biasanya mendukung jalanya alur cerita.

j. Petualangan : Film petualangan berkisah tentang perjalanan, eksplorasi, atau ekspedisi ke suatu wilayah asing yang belum pernah tersentuh. Film-film petualangan selalu meyajikan panorama alam eksotis seperti hutan rimba, pegunungan, savana, serta pulau terpencil.

k. Perang: Genre perang mengagkat tentang tema kengerian serta teror yang ditimbulkan oleh aksi perang. Film-film perang umumnya menampilkan adegan pertempuran seru baik di darat, laut, atau pun udara. Film-film perang biasanya memperlihatkan kegigihan, pegorbanan para tentara dalam melawan musuh-musuh mereka.

l. Western : Western adalah genre orisinil milik amerika. Tema film western umumnya seputar konflik antara pihak baik dan jahat. Karakter dalam genre ini adalah koboi, indian kavaleri, sheriff.

2. Genre induk sekunder

Genre induk sekunder adalah genre-genre besar dan populer yang merupakan pegembangan atau runtutan dari genre induk primer. Genre induk sekunder memiliki ciri-ciri karakter yang lebih kusus dibandingkan dengan genre induk primer (Himawan Pratista, 2008:21).

a. Bencana : Film-film bencana (disaster) berhubungan dengan tragedi atau musibah baik sekala besar maupun kecil yang mengancam jiwa banyak manusia. Secara umum film bencana di bagi ke dalam dua jenis

(9)

14

, bencana alam dan bencana buatan manusia. Bencana alam adalah aksi bencana yang melibatkan kekuatan alam yang merusak dalam sekala besar seperti angin topan, tornado dan sebagainya. Sedangkan bencana buatan manusia umumnya berhubugan dengan tindak kriminal atau faktor ketidak segajaan manusia seperti aksi terorisme, kebakaran gedung dan sebagainya.

b. Biografi : Biografi (sering diistilahkan biopic:biografy picture) secara umum merupakan pengembagan dari genre drama dan epik sejarah. Film biografi menceritakan pengalan kisah nyata atau kisah hidup seorang tokoh berpegaruh dimasa lalu maupun kini. Film biografi umumnya mengambil kisah berupa suka dan duka perjalanan hidup sang tokoh sebelum ia menjadi orang besar atau keterlibatan sang tokoh dalam sebuah peristiwa besar.

c. Detektif : Genre detektif merupakan pegembangan dari genre kriminal dan gangster dan lebih populer pada era klasik dari pada kini. Inti cerita umumnya berpusat pada sebuah kasus kriminal pelik yang belum terselesaikan. Alur ceritanya sulit diduga serta penuh dengan misteri. d. Film Noir : Film noir yang bermakna “gelap” atau “suram” merupakan

turunan dari genre kriminal dan gangster yang mulai populer pada awal dekade 1940-an hingga ahir 1950-an. Tema pada film noir selalu berhubugan dengan tindak kriminal seperti pembunuhan, pencurian serta pemerasan.

(10)

15

e. Melodrama : Melodrama merupakan pengembagan dari genre drama yang juga sering diistilahkan opera sabun atau film “ cengeng” (meguras air mata). Melo drama menggunakan cerita yang mampu menggugah emosi penontonya secara mendalam dengan dukungan unsur “melodi” (ilustrasi musik).

f. Olahraga : Film olahraga mengambil kisah seputar aktifitas olahraga, baik atlet, pelatih, agen maupun kompetisinya sendiri. Film olahraga biasanya diadaptasi dari kisah nyata baik biografi maupun sebuah peristiwa olahraga besar.

g. Perjalanan : Seperti halnya western genre perjalanan atau sering diistilahkan road film merupakan genre khas milik amerika yang sangat populer diera klasik. Film perjalanan sering bersinggungan dengan genre aksi, drama serta petualangan.

h. Roman : Roman seperti halnya melodrama merupakan pengembagan dari genre drama. Film roman lebih memusatkan cerita pada masalah cinta, baik kisah percintaanya sendiri maupun pencarian cinta sebagai tujuan utamanya. Tema roman pada umumnya adalah pasangan satu sama lain yang saling mencintai namun banyak ujian yang dihadapi. i. Superhero : Superhero adalah sebuah genre fenomenal yang

merupakan perpaduan antara genre fiksi-ilmiah, aksi, serta fantasi. Film superhero adalah kisah klasik perseteruan antara sisi baik dan sisi jahat, yakni kisah kepahlawanan sang tokoh super dalam membasmi kekuatan jahat.

(11)

16

j. Supernatural : Film supernatural berhubugan dengan makluk-makluk gaib seperti hantu, roh halus, keajaiban, serta kekuatan mental seperti membaca pikiran, masa depan, masa lalu, telekinesis, dan lainya. Film-film supernatural sangat mudah bersingungan dengan genre horor, fantasi drama dan fiksi ilmiah.

k. Spionase : Spionase atau agen rahasia adalah genre populer kombinasi antara genre aksi, petualagan, thriller, serta politik dengan karakter utama seorang mata-mata atau agen rahasia. Film spionase sering kali berlatar cerita periode perang dingin atau intrik internasioanal antar negara. Tema biasanya berurusan dengan senjata pemusnah masal yang dapat mengancam keamanan nasional.

l. Thriller : Film thriller memiliki tujuan utama memberi rasa ketegangan, penasaran, ketidakpastian serta kertakutan pada penontonya. Alur cerita film thriller sering kali bernbentuk aksi non stop, penuh misteri, kejutan, serta mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks filmnya.

m. Genre Khusus : Genre kusus jumplahnya bisa mencapai ratusan dan dapat berkombinasi dengan genre induk manapun sesuai dengan konteks cerita filmnya. Film drama misalnya dapat dipecah menjadi genre kusus berdasarkan tema cerita, seperti keluarga, anak-anak, remaja, cinta, pegadilan, politik, prostitusi, jurnalis, realigi, tragedi, hari natal, ganguan kejiwaan dan sebagainya, berdasarkan sumber cerita, genre drama bisa di pecah lagi menjadi beberapa genre kusus,

(12)

17

seperti adaptasi literatur, kisah nyata, otobiografi, buku harian dan sebagainya.

Dari contoh tersebut tampak jelas jika satu genre dapat berisi puluhan (bahkan ratusan) judul film. Genre sampai kapan pun akan terus berkembang secara dinamis dan tidak pernah akan berhenti sejalan dengan berkembangnya sinema (Himawan Pratista, 2008:27-28)

2.3 Film Dokumenter

Film sebagai salah satu bentuk media massa tidak akan terlepas dari konstruksi realitas dari si pembuat film, film terbentuk dari pilihan-pilihan realitas yang disusun oleh sutradara atau pembuat film. Pada film Dokumenter penyajian fakta adalah kunci utama. Film dokumenter berhubungan dengan tokoh, obyek, moment, peristiwa, serta lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi (otentik) (Himawan Pratista, 2017 : 30).

Menurut John Grierson, dalam Himawan Pratista, (2008:32) dijelaskan bahwa film dokumenter merupakan sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-kejadian aktual yang ada (the creative treatment of actuality).

Himawan Prastisa menjelaskan bahwa film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya. Struktur bertutur film dokumenter umumnya

(13)

18

sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti: informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, ekonomi, politik (propaganda), dan lain sebagainya (Prastista, 2008: 4).

Dalam menyajikan faktanya, film dokumenter dapat menggunakan beberapa metode. Film dokumenter dapat merekan langsung pada saat peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Produksi film dokumenter jenis ini dapat dibuat dalam waktu yang singkat, hingga berbulan-bulan, serta bertahun-tahun lamanya. Film dokumenter memiliki beberapa karakter teknis yang khusus yang tujuan utamanya untuk mendapatkan kemudahan, kecepatan, fleksibilitas, efektifitas, serta otentitas peristiwa yang akan direkam. Umumnya film dokumenter memiliki bentuk sederhana dan jarang sekali menggunakan efek visual (Pratista, 2008: 5)

Genre berarti jenis atau ragam, merupakan istilah yang berasal dari bahasa Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam bidang seni-budaya seperti musik, film serta sastra. Genre dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu. Dalam kenyataannya, setiap genre berfluktuasi dalam popularitasnya dan akan selalu terikat erat pada faktor-faktor budaya. Gerzon R. Ayawaila, dalam (Pratista, 2008:36), membagi genre film dokumenter menjadi tiga belas jenis.

1. Laporan perjalanan. Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari para ahli etnolog atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa membahas banyak hal dari yang paling penting hingga yang

(14)

remeh-

19

temeh, sesuai dengan pesan dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering digunakan untuk jenis dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel documentary dan adventures film.

2. Sejarah. Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang sangat kental dengan aspek referential meaning (makna yang sangat bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data sangat dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya maupun penafsirannya. Pemakaian dokumenter sejarah ini tidak diketahui secara akurat sejak kapan digunakan, namun pada tahun 1930-an Rezim Adolf Hitler telah menyisipkan unsur sejarah ke dalam film-filmnya yang memang lebih banyak bertipe dokumenter. Pada masa sekarang, film sejarah sudah banyak diproduksi karena terutama karena kebutuhan masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Tingkat pekerjaan masyarakat yang tinggi sangat membatasi mereka untuk mendalami pengetahuan tentang sejarah, hal inilah yang ditangkap oleh stasiun televisi untuk memproduksi film-film sejarah.

3. Potret/Biografi. Jenis ini lebih berkaitan dengan sosok seseorang. Sosok yang diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas di dunia atau masyarakat tertentu atau seseorang yang biasa namun memiliki kehebatan, keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Ada beberapa istilah yang merujuk kepada hal yang sama untuk menggolongkannya, antara lain:

(15)

20

a. Potret, yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest dari seseorang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa– peristiwa yang dianggap penting dan krusial dari orang tersebut. Isinya bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas atau bahkan pemikiran sang tokoh.

b. Biografi, yaitu film yang mengupas secara kronologis dari awal tokoh dilahirkan hingga saat tertentu (masa sekarang, saat meninggal atau saat kesuksesan sang tokoh) yang diinginkan oleh pembuat filmnya. c. Profil, yaitu sebuah sub-genre yang memiliki banyak kesamaan

dengan dua jenis film di atas namun memiliki perbedaan terutama karena adanya unsur pariwara (iklan/promosi) dari tokoh tersebut. Pembagian sequencenya hampir tidak pernah membahas secara kronologis dan walaupun misalnya diceritakan tentang kelahiran dan tempat ia berkiprah, biasanya tidak pernah mendalam atau terkadang hanya untuk awalan saja. Profil umumnya lebih banyak membahas aspek-aspek ‘positif’ tokoh seperti keberhasilan ataupun kebaikan yang dilakukan.

d. Nostalgia, yaitu jenis film yang cukup dekat dengan jenis sejarah, namun biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas dari kejadiankejadian yang dialami seseorang atau suatu kelompok. e. Rekonstruksi, yaitu jenis dokumenter yang mencoba memberi

gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan tersendiri dalam mempresentasikan suatu peristiwa

(16)

21

kepada penonton sehingga harus dibantu rekonstruksi peristiwanya. Perisitiwa yang memungkinkan untuk direkonstruksi dalam film-film jenis ini adalah peristiwa kriminal (pembunuhan atau perampokan), bencana (jatuhnya pesawat dan tabrakan kendaraan), dan lain sebagainya. Dalam membuat rekonstruksi, bisa dilakukan dengan shoot live action atau bisa juga dibantu dengan animasi.

f. Investigasi, yaitu jenis dokumenter yang merupakan kepanjangan dari investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visual yang tetap ditonjolkan. Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak. Misalnya: korupsi dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau mafia di sebuah negara, tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan, ketenaran instan sebuah band dan sebagainya. Peristiwa seperti itu ada yang sudah terpublikasikan dan ada pula yang belum, namun seperti apa persisnya bisa jadi tidak banyak orang yang mengetahui. Terkadang, dokumenter seperti ini membutuhkan rekonstruksi untuk membantu memperjelas proses terjadinya peristiwa. Bahkan, dalam beberapa film aspek rekonstruksi digunakan untuk menggambarkan dugaandugaan para subjek di dalamnya.

g. Perbandingan dan Kontradiksi, yaitu sebuah dokumenter yang mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu.

(17)

22

h. Ilmu Pengetahuan, yaitu genre film dokumenter yang menekankan pada aspek pendidikan dan pengetahuan.

i. Buku Harian/Diary. Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber-genre ini juga mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang diceritakan kepada orang lain.

j. Musik, merupakan salah satu genre musik dokumenter yang sangat banyak diproduksi. Salah satu awalnya muncul ketika Donn Alan Pannebaker membuat film-film yang sebenarnya hanya mendokumentasikan pertunjukkan musik.

k. Association Picture Story, yaitu jenis dokumenter yang dipengaruhi oleh film eksperimental. Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar– gambar yang tidak berhubungan namun ketika disatukan dengan editing, maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang terbentuk di benak mereka. l. Dokudrama, yaitu salah satu dari jenis dokumenter yang merupakan

penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya, hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh aslinya.

(18)

23

2.4 Teknik Pengambilan Gambar 1. Sinematografi

Dalam sebuah video musik ataupun film, unsur yang harus ada dalam video musik ataupun film adalah unsur sinemtografi. Sinematografi digunakan untuk membuat bahasa visual suatu objek menjadi penjelas maksud dan makna dalam video musik atau film. Biasanya sinematografi mencakup teknik pengambilan frame, warna dan tempo dari cerita di dalam film dan video musiknya. Adapun jenis-jenis frame sizenya adalah sebagai berikut. Dalam Baksin (2009 : 124 – 128) membagai frame size menjadi 12 istilah yaitu :

a. Extreme Close Up (ECU) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk menunjukan detail suatu objek dalam film atau video musiknya. Ukuran dalam frame size ini sangat dekat sekali dengan wajah objek seperti hidung, mata, telinga, dll.

b. Big Close Up (BCU) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk menonjolkan objek dalam menimbulkan ekspresi tertentu. Ukuran dalam frame size ini hanya menonjolkan wajah objek dari batas kepala hingga dagu objek.

c. Close Up (CU) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk memberi gambaran pada objek secara jelas. Ukuran dalam frame size ini hanya dari batas kepala sampai leher bagian bawah.

d. Medium Close Up (MCU) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk menegaskan profil seseorang. Ukuran dalam frame size ini dari batas kepala hingga dada atas.

(19)

24

e. Mid Shot (MS) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk memperlihatkan seseorang dengan sosoknya. Ukuran dalam frame size ini hanya menonjolkan objek dari batas kepala sampai pinggang (perut bagian bawah).

f. Knee Shot (KS) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk memperlihatkan sosok objek. Batas ukuran dari frame size ini adalah dari batas kepala hingga lutut.

g. Full Shot (FS) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk memperlihatkan objek dengan lingkungan sekitar. Ukuran dari frame size ini adalah dari batas kepala hingga kaki.

h. Long Shot (LS) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah untuk memperlihatkan objek dengan latar belakangnya. Ukuran dalam frame size ini adalah objek penuh dengan latar belakangnya.

i. One Shot (1S) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah memperlihatkan seseorang dalam frame. Ukuran dari frame size ini adalah pengambilan gambar satu objek.

j. Two Shot (2S) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah adegan dua objek sedang berinteraksi. Ukuran dalam frame size ini adalah pengambilan gambar dua objek.

k. Three Shot (3S) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah menunjukan tiga orang sedang berinteraksi. Ukuran dari frame size ini adalah pengambilan gambar tiga objek.

(20)

25

l. Group Shot (GS) : Dalam hal ini makna dari frame size ini adalah menunjukan beberapa orang berkumpul. Ukuran dari frame size ini adalah pengambilan gambar dengan memperlihatkan objek lebih dari tiga orang.

2. Sudut Pengambilan Gambar

Dalam film diperlukan sebuah sudut pengambilan gambar. Hal ini bertujuan agar hasil dari suatu gambar visual di dalam film menjadi lebih menarik dan pesan yang disampaikan jelas. Adapun teknik pengambilan gambar menurut Baksin (2009) dalam bukunya berjudul “Jurnalistik Televisi Teori dan Praktek” dibagi menjadi 5 istilah yaitu sebagai berikut :

a. Bird Eye View : Teknik penggambilan gambar yang dilakukan dengan posisi kamera di atas ketinggian objek yang di rekam. Tujuan dalam penggambilan gambar ini adalkah untuk memperlihatkan objek-objek yang lemah dan tak berdaya.

b. High Angle : Teknik penggambilan gambar dari atas objek. Tujuan dalam pengambilan gambar ini adalah untuk memperlihatkan kesan lemah, tak berdaya, kesendirian.

c. Low Angle : Teknik pengambilan gambar dari bawah objek. Tujuan dalam penggambilan gambar ini adalah untuk memperlihatkan kesan wibawa dan berkuasa.

(21)

26

d. Eye Level : Teknik pengambilan gambar dengan arah sejajar dengan objek. Tujuan pengambilan gambar ini adalah untuk memperlihatkan kesan kompisisi dalam objek.

e. Frog Eye : Teknik pengambilan gambar dengan kedudukan sejajar dengan dasar kedudukan objek. Tujuan pengambilan gambar ini adalah untuk memperlihatkan kesan dramatis dari pemandangan yang aneh, ganjil, dan kebesaran.

2.5 Pendidikan, Pengertian dan Tujuan

Pada umunya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi, formal atauinformal akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama dalam penghayatanakan arti pentingnya produktivitas. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas, mendorong tenaga kerja bersangkutan melakukan tinda kan produktif. Menurut Siagian (2006:273) pendidikan adalah keseluruhan prosesteknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuandari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yangtelah ditetapkan.Sebagaimana dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001:32) bahwa melalui pendidikan, seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapatmemecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari.Dari beberapa definisi tentang pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang memajukan timbulnya budi pekerti(k ekuatan batin, karakter) yang dilakukan untuk menyiapkan peserta didik

(22)

27

agarmampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara menyeluruh dalammemasuki kehidupan dimasa yang akan datang

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Adalah suatu logis bahwa pendidikan itu harus dimulai deng antujuan, yang diasumsikan sebagai nilai. Adapun tujuan pendidikan terbagi atasempat yang diungkapkan oleh Tirtarahardja (2005:41) yaitu :a. Tujuan umum pendidikan nasional yaitu untuk membentuk manusia pancasila. b. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.c. Tujuan kurikuler yaitu tujuan bidang studi atau mata pelajaran.d. Tujuan instruksional yaitu tujuan materi kurikulum yang berupa bidange. studi terdiri dari pokok bahasan dan sub pokok bahasan, terdiri atas tujuaninstruksional umum dan tujuan instruksional khusus

Menurut Tirtarahardja (2005:51), proses pendidikan melibatkan banyakhal yaitu :

1. Subjek yang dibimbing (peserta didik) 2. Orang yang membimbing (pendidik)

3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)4. 4. Kearah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)

5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan) 6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)

7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi adalah laporan akhir dari hasil tugas akhir yang harus dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan menjadi bahan evaluasi penting dalam tugas akhir.. Tujuan

Lusi Fausia, M.Ec yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultur, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara

Konsep Keselamatan dalam agama Buddha berbeda dengan agama lain. Keselamatan tidak mungkin diperoleh hanya dengan kepercayaan. Tapi keselamatan diperoleh

Langkah- langkah yang perlu dilakukan dalam Redesain SMAN 3 Padang dengan Pendekatan Sustainable Architecture, diantaranya (a) Untuk dapat menjawab permasalahan pada

mempuny unyai ai arti suatu arti suatu baha bahan n kimi kimia a deng dengan an seny senyawa awa tung tunggal gal atau campura atau campuran, n, mempunyai

akhir Renja SKPD Tahun 2015, untuk menjamin kesesuaian antara program dan kegiatan SKPD Tahun 2015 dengan program dan kegiatan pembangunan daerah yang

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa algoritma Naive Bayes dapat diterapkan untuk menentukan kelayakan calon kredit sepeda motor di FIF Majalengka dengan